Anda di halaman 1dari 17

BANTEN DAN

MASYARAKAT PLURALISME

Disusun Oleh :

CICIH SURYATI(210386)
IYATU KHOIRI SEPTIYANA(210410)
KARMILA(210254)
NUROTUL MAESAROH(210245)
RIKA KOMALASARI(210389)
SIFA NAFSIAH(211126)
UMAR FARUK ABDUILLAHI(210975)

FAKULTAS FKIP
PROGRAM STUDI PGSD
UNIVERSITAS PRIMAGARAHA
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh
lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami
sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.

Serang , Maret 2022

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................1

DAFTAR ISI..........................................................................................................................2

BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................................3

A. Latar Belakang...........................................................................................................3

B. Rumusan Masalah......................................................................................................4

C. Tujuan Pembahasan....................................................................................................4

BAB 2 PEMBAHASAN........................................................................................................5

A. PENGERTIAN PLURALISME.................................................................................5

B. PENGERTIAN PLURALISME AGAMA.................................................................5

C. SEJARAH PLURALISME........................................................................................6

D. FAKTOR PENDORONG PLURALISME................................................................9

E. PLURALISME DI PROVINSI BANTE..................................................................10

BAB 3 PENUTUP................................................................................................................14

A. KESIMPULAN........................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................15

2
BAB 1

PEMBAHASN

A. LATAR BELAKANG
Kita tidak dapat mengabaikan fakta kalua provinsi banten adalah daerah yang
pluralis ` saat ini banten adalah suatu provinsi yang terletak di ujung barat Pulau
Jawa. Provinsi Banten adalah suatu tempat yang menyimpan berbagai macam cerita
dan sejarah yang amat mahal yang tidak dapat di nilai dengan uang atau apapun.
Banten saat ini dan Banten era kesultanan dahulu sangatlah jauh berbeda bila di nilai
dari berbagai sisi. Pada perjalanannya, Banten telah beberapa kali berganti
pemerintahan, di mulai dari abad 10 SM sampai abad 1 M di era pra-sejarah yang di
diami oleh orang purba Banten yang pada saat itu menganut animism.
Menurut sejarah, Banten di zaman purba adalah suatu tempat yang di diami
oleh suatu kelompok orang yang menganut animisme. Orang-orang itu adalah yang
kita kenal saat ini dengan sebutan Suku Baduy yang menetap di Kelurahan Kanekes,
Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak yang sampai akhir khayatnya tetap setia
menjaga tanah nenek moyangnya.
Bagi masyarakat Kota Serang, pluralitas demikian merupakan kekayaan yang
tiada ternilai harganya jika dapat dipelihara dengan baik, sehinga tidak menimbulkan
ekses-ekses negatif. Jika kita merujuk pada aturan illahi atas alam semesta, niscaya
tidak akan ada benturan satu sama lain. Alam semesta yang ada di bawah aturan illahi
berjalan demikian teratur, masing-masing berjalan di atas garis edarnya, sehinga tidak
menimbulkan perbenturan. Oleh sebab itu, tugas manusia sebagai khalifah Allah tidak
lain adalah bagaimana bisa memelihara keteraturan, dan juga membuat peraturan-
peraturan lanjutan yang lebih jelas; lebih dari itu adalah memberikan pengertian yang
dapat menumbuhkan kesadaran guna
Provinsi Banten memang dinyatakan sebagai salah satu provinsi dengan
tingkat kerukunan antar umat beragama yang tinggi. Ini terbukti dari
dianugrahkannya provinsi ini Amal Bhakti oleh Kementerian Agama. Gubernur
Banten, Ratu Atut Chosiyah menegaskan selama ini pihaknya memang terus
membangun kebersamaan dan kerukunan umat beragama sehingga tidak ada kejadian
gangguan keamanan yang berkaitan dengan Suku Agama Ras dan antargolongan
(SARA). ―Kerukunan umat beragama di Banten sudah terbangun sejak zaman

3
kesultanan.Hal ini bisa dibuktikan dengan sejumlah bangunan tempat ibadah yang
saling berdekatan,‖ kata Atut.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan pluralisme?
2. Apa pengertian pluralisme agama?
3. Apa faktor pendorong pluralisme?
4. Bagaimana sejarah pluralisme?
5. Bagaimana pluralisme yang ada di banten?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui dan memahami pluralisme


2. Untuk mengetahui pluralisme agama
3. Untuk mempelajari pluralisme di banten
4. Untuk mengetahui faktor dan sejarah pluralisme
5. Untuk memenuhi tugas mata kuliah studi kebantenan

4
BAB 2

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PLURALISME

Pluralisme berasal dari kata dua kata “plural” dan “isme”, plural yang berarti jamak
(banyak). Sedangkan isme berarti paham. Jadi pluralisme adalah suatu paham atau teori
yang menganggap bahwa realitas itu terdiri dari banyak substansi.

Salah satu sisi problematis dari keragaman tersebut adalah adanya potensi konflik.
Tentu ini terasa aneh, karena ajaran agama mana pun selalu menekankan pada kesamaan
dan kesetaraan manusia. Ini merupakan visi perenial semua agama. Semua umat beragama
memiliki kewajiban mengimplementasikan ajaran dasar agama-agama itu di dalam
kehidupan sehari-hari.

Menghargai pluralitas termasuk bidang pendidikan (akan memperkuat proses


integrasi sosial (anak-anak dari etnis berbeda). Islam, dalam hal ini sebagai kelompok
mayoritas dianut penduduk (90%) Indonesia, memiliki peranan strategis dalam membina
generasi mudanya dan umat Islam dalam memperkuat integrasi sosial. Umat Islam
memiliki tanggung jawab terdepan dalam membina dan memperjuangkan integrasi sosial.
Secara konseptual teoritis, ajaran Islam sangat menjunjung tinggi nilai keragaman dan
toleransi terhadap pluralitas. Sebagai wahyu yang diturunkan bagi manusia, Islam telah
menjadikan doktrin menyejarah dalam pluralitas.

B. Pengertian Pluralisme Agama

Secara etimologis, pluralisme agama berasal dari dua kata, yaitu “pluralisme”
dan “agama”. Dalam bahasa Arab “ al-ta’addudiyyah al- diniyyah” dan dalam bahasa
Inggris “religious pluralis”. Oleh karena istilah pluralisme agama berasal dari bahasa
Inggris, maka untuk mendefinisiskannya secara akurat harus merujuk pada kamus
bahasa Inggris tersebut.

5
Pluralisme adalah sebuah asumsi yang meletakkan kebenaran agama- agama
sebagai kebenaran yang relatif dan menempatkan agama-agama pada posisi setara,
apapun jenis agama itu. Pluralisme agama meyakini bahwa semua agama adalah jalan-
jalan yang sah menuju Tuhan yang sama. Atau, paham ini menyatakan, bahwa agama
adalah persepsi manusia yang relatif terhadap Tuhan yang mutlak, sehingga karena
kerelatifannnya, maka seluruh agama tidak boleh mengklaim atau meyakini bahwa
agamanya yang lebih benar dari agama lain atau meyakini hanya agamanya yang benar.

Realitas itu majemuk dan tak terbatas. Tidak ada dua hal yang ada di dunia ini
yang sama persis (kembar identik). Sama halnya dengan keyakinan dan agama yang
dianut manusia. Agama merupakan hal yang paling prinsip bagi kehidupan manusia,
sehingga banyaknya agama adalah sebanyak manusia itu sendiri. Akan tetapi, jika agama
itu dilembagakan dalam bentuk komunitas, tentu tidak akan sebanyak jumlah manusia
yang ada. Sebagaimana perkataan Paulus II yang dikutip oleh Syafa’tun Elmirzanah,
sebagai berikut; “Agama itu banyak dan bermacam-macam. Semuanya merefleksikan
keinginan manusia baik itu laki-laki maupun perempuan sepanjang abad untuk masuk
dalam perjumpaan dengan Wujud yang Absolut (Tuhan).

C. Sejarah Pluralisme

Pluralisme agama diyakini oleh beberapa teolog pluralis, telah berkembang sejak
kelahiran agama Hindu Veda sekitar 2500 SM, diikuti bangkitnya agama Buddha sekitar
500 SM dan berikutnya pada masa kekuasaan kesultanan Islam. Pada abad ke 8 SM
Zoroastrianisme. mulai menanamkan pengaruhnya di India ketika para penganut
agama melarikan diri dari tanah kelahirannya untuk mencari perlindungan. Kemudian
pada zaman Imperium Romawi Kuno yang mengakui adanya banyak Tuhan, memandang
agama tradisional Roma sebagai salah satu pilar utama bagi Negara Republik Roma.
Mereka menilai bahwa kebijakan Romawi sebagai faktor pengikat yang amat penting
bagi imperium yang multi etnis tersebut. Sebagai bangsa yang mengakui akan adanya
banyak Tuhan, bangsa Romawi tidak keberatan jika bangsa-bangsa yang ditaklukannya
terus melanjutkan menyembah Tuhan-tuhan mereka, sejauh mereka juga mau mengakui

6
Tuhan bangsa Romawi.

Ketidakpatuhan dalam menunjukkan pengakuan mereka pada Tuhan- tuhan


Romawi bisa dianggap sebagai suatu pembangkangan terhadap kekuasaan Roma dan
dipandang sebagai pemberontakan politik terhadap penguasa Romawi. Namun masih ada
yang menolak khususnya Yahudi dan Kristen. Bagi penguasa Romawi memandang hal
itu sebagai bentuk pembangkangan sehingga menimbulkan berbagai konflik.

Pluralisme yang dimaksud pada abad-abad tersebut bukan sebagai suatu kerangka
pemikiran pluralisme yang secara utuh memiliki konsep teologis, metodologis dan
filosofis, tetapi lebih kepada dogma dan keyakinan yang bersifat praktis. Pluralisme
sebagai kerangka berpikir yang utuh, metodologis, teologis dan filosofis baru pada abad
ke-18 oleh para teolog- teolog Kristen dan katholik Eropa. Diyakini oleh para teolog,
pluralisme lahir ketika abad 17 M di Eropa dengan diadakannya Perjanjian Westphalia
1648,yang mana perjanjian tersebut sebagai tanda kemunculan ide-ide kebebasan
beragama, yang memunculkan beberapa tokoh seperti John Lock dan Thomas Paine yang
mendorong untuk terwujudnya sikap toleransi dan sikap moderat dalam beragama.

Tetapi menurut Nurcholish Madjid, kaum Eropa boleh berbangga diri dengan
memunculkan ide-ide pluralisme beragama yang metodologis, teologis dan filosofis.
Namun menurutnya, pluralisme yang terjadi di Eropa hanya terjadi dikalangan umat
Kristen saja, karena hingga abad 20 M yaitu dengan adanya konsili II Vatikan, gereja
baru mengakui adanya keselamatan diluar gereja.Tetapi di dalam Islam sendiri
pluralisme merupakan sesuatu yang tertanam dan menjadi hal yang biasa. Hal ini
dibuktikan dengan secara historis Islam tidak pernah mengenal perang secara agama
(disebabkan oleh agama), tetapi lebih kepada kepentingan politik. Berbeda halnya dengan
umat Kristen yang melakukan perang dengan menyebutnya perang agama yang
berlangsung antara 80 tahun hingga seratus tahun lebih. Jadi dapat disimpulkan
mengenai sejarah pluarlisme masih mengalami berbagai perdebatan, dikarenakan
pemahaman tentang pluralism diantara tokoh-tokoh tersebut multiperspektif.

Sedangkan menurut Anis Malik Thoha dengan bukunya yang berjudul Tren
Pluralisme Agama disebutkan bahwa, pemikiran pluralisme agama muncul pada masa
yang disebut Pencerahan (elinghtenment) Eropa, tepatnya pada abad ke-18 Masehi. Di

7
mana masa yang disebut dengan masa permulaan bangkitnya gerakan pemikiran modern.
Yaitu masa yang diwarnai dengan wacana-wacana baru pergolakan pemikiran manusia
yang berorientasi pada akal (rasio), dan pembebasan akal dari kungkungan agama. Di
tengak pergolakan pemikiran di Eropa yang timbul sebagai konsekuensi logis dari
konflik-konflik yang terjadi antara gereja dan kehidupan nyata di luar gereja, maka
muncullah suatu paham yang dikenal dengan “liberalisme”34. Paham liberalisme adalah
paham yang mempunyai komposisi utama yaitu kebebasan, toleransi, persamaan dan
keragaman atau pluralisme.

Ketika memasuki abad ke-20, gagasan pluralisme agama telah semakin kokoh
dalam wacana pemikiran filsafat dan teologi Barat. Tokoh yang tercatat sebagai pada
barisan pemula muncul dengan gigih mengedepankan gagasan pluralisme agama adalah
seorang teolog Kristen Liberal yaitu, Ernst Troeltsch (1865-1923) dalam sebuah
makalahnya yang berjudul The Place Of Christianity Among the World religions (Posisi
Agama Kristen Di Antara Agama-agama di Dunia).36 Selama dua dekade terakhir abad
ke-20, gagasan pluralisme agama telah mencapai fase kematangannya. Pada akhirnya,
menjadi sebuah diskursus pemikiran tersendiri pada dataran teologi modern.

Jika ditelusuri lebih jauh dalam peta sejarah peradaban agama-agama di dunia,
kecenderungan sikap beragama yang pluralistik, dengan pemahaman yang dikenal
sekarang, sejatinya bukan barang baru. Cikal bakal pluralisme agama ini muncul di India
pada akhir abad ke-15 dalam gagasan-gagasan Kabir (1469-1518) dan muridnya yaitu
Guru Nanak (1469-1538) pendiri agama “Sikhisme”. Hanya saja, pengaruh gagasan ini
belum mampu menerobos batas-batas geografis regional, sehingga popular di anak benua
India.

Beberapa peneliti dan sarjana Barat, seperti Parrinder dan Sharpe, justru
menganggap bahwa pencetus gagasan pluralisme agama adalah tokoh- tokoh dan pemikir
yang berbangsa India. Rammohan Ray (1772-1833) pencetus gerakan Brahma Samaj
yang semula pemeluk agama Hindu, telah mempelajari konsep keimanan terhadap Tuhan
dari sumber-sumber Islam, sehingga ia mencetuskan pemikiran Tuhan satu dan
persamaan antar agama. Sri Rahma Krishna (1834-1886), seorang mistis Bengali, setelah
mengarungu pengembaraan spiritual antar agama, dari agama Hindu ke Islam,
kemudian ke Kristen dan akhirnya kembali ke Hindu lagi, juga menjelaskan bahwa

8
perbedaan-perbedaan dalam agama-agama sebenarnya tidaklah berarti. Karena
perbedaan tersebut sebenarnya hanya masalah ekspresi. Bangsa Bangal, Urdu dan Inggris
pasti akan mempunyai ungkapan yang berbeda- beda dalm mendiskripsikan “air”, namun
hakikat air adalah air.

Kemudian di lain pihak gagasan pluralisme agama ini menembus dan menyusup
ke wacana pemikiran Islam melalui karya-karya pemikir-pemikir mistik Barat muslim
seperi Rene Guenon (Abdul wahid Yahya), dan Frithjof Schoun (Isa Nuruddin
Ahmad)41. Karya-karya mereka mereka ini menjadi pemikiran dan gagasan sebagai
inspirasi dasar bagi tumbuh kembangnya wacana pluralisme agama di kalangan Islam.

D. Faktor Pendukung Pluralisme Agama Menurut Ahli Islam

Secara historis perjumpaan Islam dengan agama-agama lain sudah berlangsung


sejak masa Nabi Muhammad SAW. Islam lahir pada masa agama Yahudi dan Nasrani.
Oleh karenanya dalam membentuk tatanan sosial di Madinah, Nabi tidak pernah
meninggalkan kedua kelompok ini. Justru beliau mengakomodir kepentingan kaum
Yahudi dan Nasrani tersebut dan kemudian mengajak mereka dalam kerjasama dan hidup
berdampingan secara harmonis. Dalam sejarah, langkah Nabi ini dikenal hingga saat ini
sebagai pelaksanaan dari “Piagam Madinah”.

Kesatuan Transenden Agama-agama adalah salah satu teori besar dalam wacana
Pluralisme Agama. Tokoh utamanya adalah Frithjof Schuon, seorang cendekiawan
berkebangsaan Jerman yang oleh Seyyed Hossein Nasr dianggap sebagai orang yang
paling otoritatif dalam masalah ini. Dengan teorinya itu Schuon yang kelahiran Basel,
Swiss, tanggal 18 Juni 1907 ini berkeyakinan bahwa sekalipun pada tataran luarnya
agama berbeda-beda, namun pada hakikatnya semua agama adalah sama. Dengan kata
lain, kesatuan agama-agama itu terjadi pada level transenden.

Schuon yang telah berganti nama Muhammad Isa Nurrudin semenjak ia menjadi
muslim, dengan sungguh-sungguh mencari titik temu agama- agama itu dengan
membawa konsep eksoterik dan esoterik. Sebagaimana perkataan Schoun yang pernah
dikutip oleh Huston Smith, “Bila tidak ada persamaan pada agama-agama, kita tidak akan
menyebutnya dengan nama yang sama ‘agama’. Bila tidak ada perbedaaan diantaranya,

9
kita pun tidak akan menyebutnya dengan kata majemuk ‘agama-agama’.” Menurut
Schoun, titik persamaan antara agama-agama itu terletak pada sisi esoterik-nya (hakikat),
dan letak perbedaannya terletak pada aspek eksoterik (bentuk luar, syari’at).

Jika pemahaman manusia akan keanekaragaman agama hanya dilihat dari sisi
eksoterik-nya saja sudah barang tentu yang didapati hanyalah perbedaan belaka, karena
sudah sangat jelas sekali bahwa penerapan syari’at tiap-tiap agama berbeda.

Tetapi yang jelas pluralisme muncul sebagai lawan dari fundamentalisme agama
disertai dengan manifestasinya yang salah adalah racun berbahaya yang sedang
berkembang luas. Walaupun demikian, saat ini pluralisme agama sebagai ”lawannya”
juga menjelma menjadi virus yang cepat menular. Pluralisme agama kenyataannya makin
populer di kalangan orang-orang yang beragama maupun tidak beragama, berpendidikan
tinggi maupun rendah, teolog maupun kaum awam. Di kalangan muslim, walaupun
Majelis Ulama’ Indonesia (MUI) sudah menyatakan pluralisme agama sebagai ajaran
yang haram untuk dianut, tetapi perkembangannya tampaknya terus melaju. Ada banyak
faktor yang mendorong orang untuk mengadopsi pluralisme agama. Beberapa faktor
yang signifikan adalah Iklim Demokrasi, Pragmatisme Relativisme dan Perenialisme

E. PLURALISME DI PROVINSI BANTEN

Provinsi Banten terdiri dari 4 Kabupaten dan 4 Kota, diantaranya:


Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten
Lebak, Kota Serang, Kota Cilegon, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan.
Mayoritas penduduk Provinsi Bnaten memiliki semangat religious ke-Islaman yang
kuat dengan tingkat,toleransi yang tinggi. Sebagian besar anggota masyarakat
memeluk agama Islam, Islam (96,6%), Kristen (1,2%), Katolik (1%) Budha (0,7%)
Hindu (0.4%) tetapi pemeluk agama lain dapat hidup berdampingan dengan damai,
Provinsi yang masyarakatnya menjunjung tinggi akan konsep pluralisme agama
dengan saling toleransi, antar umat beragama. Hal ini terbukti dengan terjalinnya
hubungan yang rukundan harmonis dan sampai saat ini terjaga akan kerukunannya.
Serta peran penting sebagai pemuka agama dan tokoh masyarakat adalah upaya
memberikan tauladan dan pemahaman yang baik.

10
Salah satu bukti tingginya pluralisme di banten adalah adanya vihara di
Kawasan Banten Lama di Kota Serang, Provinsi Banten telah memberikan contoh
wujud toleransi dan pluralisme sesungguhnya antara umat Islam dan umat Buddha
sejak abad 17.

Di tengah kondisi Indonesia yang terus digerus isu intoleransi antar umat
beragama, tak jauh dari Ibu Kota Jakarta terdapat sebuah bentuk toleransi antar umat
beragama. Toleransi tersebut sudah berlangsung selama ratusan tahun sampai saat
ini.
Kawasan Banten Lama merupakan wilayah kekuasaan Kesultanan Banten yang
berdiri sejak abad 16 Masehi oleh Sultan Maulana Hasanuddin, putra salah satu
Wali Songo, Sunan Gunung Jati.

Di tengah Kesultanan Banten tersebut, berdiri sebuah vihara bagi agama


Buddha dengan nama Vihara Avalokitesvara yang telah berdiri sejak 1652 sampai
sekarang. Vihara Avalokitesvara atau disebut juga Klenteng Tri Darma dibangun di
atas tanah seluas sepuluh hektare. Vihara itu melayani tiga kepercayaan umat
sekaligus, yaitu Kong Hu Cu, Taoisme, dan Buddha. Pembangunan vihara itu
berkaitan erat dengan Syarif Hidayatullah atau lebih dikenal Sunan Gunung Jati.
Satu di antara sembilan wali penyebar Islam di Jawa itu beristri Putri Ong Tien,
wanita keturunan kaisar Tiongkok.

Bukti lain adalah keberadaan Masjid Pecinan, yang diarsiteki dan dibangun
warga Tionghoa beragama Islam. Reruntuhan masjid itu terletak sekira 500 meter ke
arah barat dari Masjid Agung Banten atau 400 meter ke arah selatan dari Benteng
Spelwijk Dan juga ada nya gereja yang bersampingan denga masjid agung serang
adalah bukti lain tinnginya pluralisme di banten dan di kota serang khususnya

“Kebhinnekaan ini, ketunggalan-ikaan ini, sudah ada sejak zaman Sultan,


bukan sekarang saja. Kalau Sultan tidak mengajarkan kebhinnekaan, tidak akan ada
itu gereja, tidak ada itu vihara. Kami diajarkan egaliter (setara), terbuka,” kata
Tubagus Abbas Wasse, Ketua Pemangku Adat Kesultanan Banten, saat ditemui di
rumahnya di Serang pada Senin, 28 November 2016. Tubagus Abbas mengklaim,

11
Banten sebagai wilayah multiagama dan multietnis paling aman di Indonesia. “Di
Banten ini paling aman bagi yang berbeda agama dan berbeda budaya karena dari
dulu kita sudah diajarkan (toleransi),” katanya.

Menurut MUI Kota Serang, bahwa tiap pemeluk agama di tuntut tercapainya
hubungan yang rukun antara pemeluk agama dengan agama lain. Bagi masyarakat
Kota Serang, kerukunan hidup bermasyarakat antarumat beragama bukanlah perkara
baru. Masyarakat telah mengenal, mengajarkan, dan mempraktikkan keberagaman
agama ddengan sikap toleransi, sejak ratusan tahun sebelum Indonesia merdeka.
Hingga kini, toleransi antarumat beragama dalam kehidupan kemasyarakatan terus
dijaga dan dilestarikan dengan baik oleh masyarakat Kota Serang. Demikian
dinyatakan Ketua Majelis Ulama Indoesia (MUI) Propinsi Banten Romly dalam
Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural antara Pemuka Agama Daerah dan
Pusat di Propinsi Banten.

Menurutnya, kerukunan hidup bermasyarakat antarumat beragama di Banten


bukan sekedar basa-basi, melainkan diaplikasikan dalam kehidupan. Masyarakat telah
mentradisikan tolong-menolong tanpa memandang perbedaan suku, ras dan
agama."Jangankan dalam kehidupan sosial, bahkan dalam kehidupan keagamaan pun,
masyarakat yang berbeda agama bisa saling membantu. Hal ini misalnya terjadi saat
pembangunan Masjid Agung Serang. Beberapa kelompok masyarakat beragama lain,
turut menyumbangkan dana untuk pembangunan masjid tanpa diminta panitia," tutur
Romly.

Sementara itu Pendeta Benny Halim dari Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia


(PGI) Propinsi Banten menyampaikan hal serupa. Menurut Benny, masyarakat Kota
Serang adalah masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai suku dan etnik yang
telah hidup rukun damai sejak lama‖. Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural
Antara Pemuka Agama Daerah dan Pusat di Propinsi Banten digelar selamalima hari
(10-14/9) di Kota Serang dan Kabupaten.

Secara sosiologis kota serang merupakan tujuan urbansisasi, penduduknya


yang majemuk dan toleran menjadikan Kota Serang sebagai karakter kemajemukan di
Provinsi Banten khusunya. Sehingga hampir semua masyarakat di Banten menjadikan

12
Kota Serang sebagai pusat kerukunan antarumat beragama, dan bisa saja semua
penduduk pindah ke Kota Serang, karena sikap toleransi yang telah terbina, dengan
taatnya keagamaan dan pluralitas yang tinggi akan menciptakan keamanan dan
kerukunan intern/antar umat beragama.

Lebih dari itu, bukti akan sikap keberagaman agama masyarakat Kota Serang
terlihat juga dengan adanya bangunan gereja yang mengelilingi alun-laun Kota
Serang. Hal ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Kota
Seranng, karena pada umumnya alun-alun sepulau Jawa yang mengelilingi alun-alun
itu bukan gereja melainkan masjid. Sedangkan kenyataannya di Kota Serang Sendiri
bangunan tempat ibadah yang mengelilingi alun-alun adalah gereja-gereja seperti
Gereja Bheatel Indonesa, Gereja Kaltolik Raja Kristus, Sekolah Marcibuana Kristen.

13
BAB 3

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pluralisme berasal dari kata dua kata “plural” dan “isme”, plural yang berarti jamak
(banyak). Sedangkan isme berarti paham. Jadi pluralisme adalah suatu paham atau teori yang
menganggap bahwa realitas itu terdiri dari banyak substansi.

Pluralisme agama diyakini oleh beberapa teolog pluralis, telah berkembang sejak
kelahiran agama Hindu Veda sekitar 2500 SM, diikuti bangkitnya agama Buddha sekitar 500
SM dan berikutnya pada masa kekuasaan kesultanan Islam

Provinsi Banten terdiri dari 4 Kabupaten dan 4 Kota, diantaranya: Kabupaten Serang,
Kabupaten Tangerang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kota Serang, Kota
Cilegon, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Mayoritas penduduk Provinsi Bnaten
memiliki semangat religious ke-Islaman yang kuat dengan tingkat toleransi yang tinggi.
Sebagian besar anggota masyarakat memeluk agama Islam, Islam (96,6%), Kristen (1,2%),
Katolik (1%) Budha (0,7%) Hindu (0.4%) tetapi pemeluk agama lain dapat hidup
berdampingan dengan damai, Provinsi yang masyarakatnya menjunjung tinggi akan konsep
pluralisme agama dengan saling toleransi, antar umat beragama. Hal ini terbukti dengan
terjalinnya hubungan yang rukundan harmonis dan sampai saat ini terjaga akan
kerukunannya. Serta peran penting sebagai pemuka agama da tokoh masyarakat adalah upaya
memberikan tauladan dan pemahaman yang baik.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ruth Abbey, “Timely Meditations in an Untimely Mode“ dalam Ruth Abbey, ed., Charles
Taylor, Cambridge: Cambridge University Press, 2004, 1

Simamora, A. R., Hamid, A., & Hikmawan, M. D. (2019). Diskriminasi Terhadap


Kelompok Minoritas Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Tangerang Selatan.
International Journal of Demos, 1(1), 19–37. Retrieved from
http://hk-publishing.id/ijd-demos

Sopia, S. Dita. 2017. “Masjid Dan Vihara: Simbol Kerikunan Hubungan Antara Islam Dan
Buddha (Studi Kasus Di Kelurahan Banten Kecamatan Kota Serang Provinsi Banten)”

. Skripsi. Tidak Di Terbitkan. Fakultas Ushuluddin Dan Filsafat Universitas Islam


Negeri Syarif Hidayatullah : Jakarta

Suryana, T. (2011). “Konsep dan Aktualisasi Kerukunan antar Umat Beragama” . Jurnal
Pendidikan Agama Islam- ta’lim Vol. 9 No. 2 -2011

Susanto. E. (2006). “Pluralitas Agama: Meretas Toleransi Berbasis Multikulturalisme


Pendidikan Agama” . Tadris Vol 1 No 1 2006.

Valenijn, F. (1858). “Valentijn, Beschrijving van Groot Djava, ofte Java Major, Amsterdam,
1796” . Ludwig Bachhofer, India Antiqua (1947:280), (253-3)

Yusar, (2015). “Ruang Publik sebagai Pendidikan kesaran Multikulturalisme” . Edutech,


Tahun 14, Vol.1, No.1, Februari 2015

A’la, Abdul. “Pendidikan Agama Ziarah Spiritual Menuju Pluralisme”, dalam


Melampaui Dialog Agama. Jakarta, Buku Kompas, April 2002.

15
Ali, Yunarsil. Sufi dan Pluralisme. Jakarta: Gramedia, 2012.

Azwar, M.A Saifudin. Metode Penelitian .Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 1999. Cholid


Narbuko, Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara, 1999.

Gaus, Ahmad. Dialog Agama: Kekuatan Yang Membisu?, dalam Nur Achmad, ed.
Pluralitas Agama: Kerukunan dalam Keragaman. Jakarta: Buku Kompas, 2001.

Huasaini. Adian ; Pluralisme Agama Haram. Cet. 2002

16

Anda mungkin juga menyukai