Anda di halaman 1dari 16

Konstribusi Pendidikan terhadap Kesuksesan Ekonomi

Setiap masyarakat di seluruh dunia ini senantiasa menghendaki kesejahteraan. Khusus


untuk kesejahteraan fisik, mereka secara praktis bersama mengembangkan sistem yang
mengatur bagaimana seluruh anggotanya berproses memperoleh kesuksesan, mengupayakan
distribusi pemuas kesejahteraan serta menjamin bagaimana alokasi wahana kesuksesan tersebut
dapat dianugerahkan kepada pihak-pihak yang berhak memperolehnya. Dalam kaitan tersebut,
terminologi sosiologi memfokuskan tentang kesejahteraan dan sistem kesejahteraan fisik
tersebut dalam suatu wadah subkajian bernama lembaga sosial ekonomi.
Dalam perkembangannya, pranata ekonomi memilihara kelangsungan sistem nilainya
tidak pernah lepas dari keterkaitan dengan ruang-ruang sosial lainnya baik itu pranata politik,
pendidikan, kemasyarakatan atau keluarga maupun agama. Di sini dapat diamati karakteristik
hubungan pranata sosial dalam masyarakat terkini yang cenderung bersifat kompleks, fungsional,
independen, serta memiliki ketergantungan yang tinggi sehingga mampu menjabarkan sebuah
pola hubungan yang bersifat sistemik.
Dalam konteks tersebut, keniscayaan aktivitas pendidikan senantiasa dibingkai dari
realitas sosial ekonomi masyarakat tertentu. Oleh karena itu, hubungan yang bersifat
deterministis menjadi karakter hubungan kedua pranata sosial tersebut. Keyakinan umum
bahwa seseorang yang memiliki bekal pendidikan formal akan cenderung menuai sukses ekonomi
merupakan suatu contoh pengaruh pranata pendidikan terhadap aktivitas ekonomi para anggota
suatu masyarakat.
Robert K Merton (dalam Mifflen, l986) menyatakan bahwa, setiap lembaga sosial tidak
sekadar memelihara sebuah tujuan dan fungsi yang manifes, yakni sebuah fungsi yang
mencerminkan kegunaan dari terbentuknya sebuah pranata. Namun karena realitas sosial
semenjak ilmu pengetahuan telah menguasai iklim kehidupan manusia bukanlah sebuah kredo
monolog yang tugasnya meminimalisasi perubahan-perubahan. Justru realitas itu kini lebih
bersifat acak, dinamis, dan membias keseluruh segi maka fungsi latenlah yang mengambil
alih pola gerak maupun hubungan lintas lembaga sosial.
Munculnya asumsi sosial bahwa pendidikan mempengaruhi kesuksesan ekonomi
seseorang bukanlah suatu keyakinan spontan yang tidak berdasar. Berangkat dari sebuah trend
sosial masyarakat di Indonesia, misalnya pada awal dekade berkuasanya Orde Baru, sebagian
besar lini pekerjaan membutuhkan tenaga kerja berlatar belakang pendidikan formal. Hampir
mereka yang pernah mengenyam pendidikan formal mampu terserap di lahan-lahan pekerjaan.

Situasi tersebut memang tidak bisa dipisahkan dari kebutuhan pemerintah terhadap tenaga
terdidik untuk mengoperasikan skill dan keahliannya dalam rangka industrialisasi dan
modernisasi pembangunan negara.
Selain itu, keyakinan umum tersebut juga bukanlah hal yang baru. Puluhan tahun yang
lalu ketika politik etis diterapkan oleh pemerintah kolonial belanda berhasil membentuk pola
pikir masyarakat kita tentang pendidikan dengan kesuksesan ekonomi. Para pribumi
(meskipun hanyalah bangsawan dan golongan priyayi) yang memiliki ijasah dari sekolahsekolah bentukan kolonial mendapat kesempatan untuk ditempatkan pada instansi-intansi
pemerintah kolonial. Meskipun posisi mereka hanya sebagai pegawai rendahan, namun
keberadaan mereka yang telah mendominasi lembaga birokrasi kolonial berhasil menggeser
persepsi masyarakat. Lembaga pendidikan tepatnya sekolah dianggap sebagai tangga strategis
untuk meraih kemapanan hidup tanpa harus melalui usaha-usaha ekonomi lain yang tampaknya
lebih lambat dan beresiko tinggi untuk mengalami kegagalan.
Argumen lain yang melandasi kepercayaan umum bahwa melalui sekolah atau
pendidikan formal para individu dapat mencapai tingkat keberhasilan ekonomi dengan
relatif cepat lantaran dalam lembaga sekolah menyediakan serangkaian proses pengajaran yang
mampu membekali para pesertanya dengan perangkat kemampuan yang dibutuhkan oleh lahan
pekerjaan di era modern. Selain itu, sebuah ekspektasi sosial juga menggejala pada salah satu
asumsi bahwa melalui penempaan skill secara berkesinambungan dalam sebuah organisasi
yang mapan para lulusan lembaganya akan memiliki keutuhan sikap, kemampuan dan
kepribadian yang progresif, kreatif dan memiliki kecermatan tinggi untuk menangkap potensi
ekonomis dalam setiap kondisi maupun situasi. Sehingga dari otak dan tangan-tangan merekalah
akan memunculkan lahan-lahan penghidupan baru yang mampu menjamin kesejahteraan manusia.
Di antara berbagai persepsi yang muncul di tengah-tengah masyarakat, merebaknya
persepsi lain juga tidak bisa dipungkiri seputar problema besar yang tengah kita hadapi bersama
yakni persoalan krisis Sumber Daya Manusia yang cukup akut. Berdasarkan sebuah data bahwa
jumlah angkatan kerja nasional pada krisis ekonomi tahun pertama (1998) sekitar 92,73 juta
orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada hanya sekitar 87,67 juta orang dan ada
sekitar 5,06 juta orang penganggur terbuka (open unemployment). Angka ini meningkat terus
selama krisis ekonomi yang kini berjumlah sekitar 8 juta. Dari fakta statistik tersebut dapat
menjadi bukti lemahnya sistem dan orientasi lembaga pendidikan kita untuk memproduk
tenaga kerja yang siap kerja.
Secara lebih luas, besarnya angka pengangguran terdidik yang memadati setiap sudut

wilayah di Indonesia (terutama di kota) sudah cukup membuktikan bahwa proses aktivitas
pendidikan nasional tengah mengalami kegagalan. Sebagai salah satu institusi masyarakat yang
bertanggung jawab untuk menjamin tersedianya manusia-manusia yang mampu menjadi
katalisator kesejahteraan sosial ekonomi, pendidikan telah berbalik arah membebani
masyarakat kita yang memang sudah carut marut diterpa badai krisis multidimensi yang
berkepanjangan.
Kiranya perlu kita amati lebih jauh tentang faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena
masyarakat kita. Studi sosial pendidikan tidak berusaha memberikan solusi yang bernuansa
etis, akan tetapi kajian teoretisnya berusaha memberikan gambaran objektif tentang seluruh
komponen yang mempengaruhi konstruksi hubungan antara pranata pendidikan dan pranata
ekonomi.
Keunggulan suatu bangsa tidak lagi bertumpu pada kekayaan alam, melainkan pada
keunggulan sumber daya manusia, yaitu tenaga terdidik yang mampu menjawab tantangantantangan yang sangat cepat. Kenyataan ini sudah cukup untuk mendorong pakar pendidikan
melakukan perbaikan sistem pendidikan nasional. Agar lulusan sekolah mampu beradaptasi
dengan perubahan dan tantangan itu, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan tentang
pendidikan yang memberikan ruang yang luas bagi sekolah dan masyarakatnya untuk
menentukan program dan rencana pengembangan sendiri sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
masing-masing (Roesminingsih, 2006).
Pendidikan sangat berperan dalam pembangunan, baik itu dalam pembangunan sumber
daya manusia, ekonomi, sosial, dan bahkan masih lebih banyak lagi peranan pendidikan dalam
pembangunan masyarakat, bangsa, dan Negara. Sumanto (2008: 134) menjelaskan bahwa
sumber daya manusia yang dilengkapi dengan ketrampilan serta kemampuan untuk berusaha
sendiri merupakan modal utama bagi teciptanya pembangunan. Oleh karena itu, pendidikan bisa
dijadikan sebagai investasi untuk mendapatkan modal bagi pembangunan tersebut.
Secara kuantitatif, perkembangan pendidikan memang mulai diperhatikan. Hal ini terbukti
dengan dinaikkannya alokasi APBN untuk pendidikan di tahun 2015 ini menjadi Rp409,1 triliun
dari sebelumnya di tahun 2014 yaitu 375,4 triliun (apbnnews, 2015). Namun, hal tersebut tidak
diikuti dengan peningkatan kualitas pendidikan yang sepadan dengan anggaran yang telah
dikeluarkan. Hal ini terbukti dengan banyaknya angka pengangguran akademik di Indonesia yaitu
sebesar 47,81 persen dari total angka pengangguran nasional 7,39 juta orang.
Sebagaimana dikutip Old.bappenas dalam Repelita I maupun Repelita II. Dalam buku
Repelita I antara lain dikatakan, sebagai berikut.

Pendidikan harus mempunyai hubungan yang erat dengan kebutuhan serta kemungkinankemungkinan perkembangan ekonomi dan sosial, sehingga dapat memberi bekal hidup
para murid-murid dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Mengingat bahwa Rencana
Pembangunan Lima Tahun merupakan landasan untuk pembangunan tahap berikutnya
dengan prioritasnya pada pertanian, industri yang menyokong pertanian, industri
kecil dan ringan, industri pertambangan, prasarana serta pariwisata maka pengarahan harus
disesuaikan dengan prioritas-prioritas tersebut. Hal ini terutama diperlukan pada tingkattingkat pendidikan yang akan menghasilkan lulusan dalam jangka waktu lima tahun yang
akan datang
Dalam buku Repelita II, apa yang ditulis dalam buku Repelita I dipertegas kembali
dengan mengatakan bahwa landasan dan arah kebijakan dasar dari pembangunan di bidang
pendidikan antara lain, adalah:
1. Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan

kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.


2. Pembangunan di bidang pendidikan didasarkan atas landasan falsafah negara Pancasila dan
diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangunan yang berpancasila dan membentuk

manusia-manusia

Indonesia

yang

sehat

jasmani

dan

rohaninya,

dapat

mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab dan menyuburkan sikap demokrasi dan
penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti
yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan
yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945.
3. Agar pendidikan dapat dimiliki oleh seluruh rakyat sesuai dengan kemampuan masing-

masing individu, maka pendidikan menjadi tanggung jawab keluarga, masyarakat dan
pemerintah.
Berdasarkan kutipan di atas secara jelas untuk menunjukkan peranan pendidikan dalam
rangka menopang politik ekonomi nasional yang memfokuskan diri pada upaya keras untuk
mendongkrak pertumbuhan ekonomi dengan berbasiskan pada orientasi aktivitas industrial.
Secara paradigmatik keterkaitan antara kebijakan pembangunan ekonomi dengan praktik
pendidikan tersebut cenderung melahirkan karakter pendidikan yang berbasiskan aliran liberaliskapitalis.
Kenyataan menunjukkan bahwa, meskipun kegiatan pendidikan telah berlangsung di
Indonesia selama puluhan tahun, namun belum berhasil menyediakan SDM berkualitas.
Selama 32 tahun pemerintahan Orde Baru, sektor pembangunan pendidikan tidak pernah
ditempatkan menjadi prioritas pembangunan. Akibatnya mutu pendidikan Indonesia jauh

tertinggal dibandingkan negaranegara tetangga seperti Malaysia, Philipina, Singapura, dan


Thailand.
Apabila keempat negara ini telah berhasil mengirim tenagatenaga kerja terampil dan
profesional untuk mengisi lowongan kerja yang tersedia di mancanegara, maka Indonesia baru
dalam tingkat mengirim tenaga kerja untuk pekerjaan kasar seperti buruh pabrik, perkebunan,
pembantu rumah tangga, dan lain-lain. Bangsa Indonesia dilanda krisis moneter lalu berlanjut
sebagai krisis multidimensi sejak 1997 yang lalu dan hingga sekarang masih terpuruk akibat
masa lalu yang mengabaikan pembangunan pendidikan. Sedangkan bangsa lain yang terkena
krisis seperti Indonesia sudah bangkit kembali karena di masa lalu mereka menaruh perhatian
besar terhadap sektor pembangunan pendidikan. Mereka bisa cepat bangkit karena memiliki
kualitas SDM yang baik.
Adapun tantangan yang menghadang dunia pendidikan Indonesia saat ini meliputi:
1. Heterogenitas Tingkat Pendidikan Masyarakat
2. Keterpurukan Perekonomian Masyarakat
3. Masalah Pemerataan Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu proses pemberdayaan untuk mengungkapkan potensi yang ada
pada manusia sebagai individu, yang selanjutnya dapat memberikan sumbangan kepada
masayarakat lokal, kepada masayarakat bangsanya, dan kemudian kepada masayarakat global.
Dengan demikian, fungsi pendidikan bukan hanya menggali potensi-potensi yang ada di dalam
diri manusia, tetapi juga bagaimana manusia ini dapat mengontrol potensi yang telah
dikembangkannya itu agar dapat bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidup manusia itu sendiri.
Pengembangan sumber daya manusia untuk pembangunan menempatkan manusia sebagai
pusat perhatian dalam proses pembangunan sebagai produsen dan konsumen (Raharto, 1998).
Artinya, dari sisi konsumen manusia ditempatkan sebagai pemanfaat akhir dari hasil
pembangunan, dan dari sisi produsen sebagai faktor input yang penting dalam proses produksi.
Proses pendidikan menjadi bagian yang tidak terpisahkan atau bagian integral dari
pengembangan SDM sebagai subjek sekaligus objek pembangu- nan. Dengan demikian,
pendidikan harus mampu melahirkan SDM yang berkualitas dan bukan menjadi beban
pembangunan dan masyarakat, yaitu SDM yang menjadi sumber kekuatan atau sumber
penggerak (driving forces) bagi seluruh proses pembangunan dan kehidupan masyarakat. Oleh
karena itu, pendidikan mesti berhubungan secara timbal balik dengan pembangunan di berbagai
bidang kehidupan (politik, ekonomi, sosial, budaya). Sehingga, pendidikan akan dapat dimaknai
sebagai suatu bentuk investasi SDM untuk menciptakan iklim yang memungkinkan semua
penduduk atau warga negara turut andil dalam pembangunan dan mengembangkan diri mereka

agar menjadi warga negara yang produktif.


Tujuan pembangunan nasional adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai,
demokratis, berkeadilan dan berdaya saing maju dan sejahtera dalam wadah negara kesatuan
republik indonesia yang didukung oleh manusia yang sehat, mandiri dan bertakwa kepada Tuhan
yang Maha Esa.
Dari tujuan tersebut tercermin bahwa sebagai titik sentral pembangunan adalah
pemberdayaan sumber daya manusia, baik sebagai sasaran pembangunan maupun sebagai pelaku
pembangunan. Dengan demikian, pembangunan pendidikan merupakan salah satu aspek
pendukung keberhasilan pembangunan nasional.
Berorientasi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia, maka peranan
pendidikan dalam pembangunan dapat dirumuskan sebagai berikut:
Dalam meningkatkan manusia sebagai makhluk individu yang berpotensi lahir dan batin,
dilaksanakan dengan pemberian pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap. Pembentukan nilai
adalah nilai-nilai budaya bangsa dan juga nilai-nilai keagamaan sesuai dengan agama masingmasing dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Proses transformasi tersebut berlangsung dalam jalur pendidikan baik itu formal, maupun nonformal.
Dalam menghadapi perubahan masyarakat yang terus menerus dan berjalan secara cepat
manusia dituntut untuk selalu belajar dan adaptasi dengan perkembangan masyarakat sesuai
dengan zamannya. Dengan perkataan lain manusia akan menjadi pelajar seumur hidup. Untuk
itu lembaga pendidikan berperan untuk mepersiapkan peserta didiknya menjadi pelajar seumur
hidup yang mampu belajar secara mandiri dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar baik
yang ada di sekolah maupun di luar sekolah. Menurut Moedjiono dalam buku Dasar-dasar
Kependidikan (1986), mengemukakan bahwa aktivitas belajar dalam rangka menghadapi
perubahan-perubahan yang cepat di dalam masyarakat menghendaki: (1) kemampuan untuk
mendapatkan informasi, (2) keterampilan kognitif yang tinggi, (3) kemampuan menggunakan
strategi dalam memecahkan masalah, (4) kemampuan menentukan tujuan yang ingin dicapai, (5)
mengevaluasi hasil belajar sendiri, (6) adanya motivasi untuk belajar, dan (7) adanya pemahaman
diri sendiri.
Pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi utama dalam meningkatkan kualitas
sumber daya manusia. Artinya, setiap pengeluaran yang dipergunakan untuk pendidikan dianggap
sebagai pengeluaran yang hasilnya bukan untuk dinikmati sekarang tetapi pada masa yang akan
datang. Sebagai investasi, pembangunan pendidikan sudah selayaknya mendapatkan porsi

anggaran yang signifikan dalam rangka meningkatkan kualitas SDM penduduk Indonesia sesuai
dengan potensi alam sekitar agar dapat menghasilkan produk dan jasa layanan yang sangat
kompetitif pasar global.
Dengan demikian, jumlah penduduk yang besar dan tersebar ini dapat dipetakan dan
kemudian dikembangkan melalui strategi dan kebijakan pendidikan yang memperhatikan aspekaspek penting di luar pendidikan, baik ekonomi, politik, sosial, dan budaya bangsa Indonesia
sehingga peringkat HDI Indonesia dapat terus meningkat ke arah yang lebih baik
Kita tidak bisa memungkirinya bahwa sumbangan pendidikan pada pembangunan sangatlah
besar, meskipun hasilnya tidak bisa kita lihat dengan segera. Tapi ada jarak penantian yang cukup
lama antara proses dimulainya usaha dengan hasil yang ingin dicapai.
Problem utama dalam pembangunan sumber daya manusia adalah terjadinya salah
penempatan sumber daya manusia. Pada era sebelum reformasi, pasar tenaga kerja mengikuti
aliran ekonomi konglomeratif. Di mana tenaga kerja yang ada cenderung memasuki dunia kerja
yang bercorak konglomeratif yaitu mulai dari sektor industri manufaktur sampai dengan
perbankan. Dengan begitu, dunia pendidikan akhirnya masuk dalam kemelut ekonomi politik,
yakni terjadinya kesenjangan ekonomi yang diakselerasi struktur pasar yang masih terdistorsi.
Kenyataan menunjukkan banyak lulusan terbaik pendidikan masuk ke sektor-sektor ekonomi
yang justru bukannya memecahkan masalah ekonomi, tapi malah memperkuat proses konsentrasi
ekonomi dan konglomerasi, yang mempertajam kesenjangan ekonomi Hal ini terjadi karena visi
SDM terbatas pada struktur pasar yang sudah ada dan belum sanggup menciptakan pasar sendiri,
karena kondisi makro ekonomi yang memang belum kondusif untuk itu. Di sinilah dapat
disadari bahwa visi pengembangan SDM melalui pendidikan terkait dengan kondisi ekonomi
politik yang diciptakan pemerintah.
Seandainya bangsa Indonesia tidak bisa menyesuaikan terhadap pelbagai tuntutan yang
tercipta akibat globalisasi, maka yang akan terjadi adalah adanya gejala menjual diri hanya
mengandalkan sumber daya alam yang tak terolah dan menjadi buruh yang murah. Dengan
demikian yang terjadi bukannya terselesaikannya masalah-masalah sosial ekonomi seperti
kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan ekonomi, tetapi akan semakin menciptakan
ketergantungan kepada negara maju karena utang luar negeri yang semakin berlipat.
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi tuntutan globalisasi seyogyanya kebijakan link and
match mendapat tempat sebagai sebuah strategi yang mengintegrasikan pembangunan ekonomi
dengan pendidikan. Namun sayangnya ide link and match yang tujuannya untuk menghubungkan
kebutuhan tenaga kerja dengan dunia pendidikan belum ditunjang oleh kualitas kurikulum

sekolah yang memadai untuk menciptakan lulusan yang siap kerja. Penerapan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) adalah salah satu jalur menuju ke sana.
Oleh karena itu harus ada perubahan paradigma, agar proses pembangunan mampu
mendorong terbentuknya berbagai keahlian yang bisa mengolah SDA dan bisa semakin
memandirikan struktur ekonomi bangsa. Supaya visi tersebut pun terjadi di berbagai daerah,
maka harus ada koreksi total kebijakan pembangunan pendidikan di tingkat makro dengan
berbasiskan kepada pluralitas daerah. Dengan demikian harapannya akan tercipta SDM yang
mampu memperjuangkan kebutuhan dan penguatan masyarakat lokal. Oleh karena untuk
apa SDM diciptakan kalau hanya akan menjadi perpanjangan sistem kapitalisme global
dengan mengorbankan kepentingan lokal dan nasional.
Pendidikan yang merupakan suatu proses pemberdayaan untuk mengungkapkan potensi
yang ada pada manusia sebagai individu, yang selanjutnya dapat memberikan sumbangan kepada
masyarakat lokal, kepada masyarakat bangsanya, dan kemudian kepada masyarakat global.
Sayangnya pendidikan di negra kita yang masih perlu dibenahi karena populasi penduduk yang
besar, wilayah yang luas dan tidak meratanya penyebaran penduduk ,serta sistem pendidikan
yang kita miliki belum tertata dengan baik. Sehingga mutu pendidikan di Indonesia yang akan
semakin parah apabila tidak segera dibenahi.
Dalam era pembangunan seperti sekarang, pendidikan jelaslah mempunyai peranan yang
sangat penting. Disamping sebagai alat untuk memperoleh SDM yang berkualitas secara lahir
yaitu dalam bidang ilmu pengetahuan, pendidikan juga bisa melahirkan SDM yang berkualitas
secara batin yaitu dalam hal pengamalan nilai-nilai dan norma-norma, sehingga kemajuan yang
nantinya dicapai tidak meninggalkan nilai-nilai dan norma-norma yang ada di Indonesia
meskipun pembangunan itu berkembang seiring berkembangnya arus globalisasi.
Oleh karena itu, sebaiknya pendidikan di Indonesia perlu mendapatkan perhatian khusus dari
negara (pemerintah agar pembangunan di Indonesia semakin meningkat dan akan terus
berkembang pesat seiring dengan perkembangan arus globalisasi, namun tidak melenceng jauh
dari nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di indonesia. Disamping itu, tingkat perhatian dari
masyarakat juga diperlukan guna mencapai kehidupan bangsa dan negara yang cerdas serta
martabat dihadapan negara-negara lain didunia.
Pengaruh Anggaran Pendidikan terhadap Indeks Pe mbangunan

Manusia

di

Indonesia.
Pendidikan merupakan sektor yang fundamental bagi sebuah negara karena

pendidikan mampu memberikan manfaat positif bagi pembangunan walaupun manfaat


tersebut baru dapat dirasakan beberapa tahun ke depan. Pendidikan memberikan
sumbangan yang besar terhadap perkembangan
Kehidupan sosial ekonomi melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan,
kecakapan, sikap dan produktivitas, sehingga pendidikan diharapkan mampu menghasilkan
tenaga kerja yang berkualitas.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan suatu ukuran kondisi sumber daya
manusia pada suatu negara. IPM dipengaruhi oleh tiga variabel, yaitu pendidikan, ekonomi
dan kesehatan. Anggaran pendidikan yang besar jika dikelola dengan baik dan dialokasikan
secara tepat diharapkan mampu meningkatkan tingkat melek huruf dan tingkat lama sekolah
sehingga pada gilirannya akan meningkatkan IPM.
Data BPS menunjukkan bahwa angka partisipasi sekolah (APS) di setiap kategori sejak
tahun 1994 sampai 2011 mengalami peningkatan, demikian pula halnya dengan angka Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yang juga mengalami peningkatan dalam kurun waktu yang sama.
Walaupun angka IPM Indonesia meningkat secara nominal tetapi dari sisi peringkat Indonesia
memburuk. Pada tahun 2010 Indonesia tercatat menduduki peringkat 108 tetapi tahun 2011
Indonesia menduduki peringkat 124 dan pada tahun 2012 Indonesia menempati peringkat ke
121. Ini merupakan indikasi bahwa pengeluaran negara untuk pendidikan belum mampu
secara maksimal mendongkrak IPM.
Dari segi teori ekonomi pendidikan, khususnya pendekatan human capital, aspek pembiayaan
dipandang sebagai bagian dari investasi pendidikan yang menentukan taraf produktivitas individu
maupun kelompok. Pada gilirannya taraf produktivitas ini mempengaruhi taraf pendapatan
(earning) seseorang atau kelompok yang pada akhirnya berkontribusi terhadap kecepatan
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.
Studi ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh anggaran pendidikan terhadap angka
melek huruf rata-rata lama sekolah, pengaruh angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah
terhadap tingkat pendapatan dan pengaruh angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, tingkat
pendapatan dan angka harapan hidup terhadap indeks pembangunan manusia. Data yang
digunakan dalam penelitian ini berasal dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan Badan
Pusat Statistik dari tahun 2009-2012 yang mencakup seluruh provinsi di Indonesia.
Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis jalur (path analysis).
Analisis deskriptif berfungsi untuk mendeskripsikan dan mempermudah penafsiran melalui sajian
tabel dan grafik, sedangkan analisis jalur digunakan untuk mengetahui apakah data

mendukung teori, yang secara a-priori dihipotesiskan, yang mencakup kaitan struktural
antar variabel terukur.

Hasil studi ini menunjukkan bahwa provinsi yang memiliki anggaran pendidikan
per kapita usia sekolah terbesar adalah Kalimantan Timur dan Papua Barat. Ini menandakan
bahwa penduduk usia sekolah di dua provinsi tersebut menikmati anggaran pendidikan lebih
banyak dari pada penduduk usia sekolah di provinsi lainnya. Sedangkan provinsi yang
memiliki anggaran pendidikan per kapita penduduk usia sekolah yang relatif kecil adalah
provinsi Jawa Barat, Banten dan Jawa Timur. Selain itu studi ini juga memperlihatkan
terjadinya peningkatan anggaran pendidikan per kapita dari tahun ke tahun. Pada tahun
2012, terjadi peningkatan anggaran pendidikan perkapita penduduk usia sekolah yang
bervariasi antara 7 % (Riau) hingga 67% (Jawa Timur), bahkan untuk DKI Jakarta terjadi
peningkatan hampir 2,5 kali lipat dari anggaran 2009.
Dalam hal Indeks Pembangunan Manusia terlihat bahwa semenjak tahun 2004
sampai 2012, IPM Indonesia mengalami kenaikan dengan rata-rata kenaikan sebesar 0,57 per
tahun. Tidak ada kenaikan IPM yang cukup signifikan, kenaikan IPM berkisar antara 0,50
sampai 0,88 per tahun. Kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2004 ke 2005 sedangkan
kenaikan terendah terjadi pada tahun 2010 ke 2011. Provinsi yang mengalami
peningkatan IPM yang cukup tinggi adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Bali,
sedangkan yang mengalami stagnansi adalah provinsi DKI Jakarta dan Kalimantan
Tengah. Pada 2012, terjadi peningkatan IPM 12 poin (kecuali Jakarta 0,97 poin dan
NTB 2,23 poin dari IPM 2009). Selain itu terdapat hubungan linear positif antara persentase
kenaikan anggaran pendidikan dan persentase kenaikan IPM. Walaupun demikian, masih
ada daerah dimana persentase kenaikan anggaran pendidikan tidak sebanding dengan
persentase kenaikan IPM.
Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa anggaran pendidikan berpengaruh langsung
terhadap IPM pada lag 1 tahun, 2 tahun dan 3 tahun. Di antara ke tiga lag tersebut,
pengaruh pada lag 2 tahun lebih besar daripada pengaruh pada lag 1 tahun dan 3 tahun,
artinya pengaruh anggaran pendidikan per kapita terhadap IPM baru terlihat setelah dua
tahun kemudian. Pengaruh anggaran pendidikan per kapita usia sekolah terhadap rata-rata
lama sekolah cukup tinggi, demikian pula terhadap angka melek huruf. Rata-rata lama
sekolah berpengaruh cukup tinggi terhadap PDRB per kapita, demikian pula pengaruh
PDRB per kapita terhadap angka harapan hidup. Selanjutnya rata-rata lama sekolah, angka
melek huruf, PDRB per kapita dan angka harapan hidup berpengaruh cukup tinggi terhadap
indeks pembangunan manusia.

Untuk meningkatkan IPM suatu daerah maka diperlukan peningkatan Anggaran


Pendidikan yang digunakan pada program-program yang dapat meningkatkan RataRata Lama Sekolah. Rata-Rata Lama Sekolah memiliki perngaruh yang cukup besar
terhadap PDRB. Di sisi lain PDRB berpengaruh besar terhadap Angka Harapan Hidup.
Dari ketiga komponen IPM, komponen indeks kesehatan yang diukur menggunakan Angka
Harapan Hidup memiliki perngaruh lebih besar daripada 2 (dua) komponen lainnya.
Kualitas Pendidikan dan Bonus Demografi
Tahun 2015 Indonesia telah memasuki fase bonus demografi dan mencapai puncaknya
pada tahun 2028-2031. Bonus demografi akan bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi
apabila penduduk usia produktif memiliki produktivitas yang tinggi. Artinya, usia penduduk
tersebut memiliki kualitas pendidikan dan tingkat kesehatan yang baik.Namun, apabila hal
tersebut tidak terpenuhi maka Indonesia gagal meraih manfaat bonus demografi yang hanya
sekali dihadapi oleh suatu bangsa. Selain itu, prasayarat lain agar bonus demografi dapat
bermanfaat adalah pengendalian laju pertumbuhan penduduk, dan adanya dukungan
kebijakan ekonomi.
Sebenarnya wacana tentang datangnya bonus demografi di Indonesia sudah
berlangsung beberapa tahun lalu. Hal ini dibuktikan pada peringatan Hardiknas tahun 2012
lalu ketika pemerintah mengangkat tema Bangkitnya Generasi Emas Indonesia. Tentunya
tema ini berkaitan dengan momentum bonus demografi, di mana angka dependency ratio
(angka beban ketergantungan) menurun. Hal ini disebabkan jumlah penduduk usia produktif
(15-64 tahun) lebih besar dari jumlah penduduk usia non produktif (0-14 tahun dan 65 tahun
ke atas) dalam kurun waktu 2015-2035.
Wacana bonus demografi kembali mengemuka saat peringatan Hardiknas 2015. Meski
demikian, tampaknya kalangan industri dan dunia usaha masih mengeluh terkait kualitas dan
kemampun lulusan baik, pendidikan di tingkat menengah maupun tinggi. Masalahnya siapkah
Indonesia menyongsong dan mempersiapkan datangnya bonus demografi?
Tentu ini suatu peluang untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan rakyat.
Karena, selama ini angka beban ketergantungan kita selalu tinggi. Jumlah penduduk usia non
produktif selalu lebih besar dari jumlah penduduk usia produktif. Hal ini memang merupakan
salah satu indikator negara berkembang yang pada umumnya memiliki piramida penduduk
muda atau ekspansif.
Namun, tampaknya pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan (Kemendikbud) belum memiliki program nyata terkait fenomena bonus


demografi. Padahal, pada tahun 1990-an pemerintah telah menggagas program keberkaitan
dan keberpadanan (link and match). Hanya dulu program ini dimaksudkan untuk mengurangi
kesenjangan antara mutu lulusan lembaga pendidikan dengan kebutuhan dunia usaha ataupun
industri.Perlu kita waspadai jika kita gagal memanfaatkan bonus demografi, maka yang
terjadi adalah bencana demografi (disaster demographic).
Maju dan SejahteraOleh karenanya, bangsa Indonesia harus melakukan investasi
besar-besaran dalam pendidikan atau bidang pengembangan sumber daya manusia (SDM)
sekaligus sebagai upaya menyambut 100 tahun Indonesia merdeka tahun 2045 mendatang.
Selain melalui gerakan akses pendidikan mulai dari pendidikan anak usia dini (PAUD).
Kemendikbud juga akan mendorong perluasan akses pendidikan di semua jenjang untuk
membangkitkan generasi emas tersebut. Karena, kualitas pendidikan yang baik dan merata
merupakan kunci sukses memanfaatkan bonus demografi.Maka, sudah saatnya kita
implementasikan bahwa pendidikan berkualitas akan mengantarkan kita menjadi sebuah
bangsa yang maju dan sejahtera. Sebagaimana sosok Ki Hadjar Dewantara yang sudah sejak
lama dengan gigihnya berjuang untuk memajukan pendidikan bangsa ini.
Ki Hadjar Dewantoro dan dr Soetomo, keduanya menyadari betul bahwa pendidikan
merupakan modal utama dalam membangun sebuah bangsa yang maju dan sejahtera. Oleh
karenanya, mereka rela bersusah payah melawan segala keterbatasan, hambatan dan ancaman
yang siap menghadang untuk memperjuangkan pendidikan bangsanya.
Komitmen dan kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi kemajuan sebuah bangsa
yang telah dicontohkan oleh Ki Hadjar Dewantara. Kita tahu pada masa itu sebagian besar
masyarakat kita tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan. Pendidikan
hanya diperuntukan bagi segelintir orang dari kelompok dan golongan tertentu saja. Namun,
berkat tekad besarnya Ki Hadjar Dewantara berhasil mendirikan perguruan Taman Siswa di
Yogyakarta yang diperuntukan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi rakyat
jelata.Kini, zaman sudah berubah. Indonesia telah merdeka, kebangkitan nasional pun telah
lebih dari seabad kita lalui. Lantas, sudah sampai sejauh mana bangsa kita melangkah maju
dalam hal pendidikan?
Fondasi awal pendidikan yang telah jauh-jauh hari dibangun oleh para pendahulu kita
tampaknya belum menjadi sebuah bangunan yang kokoh. Bangunan itu masih saja belum
dapat dijadikan untuk tempat berlindung. Mungkin kurang lebih demikianlah cerminan
kondisi karut-marut pendidikan bangsa Indonesia hingga kini.Namun, kita tetap optimis
bahwa suatu saat nanti pendidikan kita akan setara dengan tingkat pendidikan di negara-

negara maju. Dengan lahirnya generasi unggul berkarakter Pancasila diharapkan mampu
menghadapi tantangan ke depan. Harus diingat, tantangan yang dihadapi generasi sekarang
dan ke depan bukanlah penjajahan secara fisik, melainkan penjajahan dalam dimensi lain,
yakni penjajahan ideologi, ekonomi dan teknologi.
Terlebih lagi dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau pasar
tunggal ASEAN, akhir tahun ini. Tentunya pendidikan harus mampu berperan aktif dalam
menghasilkan lulusan yang kompeten dan memiliki nilai unggul. Proses pendidikan harus
terus ditingkatkan sehingga mampu meningkatkan keterampilan, baik soft skill maupun hard
skill para lulusannya.
Bonus demografi untuk kemajuan bangsa
Rasio ketergantungan penduduk Indonesia telah menurun sekitar 55 pada tahun 2000
dan akan terus turun sampai angka terendah pada 2020-2030 yang berkisar sekitar 45 per 100
penduduk. Artinya, tiap-tiap 100 orang penduduk usia produktif hanya menanggung 45
penduduk tidak produktif. Inilah yang disebut bonus demografi. Bagi saya, ini jendela
kesempatan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sekaligus peningkatan kesejahteraan
bangsa Indonesia. Bonus demografi sendiri merupakan masa transisi demografi, yaitu
terjadinya penurunan tingkat kematian yang diikuti dengan penurunan tingkat kelahiran dan
dapat digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan memanfaatkan
penduduk usia produktif secara optimal. Dengan demikian, bonus demografi akan menjadi
kesempatan besar jika banyaknya penduduk usia produktif seimbang dengan ketersediaan
lapangan pekerjaan sehingga penduduk usia produktif tersebut dituntut untuk lebih potensial
dan actual.
Sehingga hal tersebut akan menjadi tugas besar bagi bangsa Indonesia untuk
mempersiapkannya agar adanya bonus tersebut tidak menjadi suatu hal yang sia-sia namun
nyata pemanfaatannya untuk kemajuan bangsa Indonesia. Bonus demografi merupakan
kesempatan emas bagi suatu bangsa jika mampu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Namun, apakah Indonesia siap memanfaatkan jendela kesempatan tersebut untuk memajukan
bangsa? Tentu bukan hal yang mudah untuk memanfaatkan bonus tersebut agar tidak menjadi
peluang yang sia-sia atau bahkan menjadi suatu malapetaka bagi bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya untuk memanfaatkan kesempatan tersebut.
Satu hal yang paling mendasar yakni dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia
agar mempunyai ketrampilan yang berkualitas dan mampu terserap dalam dunia kerja. Bonus
demografi akan termanfaatkan dengan baik jika pertumbuhan penduduk usia kerja yang

merupakan pasokan tenaga kerja mendapatkan pekerjaan yang produktif, dan kemudian bisa
menabung untuk diinvestasikan terhadap bangsa sehingga memicu pertumbuhan ekonomi
serta meningkatkan kesejahteraan.
Bangsa Indonesia, masih memiliki banyak waktu untuk menyiapkan penduduk usia
produktif yang menjadi peran utama dalam pemanfaatan bonus demografi. Yakni dengan
meningkatkan kualitas mereka melalui peningkatan pendidikan, ketrampilan dan kesehatan
serta kemampuan bangsa dalam menyiapkan lapangan pekerjaan bagi para tenaga kerja
tersebut sesuai dengan kemampuan, pendidikan dan ketrampilan yang dimiliki oleh angkatan
kerja tersebut. Sehingga mereka mampu memperoleh pendapatan yang dapat menopang
kehidupan dirinya sendiri dan keluarganya, utamanya yang masuk dalam kelompok usia non
produktif yang menjadi tanggungan mereka. Jadi, untuk mendapatkan hasil yang maksimal,
tidak hanya diperlukan kerja keras oleh satu pihak saja, melainkan seluruh komponen
kehidupan.
Namun, dalam mempersiapkan datangnya bonus demografi yang akan menjadi
jendela kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan dan
perekonomian bangsa, selain diperlukan pendidikan dan kesehatan untuk meningkatkan
kualitas tenaga kerja yang sesuai dengan kemampuan dan ketrampilan yang mereka miliki,
pemerintah juga perlu menyediakan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dari
tenaga kerja tersebut mulai dari sekarang. Namun kembali menjadi pertanyaan besar, siapkah
bangsa Indonesia menyediakan lapangan pekerjaan bagi penduduk usia produktif mendatang?
Pertanyaan itu muncul sesuai dengan kondisi ketenagakerjaan bangsa Indonesia saat ini
dengan tingkat pengangguran yang masih tinggi, dan tingkat kesejahteraan tenaga kerja yang
masih rendah. Oleh karena itu, untuk memanfaatkan bonus demografi sangat diperlukan
kebijakan guna mendorong menculnya wirausaha muda,dan mampu memberdayakannya
tenaga kerja dalam rangka mendukung pembangunan nasional. Dengan begitu, penduduk usia
kerja mampu bekerja dan menciptakan lapangan pekerjaan.
Selain itu, pemerintah juga perlu menjalankan kebijakan mengenai pemberdayaan
perempuan agar dapat masuk dipasar kerja. Mereka yang memiliki ketrampilan, pengetahuan,
kesehatan serta etos kerja akan mampu mengelola produktivitas. Sehingga terbentuk
tabungan yang dapat dimanfaatkan untuk investasi bagi kemajuan Bangsa Indonesia. Tetapi
usia produktif ini akan menjadi boomerang ketika usia produktif tidak dibekali kemampuan
untuk bisa bertahan hidup dan mengembangkan diri yang pada akhirnya hanya akan menjadi
beban pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja dan terciptanya angka pengangguran
yang tinggi. Sehingga, bonus demografi sangatlah berperan untuk mengukur mampu tidaknya

bangsa Indonesia dalam memanfaatkan adanya bonus demografi untuk memajukan bangsa,
yang dimaksud disini adalah jika bangsa Indonesia berhasil memanfaatkan adanya bonus
demografi dengan baik, maka akan dapat membawa Indonesia melesat lebih maju karena
peningkatan perekonomian yang signifikan seperti negara-negara tetangga yang telah berhasil
dalam hal pemanfaatan jendela kesempatan tersebut.
Namun, apabila pemerintah tidak mempersiapkan perencanaan dan pemanfaatan
dengan baik maka bisa jadi akan menjadi bencana bagi bangsa Indonesia. Sebab, sesudah itu
rasio ketergantungan bangsa Indonesia akan meningkat lagi dengan peningkatan penduduk
usia tua. Oleh sebab itu, agar bonus demografi ini menjadi suatu kesempatan yang berguna
dalam peranannya untuk memajukan bangsa Indonesia, perlu adanya pemanfaatan secara
optimal dengan perencanaan pembangunan yang berwawasan kependudukan karena
penduduk sebagai aspek utama dalam proses pembangunan suatu bangsa.
REFERENSI:
-

Moedjiono. 1986. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Balai Pustaka.


Raharto, Aswantini. 1999. Pendidikan, Sumber Daya Manusia, dan Pembangunan

Berkelanjutan
Roesminingsih. 2006. Rencana Induk Pembangunan Pendidikan,
Sumanto, Agus. 2008. Dasar-dasar Ekonomi Pembangunan: Kependudukan dan

Ketenagakerjaan. Malang: NN Press.


http://www.uns.ac.id/data/sp10.pdf diakses tanggal 16 oktober pukul 14:00
http://apbnnews.com/artikel-opini/anggaran-pendidikan-apbnp-2015/
http://wawasanproklamator.com/artikel/88/jumlah-pengangguran-terdidik-di-

indonesia-semakin-meningkat.html
http://old.bappenas.go.id/node/42/320/program-pembangunan-nasional
http://www.bps.go.id/

Anda mungkin juga menyukai