Anda di halaman 1dari 24

SISTEM KEKERABATAN

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS


ULANGAN TENGAH SEMESTER
MATA KULIAH ANTROPOLOGI
Dosen Pengampu : Maria Ulfa

Disusun oleh :
Kelompok 7
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2016

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan
ridho-Nya makalah ini dapat diselesaikan.
Penulisan makalah yang berjudul Sistem Kekerabatan ini adalah untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Sosioantropologi.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah kami ini masih terdapat
kekurangan-kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Untuk itu dengan segala kerendahan
hati kami mengharapkan berbagai saran dan kritik yang bersifat membangun dan bermanfaat
khususnya bagi kami sendiri, maupun bagi para pembaca pada umumnya. Namun demikian,
penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Atas terselesaikannya makalah ini kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh
pihak yang telah membantu.
Semoga Allah SWT berkenan untuk memberikan balasan yang jauh lebih baik dari
apa yang kami terima dari mereka.

Bandung,

Desember 2013

Penulis
DAFTAR ISI

A.
B.
C.
A.

Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
Bab II Pembahasan
Pengertian Kekerabatan

B. Sistem Kekerabatan
Bab III Penutup
Daftar Pustaka
Notulen

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah asal mula dan perkembangan keluarga dalam masyarakat telah lama
menjadi perhatian para ahli ilmu-ilmu sosial, yang dalam

upaya itu telah mencari bahan

perbandingannya dalam kawanan-kawanan hewan yang hidup berkelompok.


Pada tingkat pertama dalam proses perkembangan masyarakat dan
kebudayaannya, manusia mula-mula hidup mirip sekawan hewan berkelompok, pria
dan wanita hidup bebas tanpa ikatan. Kelompok
karena itu juga belum ada. Lamadan anak-anaknya,

keluarga inti sebagai inti masyarakat

lama manusia sadar akan hubungan antara seorang ibu

yang menjadi satu kelompok keluarga inti karena anak-anak hanya

mengenal ibunya, tetapi tidak mengenal ayahnya.


Dalam kelompok seperti ini ibulah yang menjadi kepala keluarga.
Perkawinan antara ibu dan anak yang berjenis pria di hindari, sehingga

timbullah

adat eksogami. Kelompok ibu, dengan ini telah mencapai

tingkat

dalam

proses

perkembangan kebudayaan manusia.


Sistem kekeluargaan merupakan salah satu segi dari kebudayaan

bermacam-

macam pengelompokan. Manusia sejak dilahirkan telah

langsung termasuk dari bagian

satu jenis kelompok yang terdapat di mana- mana atau

yang universal sifatnya

yaitu

keluarga.
Keluarga-keluarga itu mendiami daerah tertentu dan bersama dengan kelompok
keluarga lain tinggal berdekatan. Dari persebaran daerah itu, maka munculah kebudayaan
dalam segi kekerabatan yaitu suatu keluarga dengan keluarga yang lainnya di suatu daerah
yang berbeda-beda.
Dalam makalah yang berjudul Sistem Kekerabatan ini, kami mencoba untuk
menguraikan makna dari sistem kekeluargaan tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sistem kekerabatan?
2. Apa yang dimaksud dengan sistem multilineal dan sistem patrilineal?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari sistem kekerabatan.
2. Menambah wawasan tentang sistem multilineal dan sistem patrilineal.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kekerabatan

Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial.
Meyer Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat
dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan.
Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki
hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak,
menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Struktur-struktur
kekerabatan mencakup kekeluargaan dan bentuk kelompok yang merupakan perluasan
keluarga

seperti

suku

atau

klen.

Ikatan diantara orang yang bukan kerabat melahirkan banyak macam bentuk pengelompokan
mulai dari persaudaraan sedarah sampai persahabatan semacam perkumpulan. Umur dan
ikatan yang terbentuk karena keinginan sendiri termasuk kedalam kategori bukan kerabat.
Kekerabatan atau kekeluargaan merupakan hubungan antara manusia yang memiliki
asal usul silsilah yang sama, baik melalui keturunan biologis sosial maupun budaya. Dalam
bahasa Indonesia ada istilah sanak saudara, kaum kerabat, ipar-bisan, yang dapat diartikan
dengan kata family. Kata family berasal dari bahasa Belanda dan Inggris yang sudah umum
dipakai dalam bahasa Indoneisa sehingga dapatlah dikatakan ia telah di Indonesianisasi.
Dalam antropologi sistem kekerabatan termasuk keturunan dan pernikahan (melalui
hubungan darah atau dengan melalui hubungan status perkawinan). Pengertian bahwa
seseorang dinyatakan sebagai kerabat bila ia memiliki pertalian atau ikatan darah dengan
seseorang lainnya, contoh kongkrit dari hubungan darah ialah kakak-adik sekandung.
Hubungan melalui perkawinan adalah bila seseorang menikah dengan saudaranya,
maka ia menjadi kerabat akan seseorang yang dikawini oleh saudaranya itu, contoh kongkrit
dari hubungan perkawinan ialah adik ipar atau kakak ipar bibi, dari adik ibu.

Manusia melalui pernikahan umum disebut sebagai hubungan dekat ketimbang


keturunan (juga disebut konsunguitas), meskipun kedua hal itu bisa tumpang tindih dalam
pernikahan diantara orang yang satu moyang.
Hubungan kekerabatan adalah salah satu prinsip mendasar untuk mengelompokkan
tiap orang ke dalam kelompok sosial, peran katagori dan silsilah, hubungan kekeluargaan
dapat dihadirkan secara nyata(ibu saudara kakek) atau secara abstrak menurut tingkatan
kekerabatan sebuah hubungan dapat memiliki syarat relatif (misyalnya: ayah adalah seorang
yang memilki anak).

B.
1.

Pengertian sistem kekerabatan


Patrilineal
Patrilineal adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari
pihak ayah.

Kata ini seringkali disamakan dengan patriarkat atau patriarki, meskipun pada

dasarnya artinya berbeda. Patrilineal berasal dari dua kata bahasa Latin, yaitu pateryang
berarti ayah, dan linea yang berarti garis. Jadi, patrilineal berarti mengikuti garis keturunan
yang ditarik dari pihak ayah.
Sementara itu, patriarkat berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu pater yang berarti
"ayah", dan archein yang berarti memerintah. Jadi, patriarki berarti kekuasaan berada di
tangan ayah atau pihak laki-laki.
Penganut patrilineal, antara lain:

Bangsa Arab

Suku Rejang

Suku Batak

Lawan dari patrilineal adalah matrilineal yaitu suatu adat masyarakat yang menyatakan alur
keturunan berasal dari pihak ibu. Penganut adat matrilineal di Indonesia sebagai contoh
adalah suku Minangkabau.
Adat patrilineal lebih umum digunakan kelompok masyarakat dunia dibandingkan matrilineal
yang lebih jarang penggunaannya.
2.

Matrilineal
Sistem Kekerabatan Matrilineal yaitu Sistem kekerabatan berdasarkan Garis
Keturunan Ibu. Setiap anak yang lahir dalam sebuah keluarga minangkabau akan menjadi
kerabat keluarga ibunya, bukan kerabat ayahnya yang biasa terjadi di suku-suku lain di
Indonesia.
Adapun ciri-ciri dari sistem Matrilineal yaitu sebagai berikut;
1. Keturunan dihitung menurut garis ibu.
2. Suku terbentuk menurut garis ibu

3. Tiap orang diharuskan kawin dengan orang luar sukunya atau eksogami karena

di

Minangkabau dilarang kawin sesuku.


4. Pembalasan dendam merupakan satu kewajiban bagi seluruh suku
6. Perkawinan bersifat matrilokal, yaitu suami mengunjungi dan tinggal dirumah istrinya.
7. Hak-hak dan pusaka diwariskan oleh mamak kepada kemenakannya dan dari saudara laki-laki
ibu kepada anak dari saudara perempuan.
Di dunia hanya beberapa suku saja yang menggunakan sistem Matrilineal ini, Yakni :
- Suku Minangkabau di Sumatera Barat, Indonesia
- Suku Indian di Apache Barat
- Suku Navajo, sebagian besar suku Pueblo, suku Crow, di Amerika Serikat
- Suku Khasi di Meghalaya, India Timur Laut
- Suku Nakhi di Provinsi Sichuan dan Yunnan, Tiongkok

- Beberapa suku kecil di kepulauan Asia Pasifik


Dari beberapa suku tersebut diatas, Suku Minangkabau merupakan Suku terbesar
penganut sistem kekerabatan yang menurut garis keturunan ibu ini. Matrilineal merupakan
salah satu aspek dalam menentukan dan mendefinisikan identitas masyarakat . Kaum
perempuan di memiliki kedudukan yang istimewa. Adat dan budayanya menempatkan pihak
perempuan bertindak sebagai pewaris harta pusaka dan kekerabatan.
Dalam sistem keturunan matrilineal ini, ayah bukanlah anggota dari garis keturunan
anak-anaknya. Dia dipandang tamu dan diperlakukan sebagai tamu dalam keluarga. Secara
tradisi, setidak-tidaknya, tanggung jawabnya sebagai wali dari garis-keturunannya dan
pelindung atas harta benda garis keturunan itu sekalipun dia harus menahan dirinya dari
menikmati hasil tanah dan harta pusaka kaumnya istrinya.
Salah satu implementasi dari sistem Matrilineal ini adalah penggunaan nama suku
dibelakang nama asli. Hal ini dilakukan biasanya oleh mahasiswa perguruan tinggi kedinasan
sebagai pola pengenalan budaya dan juga sebagai rasa menghargai dan kebanggaan terhadap
budaya daerah sendiri. Jadi jangan heran ketika ada mahasiswa perguruan tinggi kedinasan
khususnya yang di name tag atau papan namanya ditambahkan nama-nama yang agak sedikit
asing bagi masyarakat seperti Tanjuang, Mandailiang, Koto, Chaniago, Sikumbang, Guci,
Piliang, Kampay dan lain sebagainya, Karena itu merupakan bentuk penghargaan dan
kebanggaan terhadap budaya daerah sendiri.

BAB III
PENUTUP

Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki
hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak,
menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya.
Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial.
Sistem Kekerabatan Matrilineal yaitu Sistem kekerabatan berdasarkan Garis Keturunan
Ibu.

Sedangkan

patrilineal adalah

suatu adat masyarakat yang

mengatur alur

keturunan berasal dari pihak ayah.

DAFTAR PUSTAKA
A. Havilan, William. Antropologi-jilid II. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama,

1985.

Gazalba, Sidi. Kebudajaan Sebagai Ilmu, Kehidupan Sosial Kebudajaan: BersahajaPeralihan- Moderen Islam, Jakarta: Pustaka Antara, 1967.
Koentjaraningrat. Beberapa Pokok Antropologi Sosial, Jakarta: Dian Rakyat,

1992.

Koentjaraningrat. Pengantar Antropologi II. Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 2005.


http://kopiapung.blogspot.com/2013/05/sistem-kekerabatan-matrilineal-sistem_3176.html
http://ermaayu69.blogspot.com/2012/06/makalah-antropologi-sistem-kekerabatan.html

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah asal mula dan perkembangan keluarga dalam masyarakat telah lama menjadi
perhatian para ahli ilimu- ilmu sosial, yang dalam upaya itu telah mencari bahan
perbandingannya dalam kawanan- kawanan hewan yang hidup berkelompok. Dengan
menganalisis hubungan anak terhadap ayahnya dengan membandingkan hubungan yang ada
dalam keluarga.
Pada tingkat pertama dalam proses perkembangan masyarakat dan kebudayaannya,
manusia mula- mula hidup mirip sekawan hewan berkelompok, pria dan wanita hidup bebas
tanpa ikatan. Kelompok keluarga inti sebagai inti masyarakat karena itu juga belum ada.
Lama- lama manusia sadar akan hubungan antara seorang ibu dan anak- anaknya, yang
menjadi satu kelompok keluarga inti karena anak- anak hanya mengenal ibunya, tetapi tidak
mengenal ayahnya. Dalam kelompok seperti ini ibulah yang menjadi kepala keluarga.
Perkawinan antara ibu dan anak yang berjenis pria di hindri, sehingga timbullah adat
eksogami. Kelompok keluarga yang mulai meluas karena garis keturunan diperhitungkn
melalui garis

ibu, dengan ini telah mencapai tingkat dalam proses perkembangan

kebudayaan manusia.
Dari penelitian para ahli terungkap bahwa masyarakat dengan sisitem kekerabatan
berdasarkan matrilineal tidak hanya ada pada masyarakat- masyarakat dengan tingkat
perkembangan kebudayaan yang sangat rendah, tetapi juga ada apada banyak kebudayaan
yang berasal dari berbagai tingkat perkembangan.
B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.

Pengertian kelompok kekerabatan


Pengertian perkawinan
Pengertian rumah tangga dan keluarga inti
Pengertian komunitas( besar dan kecil)

C. Tujuan
Mengethui lebih jauh sistem kekerabatan dalam masyarakat dan kebudayaan guna mencapai
penyesuaian dalam peradaban.
BAB II
PEMBAHASAN

Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam


struktur sosial. Setiap suku di indonesia memilki sistem kekerabatan yang
berbeda- beda.
Meyer

Fortes mengemukakan

bahwa

sistem

kekerabatan

suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur


sosial
Meyer

dari
Fortes

masyarakat
mengemukakan

yang
bahwa

sistem

bersangkutan.
kekerabatan

suatu

masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial


dari masyarakat yang bersangkutan.
Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa
keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan.
Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak,
adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Dalam kajian sosiologiantropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang
jumlahnya relatif kecil hingga besar.
1. Kelompok kekerabatan
Kelompok kekerabatan adalah yang meliputi orang- orang yang mempunyai kakek bersama,
atau yang percaya bahwa mereka adalah keturunan dari seorang kakek bersama menurut
perhitungan garis patrilineal(kebapaan).[1]
Suatu kelompok adalah kesatuan individu yang diikat oleh sekurang- kurangnnya 6 unsur,
a)
b)
c)
d)
e)
f)

yaitu:
Sisitem norma- norma yang mengatur tingkah laku warga kelompok,
Rasa kepribadian kelompok yang disadari semua warganya.
Interaksi yang itensif antar warga kelompok,
Sistem hak dan kewajiban yang mengatur interaksi antarwarga kelompok,
Pemimpin yang mengatur kegiatan- kegiatan kelompok, dan
Sistem hak dan kewajiban terhadap harta produktif, harta konsumtif, atau harta pusaka
tertentu. Dengan demikian hubungan kekerabatan merupakan unsur pengikat bagi suatu
kelompok kekerabatan.
Biasanya tidak semua kelompok kekerabatan mempunyai 6 unsur tersebut.
Mudrok membedakan antara 3 kategori kelompok kekerabatan berdasarkan fungsi- fungsi
sosialnya, yaitu:

a)

Kelompok kekerabatan berkorporasi, biasanya mempunyai ke- 6 unsur tersebut.istilah


berkorporasi umumnya menyangkut unsur 6 tersebut yaitu adanya hak bersama atas
sejumlah harta.

b) Kelompok kekerabatan kadangkala, yang sering kali tidak memiliki unsur 6 tersebut, terdiri
dari banyak anggota, sehingga interaksi yang terus- menerus dan itensif tidak mungkin lagi,
tetapi hanya berkumpul kadang- kadang saja.
c) Kelompok kekerabatan menurut adat, biasanya ridak memiliki unsur pada yang ke 4,5 dan 6
bahkan 3. Kelompok- kelompok ini bentuknya sudah sedemikian besar, sehingga warganya
seringkali sudah tidak mengenal. Rasa kebribadian sering kali juga di tentukan oleh tandatanda adat tersebut.
Kelompok- kelompok kekerabatan yang termasuk golongan pertama adalah kindred daan
keluarga luas, sedang golongan ke dua termasuk deme, keluarga ambilineal kecil, keluarga
ambilineal besar, klen kecil, klen besar, frati, dan paroh masyarakat.[2]
Kindret yakni, berkumpulnya orang- orang saling membntu dan melkukan kegiatan- kegiatan
bersama saudara, sepupu, kerabat isteri, kerabat yang lebih tua dan muda. Di mulai dari
seorang warga yang memprakkarsai suatu kegiatan. Dan biasanya hubungan kekerabatan ini
di manfaatkan untuk memperlancar bisnis seseorang.
Keluarga luas yakni, kekerabatan ini terdiri dari lebih dari satu keluarga inti. Terutama di
daerah pedesaan, warga keluarga luas umumnya masih tinggal berdekatan, dan seringkali
bahkan masih tinggal bersama- sama dalam satu rumah.
Kelompok kekerabatan berupa keluarga luas biasanya di kepalai oleh anggota pria yang
tertua.
Dalam berbagai masyarakat di sunia, ikatan keluarga luas sedemikian eratnya, sehingga
mereka tidak hanya tinggal bersama dalam satu rumah besar, tetpi juga merupakan satu
rumah tangga dan berbuat seakan- akan mereka merupakan satu keluarga inti yang besar.
Keluarga ambilineal kecil yakni, terjadi apabila suatu keluarga luas membentuk suatu
kepribdian yang khas, yang di sadari oleh para warga. Kelompok ambilinel kecil biasanya
terdiri dari sekitar 25- 30 jiwa sehingga mereka masih saling mengenal dan mengetahui
hubungan kekerabatan masing- masing.
Klen kecil yakni, kelompok kekerabatan yang terdiri dari beberapa kelluarga luas keturunan
dari satu leluhur. Ikatan kekerabatan berdasarkan hubungan melalui garis keturunan pria
saja(patrilineal), atau melalui garis keturunan wanita(matrilineal), jumlahnya sekitar 50-70
orang biasanya mereka msih saling mengenal dan bergaul dan biasanya masih tinggal satu
desa.
Klen besar yakni, kelompok kekerabatan yang terdiri dari semua keturunan dari seorang
leluhur, yang diperhitungkn dari garis keturunan pria atau wanita, sosok leluhur yang
menurunkan para warga klen besr berpuluh- puluh generasi yang lampau itu sudah tidak jelas
lagi, dan seringkali sudah di anggap keramat. Jumlah yang sangat besr menyebabkan mereka
sudah tidak mengenal kerabat- kerabat yang hubungan kekerabatannya jauh.

Frati yakni, gabungan antara patrilineal maupun matrilineal, dan dari kelompok klen setempat(
bis klen kecil, tetapi bisa juga bagian dari klen besar). Namun penggaubungannya tidak selalu
merata.
2. Perkawinan
Perkawinan dapat di asumsikan sebagai keterkaitan seorang pria dan wanita untuk
menjalin hubungan dan hidup bersama untuk mencapai tujuan bersama.[3]
Saat peralihan yang pada semua masyarakat di anggap penting dalah peralihan dari
tingkat hidup remaja ke tingkat hidup berkeluarga, yaitu perkawinan. Dalam kebudayaan
manusia, perkawinan merupakan pengatur tingkah laku manusia yang berkaitan dengan
kehidupan kelaminnya. Perkawinan membatasi eseorang untuk bersetubuh dengan lawan
jenis lain selain suami atau isterinya. Perkawinan mempunyai berbagai fungsi dalam
kehidupan bermasyarakat manusia yaitu, memberi perlindungan kepada anak-anak hasil
perkawinan itu, memenuhi kebutuhan manusia akan seorang teman hidup, dan juga
memelihara hubungan baik dengan kelompok- kelompok kerabat tertentu.
3. Rumah tangga dan keluarga inti
Dengan menikah, sepasang suami- isteri membentuksuatu kesatuan yang di sebut rumah
tangga, yaitu kesatuan yang mengurus ekonomi rumah tangganya. Rumah tangga biasanya
terdiri dari satu keluarga inti(satu pasangan suami isteri dan anak), tetapi mungkin juga terdiri
dari 2 atau 3 keluarga inti.
Keluarga inti adalah termasuk dalam keluarga nti suami, isteri, dan anak- anak mereka yang
belum menikah. Anak tiri dan anak yang secara resmi di angkat sebagai anak memiliki hak
yang kurang lebih sama dengan anak kandung. Bentuk keluarga yang seperti ini dapat di
katakan bentuk yang sederhana. Keluarga inti lebih kompleks adalah apabila dalam keluarga
terdapat lebih dari suami atau isteri. Keluarga inti seperti ini adalah keluarga inti yang
berdasarkan poligami atau poliandri.
Keluarga inti di seluruh dunia memiliki beberapa fungsi yakni:
a) Di mana warganya dapat memperoleh dan mengharapkan bantuan serta perlindungan dari
sesama warga keluarga inti.
b) Di mana warganya diasuh dan memperoleh pendidikan awalnya ketika mereka belum
mandiri
c) Kelompok sosial dengan ekonomi rumah tangga yang mandiri
d) Melaksanakan pekerjaan- pekerjaan produktif.
Secara umum fungsi keluarga meliputi pengturan seksual, reproduksi, sosialisasi,
pemeliharaan, penempatan anak dalam masyarakat, pemuas kebutuhan perseorangan, dan
kontrol sosial.[4]
Karakteristik keluarga dapat diidentifikasikan dengan hal berikut:
a) Keluarga terdiri atas orang- orang yang bersatu karena ikatan perkawinan, darah atau adopsi.

b) Para anggota suatu keluarga biasanya hidup bersama- sama dalam satu rumah, dan mereka
membentuk satu rumah tangga. Satu rumah tangga terdiri dari kakek, nenek,anak-anak, dan
cucu, kadang satu rumah tangga terdiri atas suami dan isteri, tanpa anak, atau dengan satu
c)

atau dua, tiga anak saja.


Keluarga merupakan satu kesatuan yang berinterksi dan berkomunikasi dan memerankan

peran masing- masing.


d) Keluarga itu mempertahankan suatu kebudayaan bersama.
4.

Komunitas (besar dan kecil)


Kata Komunitas berasal dari bahasa latin communitas yang

berasal dari kata dasar communis yang artinya masyarakat, publik atau
banyak orang. komunitas adalah sekelompok orang yang saling peduli
satu sama lain lebih dari yang seharusnya, dimana dalam sebuah
komunitas terjadi relasi pribadi yang erat antar para anggota komunitas
tersebut. Kekuatan

pengikat

suatu

komunitas,

terutama,

adalah

kepentingan bersama dalam memenuhi kebutuhan kehidupan sosialnya


yang biasanya, didasarkan atas kesamaan latar belakang budaya,
ideologi, sosial-ekonomi. Disamping itu secara fisik suatu komunitas
biasanya diikat oleh batas lokasi atau wilayah geografis. Masing-masing
komunitas, karenanya akan memiliki cara dan mekanisme yang berbeda
dalam menanggapi dan menyikapi keterbatasan yang dihadapainya serta
mengembangkan kemampuan kelompoknya.
Komunitas kecil biasanya hanya berjumlah 5 sampai 20 orang, lebih dari itu
sudah di namakan komunitas besar.

BAB III
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa Sistem
kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur
sosial. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa
keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan.
Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak,

adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. asal mula dan
perkembangan keluarga dalam masayarakat telah lama menjadi perhatian
para ahli ahli dalam ilmu sosial. Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada
beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil
hingga besar

DAFTAR PUSTAKA
Ihrono TO, Pokok- Pokok Antropologi Budaya, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2006)
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi II,( Jakarta: PT Renika Cipta,
1998)
Mawardi, Ilmu Sosial Dasar,(Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2009)
Munandar. M- Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial,(
bandung: PT Refika Aditma, 2006)

TO Ihroni, Pokok- Pokok Antropologi Budaya, (Jakarta: Yayasan Obor


Indonesia, 2006),hal: 159
[2] Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi II,( Jakarta: PT Renika Cipta,
1998), hal: 110
[3] Mawardi, Ilmu Sosial Dasar,(Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2009)hal,
215
[4] M. Munandar- Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu
Sosial,( bandung: PT Refika Aditma, 2006), hal:115
Diposkan oleh erta addya di 04.16
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
[1]

Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur


sosial. M.Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat
dapat dipergunakan untuk mengambarkan struktur sosial dari suatu mayarakat
yang bersangkutan. Di dalam masyarakat umum kita mengenal kekerabatan
seperti : 1. Keluarga inti 2. Keluarga luas 3. Keluarga bilateral 4. Keluarga
unilateral Dalam sutau mayarakat khususnya mayarakat pedesaan, sistem
kekerabatan merupakan ciri utama dalam masyarakat desa dimana kekerabatan
atau kekeluargaan masih sangat terasa atau terlihat. Hubungan kekerabatan
sangat erat bagi masyarakat di negara-negara yang sedang berkembang seperti
halnya Indonesia. Hubungan kekerabatan ini merupakan ikatan atas dasar
hubungan darah (keturunan) yang dapat ditelusuri berdasarkan garis keturunan
ayah, ibu atau garis keturunan keduanya. Hubungan kekerabatan menjadi lebih
berarti apabila dihubungkan dengan berbagai segi kehidupan yang akan
membawa aspek budaya, agama, politik, keanggotaan suatu klan dan lain
sebagainya. Sehingga hubungan antar anggota dan kedudukan di dalam
organisasi sosial dapat dilihat berdasarkan ikatan kekerabatan yang dimilikinya.
Mengenai fungsi dan arti dari berbagai macam adat istiadat dan pranata
perkawinan, serta mengenai hak dan kewajiban warga dari berbagai macam
kelompok kekerabatan, dan mengenai kaitannya antara sistem kekerabatan
dengan kehidupan ekonomi, politik, agama dan sebagainya. Menurut para ahli
antropologi maupun sosiologi dalam kenyataan hidup manusia dalam
masyarakat belum tentu dilaksanakan dengan taat dan rapi. Terutama ketika
masyarakat primitif, komunitas petani, dan kebudayaan tradisional sejak
dasawarsa 1930 dan 1940-an mulai berubah, adat istiadat tradisional mulai
mengendur di berbagai daerah di dunia. Dalam rangka penelitian sistem
kekerabatan dalam dasawarsa tahun 1950-an, ada suatu pergeseran perhatian,
yaitu dari sistem-sistem dan pranata kekerabatan yang dapat didefifnisikan,
dideskripsikan, dan diklasifikasikan secara tegas dan jelas, dan anggotanya
biasanya patuh adat ke sistem kekerabatan dengan anggota-anggotanya yang
cenderung menyimpang dari adat atau dikenal dengan istilah loose strukture
atau dalam artian lebih longgar susunan sosial yang memberikan banyak
kelonggaran kepada individu untuk mengubah aturannya sesuai dengan
keperluannya dalam keadaan-keadaan tertentu. Untuk itulah kami dalam
makalah ini yang berjudul Sistem Kekerabatan Masyarakat Desa mencoba
menjelaskan bagaimana sistem kekerabatan masyarakat desa itu yang
sebenarnya. 1.2 Rumusan Masalah Adapun yang menjadi rumusan masalah
dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana definisi
sistem kekerabatan ? 2. Bagaimana asal mula dan perkembangan keluarga
manusia ? 3. Apa tujuan dari kelompok kekerabatan ? 4. Bagaimana sistem
kekerabatan masyarakat di Indonesia ? 1.3 Tujuan Penulisan Adapun yang
menjadi tujuan penulisa makalah ini adalah untuk : 1. Mengetahui pengertian
dan fungsi sistem kekerabatan. 2. Mengetahui asal mula dan perkembangan
keluarga manusia. 3. mengetahui tujuan dan menjelaskan kelompok
kekerabatan. 4. Mengetahui sistem kekerabatan masyarakat di Indonesia. 1.4
Metode Pemecahan Masalah Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan
metode penelitian historis, dan teknik pengumpulan data dengan menggunakan
pendekatan sosiologi dan antropologi dan kajian pustaka atau studi literatur

dengan mencari berbagai buku sumber yang penulis anggap relevan dalam
penulisan makalah ini. Selain itu, untuk menunjang kelengkapan makalah ini
kami menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara dan observasi
langsung ke lapangan (desa). 1.5 Waktu dan Tempat Waktu : Kamis, 21 Februari
2007 Tempat : Desa Babakan Laksana Rt 02/Rw 07 Kec. Lembang, Kab. Bandung,
Jawa Barat. 1.6 Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2
Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penulisan 1.4 Metode Pemecahan Masalah 1.5
Waktu dan Tempat 1.6 Sistematika Penulisan Bab II Kajian Teoritis 2.1 Pengertian
Sistem Kekerabatan dan Ruang Lingkupnya 2.2 Macam-Macam Sistem
Kekerabatan 2.3 Kelompok-Kelompok Kekerabatan 2.4 Sistem Kekerabatan
Masyarakat di Indonesia Bab III Hasil Observasi Lapangan Bab IV Kesimpulan
Daftar Pustaka BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Sistem Kekerabatan dan
Ruang Lingkupnya Kekerabatan merupakan unit sosial dimana anggotaanggotanya mempunyai hubungan keturunan (hubungan darah). Seseorang
dianggap sebagai kerabat oleh orang lain karena dianggap masih satu keturunan
atau mempunyai hubungan darah dengan ego. Ego adalah seseorang yang
menjadi pusat perhatian dalam suatu rangkaian hubungan, baik dengan
seseorang ataupun dengan sejumlah orang lain. Sistem kekerabatan adalah
serangkaian atura yang mengatur penggolongan orang-orang sekerabat.
Mencakup berbagai tingkat hak dan kewajiban diantara kerabat. Contohnya
kakek, ayah, ibu, anak, cucu, keponakan dan seterusnya. Sedangkan bentuk
kekerabatan lain yang terjalin akibat adanya hubungan perkawinan antara lain ;
mertua, menantu, ipar, tiri dan lain-lain (Koentjaraningrat,1992). A. Perkawinan
Sebelum terbentuknya keluarga, tentu saja didahulukan dengan adanya
perkawinan diantara calon pasangan hidup. Pembentukan keluarga melalui
perkawinan disebut keluarga konyugal. Sedangkan perkawinan adalah suatu pola
sosial yang telah disetujui dimana 2 orang insan (laki-laki, perempuan) bertekad
membentuk keluarga. Untuk mendapatkan pasangan hidup melalui perkawinan
dapat dilakukan di dalam kelompok yang sama, maupun dari luar kelompoknya.
Bagi mereka yang wajib untuk mendapatkan pasangan hidup di dalam
kelompoknya, baik berdasarkan wilayah maupun keturunan disebut endogami.
Perkawinan ini bertujuan untuk mempertahankan kekekalan katurunan atau
darah (keluarga yang disusun atas dasar pertalian darah disebut konsanguinal),
selain itu tujuannya adalah untuk menghindarkan kekayaan yang dimiliki
sekelompok kekerabatan jatuh ke tangan kerabat dari kelompok lain. Sedangkan
yang mendapatkan pasangan hidup di luar wilayah atau keturunan luar disebut
exogami, terjadi karena semakin luasnya pergaulan diantara keturunan,
sehingga diantara mereka saling mengenal seperti yang terjadi pada masyarakat
sekarang. Perkawinan banyak terjadi di lingkungan kerja yang sama atau
lingkungan pendidikan yang sama. Perkawinan untuk membentuk status baru
yaitu rumah tangga, yang terjadi di masyarakatidealnya secara monogami yaitu
pasangan hidup antara seorang suami dengan seorang istri. Tetapi di mayarakat
tidak menutup kemungkinan terjadi poligami yaitu seorang memiliki pasangan
lebih dari satu. Poligami dibagi menjadi 2 ; Poligini : Seorang suami memiliki
istri lebih dari satu. Poliandri : Seorang instri memiliki suami lebih dari satu.
Poliandri di Indonesia dilarang dilaksanakan. Selain bertentangan dengan norma
agama, juga status anak yang dilahirkan akan tidak jelas siapa ayahnya. Kusnaka

Adimihardja dalam bukunya Kerangka Studi Antropologi Sosial dalam


Pembangunan menuliskan bahwa bentuk monogami biasa dianut oleh
masyarakat Eropa-Amerika yang ditentukan oleh undang-undang yang
bersumber pada dasar moral agama Kristen. Sedangkan di negara dimana
pengaruh Islam sangat kuat seperti Indonesia terdapat bentuk perkawinan
poligini. Dalam adat istiadat kita mengenal persyaratan perkawinan biasanya
berupa 3 macam ; 1. Mas kawin (bride price) Adalah sejumlah harta yang
diberikan oleh pemuda kepada gadis dan kaum kerabat gadis. Dalam sejarahnya
mas kawin adalah untuk menggantikan kerugian bagi keluarga perempuan,
dimana setelah menikah gadis selalu dibawa pergi dan menetap dikerabat
suami. Besar kecilnya mas kawin ditetapkan secara berunding antara kedua
pihak yang bersangkutan sesuai kedudukan, kepandaian, kecantikan, umur dan
sebagainya. Fungsi mas kawin pada banyak suku bangsa di Indonesia adalah
sebagai syarat. 2. Pencurahan Tenaga Untuk Perkawinan (bride service) Adalah
adat untuk melamar gadis dan berdampingan dengan adat menetap sesudah
menikah, yang menentukan bahwa pengantin baru harus tinggal menetap dekat
kediaman kerabat istri atau adat menetap sesudah menikah dalam antropologi
disebut uxorilocal. 3. Adat Pertukaran Gadis (bride exchange) Mewajibkan kepada
seorang yang melamar seorang gadis, untuk menyediakan seorang gadis dari
kaum kerabatnya sendiri yang suka dikawinkan dengan orang dari kerabat gadis
yang dilamar contohnya di Indonesia (Suku Bonggo daerah Sarmi, .Pantai Utara
Irian jaya) B. Pranata Keluarga Pranata keluarga yang dalam pengertian luasnya
disebut kekerabatan yang dibentuk atas dasar perkawinan atau hubungan darah.
Kekerabatan yang berasal dari satu keturunan atau hubungan darah merupakan
penelusuran leluhur seseorang baik melalui garis ayah maupun ibu atau
keduanya. Kekerabatan ini ada yang memiliki norma atau solidaritas ke dalam
yang kuat sehingga ikatan kekerabatan menjadi erat sekali, tetapi ada juga yang
ikatan sosialnya tidak terlalu kuat. Sedangkan kekerabatan atas dasar
perkawinan merupakan proses masuknya seseorang dalam satu ikatan keluarga,
baik menjadi keluarga laki-laki, wanita atau keduanya. Satu keluarga dapat
terjalin karena ; (Gunawan Kamil, 2000) 1. Suatu kelompok yang memiliki nenek
moyang yang sama. Perkawinan terjadi dalam satu keturunan (endogami) 2.
Suatu kelompok kekerabatan disatukan oleh darah atau perkawinan. Perkawinan
terjadi antara dua kelompok yang berbeda atau pasangan hidup diperoleh dari
kelompok lain (eksogami) 3. Pasangan perkawinan dengan atau tanpa anak.
Suatu keluarga adakalanya tidak dapat mempunyai keturunan sehingga
pasangan hidup dapat mengadopsi anak orang lain sebagai anggota pelengkap
keluarga. 4. Pasangan tanpa menikah yang mempunyai anak. Di negara-negara
liberal hal ini dianggap lumrah, apabila pasangan hidup diluar nikah mempunyai
anak dan mereka dapat hidup rukun tanpa adanya ikatan perkawinan. Tetapi di
Indonesia perbuatan demikian dianggap menyeleweng dari kehidupan sosial
karena dapat merusak kehidupan masyarakat yang juga melanggar normanorma masyarakat dan agama. 5. Satu orang dapat hidup dengan beberapa
orang anak. Hal ini dapat terjadi karena salah satu pasangan hidup baik ayah
ataupun ibu berpisah karena perceraian atau salah satunya meninggal sehingga
salah seorang diantara mereka harus memelihara anaknya. Pengelompokan
sosial terkecil yang didasarkan hubungan darah adalah keluarga inti (nuclear

family) atau keluarga batih terdiri dari orang tua (ayah dan ibu) dan anaknya
yang belum menikah (anak kandung atau anak angkat) baik yang tinggal
serumah atau yang tinggal berlainan tempat karena berbagai faktor. Mereka
bersama-sama memelihara keutuhan rumah tangga sebagau satu kesatuan
sosial. Keluarga inti merupakan dasar (elemen) dalam pembentukan kelompok
sosial dalam struktur sosial masyarakat. Sedangkan fungsi sosial keluarga inti
adalah memberikan pendidikan terhadap anak-anak mereka sebagai usaha
melanjutkan dan mengembangkan nilai-nilai hidup material dan spiritual sebagai
upaya melanjutkan dan mengembangkan warisan budaya bangsa. Pada
dasarnya fungsi keluarga adalah sebagai berikut : 1. Unit terkecil dalam
masyarakat yang mengatur hubungan seksual dan sah secara hukum. 2. Wadah
tempat berlangsungnya proses sosialisasi, yakni tempat berlangsungnya
anggota masyarakat baru mendapatkan pendidikan untuk mengenal,
memahami, menaati kaidah serta nilai yang berlaku. 3. Unit terkecil dalam
masyarakat yang memenuhi kebutuhan ekonomis. 4. Unit terkecil dalam
masyarakat tempat anggotanya mendapatkan perlindungan bagi ketentraman
dan perkembangan jiwanya. 2.2 Macam-Macam Sistem Kekerabatan Beberapa
ahli sejak pertengahan abad ke-19 telah menganalisis mengenai sistem
kekerabatan yang ada di dunia ini. Bila dilihat dari cara seseorang mengurai
silsilah keturunannya, ada dua macam sistem kekerabatan yaitu unilateral dan
bilateral. A. Kekerabatan Unilateral Kekerabatan unilateral ini juga disebut
unilineal yang mengusut silsilah keturunannya melalui garis kebapakan saja
(patrilineal) atau garis keibuan saja (matrilineal). Garis kekerabatan semacam ini
disebut klan. 1. Kekerabatan Patrilineal Kekerabatan patrilineal mengusut atau
menelusuri silsilah keturunan melalui garis keturunan pri saja. Kekerabatan
prilineal ini dapat terjadi atas klan kecil dan klan besar patrilineal. Klan kecil
patrilineal adalah suatu kelompok kekerabatan yang terdiri atas segabungan
keluarga luas yang merasa dirinya berasal dari seorang nenek moyang yang
terikat melalui garis-garis keturunan laki-laki saja. Sedangkan klan besar
patrilineal meruapakan suatu kelompok kekerabatan yang terdiri atas semua
keturunan dari seorang nenek moyang yang diperhitungkan melalui garis
keturunan pria (Koentjaraningrat,1992;124-126). Beberapa ciri patrilineal adalah
sebagai berikut : harta warisan jatuh ketangan laki-laki saja pola menetap
sesudah perkawinan patrilokal atau virilokal terbentuknya klan melalui garis
laki-laki, seperti marga pada orang Batak, Ambon, Minahasa. Dalam
perkawinan, ada kewajiban dari pihak laki-laki menyerahkan sejumlah baingkisan
perkawinan Ada sifat patriakal atau kekuasaan ditangan laki-laki 2.
Kekerabatan Matrilineal Kekerabatan marilineal adalah sistem kekerabatan yang
menyusuri silsilah keturunannya melalui garis wanita. Kerabat matrilineal ini pun
dapat terdiri atas klan kecil matrilineal dan klan besasr matrilineal. Para anggota
kerabat keluarganya percaya bahwa mereka berasal dari keturunan nenek
moyang perempuan yang sama. Beberapa ciri matrilineal harta warisan jatuh
ke tangan anak perempuan saja pola menetap sesudah perkawinan matrilokal
atau uxorilokal terbentuknya klan melalui garis perempuan (Minangkabau,
Ngada Flores) kekuasaan di tangan saudara laki-laki ibu 3. Kekerabatan Bilineal
Kekerabatan semacam ini menelusuri keturunannya untuk kepentingan tertentu
secara patrilineal maupun kepentingan tertentu secara matrilineal. Suku bangsa

Umbundu misalnya, suatu suku bangsa peternakan yang tinggal di daerah


padang rumput di dataran tinggi Benguella di Angola, Afrika Barat, yang hidup
dari peternakan lembu secara besar-besaran dan dikombinasikan dengan
pertanian. Hubungan kekerabatan pada masyarakat ini diperhitungkan secara
bilineal dan tiap individu mengurus ternaknya bersama kerabat ayahnya yang
disebut oluse, serta bergotongroyong dalam pertanian bersama kerabat ibunya
yang disebut oluina.hukum adat waris orang umbundu menentukan bahwa
ternak diwariskan secara patrilineal, sedangkan tanah secara matrilineal
(Koentjaraningrat,1992:136) B. Kekerabatan Bilateral Dalam sistem kekerabatan
bilateral sebenarnya sudah tidak dikenal lagi garis keturunan seperti pada
kerabat unileal. Seorang ego akan menelusuri silsilah keturunannya secara
parental, baik melalui pihak ayahnya maupun pihak ibunya. Prinsip kekerabatan
bilateral ditemukan pada masyarakat Jawa dan sunda. Prinsip kekerabatan ini
juga ditemukan pada masyarakat Dayak Iban di Kalimantan, karena hubungan
kekerabatan diperhitungkan melalui pihak laki-laki maupun perempuan. 2.3
Kelompok-Kelompok Kekerabatan Dalam kajian Sosiologi-Antropologi ada
beberapa macam kelompok kekerabatan yang jumlahnya relatif kecil hingga
besar antara lain : - Keluarga ambilineal kecil (2-3 angkatan), nenek moyang
yang menurunkan kelompok biasanya dianggap warga senior dari kelompok ini.
Kelompok ini terdiri dari + 25-30 orang dan masih saling kenal dan tahu akan
hubungan kekerabatannya. - Keluarga ambilineal besar (3-4 angkatan), kelompok
ini sudah berjumlah ratusan sehingga mereka sudah tidak begitu saling
mengenal lagi. - Klen kecil, merupakan suatu kelompok kekerabatan yang terdiri
dari segabungan keluarga luas yang merasa berasal dari seorang nenek moyang
dan terikat oleh garis keturunan laki-laki saja (patrilineal) atau wanita saja
(matrilineal). Warga dari suatu klen kecil ini bisa berjumlah 50-70 orang atau
lebih. Biasanya masih mengetahui hubungan kekerabatan mereka dan masih
saling mengenal karena tinggal bersama. - Klen besar, kelompok kekerabatan
yang terdiri dari semua keturunan seorang nenek moyang. Warga dari klen ini
sudah tidak mengenal lagi hubungan kekerabatan mereka. Biasanya nama
seperti suku Batak mempunya tanda nama dalam masyarakat klennya yang
besar (marga) - Fratri, kelompok-kelompok kekerabatan yang patrilineal atau
matrilineal yang sifatnya lokal dan merupakan gabungan dari kelompok klen
setempat. - Paroh masyarakat, kelompok kekerabatan gabungan klen seperti
fratri tetapi merupakan separoh dari suatu masyarakat. Biasanya berupa
gabungan klen-klen kecil atau klen-klen besar. 2.4 Sistem Kekerabatan
Masyarakat di Indonesia 1. Suku Bangsa Batak Orang Batak menghitung
hubungan keturunan berdasarkan prinsip keturunan patrilineal. Di dalam sistem
kekerabatan masyarakat adat Batak dikenal apa yang dinamakan Marga. Marga
merupakan penanda yakni suatu nama yang diwariskan oleh nenek moyang
suatu kelurga kepada keturunan atau ahli warisnya. Marga dapat berarti klan
besar dan dapat pula klan kecil. Banyak sekali dikenal marga-marga diantaranya
Sitompul, Sinaga, Harahap, Tobing, Pohan dan lain-lain. Yang menarik marga
pohan merupakan satu-satunya marga yang disandang suatu kelurga yang telah
kehilangan status marganya. Artinya, oleh karena suatu hal seseorang yang
notabenenya adalah orang batak namun mereka sudah tidak tahu lagi nama
marga yang seharusnya disandang. Tidak menutup kemungkinan suatu kelak

apabila suatu kelurga Pohan telkah menemukan keluarga aslinya ataupun


marganya, dengan begitu keluarga tersebut dapat menyandang marganya yang
sebenarnya. Pada suku batak ada suatu hubungan anatara kelompok-kelompok
kekerabatan yang mantap. Kelompok kerabat tempat istrinya berasal. Pada
orang Batak Toba disebut hula-hula atau kalimbubu untuk orang Karo (kelompok
pemberi gadis). Sedangkan kelompok penerima gadis disebut beru atau boru.
Serta kelompok yang bersaudara disebut sabutha. Suatu upacara adat tidaklah
sempurna kalau ketiga kelompok itu tidak hadir didalamnya (pesta perkawinan,
kematian dan sebagainya). 2. Suku Bangsa Minangkabau Masyarakat
Minangkabau menarik garis keturunannya adalah matrilineal yaitu seseorang
akan masuk keluarga ibunya bukan ayahnya. Seorang perempuan memiliki
kadudukan istimewa di dalam kaum yang menguasai harta pusaka adalah ibu.
Orang sesuku tidak boleh menikah sehingga jodoh harus dipilih darimluar suku.
Perkawinanan dalam masyarakat Minangkabau tergolong unik karena tidak
mengenal mas kawin, tetapi justru dikenal dengan uang jemput, yaitu pemberian
sejumlah uang atau barang dari pihak pengantin perem,puan kepada mempelai
laki-laki. Perempuan secara alamiah adalah makhluk yang lemah bila
dibandingkan laki-laki, namun memiliki kelebihan yakni teliti, hemat, pandai
menggunakan harta untuk berbagai keperluannya. Oleh karena itu, kekerabatan
matrilineal memberikan kuasa penuh dalam penggunaan harta pusaka kepada
kaum perempuan. Dalam perkawinan, suami yang datang ke rumah istri dan jika
bercerai maka suamilah yang meningalkan rumah. Wanita tertua dijuluki
limpapoh atau amban puruak. Ia mendapat kehormatan sebagai penguasa
seluruh harta kaum. Pembagian harta diatur olehnya. Sedangkan laki-laki tertua
dijuluki tunggunai yang berkuasa untuk memelihara, mengolah,
mengembangkan harta milik kaum tetapi tidak untuk digunakannya. 3. Suku
Bangsa Jawa Sistem kekerabatan menggunakan prinsip keturunan bilateral atau
parental, sedangkan istilah kekerabatannya diklasifikasikan menurut
angkatannya. Sebutan untuk semua kakak laki-laki dan perempuan serta suami
dan istrinya daripihak ayah atau ibu disebut siwa atau uwa. Adapun adik ayah
atau adik ibu disebut paman dan yang perempuan disebut bibi. Pada masyarakat
suku bangsa Jawa dilarang adanya perkawinan antara sekandung. Namun ada
perkawinan yang diperbolehkan adalah perkawinan seorang duda dengan adik
atau akak mendiang istrinya yang disebut perkawinan nggenteni karang wulu
atau perkawinan sororat. Sistem keluarga inti pada suku bangsa Jawa juga
terdapat sistem keluarga luas atau extended family, yaitu dalam satu rumah
tinggal dua atau tiga keluarga inti yang dikepalai oleh satu kepala somah. Bentuk
kekerabatan yang lain nak-dulur atau sanak sadulur, kelompok kekerabatan ini
terdiri atas kerabat keturunan dari seorang nenek moyang sampai derajat ketiga.
Kelompok ini memiliki tradisi tolong-menolong yang sangat tinggi dalam
peristiwa penting dalam keluarga. Masyarakat Jawa juga mengenal alur waris
yaitu semua kerabat sampai tujuh turunan sejauh masih dikenal tempat
tinggalnya. Tugas alur waris adalah memelihara makam leluhur, biasanya satu
alur waris tinggal di desa tempat makam leluhur. Pada umunya suku bangsa
Jawa tidak mempersoalkan tempat menetap setelah pernikahan seseorang akan
merasa bangga jika setelah pernikahan mereka memiliki tempat tinggal baru.
Namun pada kenyataannya banyak yang terjadi setelah pernikahan, mempelai

akan tinggal di sekeliling kerabat istri. 4. Suku Bangsa Bali Perkawinan yang ada
di Bali lebih bersifat endogami klan. Menurut adat lama yang dipengaruhi sistem
kasta (wangsa) perkawinan dapat dilakukan diantara warga se-klan atau
sederajat dalam kasta. Contohnya anak dari wanita kasta yang tinggi harus
dijaga jangan sampai menikah dengan pria yang lebih rendah kastanya, karena
perkawinan semacam ini akan membawa malu keluarga dan akan menjatuhkan
gengsi seluruh kasta dari anak tersebut. Dahulu jika terjadi perkawinan
campuran yang demikian maka wanita itu akan dinyatakan keluar dari dadia
(klan) dan dihukum di buang (maselong) untuk beberapa lama ke tempat yang
jauh. Namun sejak 1951 hukuman tersebut tidak dijalankan lagi. Dan perkawinan
campuran kasta relatif banyak dilakukan. BAB III HASIL OBSERVASI Desa Babakan
Laksana merupakan sebuah desa kecil yang terletak di Lembang Kab. Bandung.
Mayoritas penduduknya beragama Islam dan umumnya bermatapencaharian
sebagai buruh tani atau berkebun dan berladang. Namun banyak juga penduduk
desa ini yang bekerja ke luar desa dan untuk meningkatkan pendapatan
keluarganya mereka mempunyai usaha kecil-kecilan atau disebut home industri
dalam taraf rendah. Sistem kekerabatan di desa ini lebih bersifat mengikuti
sistem kekerabatan yang ada di Jawa Barat yaitu berdasarkan prinsip keturunan
bilateral atau parental. Namun peran wanita sangat dominan misalnya dalam
upacara perkawinan lebih mengikuti adat kerabat istri jika istri tersebut berasal
dari desa ini. Upacara perkawinan sama halnya dengan upacara adat suku Sunda
yang dimulai dengan lamaran atau narosan. Dalam hal warisan, warisan akan
jatuh ke pihak perempuan jika suami meninggal. Sedangkan rumah jika keluarga
itu memiliki rumah akan jatuh ke anak yang terakhir atau anak bungsu. Hasil
perkawinan akan membentuk keluarga inti yang berdiri sendiri, tetapi tidak
tinggal dalam satu rumah melainkan hidup berumpun atau berkelompok. Adat
menetap sesudah pernikahan akan menetap disekitar kediaman kaum kerabat
istri. Perkawinan di desa ini umumnya monogami. Namun tidak menutup
kemungkinan ada beberapa penduduk yang melakukan perkawinan secara
poligini. Kebanyakan yang melakukan poligini ialah masyarakat pendatang. Bagi
wanita yang laki-lakinya menikah lagi, umunya mereka lebih memilih bercerai
karena poligini akan terlihat menjatuhkan harga diri wanita, demikian secara
tersirat diungkapkan narasumber. Bentuk kekerabatan yang lain adalah sanaksadulur, kelompok kekerabatan yang terdiri atas satu keturunan dari seorang
nenek moyang karena umunya setiap penduduk ada ikatan saudara sehingga
akan terlihat sekali ciri kekerabatan di desanya. Selain penduduka asli juga
terdapat beberapa pendatang yang menyewa atau mengontrakl rumah naum
masih terbilang jarang. Kekelompokan di desa ini mempunyai tradisi tolongmenolong atau gotong royong yang sangat tinggi. Bentuk gotong royong
tersebut akan terlihat dalam hal pembuatan rumah salah seorang warganya.
Hampir seluruh anggota masyarat akan secara suka rela membantu tanpa
mengaharapkan imbalan. Kemudian dalam peristiwa penting kehidupan keluarga
seperti pernikahan, kematian, dan juga khitana anak ciri kegotongroyongan
masyarakat desa akan sangat terlihat. Mereka bioasanya berkumpul saling
membantu mempersiapkan segala sesuatunya jika salah satu dari mereka
mengadakan acara atau hajat. Adapun uipaca adat atau keagamaan yang rutin
atau sering dilaksanakan seperti : 1. Muludan atau rajaban, biasanya masyarakat

akan menggelar kegiatan ini secara besar-besaran. 2. Bangreng atau upacara


pesta panen, lebih berbentuk syukuran dengan pemberian hadian atau sesajen
kepada karuhun mereka. 3. Ngabungbang, biasanya masyarakat desa
mengadakan upacara ngabungbang pada malam Jumat lengkap dengan
sesajennya dengan tujuan menghormati leluhur mereka. 4. Upacara kematian,
mereka selalu mengadakan Tahlillan atau peringatan 3 hari, 7 hari, 40 hari
sampai dengan seribu harinya. Mereka mengadakan dua hajat kematian Yasinan, dilakukan pada sore harinya (setelah satal magrib) yang dipimpin oleh
pemuka agama disana. - Hajat ke karuhun, dilakukan pada malam harinya
(tengah malam) yang dipimpin oleh seorang sesepuh disana. Dari keempat
upacara diatas, kita dapat lihat bahwa penduduk desa ini masih mempunyai
kepercayaan kepada hal-hal yang dianggap gaib. Sehingga adat atau istilah
pamali (tabu) juga masih diterapkan di desa ini misalnya wanita yang masih
gadis tidak boleh keluar malam hari . desa ini akan mulai berhenti dari segala
aktivitas dan kegiatan mereka sekitar pukul 7.00 malam. Desa akan terasa sepi
sekali dan mengatakan pamali jika ada yang keluar pada malam hari.
Masyarakat penduduk desa ini kurang mengenal pendidikan karena banyak
diantara anak mereka yang putus sekolah kebanyakan hanya sampai SMP-SMA
dan banyak yang tidak bekerja (pengangguran). Walaupun banyak diantara
mereka yang tidak sekolah tetapi kehidupan desa ini bebas dari hal-hal negatif
seperti halnya minuman keras atau yang lainnya. BAB IV KESIMPULAN Sistem
kekerabatan merupakan bagian dari sistem sosial yang maih berlaku pada
masyarakat desa sebagai ciri khas ataupun ciri utama desa. Garis keturunan
atau silsilah kekeluargaan ditentukan oleh bentuk-bentuk perkawinan tertentu
yang kemudsia mempunyai pengaruh luas dalam kehidupan sosial keluarga.
Garis keturunan dapat ditenmtukan melalui garis keturunan pihak laki-laki atau
perempuan mungkin pula kedua-duanya tergantung dari adat yang mereka anut
dalam keluarga tersebut. Tampaknya dari berbagai bentuk perkawinan
menggambarkan kepada kita terdapatnya berbagai bentuk kekerabatan dalam
mengatur kepentingan sosial, seperti kerjasama dalam kehidupan kekeluargaan.
Biasanya bentuk kerjasama yang paling menonjol dalam kehidupan kekeluargaan
adalah dalam peristiwa-peristiwa penting yang berhubungan dengan kehidupan
keagamaan. Ciri kekerabatan atau adanya hubungan darah di pedesaan damapai
saat ini masih ada. Bagi masyarakat Jawa Barat khususnya masyarakat pedesaan
bentuk perkawinan yang umum adalah endogami desa yang artinya masyarakat
menikah dengan orang di desanya sendiri, meskipun tidak menutup
kemungkinan perkawinan exogami desa tetap ada. Sedangkan dalam bentuk
pergaulan sudah banyak penduduka desa yang terkena dampaknegatif dari
perkotaan yang bersumber dari media elektronik maupun dengan adanya
interaksi dengan masyarakat perkotaan. DAFTAR PUSTAKA Admihardja,Kusnaka.
(1976).Kerangka Studi Antropologi Sosial dalam Pembangunan. Bandung :
Tarsito. Koentjaraningrat.(1972).Beberapa Pokok Antropologi Sosial.Jakarta :
Dian Rakyat. Koentjaraningrat.(1980).Sejarah Teori Antropologi I.Jakarta : UI
Pres. Koentjaraningrat.(1990).Sejarah Teori Antropologi II.Jakarta : UI Pres.
Kamil Pasya,Gunawan.(2000).Menuju Integrasi Masyarakat
Indonesia.Bandung : Buana Nusa. Supardan,Dadang.(2006).Pengantar Ilmuilmu Sosial.Bandung : FPIPSUPI.

Diposkan oleh Prima P Sumantri di 02.55

Anda mungkin juga menyukai