Disusun oleh :
Kelompok 7
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2016
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan
ridho-Nya makalah ini dapat diselesaikan.
Penulisan makalah yang berjudul Sistem Kekerabatan ini adalah untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Sosioantropologi.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah kami ini masih terdapat
kekurangan-kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Untuk itu dengan segala kerendahan
hati kami mengharapkan berbagai saran dan kritik yang bersifat membangun dan bermanfaat
khususnya bagi kami sendiri, maupun bagi para pembaca pada umumnya. Namun demikian,
penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Atas terselesaikannya makalah ini kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh
pihak yang telah membantu.
Semoga Allah SWT berkenan untuk memberikan balasan yang jauh lebih baik dari
apa yang kami terima dari mereka.
Bandung,
Desember 2013
Penulis
DAFTAR ISI
A.
B.
C.
A.
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
Bab II Pembahasan
Pengertian Kekerabatan
B. Sistem Kekerabatan
Bab III Penutup
Daftar Pustaka
Notulen
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah asal mula dan perkembangan keluarga dalam masyarakat telah lama
menjadi perhatian para ahli ilmu-ilmu sosial, yang dalam
timbullah
tingkat
dalam
proses
bermacam-
yaitu
keluarga.
Keluarga-keluarga itu mendiami daerah tertentu dan bersama dengan kelompok
keluarga lain tinggal berdekatan. Dari persebaran daerah itu, maka munculah kebudayaan
dalam segi kekerabatan yaitu suatu keluarga dengan keluarga yang lainnya di suatu daerah
yang berbeda-beda.
Dalam makalah yang berjudul Sistem Kekerabatan ini, kami mencoba untuk
menguraikan makna dari sistem kekeluargaan tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sistem kekerabatan?
2. Apa yang dimaksud dengan sistem multilineal dan sistem patrilineal?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari sistem kekerabatan.
2. Menambah wawasan tentang sistem multilineal dan sistem patrilineal.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kekerabatan
Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial.
Meyer Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat
dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan.
Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki
hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak,
menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Struktur-struktur
kekerabatan mencakup kekeluargaan dan bentuk kelompok yang merupakan perluasan
keluarga
seperti
suku
atau
klen.
Ikatan diantara orang yang bukan kerabat melahirkan banyak macam bentuk pengelompokan
mulai dari persaudaraan sedarah sampai persahabatan semacam perkumpulan. Umur dan
ikatan yang terbentuk karena keinginan sendiri termasuk kedalam kategori bukan kerabat.
Kekerabatan atau kekeluargaan merupakan hubungan antara manusia yang memiliki
asal usul silsilah yang sama, baik melalui keturunan biologis sosial maupun budaya. Dalam
bahasa Indonesia ada istilah sanak saudara, kaum kerabat, ipar-bisan, yang dapat diartikan
dengan kata family. Kata family berasal dari bahasa Belanda dan Inggris yang sudah umum
dipakai dalam bahasa Indoneisa sehingga dapatlah dikatakan ia telah di Indonesianisasi.
Dalam antropologi sistem kekerabatan termasuk keturunan dan pernikahan (melalui
hubungan darah atau dengan melalui hubungan status perkawinan). Pengertian bahwa
seseorang dinyatakan sebagai kerabat bila ia memiliki pertalian atau ikatan darah dengan
seseorang lainnya, contoh kongkrit dari hubungan darah ialah kakak-adik sekandung.
Hubungan melalui perkawinan adalah bila seseorang menikah dengan saudaranya,
maka ia menjadi kerabat akan seseorang yang dikawini oleh saudaranya itu, contoh kongkrit
dari hubungan perkawinan ialah adik ipar atau kakak ipar bibi, dari adik ibu.
B.
1.
Kata ini seringkali disamakan dengan patriarkat atau patriarki, meskipun pada
dasarnya artinya berbeda. Patrilineal berasal dari dua kata bahasa Latin, yaitu pateryang
berarti ayah, dan linea yang berarti garis. Jadi, patrilineal berarti mengikuti garis keturunan
yang ditarik dari pihak ayah.
Sementara itu, patriarkat berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu pater yang berarti
"ayah", dan archein yang berarti memerintah. Jadi, patriarki berarti kekuasaan berada di
tangan ayah atau pihak laki-laki.
Penganut patrilineal, antara lain:
Bangsa Arab
Suku Rejang
Suku Batak
Lawan dari patrilineal adalah matrilineal yaitu suatu adat masyarakat yang menyatakan alur
keturunan berasal dari pihak ibu. Penganut adat matrilineal di Indonesia sebagai contoh
adalah suku Minangkabau.
Adat patrilineal lebih umum digunakan kelompok masyarakat dunia dibandingkan matrilineal
yang lebih jarang penggunaannya.
2.
Matrilineal
Sistem Kekerabatan Matrilineal yaitu Sistem kekerabatan berdasarkan Garis
Keturunan Ibu. Setiap anak yang lahir dalam sebuah keluarga minangkabau akan menjadi
kerabat keluarga ibunya, bukan kerabat ayahnya yang biasa terjadi di suku-suku lain di
Indonesia.
Adapun ciri-ciri dari sistem Matrilineal yaitu sebagai berikut;
1. Keturunan dihitung menurut garis ibu.
2. Suku terbentuk menurut garis ibu
3. Tiap orang diharuskan kawin dengan orang luar sukunya atau eksogami karena
di
BAB III
PENUTUP
Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki
hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak,
menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya.
Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial.
Sistem Kekerabatan Matrilineal yaitu Sistem kekerabatan berdasarkan Garis Keturunan
Ibu.
Sedangkan
patrilineal adalah
mengatur alur
DAFTAR PUSTAKA
A. Havilan, William. Antropologi-jilid II. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama,
1985.
Gazalba, Sidi. Kebudajaan Sebagai Ilmu, Kehidupan Sosial Kebudajaan: BersahajaPeralihan- Moderen Islam, Jakarta: Pustaka Antara, 1967.
Koentjaraningrat. Beberapa Pokok Antropologi Sosial, Jakarta: Dian Rakyat,
1992.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah asal mula dan perkembangan keluarga dalam masyarakat telah lama menjadi
perhatian para ahli ilimu- ilmu sosial, yang dalam upaya itu telah mencari bahan
perbandingannya dalam kawanan- kawanan hewan yang hidup berkelompok. Dengan
menganalisis hubungan anak terhadap ayahnya dengan membandingkan hubungan yang ada
dalam keluarga.
Pada tingkat pertama dalam proses perkembangan masyarakat dan kebudayaannya,
manusia mula- mula hidup mirip sekawan hewan berkelompok, pria dan wanita hidup bebas
tanpa ikatan. Kelompok keluarga inti sebagai inti masyarakat karena itu juga belum ada.
Lama- lama manusia sadar akan hubungan antara seorang ibu dan anak- anaknya, yang
menjadi satu kelompok keluarga inti karena anak- anak hanya mengenal ibunya, tetapi tidak
mengenal ayahnya. Dalam kelompok seperti ini ibulah yang menjadi kepala keluarga.
Perkawinan antara ibu dan anak yang berjenis pria di hindri, sehingga timbullah adat
eksogami. Kelompok keluarga yang mulai meluas karena garis keturunan diperhitungkn
melalui garis
kebudayaan manusia.
Dari penelitian para ahli terungkap bahwa masyarakat dengan sisitem kekerabatan
berdasarkan matrilineal tidak hanya ada pada masyarakat- masyarakat dengan tingkat
perkembangan kebudayaan yang sangat rendah, tetapi juga ada apada banyak kebudayaan
yang berasal dari berbagai tingkat perkembangan.
B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
C. Tujuan
Mengethui lebih jauh sistem kekerabatan dalam masyarakat dan kebudayaan guna mencapai
penyesuaian dalam peradaban.
BAB II
PEMBAHASAN
Fortes mengemukakan
bahwa
sistem
kekerabatan
dari
Fortes
masyarakat
mengemukakan
yang
bahwa
sistem
bersangkutan.
kekerabatan
suatu
yaitu:
Sisitem norma- norma yang mengatur tingkah laku warga kelompok,
Rasa kepribadian kelompok yang disadari semua warganya.
Interaksi yang itensif antar warga kelompok,
Sistem hak dan kewajiban yang mengatur interaksi antarwarga kelompok,
Pemimpin yang mengatur kegiatan- kegiatan kelompok, dan
Sistem hak dan kewajiban terhadap harta produktif, harta konsumtif, atau harta pusaka
tertentu. Dengan demikian hubungan kekerabatan merupakan unsur pengikat bagi suatu
kelompok kekerabatan.
Biasanya tidak semua kelompok kekerabatan mempunyai 6 unsur tersebut.
Mudrok membedakan antara 3 kategori kelompok kekerabatan berdasarkan fungsi- fungsi
sosialnya, yaitu:
a)
b) Kelompok kekerabatan kadangkala, yang sering kali tidak memiliki unsur 6 tersebut, terdiri
dari banyak anggota, sehingga interaksi yang terus- menerus dan itensif tidak mungkin lagi,
tetapi hanya berkumpul kadang- kadang saja.
c) Kelompok kekerabatan menurut adat, biasanya ridak memiliki unsur pada yang ke 4,5 dan 6
bahkan 3. Kelompok- kelompok ini bentuknya sudah sedemikian besar, sehingga warganya
seringkali sudah tidak mengenal. Rasa kebribadian sering kali juga di tentukan oleh tandatanda adat tersebut.
Kelompok- kelompok kekerabatan yang termasuk golongan pertama adalah kindred daan
keluarga luas, sedang golongan ke dua termasuk deme, keluarga ambilineal kecil, keluarga
ambilineal besar, klen kecil, klen besar, frati, dan paroh masyarakat.[2]
Kindret yakni, berkumpulnya orang- orang saling membntu dan melkukan kegiatan- kegiatan
bersama saudara, sepupu, kerabat isteri, kerabat yang lebih tua dan muda. Di mulai dari
seorang warga yang memprakkarsai suatu kegiatan. Dan biasanya hubungan kekerabatan ini
di manfaatkan untuk memperlancar bisnis seseorang.
Keluarga luas yakni, kekerabatan ini terdiri dari lebih dari satu keluarga inti. Terutama di
daerah pedesaan, warga keluarga luas umumnya masih tinggal berdekatan, dan seringkali
bahkan masih tinggal bersama- sama dalam satu rumah.
Kelompok kekerabatan berupa keluarga luas biasanya di kepalai oleh anggota pria yang
tertua.
Dalam berbagai masyarakat di sunia, ikatan keluarga luas sedemikian eratnya, sehingga
mereka tidak hanya tinggal bersama dalam satu rumah besar, tetpi juga merupakan satu
rumah tangga dan berbuat seakan- akan mereka merupakan satu keluarga inti yang besar.
Keluarga ambilineal kecil yakni, terjadi apabila suatu keluarga luas membentuk suatu
kepribdian yang khas, yang di sadari oleh para warga. Kelompok ambilinel kecil biasanya
terdiri dari sekitar 25- 30 jiwa sehingga mereka masih saling mengenal dan mengetahui
hubungan kekerabatan masing- masing.
Klen kecil yakni, kelompok kekerabatan yang terdiri dari beberapa kelluarga luas keturunan
dari satu leluhur. Ikatan kekerabatan berdasarkan hubungan melalui garis keturunan pria
saja(patrilineal), atau melalui garis keturunan wanita(matrilineal), jumlahnya sekitar 50-70
orang biasanya mereka msih saling mengenal dan bergaul dan biasanya masih tinggal satu
desa.
Klen besar yakni, kelompok kekerabatan yang terdiri dari semua keturunan dari seorang
leluhur, yang diperhitungkn dari garis keturunan pria atau wanita, sosok leluhur yang
menurunkan para warga klen besr berpuluh- puluh generasi yang lampau itu sudah tidak jelas
lagi, dan seringkali sudah di anggap keramat. Jumlah yang sangat besr menyebabkan mereka
sudah tidak mengenal kerabat- kerabat yang hubungan kekerabatannya jauh.
Frati yakni, gabungan antara patrilineal maupun matrilineal, dan dari kelompok klen setempat(
bis klen kecil, tetapi bisa juga bagian dari klen besar). Namun penggaubungannya tidak selalu
merata.
2. Perkawinan
Perkawinan dapat di asumsikan sebagai keterkaitan seorang pria dan wanita untuk
menjalin hubungan dan hidup bersama untuk mencapai tujuan bersama.[3]
Saat peralihan yang pada semua masyarakat di anggap penting dalah peralihan dari
tingkat hidup remaja ke tingkat hidup berkeluarga, yaitu perkawinan. Dalam kebudayaan
manusia, perkawinan merupakan pengatur tingkah laku manusia yang berkaitan dengan
kehidupan kelaminnya. Perkawinan membatasi eseorang untuk bersetubuh dengan lawan
jenis lain selain suami atau isterinya. Perkawinan mempunyai berbagai fungsi dalam
kehidupan bermasyarakat manusia yaitu, memberi perlindungan kepada anak-anak hasil
perkawinan itu, memenuhi kebutuhan manusia akan seorang teman hidup, dan juga
memelihara hubungan baik dengan kelompok- kelompok kerabat tertentu.
3. Rumah tangga dan keluarga inti
Dengan menikah, sepasang suami- isteri membentuksuatu kesatuan yang di sebut rumah
tangga, yaitu kesatuan yang mengurus ekonomi rumah tangganya. Rumah tangga biasanya
terdiri dari satu keluarga inti(satu pasangan suami isteri dan anak), tetapi mungkin juga terdiri
dari 2 atau 3 keluarga inti.
Keluarga inti adalah termasuk dalam keluarga nti suami, isteri, dan anak- anak mereka yang
belum menikah. Anak tiri dan anak yang secara resmi di angkat sebagai anak memiliki hak
yang kurang lebih sama dengan anak kandung. Bentuk keluarga yang seperti ini dapat di
katakan bentuk yang sederhana. Keluarga inti lebih kompleks adalah apabila dalam keluarga
terdapat lebih dari suami atau isteri. Keluarga inti seperti ini adalah keluarga inti yang
berdasarkan poligami atau poliandri.
Keluarga inti di seluruh dunia memiliki beberapa fungsi yakni:
a) Di mana warganya dapat memperoleh dan mengharapkan bantuan serta perlindungan dari
sesama warga keluarga inti.
b) Di mana warganya diasuh dan memperoleh pendidikan awalnya ketika mereka belum
mandiri
c) Kelompok sosial dengan ekonomi rumah tangga yang mandiri
d) Melaksanakan pekerjaan- pekerjaan produktif.
Secara umum fungsi keluarga meliputi pengturan seksual, reproduksi, sosialisasi,
pemeliharaan, penempatan anak dalam masyarakat, pemuas kebutuhan perseorangan, dan
kontrol sosial.[4]
Karakteristik keluarga dapat diidentifikasikan dengan hal berikut:
a) Keluarga terdiri atas orang- orang yang bersatu karena ikatan perkawinan, darah atau adopsi.
b) Para anggota suatu keluarga biasanya hidup bersama- sama dalam satu rumah, dan mereka
membentuk satu rumah tangga. Satu rumah tangga terdiri dari kakek, nenek,anak-anak, dan
cucu, kadang satu rumah tangga terdiri atas suami dan isteri, tanpa anak, atau dengan satu
c)
berasal dari kata dasar communis yang artinya masyarakat, publik atau
banyak orang. komunitas adalah sekelompok orang yang saling peduli
satu sama lain lebih dari yang seharusnya, dimana dalam sebuah
komunitas terjadi relasi pribadi yang erat antar para anggota komunitas
tersebut. Kekuatan
pengikat
suatu
komunitas,
terutama,
adalah
BAB III
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa Sistem
kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur
sosial. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa
keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan.
Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak,
adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. asal mula dan
perkembangan keluarga dalam masayarakat telah lama menjadi perhatian
para ahli ahli dalam ilmu sosial. Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada
beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil
hingga besar
DAFTAR PUSTAKA
Ihrono TO, Pokok- Pokok Antropologi Budaya, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2006)
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi II,( Jakarta: PT Renika Cipta,
1998)
Mawardi, Ilmu Sosial Dasar,(Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2009)
Munandar. M- Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial,(
bandung: PT Refika Aditma, 2006)
dengan mencari berbagai buku sumber yang penulis anggap relevan dalam
penulisan makalah ini. Selain itu, untuk menunjang kelengkapan makalah ini
kami menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara dan observasi
langsung ke lapangan (desa). 1.5 Waktu dan Tempat Waktu : Kamis, 21 Februari
2007 Tempat : Desa Babakan Laksana Rt 02/Rw 07 Kec. Lembang, Kab. Bandung,
Jawa Barat. 1.6 Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2
Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penulisan 1.4 Metode Pemecahan Masalah 1.5
Waktu dan Tempat 1.6 Sistematika Penulisan Bab II Kajian Teoritis 2.1 Pengertian
Sistem Kekerabatan dan Ruang Lingkupnya 2.2 Macam-Macam Sistem
Kekerabatan 2.3 Kelompok-Kelompok Kekerabatan 2.4 Sistem Kekerabatan
Masyarakat di Indonesia Bab III Hasil Observasi Lapangan Bab IV Kesimpulan
Daftar Pustaka BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Sistem Kekerabatan dan
Ruang Lingkupnya Kekerabatan merupakan unit sosial dimana anggotaanggotanya mempunyai hubungan keturunan (hubungan darah). Seseorang
dianggap sebagai kerabat oleh orang lain karena dianggap masih satu keturunan
atau mempunyai hubungan darah dengan ego. Ego adalah seseorang yang
menjadi pusat perhatian dalam suatu rangkaian hubungan, baik dengan
seseorang ataupun dengan sejumlah orang lain. Sistem kekerabatan adalah
serangkaian atura yang mengatur penggolongan orang-orang sekerabat.
Mencakup berbagai tingkat hak dan kewajiban diantara kerabat. Contohnya
kakek, ayah, ibu, anak, cucu, keponakan dan seterusnya. Sedangkan bentuk
kekerabatan lain yang terjalin akibat adanya hubungan perkawinan antara lain ;
mertua, menantu, ipar, tiri dan lain-lain (Koentjaraningrat,1992). A. Perkawinan
Sebelum terbentuknya keluarga, tentu saja didahulukan dengan adanya
perkawinan diantara calon pasangan hidup. Pembentukan keluarga melalui
perkawinan disebut keluarga konyugal. Sedangkan perkawinan adalah suatu pola
sosial yang telah disetujui dimana 2 orang insan (laki-laki, perempuan) bertekad
membentuk keluarga. Untuk mendapatkan pasangan hidup melalui perkawinan
dapat dilakukan di dalam kelompok yang sama, maupun dari luar kelompoknya.
Bagi mereka yang wajib untuk mendapatkan pasangan hidup di dalam
kelompoknya, baik berdasarkan wilayah maupun keturunan disebut endogami.
Perkawinan ini bertujuan untuk mempertahankan kekekalan katurunan atau
darah (keluarga yang disusun atas dasar pertalian darah disebut konsanguinal),
selain itu tujuannya adalah untuk menghindarkan kekayaan yang dimiliki
sekelompok kekerabatan jatuh ke tangan kerabat dari kelompok lain. Sedangkan
yang mendapatkan pasangan hidup di luar wilayah atau keturunan luar disebut
exogami, terjadi karena semakin luasnya pergaulan diantara keturunan,
sehingga diantara mereka saling mengenal seperti yang terjadi pada masyarakat
sekarang. Perkawinan banyak terjadi di lingkungan kerja yang sama atau
lingkungan pendidikan yang sama. Perkawinan untuk membentuk status baru
yaitu rumah tangga, yang terjadi di masyarakatidealnya secara monogami yaitu
pasangan hidup antara seorang suami dengan seorang istri. Tetapi di mayarakat
tidak menutup kemungkinan terjadi poligami yaitu seorang memiliki pasangan
lebih dari satu. Poligami dibagi menjadi 2 ; Poligini : Seorang suami memiliki
istri lebih dari satu. Poliandri : Seorang instri memiliki suami lebih dari satu.
Poliandri di Indonesia dilarang dilaksanakan. Selain bertentangan dengan norma
agama, juga status anak yang dilahirkan akan tidak jelas siapa ayahnya. Kusnaka
family) atau keluarga batih terdiri dari orang tua (ayah dan ibu) dan anaknya
yang belum menikah (anak kandung atau anak angkat) baik yang tinggal
serumah atau yang tinggal berlainan tempat karena berbagai faktor. Mereka
bersama-sama memelihara keutuhan rumah tangga sebagau satu kesatuan
sosial. Keluarga inti merupakan dasar (elemen) dalam pembentukan kelompok
sosial dalam struktur sosial masyarakat. Sedangkan fungsi sosial keluarga inti
adalah memberikan pendidikan terhadap anak-anak mereka sebagai usaha
melanjutkan dan mengembangkan nilai-nilai hidup material dan spiritual sebagai
upaya melanjutkan dan mengembangkan warisan budaya bangsa. Pada
dasarnya fungsi keluarga adalah sebagai berikut : 1. Unit terkecil dalam
masyarakat yang mengatur hubungan seksual dan sah secara hukum. 2. Wadah
tempat berlangsungnya proses sosialisasi, yakni tempat berlangsungnya
anggota masyarakat baru mendapatkan pendidikan untuk mengenal,
memahami, menaati kaidah serta nilai yang berlaku. 3. Unit terkecil dalam
masyarakat yang memenuhi kebutuhan ekonomis. 4. Unit terkecil dalam
masyarakat tempat anggotanya mendapatkan perlindungan bagi ketentraman
dan perkembangan jiwanya. 2.2 Macam-Macam Sistem Kekerabatan Beberapa
ahli sejak pertengahan abad ke-19 telah menganalisis mengenai sistem
kekerabatan yang ada di dunia ini. Bila dilihat dari cara seseorang mengurai
silsilah keturunannya, ada dua macam sistem kekerabatan yaitu unilateral dan
bilateral. A. Kekerabatan Unilateral Kekerabatan unilateral ini juga disebut
unilineal yang mengusut silsilah keturunannya melalui garis kebapakan saja
(patrilineal) atau garis keibuan saja (matrilineal). Garis kekerabatan semacam ini
disebut klan. 1. Kekerabatan Patrilineal Kekerabatan patrilineal mengusut atau
menelusuri silsilah keturunan melalui garis keturunan pri saja. Kekerabatan
prilineal ini dapat terjadi atas klan kecil dan klan besar patrilineal. Klan kecil
patrilineal adalah suatu kelompok kekerabatan yang terdiri atas segabungan
keluarga luas yang merasa dirinya berasal dari seorang nenek moyang yang
terikat melalui garis-garis keturunan laki-laki saja. Sedangkan klan besar
patrilineal meruapakan suatu kelompok kekerabatan yang terdiri atas semua
keturunan dari seorang nenek moyang yang diperhitungkan melalui garis
keturunan pria (Koentjaraningrat,1992;124-126). Beberapa ciri patrilineal adalah
sebagai berikut : harta warisan jatuh ketangan laki-laki saja pola menetap
sesudah perkawinan patrilokal atau virilokal terbentuknya klan melalui garis
laki-laki, seperti marga pada orang Batak, Ambon, Minahasa. Dalam
perkawinan, ada kewajiban dari pihak laki-laki menyerahkan sejumlah baingkisan
perkawinan Ada sifat patriakal atau kekuasaan ditangan laki-laki 2.
Kekerabatan Matrilineal Kekerabatan marilineal adalah sistem kekerabatan yang
menyusuri silsilah keturunannya melalui garis wanita. Kerabat matrilineal ini pun
dapat terdiri atas klan kecil matrilineal dan klan besasr matrilineal. Para anggota
kerabat keluarganya percaya bahwa mereka berasal dari keturunan nenek
moyang perempuan yang sama. Beberapa ciri matrilineal harta warisan jatuh
ke tangan anak perempuan saja pola menetap sesudah perkawinan matrilokal
atau uxorilokal terbentuknya klan melalui garis perempuan (Minangkabau,
Ngada Flores) kekuasaan di tangan saudara laki-laki ibu 3. Kekerabatan Bilineal
Kekerabatan semacam ini menelusuri keturunannya untuk kepentingan tertentu
secara patrilineal maupun kepentingan tertentu secara matrilineal. Suku bangsa
akan tinggal di sekeliling kerabat istri. 4. Suku Bangsa Bali Perkawinan yang ada
di Bali lebih bersifat endogami klan. Menurut adat lama yang dipengaruhi sistem
kasta (wangsa) perkawinan dapat dilakukan diantara warga se-klan atau
sederajat dalam kasta. Contohnya anak dari wanita kasta yang tinggi harus
dijaga jangan sampai menikah dengan pria yang lebih rendah kastanya, karena
perkawinan semacam ini akan membawa malu keluarga dan akan menjatuhkan
gengsi seluruh kasta dari anak tersebut. Dahulu jika terjadi perkawinan
campuran yang demikian maka wanita itu akan dinyatakan keluar dari dadia
(klan) dan dihukum di buang (maselong) untuk beberapa lama ke tempat yang
jauh. Namun sejak 1951 hukuman tersebut tidak dijalankan lagi. Dan perkawinan
campuran kasta relatif banyak dilakukan. BAB III HASIL OBSERVASI Desa Babakan
Laksana merupakan sebuah desa kecil yang terletak di Lembang Kab. Bandung.
Mayoritas penduduknya beragama Islam dan umumnya bermatapencaharian
sebagai buruh tani atau berkebun dan berladang. Namun banyak juga penduduk
desa ini yang bekerja ke luar desa dan untuk meningkatkan pendapatan
keluarganya mereka mempunyai usaha kecil-kecilan atau disebut home industri
dalam taraf rendah. Sistem kekerabatan di desa ini lebih bersifat mengikuti
sistem kekerabatan yang ada di Jawa Barat yaitu berdasarkan prinsip keturunan
bilateral atau parental. Namun peran wanita sangat dominan misalnya dalam
upacara perkawinan lebih mengikuti adat kerabat istri jika istri tersebut berasal
dari desa ini. Upacara perkawinan sama halnya dengan upacara adat suku Sunda
yang dimulai dengan lamaran atau narosan. Dalam hal warisan, warisan akan
jatuh ke pihak perempuan jika suami meninggal. Sedangkan rumah jika keluarga
itu memiliki rumah akan jatuh ke anak yang terakhir atau anak bungsu. Hasil
perkawinan akan membentuk keluarga inti yang berdiri sendiri, tetapi tidak
tinggal dalam satu rumah melainkan hidup berumpun atau berkelompok. Adat
menetap sesudah pernikahan akan menetap disekitar kediaman kaum kerabat
istri. Perkawinan di desa ini umumnya monogami. Namun tidak menutup
kemungkinan ada beberapa penduduk yang melakukan perkawinan secara
poligini. Kebanyakan yang melakukan poligini ialah masyarakat pendatang. Bagi
wanita yang laki-lakinya menikah lagi, umunya mereka lebih memilih bercerai
karena poligini akan terlihat menjatuhkan harga diri wanita, demikian secara
tersirat diungkapkan narasumber. Bentuk kekerabatan yang lain adalah sanaksadulur, kelompok kekerabatan yang terdiri atas satu keturunan dari seorang
nenek moyang karena umunya setiap penduduk ada ikatan saudara sehingga
akan terlihat sekali ciri kekerabatan di desanya. Selain penduduka asli juga
terdapat beberapa pendatang yang menyewa atau mengontrakl rumah naum
masih terbilang jarang. Kekelompokan di desa ini mempunyai tradisi tolongmenolong atau gotong royong yang sangat tinggi. Bentuk gotong royong
tersebut akan terlihat dalam hal pembuatan rumah salah seorang warganya.
Hampir seluruh anggota masyarat akan secara suka rela membantu tanpa
mengaharapkan imbalan. Kemudian dalam peristiwa penting kehidupan keluarga
seperti pernikahan, kematian, dan juga khitana anak ciri kegotongroyongan
masyarakat desa akan sangat terlihat. Mereka bioasanya berkumpul saling
membantu mempersiapkan segala sesuatunya jika salah satu dari mereka
mengadakan acara atau hajat. Adapun uipaca adat atau keagamaan yang rutin
atau sering dilaksanakan seperti : 1. Muludan atau rajaban, biasanya masyarakat