Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di dalam masyarakat Minangkabau terdapat banyak suku oleh sebab itu,
tentu pula banyak sistem kekerabatan di Minangkabau. Contohnya saja jika
kamu sendiri memiliki suku Koto, tetangga sebelah kanan mu memiliki suku
caniago dan tetangga sebelah kirimu memiliki suku Piliang. Setiap orang yang
asli Sumatera Barat atau yang biasa disebut orang Minangkabau pasti
memiliki suku.
Di Sumatera Barat sendiri memiliki banyak suku, Seperti suku Tanjung,
suku Guci, suku Dalimo, suku Caniago, suku Sikumbang, suku Bodi, suku
Jambak dan masih banyak nama suku lain yang tersebar di seluruh wilayah
Sumatera Barat. Ada satu hal yang unik dari adat suku Di Minangkabau ini,
mungkin di daerah lain suku/marga diambil dari ayahnya namun berbeda
dengan orang Minangkabau. Di Minangkabau suku di ambil dari ibu atau bisa
disebut garis keturunan berasal dari ibu. Jika ada saudara perempuan ibu,
misalnya adik perempuan akan di panggil etek dan kakak perempuan biasanya
di panggil mak tuo. Jika saudara ibu tersebut laki laki biasa di panggil dengan
sebutan mamak.
Sistem tersebut sudah berlangsung sejak lama sampai dengan zaman
sekarang masih tetap seperti itu. Dengan kata lain orang minangkabau akan
selalu menghubungkan keluarga sepesukuannya menurut keturunan ibunya.
Sistem kekerabatan itu sendiri adalah sebuah hubungan yang teratur antara
seseorang dengan orang lain. Atau dengan kata lain hubungan dengan orang
yang mempunya garis keturunan pihak ibu dan biasa disebut dengan
kekerabatan matrilineal.

1
2

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat ditarik rumusan
masalahnya sebagai berikut:
1. Menjelaskan pengertian kekerabatan?
2. Menjelaskan sistem kekerabatan?
3. Menjelaskan hubungan pola kekerabatan?
C. Tujuan Penulisan
1. Mampu dan dapat mengetahui pengertian kekerabatan
2. Mampu dan dapat mengetahui sistem kekerabatan
3. Mampu dan dapat mengetahui hubungan pola kekerabatan
3

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kekerabatan
Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur
sosial. Meyer Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu
masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari
masyarakat yang bersangkutan.
Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga
yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota
kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman,
bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Struktur-struktur kekerabatan mencakup
kekeluargaan dan bentuk kelompok yang merupakan perluasan keluarga
seperti suku atau klen. Ikatan diantara orang yang bukan kerabat melahirkan
banyak macam bentuk pengelompokan mulai dari “persaudaraan sedarah”
sampai persahabatan semacam “perkumpulan”. Umur dan ikatan yang
terbentuk karena keinginan sendiri termasuk kedalam kategori bukan kerabat.
Kekerabatan atau kekeluargaan merupakan hubungan antara manusia
yang memiliki asal usul silsilah yang sama, baik melalui keturunan biologis
sosial maupun budaya. Dalam bahasa Indonesia ada istilah sanak saudara,
kaum kerabat, ipar-bisan, yang dapat diartikan dengan kata family. Kata
family berasal dari bahasa Belanda dan Inggris yang sudah umum dipakai
dalam bahasa Indoneisa sehingga dapatlah dikatakan ia telah di
Indonesianisasi.
Dalam antropologi sistem kekerabatan termasuk keturunan dan
pernikahan (melalui hubungan darah atau dengan melalui hubungan status
perkawinan). Pengertian bahwa seseorang dinyatakan sebagai kerabat bila ia
memiliki pertalian atau ikatan darah dengan seseorang lainnya, contoh
kongkrit dari hubungan darah ialah kakak-adik sekandung.
Hubungan melalui perkawinan adalah bila seseorang menikah dengan
saudaranya, maka ia menjadi kerabat akan seseorang yang dikawini oleh

3
4

saudaranya itu, contoh kongkrit dari hubungan perkawinan ialah adik ipar atau
kakak ipar bibi, dari adik ibu.
Manusia melalui pernikahan umum disebut sebagai “hubungan dekat”
ketimbang keturunan (juga disebut konsunguitas), meskipun kedua hal itu bisa
tumpang tindih dalam pernikahan diantara orang yang satu moyang.
Hubungan kekerabatan adalah salah satu prinsip mendasar untuk
mengelompokkan tiap orang ke dalam kelompok sosial, peran katagori dan
silsilah, hubungan kekeluargaan dapat dihadirkan secara nyata(ibu saudara
kakek) atau secara abstrak menurut tingkatan kekerabatan sebuah hubungan
dapat memiliki syarat relatif (misyalnya: ayah adalah seorang yang memilki
anak).
B. Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan pada masyarakat hukum adat Minangkabau oleh para
ahli hukum lazim disimpulkan dalam kata-kata rumusan matrilineal,
geneologis, dan teritorial. Pada sistem ke kerabatan Matrilineal ini, garis
keturunan menurut garis keturunan ibu atau wanita dan anak-anaknya hanya
mengenal ibu dan saudara-saudara ibunya. Ayah dan keluarganya tidak masuk
clan anaknya karena ayah termasuk clan Ibunya pula. Para ahli anthropologi
sependapat bahwa, garis-garis keturunan ma trilineal merupakan yang tertua
dari bentuk garis keturunan lainnya. Salah seorang dari ahli tersebut bernama
Wilken yang terkenal dengan teori evolusinya. Wilken mengemukakan proses
dari garis keturunan ini pada masa pertumbuhannya sebagai berikut
1. keturunan Ibu
2. Garis ayah
3. Garis keturunan orang tua
5

Menurut teori evolusi garis keturunan ibulah yang dianggap yang tertua
dan kemudian garis keturunan ayah, selanjutnya si anak tidak hanya mengenal
garis keturunan ibunya. tetapi ju ga garis keturunan ayahnya. Alasan yang
digunakan oleh pen ganut teori evolusi ini menitik beratkan terhadap evolusi
kehidupan manusia.
Banyak ahli Barat menulis tentang Minangkabau yang ada kaitannya
dengan sistem kekerabatan Minangkabau. Salah se orang dari para ahli
tersebut adalah Bronislaw Malinowsky yang mengemukakan sebagai berikut:
1. Keturunan dihitung menurut garis ibu
2. Suku dibentuk menurut garls Ibu ibu
3. Pembalasan dendam merupakan tata kewajiban bagi seluruh suku
4. Kekuasaan di dalam suku menurut teori terletak ditangan ibu tetapi jarang
dipergunakan
5. Tiap-tiap orang diharuskan kawin dengan orang luar sukunya
6. Yang sebenarnya berkuasa adalah saudara laki-lakinya
7. Perkawinan bersifat matrilokal yaitu suami mengunjung rumah isteri
C. Pola Hubungan Kekerabatan
1. Kaum dan suku
Garis kekerabatan dan kelompok-kelompok masyarakat yang menjadi
Int! dari sistem kekerabatan matrilineal ini ada lah "Paruik" Setelah masuk
Islam ke Minangkabau disebut Kaum. Kelompok sosial lainnya yang
merupakan pecahan dari Parulk adalah Jural.
Interaksi sosial yang terjadi antara sescorang atau se seorang dengan
kelompoknya secara umum dapat dilihat pada sebuah kaum. Pada masa
dahulu mereka pada mulanya tinggal dalam sebuah rumah gadang.
Bahkan pada masa da hulu didiami oleh berpuluh-puluh orang. Ikatan
batin sesa ma anggota kaum Lesar sekall dan hal ini bukan hanya di
dasarkan atas pertalian darah saja, tetapi juga diluar faktor tersebut ikut
mendukungnya.
6

a. Orang Sekaum Seketurunan


Walaupun di Minangkabau ada anggapan orang yang se suku juga
bertali darah, namun bila diperhatikan betul asal usui keturunannya
agak sulit dibuktikan. lain halnya de ngan orang yang sekaum.
Walaupun orang yang sekaum itu sudah puluhan orang dan bahkan
sampai ratusan, namun untuk membuktikan mereka seketurunan masih
bisa dicari.
Untuk menguji mereka seketurunan, maka tiap-tiap kaum
mempunyal renji atau silsilah keturunan mereka. Dari ranji ini dapat
dilihat generasi mereka sebelumnya dan sampai se karang yang ditarik
dari garis keturunan wanita. Faktor ke turunan sangat erat
hubungannya dengan harta pusaka dari kaum tersebut. Ranji vang
tidak terang atau tidak ada sama sekall bisa menyebabkan kericuhan
mengenai harta pusa ka kaum dan juga mengenal sako dan.
b. Orang Yang Sekaum Sehina Semalu
Anggota kaum yang berbuat melanggar adat akan mencemarkan
nama seluruh anggota kaum. Yang paling terpukul adalah mamak
kepala kaum atau kepal waris yang diang kat sebagal pemimpin
kaumnya. Karena perasaan sehina semalu cukup mendalam, ma ka
seluruh anggota kaum selalu menjaga agar jangan terja di hal-hal yang
tidak diharapkan dari anggota kaumnya. Rasa sehina semalu Ini adat
mengatakan "malu tak dapek diba gl. suku tak dapek dlanjak (malu
tidak dapat di bagi, suku tidak dapat dianjak)". Artinya malu seorang
malu bersama.
Mamak-mamak atau wanita-wanita yang sudah dewasa selalu
mengawasi anggota rumah gadangnya, agar jangan terjadi hal-hal yang
tidak diingini.)
7

c. Orang yang sekaum sepadam sepekuburan


Untuk menunjukkan orang yang sekaum, maka sebuah kaum
mempunyal pandam tempat berkubur khusus bagi anggota kaumnya.
Barangkall ada yang perlu untuk dibica rakan berkaitan dengan
pandam ini.
Di Minangkabau tempat memakamkan mayat terdapat be berapa
Istilah seperti, pandam, kuburan, ustano, dan jirek "Kuburan
merupakan tempat kuburan umum dan di sini tidak berlaku
seketurunan dan siapa saja atau, dar! mana asalnya tidak jadi soal yang
disebut juga "anak dagang".
"Ustano" makam raja-raja dengan keluarganya, dan luar dari itu
tidak dibenarkan. Namun dalam kenyataan sehari hari orang
mengacaukan sebutan Ustano dengan istano (Istana) sebagaimana
sering kita baca atau dengar. Sedang nanlirek merupakan manain
pembesar-pembesar kera Pagaruyung dengan keluarganya. Ustano
Gan Jirek ini terdapat di pagaruyung Batusangkar.
Untuk mengatakan seseorang Itu sekaum merupakan orang asal
dalam kampung itu. kaum keluarganya dapat me nunjukkan
pandamnya. Di dalam adat dikatakan orang yang sekaum itu sepandam
sepekuburan dengan pengertian sa tu pandam tempat berkubur.
d. Orang yang sekaum seberat seringan
Orang yang sekaum seberat seringan, sesakit sesenang, se bagal
mana yang dikemukakan dalam adat "Kaba balek baimbauan, kaba
buruek bahambauan (kabar baik dihimbau kan, kabar huruk
berhambauan)" artinya bila ada sesuatu yang balk akan dilaksanakan
seperti perkawinan berdoa dan lain-lain, maka kepada sanak saudara
hendaklah diberitahukan agar mereka datang untuk menghadiri acara
yang akan diadakan Tetapi sebaliknya semua sanak famili akan
berdatangan Jika mendengar kabar buruk dari salah seorang anggota
8

keluarganya tanpa dihimbaukan. Sebagal contoh nya adanya kematian,


atau mala petaka lain yang menimpa.
e. Orang yang sekaum seharta sepusaka
Menurut adat Minangkabau tidak dikenal harta perseora ngan,
harta merupakan warisan dari anggota kaum secara turun-temurun.
Harta pusaka yang banyak dari sebuah kaum menunjukkan juga.
bahwa nenek moyangnya merupakan orang asal di kampung itu
sebagai peneruka pertama, dan kaum yang sedikit mempunyal harta
pusaka bisa di anggap orang yang datang kemudian. Oleh sebab itu, di
dalam adat sebuah kaum yang banyak memiliki harta, tetapi haall tem
bilang emas atau dengan cara membell, inaka statusnya da lam
masyarakat adat tidak sama dengan orang yang mem punyai harta
pusaka tinggi. Malahan orang yang seperti ini sebagai orang
pendatang.
Harta pusaka kaum, merupakan kunci yang kokoh: seba gal alat
pemersatu dan tetap berpegang kepada prinsip Harato salingka kaum,
adat salingka nagari" (harta seling kar kaum, adat selingkar nagari)"
Selanjutnya garis kekerabatan yang berkaitan dengan kaum ini
adalah Jural. Sebuah kaum merupakan kunpulan dari jurai dan tlap
jural tidak sama jumlah anggotanya. Se tiap jurai membuat rumah
gadang pula, tetap! rumah ga asal tetap dipelihara bersama sebagai
rumah pusaka kaum. Pimpinan tiap jural ini disebut Tungganal atau
ma mak rumah Semua anggota jural merupakan satu kaum.
Pecahan dari jural disebut samande (selbu), yaitu ibu dengan anak-
anaknya, sedangkan suami atau orang suman do tidak termasuk orang
samande. Orang yang samande di bert "ganggam bauntuek. pagang
bamasieng" (genggam yang sudah diperuntukan, dan masing-masing
sudah diberi pegangan). Artinya masing-masing orang yang samande
telah ada bagian dari harta pusaka milik kaum.
9

Bagi mereka hanya diberi hak untuk memungut hasil dan tidak
boleh di gadalkan, apalagi untuk menjual bila tidak semufakat anggota
kaum.
2. Perkawinan
Perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan seorang
perempuan dalam masyarakat Minangkabau diatur menurut adat, syarak
dan undang-undang atau peraturan. Perkawinan itu merupakan urusan
bersama kedua kerabat kaum yang bersangkutan.
Perkawinan bersifat eksogami artinya dilakukan di luar sukunya.
Artinya dilarang perkawinan sesuku. Seorang laki-laki melangsungkan
perkawinan atau menikah tidak termasuk ke dalam kaum kerabat isterinya
dan ia tetap menjadi anggota kerabatnya. Menurut adat Minangkabau
setiap orang, baik laki maupun perempuan masing-masing mempunyai
peranan dan fungsi dalam kerabat kaumnya dan diluar kerabatnya. Anak
yang lahir dari perkawinan menjadi anggota kaum ibunya.
Perkawinan di Minangkabau bersifat matrilokal. Setelah terjadi
perkawinan, pengantin laki-laki akan diantarkan oleh kerabatnya ke rumah
isterinya dan kemudian menetap di rumah (kerabat) isterinya. Namun
demikian, sifat matrilokal bukan semata-mata dihubungkan dengan tempat
tinggal menetap saja.
Oleh perkawinan itu terjadilah pola-pola hubungan yang telah
melembaga dalam kebudayaan Minangkabau. Hak dan kewajiban
seseorang dalam kelompok ditentukan pula di mana ia berada.
Pada suatu saat, ia merupakan seorang kemenakan dari mamak-
mamaknya, artinya ia harus menghormatinya dan akan menerima
pewarisan sako dan pusako dari mamaknya. Pada saa lain ia menjadi
mamak dari anak saudara-saudaranya yang perempuan. Di sini ia
bertindak sebagai pelindung dan pembimbing mereka. Di rumah ibunya ia
berkedudukan sebagai mamak tunganai yang harus pandai menghadapi
suami saudara saudaranya yang perempuan atau orang semendanya.
10

Demikian seterusnya sebagai semenda berhadapan dengan mamak rumah


dan iparnya.
Artinya seorang individu di Minangkabau, harus pandai menempatkan
dirinya dalam hubungan kekerabatan Hal ini sekaligus merupakan
pendidikan kepemimpinan bagi anak-anak Minangkabau yang berhak
menyanda ng sako kaumnya dan menerima tanggung jawab pewarisan
serta membimbing kemenakan, kaum dan nagarinya.
Hal itu akan memperjelas dalam bagan berikutn ini:

3. Tali kekerabatan
a. Tali kerabat ayah dengan anak
Dalam tali kerabat ayah-anak, seorang ayah adalah kepala rumah
tangga. Menurut syariat islam, ayah adalah seorang kepala keluarga
yang bertanggung jawab atas kesejahteraan anak isterinya, lahir dan
batin.
Dalam adat minangkabau, hubungan itu diungkapkan mati ayah
berlakang anak. Artinya walaupun seorang ayah telah meninggal,
namun hubungan antara anak dengan ayah tidak pernah putus.
b. Tali kerabat mamak-kemanakan
Menurut pranata adat Minangkabau, seseorang anak memakai
suku ibunya. Ia berada dalam kerabat ibunya. Pengertian "keluarga"
(matrilineal) di Minangkabau adalah kerabat yang terdiri dari nenek
perempuan dengansaudara-saudaranya, anak laki-laki dan perempuan
dari nenek perempuan yang terdiri dari biu dan saudara laki-laki dan
11

perempuan serta seluruh anak ibu dan anak saudaranya yang


perempuan. Keluarga adalah kesatuan terkecil dalam unit kekerabatan
menurut garis keibuan.
Ada dua pengertian mamak kemenakan. Pertama, "mamak".
sebagai sapaan dari serorang anak kepada saudara ibunya yang laki
laki. Jadi, saudara ibu yang laki-laki dipanggil "mamak" oleh anak
anaknya dan anak-anak saudaranya. Anak-anak itu adalah
"kemenakan" dari mamaknya. Seterusnya "mamak" menjadi sapaan
kepada seluruh laki-laki dalam kaum dari seorang anak.
Setiap rumah gadang "saparuik" yang ada di dalam kampung
mempunyai tunganai. Tunganai adalah mamak yang tertua, yang
disebut juga mamak rumah. Seorang mamak tugasnya amat berat.
Pada masa dahulu, mamak bertanggung jawab sepenuhnya atas
kepentingan kemenakan-kemenakannya. Kewajiban mamak kepada
kemenakan disebut dalam fatwa adat, antara lain, ialah:
Manuruiksuruah mahantikan tagah
Manjunjuang titah manjunjuang kato mufakat
Mahambak gadang maanjuang tinggi
Manjago suku manjago martabat
Antara mamak-kemenakan terdapat hubungan secara adat dalam
suatu kerabat matrilineal. Kewajiban mamak melindungi sauadra dan
kemenakannya ke dalam dan keluar kaumnya. Panggilan mamak
makin meluas dalam suku yaitu semua laki-laki yang setingkat
mamak. Mamak ii disebut juga "mamak tunganai" Melalui tali kerabat
mamak-kemenakan (laki-laki) diwariskan sako: dan pusako. Inilah
yang dikenal dengan warih jawek bajawek
12

c. Hubungan inu dan anak


Hubungan seorang ibu dengan anak-anaknya merupakan
hubungan keluarga matrilineal menurut dan syarak. Menurut adat,
anak-anak, laku-laki dan perempuan mengambil suku ibunya
Kedudukan ibu menjadi tumpuan dan penjaga keseimbangan dalam
Ada perbedaan antara anak laki-laki dengan perempuan dalam
suatu keluarga. Anak laki-laki sebagai pagar (potensial son in law)
yang akan menjaga kelangsungan kerabat itu. Seroang anak laki-laki
sering diikutsertakan dalam upacara-upacara adat, yang sekaligus
merupakan pendidikan adat baginya sebagai pewaris sako kaumnya.
Sebaliknya pendidikan anak perempuan diarahkan sebagai
pelanjut keturunan yang akan diwarisi harta pusaka dan menjadi
tumpuan bagi mamak atau anak laki-laki di rumah gadang tersebut
Berbeda dengan anak perempuan yang diharapkan penerus
penghuni rumah gadang pelanjut keturunan, Kelak ia akan menjadi
"haus tempat minum, lapar tempat minta nasi" oleh laki-laki, mamak
dan saudara-saudaranya la dididik bekerjasama dengan saudara-
saudara sepupunya. Kepadanya diharapkan menjadi gadis "sumarak
anjungnan tinggi" gadis semarak rumah gadang.
d. Tali kerabat bako-baki (hubungan syarak)
Tali kerabat bako-baki merupakan hubungan yang melembaga
dalam adat Minangkabau. Hubungan bako-baki merupakan hubungan
tali darah. Seluruh kerabat ayah disebut "bako". Sebaliknya, kerabat
ibu memandang anak saudara laki lakinya sebagai "baki". Sebutan
baki berbeda di setiap nagari. Ada yang memanggilnya anak pisang,
anak ujuang ameh, anak panca, anak pusako, dan sebagainya.
Setiap upacara yang bertalian dengan daur hidup anak, juga
upacara mereka juga. Bako memegang peranan penting terhadap anak
pisangnya. Lebih-lebih dalam alek perkawinan, upacara babako
merupakan rangkaian kegiatan yang tidak boleh diabaikan. Sekaligus
13

bagi socorang anak merupakan pendidikan adat baginya. Walaupun


ayah sudah meninggal dunia atau cerai, upacara babako tetap
terlaksana oleh kerabat bakonya.
Untuk memperat tali kekeluargaan, maka banyak pula orang orang
di Minangkabau melakukan perkawinan pulang kabako, yaitu anak
laki-laki dikawinkan atau dijodohkan dengan kemenakan perempuan
dari pihak bapak, yang disebut pulang ka bako.
4. Hubungan kekerabatan
a. Hubungan urang sumando mamak tunganai
Hubungan antara urang sumando dengan mamak rumah atau
mamak tunganai adalah hubungan keseganan dan keseimbangan dalam
fungsi. Seorang ayah di rumah isterinya dipandang sebagai semenda",
pendatang yang dihormati. Sedangkan dalam kearabat keluarga
isterinya, pimpinan dipegang oleh mamak mamak, dikenal juga
dengan nama "mamak tunganai". Karena mamak tunganai sehari-hari
jarang berada di rumah kemenakannya, kecuali pada musyawarah
keluarga, upacara adat maupun upacara lain yang berhubungan
selingkar hidup (cycle lif) yang berhubungan dengan keluarga
tersebut.
Oleh karena itu, sebagai semenda ia akan bertindak sebagai
pelindung wanita di rumah gadang itu Sifat seperti ini disebut bersifat
dilindungi sebagai penegang hak rumah gadang, yakni limpapeh
rumah gadang dan sebagai harta pusaka dan sako "bundo kandung
b. Hubungan kelompok bisan
Hubungan dengan saudara-saudara isterinya merupakan ipar dari
seorang semenda. Sebagai semenda, ia diharapkan dapat ggu
membantu mereka. Dari segi wanita mereka menghormati semenda
yang dalam hal tertentu dibebani tugas mamak pula. Hubungan antara
urang sumando dengan ipar bersifat keseganan.
14

c. Hubungan Kelompok Bisan


Antara mertua laki-laki dan mertua perempuan terjalin En
hubungan yang disebut bisan. Seluruh kerabat ibu yang perempuan
merupan "bisan" dari ipar dari pihak kerabat isteri anak-anaknya.
Hubunggan yang terjadi antara kedua kelompok ini merupakan
hubungan keseganan. Kedua kelompok saling menghadiri setiap
upacara yang diadakan, haik upacara baik (kenduri dan sebagainya)
atau upacara duka (kematian (dsb.) Hubungan ipar bisan merupakan
hubungan baik antara kedua keompok kerabat karena perkawinan itu.
d. Hubungan Andan-Pasumandan
Disebabkan perkawinan yang telah saling berhubungan dalam
suatu nagari dan kampung, maka hubungan itu makin meluas dan
kompleks Padasetiap upacara, kabar baik bahimbauan, kabar buruak
bahambuan, sehingga seluruh nagari telah terlibat, karena hubungan
ipar bisan. Salah satu hubungan kekerabatan itu di Minangkabau
adalah tal kerabat andam pasumandan (hubugnan unilateral)
15

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem tersebut sudah berlangsung sejak lama sampai dengan zaman
sekarang masih tetap seperti itu. Dengan kata lain orang minangkabau akan
selalu menghubungkan keluarga sepesukuannya menurut keturunan ibunya.
Sistem kekerabatan itu sendiri adalah sebuah hubungan yang teratur antara
seseorang dengan orang lain. Atau dengan kata lain hubungan dengan orang
yang mempunya garis keturunan pihak ibu dan biasa disebut dengan
kekerabatan matrilineal.
Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur
sosial. Meyer Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu
masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari
masyarakat yang bersangkutan.
B. Saran
Bagi calon calon pengajar pendidik sebaiknya lebih memahami
pentingnnya sistem kekerabatan diminangkabau . Bagi calon pendidik juga
harus memperluas wawaran, yang dapat di implementasikan sebagai strategi
dalam mempersiapkan diri sebagai pendidik. Calon pendidik harus berusaha
memahami dan menguasai pengembangan tersebut.

15
16

DAFTAR PUSTAKA

LKAAM Sumatera Barat. (1987). Budaya Alam Minangkabau, Padang: PT. Genta

Singgalang Press.

LKAAM Sumatera Batar (2002). Adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah.

Sumatra Barat: Mega Sari

16
17

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur Alhamdulillah kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena
telah melimpahkan rahmat serta karuniaNya berupa kesempatan dan pengetahuan
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya.
Shalawat beserta salam tak lupa pula kita hadiahkan kepada pucuk pimpinan umat
islam sedunia yakni Nabi besar Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari
alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan seperti pada saat sekarang ini
Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. DARYUSTI, M.Hum selaku
dosen pengampu mata kuliah “BUDAYA ALAM MINANGKABAU” yang telah
memberikan tugas ini kepada kami dan membimbing kami dalam mengerjakan
makalah ini. Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak, baik dari segi moril maupun materil,
secara langsung maupun tidak langsung. Kami berharap semoga makalah ini bisa
berguna bagi pembaca untuk menambah pengetahuan.
Dalam penyusunan makalah ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin
dan penulis mengharapkan kritik dan saran berupa masukkan untuk kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah kami ini bisa dipahami oleh pembaca dan dapat
berguna bagi pembaca terutama untuk kami sendiri yang terlibat dalam penyusunan
makalah ini. Sebelumnya kami mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan.
Semoga makalah kami ini dapat membantu memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam
penulisan makalah sebelumnya. Aamiin

Padang Pariaman, 26 Oktober 2022

Penulis

i
18

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian sistem kekerabatan ................................................................. 3
B. Sistem kekerabatan................................................................................... 4
C. Hubungan pola kekerabatan ..................................................................... 5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 15
B. Saran ....................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 16

ii
19

MAKALAH

BUDAYA ALAM MINANGKABAU

TENTANG

STRUKTUR KEKERABATAN DI MINANGKABAU

Disusun Oleh

ALVINDA MONIKA 20101525

Kelas V C1

Dosen Pengampu

Dr. DARYUSTI, M.Hum

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

STKIP NASIONAL

2022

Anda mungkin juga menyukai