Anda di halaman 1dari 12

ANEKA WARNA MANUSIA

MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiologi Antropologi
Dosen Pengampu : Fanny Septiany Rahayu, M.Pd

Disusun oleh Kelompok 7 :

Diana 170641135
Lisvy Devina Ibrahim 170641116

Kelas : SD17-A4
Semester : 7

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha kuasa atas segala limpahan rahmat, inayah, taufik
dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang judul “Aneka
Warna Manusia” dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi
Muhammad SAW yang telah menyampaikan risalahnya dari zaman jahiliyah hingga zaman
yang terang benerang ini. Meskipun banyak rintangan dan hambatan yang penyusun alami
dalam proses pengerjaannya.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca. Dalam pembuatan maupun hasil makalah ini masih banyak kekurangan
karena pengalaman yang kami miliki masih sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan
kepada para pembaca untuk dapat memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan makalah ini.

Januari, 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................2
C. Tujuan Pembahasan.........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................3

A. Pengertian Filsafat dan Dasar Aneka Warna Manusia....................................


B. Ciri-ciri Fisik sebagai Aneka Warna Manusia...............................................
C. Filsafat Sosial dan Aneka Warna Manusia....................................................

BAB III PENUTUP............................................................................................

A. Kesimpulan.....................................................................................................
B. Saran...............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Antropologi sebagai salah satu bidang keilmuan memiliki perbedaan dengan disiplin ilmu
lainnya baik dari segi ruang lingkup, pendekatan, pokok perhatian. Antropologi mencoba
untuk mencari jawaban siapakah dan apakah manusia itu meski tidak dapat didefinisikan
secara terbatas.
Bila dikaitkan dengan keragaman etnis di Indonesia, antropologi sangat bermanfaat untuk
memahami kemajemukan (perbedaan) yang terdapat pada masyarakat Indonesia sehingga
menimbulkan rasa persatuan dan kesatuan serta cinta tanah air. Antropologi, secara
etimologis berasal dari kata Antropos, yang berarti manusia dan logos yang berarti ilmu. Jadi
antropologi adalah ilmu tentang manusia seperti yang dinyatakan oleh R. Linton, seorang ahli
antropologi dari Amerika Serikat
Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Kebenaran dari
pernyataan ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu
beragam dan luas. Sekarang ini, jumlah pulau yang ada di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) sekitar 13.000 pulau besar dan kecil. Populasi penduduknya berjumlah
lebih dari 200 juta jiwa, terdiri dari 300 suku yang menggunakan hampir 200 bahasa yang
berbeda. Selain itu mereka juga menganut agama dan kepercayaan yang beragam seperti
Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, Konghucu, serta berbagai macam aliran
kepercayaan keragaman ini, diakui atau tidak akan dapat menimbulkan berbagai persoalan
seperti yang sekarang dihadapi bangsa.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian filsafat
2. Apa dasar aneka warna manusia
3. Apa ciri-ciri fisik dasar aneka warna manusia
4. Apa filsafat sosial dan aneka warna manusia

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian filsafat
2. Untuk mengetahui dasar aneka warna manusia
3. Untuk mengetahui ciri-ciri fisik dasar aneka warna manusia
4. Untuk mengetahui filsafat sosial dan aneka warna manusia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Filsafat dan Dasar Aneka Warna Manusia


1. Pengertian Filsafat

Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupkan
konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu
sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam
dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.
Dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat berarti ‘alam pikiran’ atau ‘alam berpikir’.
Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah
berpikir secara mendalam dan bersungguh-sungguh. Sebuah semboyan mengatakan bahwa
“setiap manusia adalah filsuf”. Semboyan ini benar juga, sebab semua manusia berpikir.
Akan tetapi secara umum semboyan itu tidak benar, sebab tidak semua manusia yang berpikir
adalah filsuf. Filsuf hanyalah orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan
sungguh-sungguh dan mendalam. Tegasnya filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang
mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalm-dalamnya. Dengan kata lain,
filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala
sesuatu.
2. Dasar Aneka Warna Manusia
Aneka warna manusia menimbulkan pengertian “Ras”. Konsepsi aneka jenis tubuh dan
tingkat kerohanian atau “ras” menimbulkan kesalah pahaman pandangan mengenai manusia.
Kesalahpahaman ini kemudian menimbulkan berbagai kesedihan dan kesengsaraan.
Kesalahpahaman pandangan mengenai aneka warna manusia menempatkan “ras”
manusia tertentu pada posisi lebih unggul dari yang lainnya. Telah kita maklumi bahwa di
muka bumi ini tersebar demikian banyak makhluk manusia. Apabila kita amati, akan tampak
sejumlah persamaan tertentu, baik dari ciri penotife (tampak nyata dari segi luar tubuh,
seperti warna kulit, bentuk muka, dan bentuk rambut) maupun apabila kita melihat dari ciri
genotife (terdapat dalam tubuh, seperti indeks tengkorak (cephalo torax index)).
Karakteristik fisik, baik dari populasi maupun individu sesungguhnya adalah hasil
interaksi antara gen dan lingkungannya. Oleh karena itu, gen seseorang dapat memengaruhi
pada warna kulit, tetapi warna kulit yang dimiliki seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor-
faktor lingkungan, seperti kuatnya radiasi matahari.
Dari kesamaan dan perbedaan ini muncullah konsep tentang “ras”, yaitu suatu golongan
manusia yang menunjukkan berbagai ciri tubuh yang tertentu dan mendekati kesamaan
dengan suatu frekuensi yang besar. Tanda-tanda fisik yang digunakan untuk mengadakan
klasifikasi ras ialah:
1. Bentuk badan
2. Bentuk kepala
3. Bentuk air muka dan tulang rahang bawah
4. Bentuk hidung
5. Warna kulit dan warna mata
6. Bentuk rambut
Dalam perkembangannya lebih lanjut, konsep tentang ras ini di kondisikan dengan cara
pandang yang sangat lain, yaitu mengarah pada ego serta superioritas dari golongan tertentu
yang membawa konsekuensi kelompok tertentu memiliki kelebihan dan kedudukan
terhormat. Sedangkan kelompok lain lebih rendah dan sebaginya. Konsep ini berkembang di
Eropa yang menganggap kelompok ras kulit putih lebih berkuasa. Sedangkan kulit berwarna
rendah statusnya. Di Jerman pada masa Hitler ada anggapan bahwa bangsa Jerman adalah
keturunan bangsa Arya, yang telah ditakdirkan menjadi penguasa seluruh dunia. Di Australia,
misalnya juga ada anggapan suku yang berwarna gelap (aborigin dengan senjatanya
boomerang) adalah lebih rendah kedudukannya jika dibanding dengan suku kulit putih.
Karenanya, mereka tidak berhak duduk dalam parlemen.
Sepanjang sejarahnya pada beberapa periode di masa lalu muncul bahwa ras-ras tertentu
juga dianggap memiliki karakteristik ras secara khusus, misalnya, orang Skandinavia
memiliki mitos “kedinginan”, orang Jerman dengan watak “keprajuritan”, atau dikalangan
masyarakat berkulit hitam “kemalasan”. Generalisasi ini tentunya tidak ada hubungan sama
sekali dengan makna biologis sesungguhnya. Tampaknya, konflik rasial timbul karena
dendam semata akibat permusuhan yang lama terpendam. Rasialis digerakkan oleh klise-klise
sosial dan jargon politik, bukan oleh pemahaman atas dasar fakta ilmiah yang ada.

B. Ciri-ciri Fisik Sebagai Wujud Aneka Warna Manusia


Ilmu antropologi fisik mengkaji konsep bagaimanaka mengklasifikasikan dan
menggolongkan aneka warna manusia (ras). Dasar klasifikasi ini adalah:
1. Ciri-ciri Kualitatif
Ciri-ciri kualitatif, mislanya warna kulit, bentuk rambut, hidung, dan lain-lainnya.
2. Ciri-ciri Kuantitatif
Ciri-ciri kuantitatif, misalnya berat badan, ukuran badan, indeks tengkorak, dan lain-
lainnya.
Akhir-akhir ini telah berkembang kajian klasifikasi secara filogenetik, yaitu
klasifikasi yang kecuali hanya menggambarkan persamaan-persamaan dan perbedaan-
perbedaan antara berbagai ras, juga mencoba menggambarkan hubungan asal usul antara ras-
ras serta percabangannya. Meskipun secara teoritis kategorisasi ras ini dapat dilakukan pada
kenyataannya ada perbedaan yang mendasar antara rasa yang akhirnya dapat memengaruhi
struktur pengelompokan ini, diantaranya hal-hal sebagai berikut:
1. Definisi itu tidaklah pasti
Tidak/belum terdapatnya suatu kesepakatan berapa jumlah yang tepat untuk
menyatakan perbedaan genetis yang diperlukan untuk membentuk sebuah ras.
2. Varian khas yang saling berbeda
Tidak selalu suatu ras secara eksklusif mengandung varian yang khas dari sebuah atau
beberapa gen. perbedaan alel tertentu dalam suatu ras tidak selalu dapat dikatakan
berbeda secara kualitatif, tetapi mungkin hanya merupakan jenis spesifikasi yang
secara stimulan memiliki prinsip dasar yang sama. Karena itu, kondisi demikian tidak
dapat dikatakan sebagai ras mandiri, tetapi masih masuk dalam kategori semata.
3. Sulitnya membedakan antarras
Individu dari salah satu ras belum tentu secara pasti dapat di bedakan dari individu-
individu ras lain. Pada dasarnya pengaruh faktor “keterbukaan” genetic ras yang
diakibatkan oleh hubungan antarmanusia, perkawinan silang antarsuku bangsa, dan
sebagainya mempersulit secara praktik pengelompokan antarras secara baku.

C. Filsafat Social dan Aneka Warna Manusia


Dalam Everyman’s Encyclopaedia (1958: 409) disebutkan bahwa filsafat sosial adalah
“aspek filsafat yang memakai metode filosofis untuk membahas masalah-masalah kehidupan
sosial dan sejarah sosial.” Di sini kita temukan apa yang menjadi objek materia-nya, yaitu
kehidupan dan sejarah sosial dan yang menjadi objek forma-nya yaitu filsafat. Sedangkan
dari The Cambridge Dictionary of Philosophy (1995), kita dapatkan definisi sebagai berikut:
“Filsafat sosial, secara umum berarti filsafat tentang masyarakat, di dalamnya termasuk
filsafat ilmu sosial (dan banyak komponennya, misalnya, ekonomi dan sejarah), filsafat
politik, kebanyakan dari apa yang kita kenal sebagai etika, dan filsafat hukum.” Filsafat sosial
secara erat berkaitan dengan filsafat umum. Interpretasi seorang materialis tentang alam
semesta dapat berimplikasi pada interpretasinya atas kehidupan sosial; begitu pula dengan
seorang idealis, dualis atau spiritualis.
Perkembangan filsafat sosial mengikuti perubahan penting dalam pandangan filosof.
Misalnya, paham individualisme dapat saja mengikuti idenya Descartes yang menyatakan
bahwa “Cogito ergo sum” (Aku berpikir maka aku ada). Jadi, nampaknya filsafat sosial itu
proyek individual, per kepala. Namun pada faktanya dari ide-ide individual itu kemudian
mengkristal dalam dialog antar masyarakat menjadi sebuah pandangan umum. Pandangan
umum inilah yang kemudian melahirkan keteraturan yang lambat laun menjadi sistem yang –
secara langsung atau tidak, dengan terpaksa atau tidak—menjadi disepakati. Demikian kira-
kira pendapat Durkheim.
Filsafat sosial itu mempunyai dua aktivitas: konseptual yang menjelaskan apa yang
seadanya (what the really is) dan normatif yang menjelaskan apa yang seharusnya (what the
really ought to be). Yang pertama melahirkan sosiologi, psikologi sosial, ekonomi, sejarah
dengan teoriteori sosialnya dan yang kedua menimbulkan filsafat politik, etika, dan hukum
(Rahman, 2011). Jadi filsafat sosial tidak melulu dipenuhi oleh penjelasan-penjelasan tentang
masyarakat, tetapi juga penjelasan tentang bagaimana mengubah masyarakat. Tidaklah
mengherankan jika salah satu sifat dari filsafat sosial adalah “pemberontakan” (Rahman,
2010).
Maka yang akan dibahas dalam buku ini adalah beberapa tema besar yang berpengaruh
di masyarakat. Dengan meneliti isu-isu besar dengan pendekatan pandangan atas “apa
seharusnya” masyarakat ini diharapkan dapat memenuhi tugas filsafat yang menurut August
Comte (Trigg, 1985: 56) adalah “menyusun teori umum sebagai kerangka untuk hasil-hasil
semua ilmu khusus.”
Mengenai hubungan sosiologi dengan filsafat, Durkheim menyatakan bahwa sosiologi
itu sebagian besar tetap merupakan suatu disiplin “filsafat”, yang terdiri dari sejumlah
generalisasi heterogen yang mencakup segala aspek serta yang lebih tertumpu pada latar
belakang logis dari aturan-aturan a priori daripada suatu studi empiris yang sistematis.
Sosiologi, menurut Durkheim dalam bukunya Suicide, “masih di dalam taraf membangun dan
sintesis-sintesis filsafat. Daripada berusaha untuk menyoroti suatu bagian yang terbatas dari
bidang sosial, sosiologi lebih menyukai generalisasi-generalisasi yang brilian.” (Giddens,
1971: 105-8).
Dari segi kegunaan, filsafat sosial dewasa ini sangat dirasakan kepentingannya. Hal ini
didasarkan pada perubahan dan kemajuan yang bersama-sama dialami oleh umat manusia
banyak sekali berbagai persoalan yang dimintai perhatian, khususnya yang menyangkut
kehidupan sosial manusia.
Filsafat social dan masalah aneka warna manusia Montesquieu mencoba meneliti
beberapa gejala sosial mengenai hukum, pengendalian sosial dan integrasi sosial, dan
himpunan data yang dikumpulkannya dalam waktu kira-kira 20 tahun dari sejumlah
masyarakat yang berbeda-beda di Eropa dianalisa secara komparatif induktif. Beberapa
kesimpulan penting yang terdapat dalam bukunya yang terkenal L’Espirit de Loi (1748) ialah
bahwa gejala aneka warna masyarakat manusia merupakan akibat dari pengaruh sejarah
masing-masing, tetapi juga pengaruh lingkungan alamnya dan struktur internnya. Ia juga
pertama-tama mengajukan pandangan yang kelak dalam ilmu antropologi terkenal dengan
nama relativisme kebudyaan, yaitu bahwa suatu unsur atau adapt dalam suatu kebudayaan tak
dapat dinilai dengan pandangan yang berasal dari kebudayaan lain, melainkan dari sistem
nilai yang pasti ada didalamnya sendiri. Akhirnya dalam bukunya ia juga mengajukan konsep
tentang kemajuan masyarakat melalui tiga tingkat evolusi social, yaitu : tingkat masyarakat
berburu atau liar (sauvage), tingkat beternak atau tingkat barbar (barbarism) dan tingkat
pertanian dimana berkembang peradaban (civilization). W.Robertson dari universitas
Edinburgh yang menulis buku berjudul the histori of America (1777) dimana diajukan soal-
soal yang kelak menjadi topic-topik penting dalam antropologi. Ia juga berbicara tentang
adanya proses kemajuan kebudayaan manusia, yang dengan lambat berkembang dari bentuk-
bentuk yang complex, dengan melalui tingkat-tingkat savafery, barbarism, dan civilization. Ia
berpendirian bahwa aneka warna kebudayaan yang kini tampak pada bangsa-bangsa dimuka
bumi ini tidak disebabkan karena bangsa-bangsa itu dahulu berasal dari jenis-jenis makhluk
induk yang berbeda, melainkan karena mereka terkena pengaruh lingkungan alam yang
berbeda.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupkan
konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu
sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam
dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. Dilihat dari
pengertian praktisnya, filsafat berarti ‘alam pikiran’ atau ‘alam berpikir’. Berfilsafat artinya
berpikir. Namun tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara
mendalam dan bersungguh-sungguh. Sebuah semboyan mengatakan bahwa “setiap manusia
adalah filsuf”. Semboyan ini benar juga, sebab semua manusia berpikir. Akan tetapi secara
umum semboyan itu tidak benar, sebab tidak semua manusia yang berpikir adalah filsuf.
Filsuf hanyalah orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan
mendalam. Tegasnya filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dan
memikirkan suatu kebenaran dengan sedalm-dalamnya. Dengan kata lain, filsafat adalah ilmu
yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.
Aneka warna manusia menimbulkan pengertian “Ras”. Konsepsi aneka jenis tubuh dan
tingkat kerohanian atau “ras” menimbulkan kesalah pahaman pandangan mengenai manusia.
Kesalahpahaman ini kemudian menimbulkan berbagai kesedihan dan kesengsaraan.
Kesalahpahaman pandangan mengenai aneka warna manusia menempatkan “ras”
manusia tertentu pada posisi lebih unggul dari yang lainnya. Telah kita maklumi bahwa di
muka bumi ini tersebar demikian banyak makhluk manusia. Apabila kita amati, akan tampak
sejumlah persamaan tertentu, baik dari ciri penotife (tampak nyata dari segi luar tubuh,
seperti warna kulit, bentuk muka, dan bentuk rambut) maupun apabila kita melihat dari ciri
genotife (terdapat dalam tubuh, seperti indeks tengkorak (cephalo torax index)).
Manusia adalah salah satu makhluk yang ada dan berkembang di muka bumi.
Perkembangan manusia dan makhluk lain yang telah berlangsung sangat lama menarik nagi
para ahli karena ternyata dalam rentang waktu yang sekian lama itu manusia dan primate lain
pun secara fisik melalui suatu proses evolusi.
B. Saran
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat
kesalahan ataupun kekeliruan di dalamnya.Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran maupun masukan yang sifatnya membangun dari pembaca, demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

M. Taufiq Rahman, Ph.D. 2018. Pengantar Filsafat Sosial. Bandung: Lekkas.

Suharta, S,Pd. M.A. 2020. Antropologi budaya. Klaten: Lakeisha.

Ratih Baiduri. 2020. Teori-Teori Antropologi (Kebudayaan): Yayasan Kita Menulis.

Koentjaraningrat.2009. “Pengantar Ilmu Antropologi”. Jakarta.PT RINEKA CIPTA.

Ihromi, T.O., 1980. Pokok Pokok Antropologi, Jakarta : PT. Gramedia.

Amsal Bakhtiar. 2008. Filsafat Ilmu (edisi revisi). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai