Anda di halaman 1dari 19

Sistem Kekerabatan

A. PENGERTIAN KEKERABATAN / KEKELUARGAAN

Hubungan kekerabatan atau kekeluargaan merupakan hubungan antara pihak tiap entitas
yang memiliki asal usul silsilah yang sama baik memiliki keturunan biologis , social, dan
budaya. Hubungan kekerabatan iniadalah salah satu prinsip mendasar untuk mengelompokan
tiap orang kedalam kelompok social peran katagori dan silsilah. Dan dalam Antropologi system
kekerabatan termasuk dalam keturunan dan pernikahan .

Sitem kekerabatan menurut Meyer Fortes adalah bahwa system kekerabatan suatu
masyarakat dapat dipergunakan untu kmenggambar struktur social dari masyarakat yang
bersangkutan .

B. PEMIKIRAAN TENTANG ASAL MULA DAN PERKEMBANGAN


KELUARGA

Untuk mengetahui tentang asalmula dan perkembangan keluarga disini kita dapat melihat
adanya tahapan tahapan dari teori yang berkaitan dengan bagaimana caranya berkembangnya
suatu keluarga

1) J Lubbock seorang ahli Antropologi tua berpendapat bahwa awal mulanya manusia hidup dari
berkelompok dimana antara lakilaki dan perempuan mempunyai keturunan tanpa adanya ikatan
sehingga memiliki keluarga inti (nuclear family). Hal ini dianggap tahap pertama dalam asal
mula dan berkembangnya suatu keluarga.

2) Tahapkedua, disini menjelaskan bahwa cepat atau lambat anak dan ibunya akan menyadari
bahwa mereka sebagai keluarga inti didalam masyarakat, disebabkan anak hanya mengenal
ibunya sedangkan dengan ayahnya tidak maka dari itu ibu berperan sebagai kepala keluarga.
Didalam keluarga intipun sangat dihindari perkawinan antara ibu dan anak lakilaki karena
ditakutan akan terjadi adat perkawinan diluar batas disebuah keluarga yang disebut exogami.
Kelompok keluarga tadi mulai meluas karena garis keturunan untuk selanjutnya selalu
diperhitungkan melalui garis ibu. Dengan keadaan seperti ini timbul suatu keadaan masyarakat
yang waktu itu oleh Wilken disebut matriarchaat. Ini adalah tingkat kedua dari perkembangan
kebudayaan masyarakat.
3) Ditahap yang ke-2 ada ibu yang menjadi kepala keluarga sedangkan ditahap ke-3 ayah menjadi
kepala keluarga karena tidak puas dengan keadaan tahap ke2 caranya mereka mulai mengambil
calon istri dari kelompok lain dan membawanya ke kelompok mereka sendiri. Keturunan mereka
juga tetap tinggal bersama kelompok pria. Kejadian ini menimbulkan suatu kelompok keluarga
dengan si ayah sebagai ketua, dan dengan meluasnya kelompok ini, timbul keadaan
patriarchaat. Ini adalah tingkat ketiga dalam proses perkembangan kebudayaan manusia.

4) Ditahap yang terakhir atau yang ke-4 ini terjadi jika adanya exogami yang berubah menjadi
endogami yang artinya anak memilki hubungan langsung dengan anggota keluarga ayahnya dan
ibunya. Patriachaat dan Matriachaat lambat laun akan menghilang dan berubah menjadi susunan
kekerabatan yang disebut oleh Wilken sebagai susunan Parental atau Bilateral.

C. RUMAH TANGGA DAN KELUARGA INTI

Untuk mengenal tentang keluarga inti kita harus mengenal tentang tingkat daur ulang
yang artinya menelaah tentang tingkatan manusia sepanjang hidup yang dalam Antropologi.
Tingkatan-tingkatan daur ulang adalah masa bayi, masa panyapihan, masa kanak-kanak, masa
remaja, masa puber, masa sudah menikah, masa kehamilan, masa usia lanjut dll. Setiap peralihat
dari tingkat kehidupan ketingkat berikutnya, besar diadakan upacara yang sifatnya universal.

Perkawinan akan menimbulkan sebuah keluarga yang memiliki kesatuan yang disebut
rumah tangga tugasnya mengurus perekonomian rumah tangga tugasnya mengurus
perekonomian rumah tangga. Rumah tangga terdiri dari keluarga , tetapi rumah tangga dapat
terdiri lebih dari 1 keluarga inti karena rumah dapat diperbesar dan pergenerasi keluarga terus
bertambah.

---------- Biasanya seorang peneliti untuk menghitung jumlah rumah tangga menggunakan
dapur yang ada dirumah tersebut bukan jumlah bangunan atau keluarga inti yang ada --------
-------------------------------------------------------------------

Keluarga inti adalah terdiri dari suami ,istri dan anak-anak mereka yang belum menikah
atau bias disebut juga keluarga conjugal. Biasanya suami dan istri saling kerja sama untuk
memikirkan pentingnya pendidikan dalam sosialisasi untuk keturunannya. Bentuk keluarga inti
seperti ini yang sederhana biasa disebut monogami yang terdiri dari lakilaki dan perempuan.
Tetapi jika didalam sesuatu keluarga inti yang lebih dari seorang suami dan istri kita bisa sebut
poligami. Jika didalam keluarga ini ada seseorang suami tetapi lebih dari seorang istri keluarga
tersebut disebut poligini sedangkan dikeluarga inti terdapat seorang istri tetapi lebih dari seorang
suami disebut poliandri.
Rupanya jumlah suku bangsa di dunia yang mengenal suatu masyarakat dengan keluarga-
keluarga inti yang berdasarkan poligini lebih besar dari pada keluarga-keluarga inti berdasarkan
monogami. Sebaliknya tidak boleh dilupakan bahwa pada semua suku bangsa di dunia yang
mengenal sistem poligini, tidak pernah didapat keluarga inti secara 100% berdasarkan poligini.
Biasanya hanya suatu bagian kecil dari pada orang-orang dalam tiap suku bangsa yang mengenal
poligini itu melakukanya. Menurut para ahli, biasanya kurang dari 20% melakukan poligini, dan
mereka itu biasanya adalah orang-orang dari kelas atas, bangsawan, orang-orang kaya, dan
sebagainya, dalam masyarakatnya mereka masing-masing. Kecuali itu, jangan dilupakan bahwa
lepas dari soal jumlah suku bangsa yang mengenal sistem poligini, sebagian besar dari jumlah
penduduk dunia hidup dalam keluaga inti yang berdasarkan monogami, karena suatu bagian
yang amat basar dari dunia sekarang terpengaruh oleh bentuk-bentuk keluarga inti yang dikenal
oleh bangsa-bangsa Eropa dan Amerika, yang semua memang berdasarkan monogami. Adapun
keluarga inti yang berdasarkan poliandri tidak banyak contohnya.

Harus diingat bahwa kedua pengertian, ialah rumah tangga dan keluarga batih, harus kita
pisahkan dengan tajam. Seperti telah dikatakan di atas, rumah tangga bisa lebih besar dari
keluarga inti, dan terdiri dari orang-orang warga keluarga inti, ditambah orang-orang
menumpang, pembantu-pembantu rumah tangga, pelayan dan kadang-kadang budak-budak, atau
terdiri dari dua atau tiga keluarga inti. Sebaliknya, ada pula rumah tangga yang lebih kecil dari
keluarga inti, misalnya kalau suami dan istri tinggal terpisah dalam dua kota yang berlainan, atau
dalam suatu keluarga inti yang berdasarkan poligini tiap istri hidup dengan anak-anaknya
masing-masing, dalam rumahnya sendiri-sendiri, dan mengurus ekonomi rumah tangganya
sendiri-sendiri.

Pada semua keluarga inti dalam semua masyarakat di dunia, kita lihat adanya dua fungsi
pokok yang sama, ialah :

1. Keluarga inti merupakan kelompok dimana individu pada dasarnya dapat menerima bantuan
umat dari sesama.
2. Keluarga inti merupakan kelompok dimana individu itu awalnya ketika mereka mandiri dan
masih harus mendapatkan pengasuhan tau pemulaan dari pendidiknya.
D. Kelompok-kelompok kekerabatan

Bentuk-bentuk keluarga inti adalah kesatuan yang dalam antropologi disebut KIngroup, atau
kelompok kekerabatan.

Yang dimaksud dengan group atau kelompok adalah kesatuan individu yang diikat oleh
sekurang-kurangnya 6 unsur yaitu:

1. Sistem norma-norma yang mengatur tingkah laku warga kelompok


2. Rasa kepribadian kelompok yang disadari semua warga
3. Interaksi yang intensif antar warga kelompok
4. Sistem hak dan kewajiban yang mengatur interaksi antar warga kelompok
5. Pemimpin yang mengatur kegiatan-kegiatan kelompok
6. Sistem hak dan kewajiban terhadap harta produktif, harta konsumtif, atau harta pusaka
tertentu

Dengan demikian hubungan kekerabatan merupakan unsure pengikat bagi suatu kelompok
kekerabatan. Tidak semua kelompok memiliki ke-6 unsur tersebut, karena selain wujudnya
berbeda beda ada pula yang berbeda nilainya.

G.P Murdock membedakan 3 katagori kelompok kekerabatan berdasarkan fungsinya, yaitu


;

I. Kelompok kekerabatan berkorporasi, sifatnya eksklusif dan biasanya memiliki ke-6


unsur tersebut. Dan jumlah kelompok ini biasanya terbatas.

II. Kelompok kekerabatan kadang kala, sering kali tidak memiliki semua unsur yang ke-6.
Kelompok jenis ini biasanya terdiri dari banyak anggota. Sehingga interaksi yang terus menerus
tetapi hanya berkumpul kadang kadang saja.
III. Kelompok kekerabatan menurut adat, biasanya tidak memiliki unsur-unsur 4,5, dan 6
dan kadang unsur 3. Kelompok-kelompok ini bentuknya sudah semakin besar sehingga
,warganya tidak saling mengenal. Mereka umumnya hanya mengatahui keberadaan warga
kelompok berdasarkan tanda-tanda yang ditentukan adat.

Selain keluarga inti, ada beberapa bentuk kelompok kekerabatan yang sifatnya universal,
yakni kelompok kekerabatan dengan seorang tokoh atau keluarga yang masih hidup sebagai
pusat perhitungan disebut (ego-ori-ented kingroups), yang termasuk golongan pertamainiialah
Kindred dan keluarga luas.
Kelompok yang kedua ialah kekerabtan berdasarkan hubungan kekerabatan disebut
(encestor-oriented kingroup), dan yang termasuk kelompok kedua ini adalah keluarga ambelined
kecil, keluarga ambilined besar, keln kecil, klen besar, kfatri, dan paroh masyarakat.

CATATAN !
 Kindkred. Dalam masyarakat didunia seseorang sering bergaul saling bantu-mem bantu
melakukan aktifitas bersama saudara-saudaranya. Misalnya: pada hari ulang tahun.
 Keluarga luas. Terdiri dari lebih keluarga inti, tetapi semuanya merupakan suatu kesatuan social
yang amat erat dan biasanya hidup atau tinggal bersama dalam satu rumah.
 Keluarga abilineal kecil. Terjadi ketika suatu keluarga luas yang untrolokal mendapat suatu
kepribadian oleh warganya, contohnya timbul pelukis etnografi yang baik, terbukti ada banyak
didunia.
 Keluarga ambelineal besar. Kelompok kekerabatan yang terdiri dari beberapa angkatan yang
diturunkan oleh nenek moyang yang tidak saling mengenal, jumlah mereka berates-ratus
 Klen besar. Merupakan suatu kelompok yang terdiri dari semua nenek moyang yang
diperhitungkan melalui garis keturunan sejenis.
 Klen kecil. Merupakan suatu kelompok kekerabatan yang terdiri dari segabungan keluarga luas
yang merasakan dirinya berasal dari seorang moyang, dan terikat melalui garis keturunan yang
suatu, baik laki-laki atau perempuan
 Fatri adalah kelompok kekerabatan yang sifatnya local dan merupakan gabungan dari
kelompok-kelompok klen setempat.
 Paroh masyarakat adalah kelompok kekerabatan gabungan klen seperti fatri, tetapi yang selalu
merupakan separoh dari suatu masyarakat.

E. Prinsip-Prinsip Keturunan yang Mengikat Kelompok-Kelompok Sosial


Setiap individu yang hidup dalam suatu masyarakat secara biologis dapat menyebut
kerabat semua orang sesamanya yang mempunyai hubungan darah atau genes melalu ibu atau
ayahnya. Namun bagi seorang individu, batas kaum “ kerabat sosiologisnya” atau kaum
kerabatnya dalam rangka kehidupan masyarakatnya juga berbeda bila dipandang dari tiga sudut,
antara lain:
1. Batas kesadaran kekerabatan (kinship awareness).
2. Batas dari pergaulan kekerabatan (kinship affiliations).
3. Batas dari hubungan-hubungan kekerabatan (kinship relations).

Batas-batas dari hubungan kekerabatan ditentukan oleh prinsip-prinsip keturunan atau


principle of descent. Menurut para ilmuwan, ada paling sedikit empat macam prinsip keturunan,
yaitu:
1. Prinsip patrilineal atau patrilineal descent yang menghitungkan hubungan kekerabatan melalui
pria saja.
2. Prinsip matrilineal atau matrilineal descent yang menghitungkan hubungan kekerabatan melalui
wanita saja.
3. Prinsip bilineal atau bilineal descent yang menghitungkan hubungan kekerabatan melalui pria
saja untuk sejumlah hak dan kewajiban tettentu, dan melalui wanita untuk sejumlah hak dan
kewajiban yang lain.
4. Prinsip bilateral atau bilateal descent yang menghitungkan hubungan kekerabatan melalui pria
maupun wanita.

Dalam prinsip bilateral sendiri terdapat tambahan-tambahan prinsip, yaitu:

1. Prinsip ambilineal, yang menghitungkan hubungan kekerabatan untuk sebagian orang dalam
masyarakat melalui pria, dan untuk sebagian orang lain dalam masyarakat itu juga melalui
wanita.
2. Prinsip konsentris, yang menghitungkan hubungan kekerabatan sampai jumlah angkatan yang
terbatas.
3. Prinsip promogenitur, yang menghitungkan hubungan kekerabatan melalui pria maupun wanita,
tetapi hanya yang tertua saja.
4. Prinsip ultimogenitur, yang menghitungkan hubungan kekerabagan melalui pria maupun wanita,
tetapi hanya yang termuda saja.

F. Sistem Istilah Kekerabatan


Sistem istilah kekerabatan inti mempunyai hubungan yang erat dengan sistem kekerabatan
dalam masyarakat. Hubungan antara sistem istilah kekerabatan dalam suatu bahasa dengan
sistem kekerabatan dari suku bangsa yang mengucapkan bahasa itu adalah suatu hal yang mula-
mula ditemuka oleh L.H. Morgan.
Menurut para sarjana antropologi, masalah istilah kekerabatan dapat di pandang dari tiga
sudut, yaitu:
1. Dari sudut cara pemakain dari pada istilah-istilah kekerabatan pada umumnya.
2. Dari sudut susunan unsur-unsur bahasa dari istilah-istilahnya.
3. Dari sudut jumlah orang kerabat yang di klasifikasikan kedalam suatu istilah.
Dipandang dari sudut cara pemakaian dari istilah-istilah kekerabatan pada umumnya,
maka tiap bahasa mempunyai dua macam sistem istilah yang disebut, istilah menyapa atau term
of adress, istilah menyebut atau term of reference.

Dipandang dari sudut susunan unsur-unsur bahasa dari istilah-istilah kekerabatan, maka
tiap sistem istilah kekerabatan itu menpunyai tiga macam istilah, yaitu; istilah kata dasar atau
elementary terms, istilah kata ambilan atau derivative terms, istilah deskriftif atau descrivtive
terms.

Dipandang dari sudut jumlah orang kerabat yang diklasifikasikan kedalam satu istilah itu,
maka tiap sistem istilah kekerabatan mempunyai tiga macam istilah, yaitu; istilah denonatif atau
denotatif term, istilah designatif atau designative term, istilah klasifikatoris atau clasivicatory
term.

Para sarjana antropologi telah mendapatkan berbagai macam metode untuk mengupas
sistem-sistem istilah kekerabatan. Salah satu bagian adalah misalnya istilah-istilah untuk
menyebut istilah saudara kandung dan saudara sepupu. Sistem istilah kekerabatan suku bangsa di
muka bumi dapat digolongkan dalam enam tipe, diantaranya yaitu;

1. Tipe hawaiian. Dalam tipe istilah ini semua saudara sepupu mempunyai istilah yang sama
dengan saudara kandung. Tipe ini sering disebut generation type.
2. Tipe Eskimo. Dalam tipe istilah untuk saudara sepupu ini semua saudara sepupu disebut
dengan satu istilah berbeda dengan istilah untuk saudara sekandung. Tipe ini juga
disebut linial type.
3. Tipe Iroquois. Dalam tipe ini saudara sekandung yang parallel cousin mempunyai istilah
yang sama dengan saudara sekandung, tetapi berlainan dari saudara sepupu yang cross
cousin. Tipe ini sering kali disebut bifurcate margin type.
4. Tipe Sudan. Dalam tipe ini baik parallel cousin maupun cross cousin masing-masing
mempunya istilah-istilah khusus yang berbeda lagi dari istilah untuk saudara kandung.
Tipe isi sering disebut bifurcate collateral type.
5. Tipe Omaha. Dalam tipe ini parallel cousin mempunyai istilah-istilah yang sama dengan
saudara kandung, sebaliknya cross cousin dari pihak ayah mempunyai istilah yang
berbeda dengan cross cousin dari pihak ibu, tetapi istilah cross cousin melanggar prinsip
generation, sehingga cross cousin dari pihak ayah mempunyai istilah yang sama dengan
anak saudara wanita, dan cross cousin dari pihak ibu mempunyai istilah yang sama
dengan saudara wanita ibu dan ibu-ibu.
6. Tipe Crow. Dalam tipe ini juga parallel cousin mempunyai istilah yang sama dengan
saudara kandung. Cross cousin mempunyai istilah yang ama dengan saudara-saudara
kandung. Cross cousin mempunyai istilah-istilah yang khusus, yang juga melanggar
prinsip generation, sehingga cross cousin dari pihak ayah mempunya istilah yang sama
dengan saudara wanita ayah dan ibu ayah, dan cross cousin dari pihak ibu mempunyai
istilah yang sama dengan saudara anak laki-laki.

G. Sopan Santun Pergaulan Kekerabatan

Dalam hal menyelediki dan mengupas suatu sistem kekerabatan dalam suatu masyarakat,
ada baiknya seorang peneliti juga memperhatikan adat sopan santun pergaulan atau kinship
behaviour dan mencoba mencatat hal itu setepat mungkin. Adat sopan santun pergaulan memang
menentukann bagaimana orang seharusnya bersikap terhadap kerabatnya yang satu, dan
bagaimana terhadap kerabatnya yang lain, dan karena itu mengandung banyak bahan yang bisa
menerangkan sistem kekerabatannya pada umumnya dalam masyarakat yang bersangkutan.

Dalam masyarakat dari hampir semua suku bangsa di Indonesia, adat sopan santun yang
menentukan bahwa kelakuan terhadap kerabat-kerabat yang amat tua harus bersifat
menghormati, adapula kerabat-kerabat yang dapat kita pergauli dengan sikap bebas. Dalam
masyarakat suka-suku bangsa lain didunia, adat yang menentukan kepada siapakah orang harus
bersikap hormat dan kepada siapakah orang bisa bersikap bebas.

Beberapa sarjana antropologi telah mencoba menerangkan mengapa adat sopan santun
hubungan kekerabatan yang mengandung hormat maupun kebebasan itu dapat meningkat ke arah
kedua ekstrim tersebut. Ada suatu teori yang menerangkan bahwa kedua bentuk adat sopan
santun yang ekstrim tersebut hanya suatu saluran psikologis saja untuk menyalurkan ketegangan-
ketegangan yang selalu timbul antara individu yang berada dalam pergaulan secara terus-
menerus dan intensif. Bergaul secara erat memberi kesempatan bagi kedua belah pihak untuk
mengetahui kelemahan-kelemahan masing-masing, dan memberi lebih banyak kesempatan untuk
konflik dan ketegangan. Dalam banyak masyarakat kecil di dunia, seseorang sering terpaksa
harus bergaul dengan kaum kerabatnya secara erat sekali, konflik dan ketegangan harus di
hindari dengan adat-adat sopan santun bersungkan atau bergurau.

H. Ikhtisar Kelompok-Kelompok Kekerabatan

Kelompok-kelompok kekerabatan tersebut, yang tersusun menurut tata urutan dari yang
kecil sampai besar, dapat kita periksa fungsi-fungsi sosialnya. Fungsi sosial dari kelompok-
kelompok kekerabatan kecil, khusunya dari keluarga batih dan keluarga luas, adalah mengurus
tata laksana kehidupan rumah tangga, sedangkan usaha mata pencaharian hidup sebagai kesatuan
juga hanya bisa dilaksanakan oleh kelompok-kelompok kerabatan yang kecil, ketat.
Fungsi melambangkan kesatuan adat dalam kenyataan berwujud penyelenggaraan-
penyelenggaraan dari ucapan agama (seperti upacara pembakaran tulang belulang nenek
moyang), atau upacara sosial politik (seperti potlatch), yang bertujuan memperkokoh rasa
indentited klen besar, fratri, atau paruh masyarakat. Masyarakat-masyarakat dengan klen besar,
tetapi tanpa fratri atau moiety, atau sudah hilang organisasi itu, juga tidak mempunyai
kehidupan klen besar, arti klen besar sebagai kelompok kerabat hilang fungsi sosialnya.
Contohnya adalah misalnya marga batak yang seperti telah diuraikan diatas, merupan klen besar
dengan beratus-ratus ribu warga, yang satu dengan yang lain tidak saling kenal-mengenal lagi.
Karena marga batak tidak kenal lagi sistem fratri atau moiety yang berarti, maka arti dari marga
besar (bukan marga kecil) dalam kehidupan orang batak hilang atri dan fungsi sosialnya.

Dalam zaman modern ini banyak dari fungsi-fungsi sosial diambil alih oleh lain-lain
pranata sosial dan lembaga-lembaga dalam masyarakat. Dalam masyarakat sekarang misalnya,
yang biasanya berdasarkan negara nasional, jarang kekuatan politik dikerahkan melalui saluran-
saluran kekerabatan, melainkan melalui partai-partai politik, organisasi buruh, atau lembaga-
lembaga politik dalam rangka negara nasional. Misalnya, mengerahkan tenaga untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan dalam masyarakat kota, bahkan sekarang makin lama makin
banyak juga dalam masyarakat perdesaan, jarang lagi memakai saluran hubungan kekerabatan,
karena bermacam-macam tenaga buruh, masing-masing dengan keahlian yang khusus, dapat
dikerahkan dalam sistem upah.
Kesimpulan

Dengan demikian dapat disampaikan bahwa hubungan kekerabatan atau kekeluargaan ini
dalam menjalin hubungannya dimulai dari tahap yang paling awal yaitu dalam keluarga atau
rumah tangga. Dan hubungan kekerabatan ini juga merupakan unsur pengikat bagi suatu
kelompok kekerabatan, caranya dapat di tempuh dengan adanya perkawinan dan juga keturunan.

Di Indonesia sendiri terdapat banyaknya sistem kekerabatan yang berlangsung dalam


berbagai suku – suku yang ada di Indonesia, contohnya seperti suku bugis dengan patron
kliennya ( sistem kesetia kawanan ) dan banyak lagi.

KHINSIP OF THERMINOLOGY

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Situs budaya bercerita tentang bagaimana bentuk budaya yang terdapat pada kelompok masyarakat
(dalam hal ini keluarga batih dan keluarga luas). Interaksi yang terjadi antara individu yang paling dikenal
maupun yang tidak biasanya dikenal membentuk pola bahasa tertentu. Prilaku dalam tutur bahasapun
sangat penting dalam suatu kehidupan sosial.
Istilah sistem kekerabatan (system of kinship terminology) menjadi topik yang diambil oleh penulis
karena penulis ingin mengetahui bagaimana penerapan istilah – istilah kekerabatan ini terimplementasi
apabila di dalam suatu keluarga terdapat 2 suku yang berbeda. Situs budaya adalah kumpulan orang
yang memiliki keunikan budaya pada daerah tertentu. Dalam hal ini istilah kekerabatan akan menjadi
suatu budaya yang unik untuk dikaji atau diobservasi, baik dalam nuclear family ataupun extended
family.
Istilah sistem kekerabatan (system of kinship terminology) ada di masing – masing suku di Indonesia.
Suatu hal yang menarik dalam observasi ini adalah bentuk pengaplikasian istilah – istilah kekerabatan
tersebut pada keluarga beda suku di kehidupan bermasyarakat. Bila melihat pada sistem kekerabatan
suku Jawa, pastilah mereka menggunakan tutur panggilan atau istilah sistem kekerabatan yang sesuai
dengan adat mereka, misalnya Bapak atau Romo untuk ayah, Simbok atau Biyung untuk ibu. Pada
masyarakat Minang sebutan untuk memanggil ayah dikenal dengan istilah Apak dan ibu dengan istilah
Amak . Lain halnya dengan masyarakat Batak Karo yang memanggil ayah dengan sebutan Bapa dan ibu
dengan istilah Nande. Begitu pula dengan masyarakat Banjar yang memanggil ayah dengan istilah Abah
dan panggilan ibu dengan istilah Uma. Namun bagaimana keadaannya bila Ego memiliki orang tua yang
berbeda etnis, apakah panggilan yang akan disebut untuk kedua orang tuanya?

2. Tujuan
- Untuk menjelaskan kepada pembaca mengenai istilah sistem kekerabatan (system of kinship
terminology) yang terdapat di beberapa suku yang diobservasi oleh penulis.
- Untuk mengetahui sejauh mana istilah sistem kekerabatan (system of kinship terminology) itu
diterapkan dalam keluarga exogami.
- Untuk menyusun karya ilmiah yang menceritakan perkembangan warisan budaya dalam bentuk bahasa
(lisan dan tulisan)

3. Manfaat
- Pembaca dapat mengetahui keunikan penyebutan istilah keluarga pada keluarga beda etnis.
- Dapat mengetahui istilah – istilah kekerabatan dari beberapa etnis

4. Objek yang dikaji


Dalam observasi ini, penulis mencoba menguraikan 4 etnis yang berbeda istilah kekerabatan, yakni :
suku Jawa, suku Minangkabau, suku Banjar, dan suku Batak. Berikut beberapa etnis yang telah
diobservasi:
- Pernikahan antarsuku Jawa dan suku Banjar
Ini terjadi pada keluarga Bapak Suharto dan Ibu Sumalia di kecamatan Air Putih, Kabupaten Batu Bara.
- Pernikahan antarsuku Batak dan suku Jawa
Pernikahan beda etnis ini terdapat pada keluarga Bapak Ramli Pohan dan Ibu Sri Astuti di Medan. Disini
terdapat perbedaan sistem kekerabatan. Bapak Ramli Pohan, sesuai marga yang dianut memakai sistem
kekerabatan orang batak yakni patrilineal, sedangkan Ibu Sri Astuti, sesuai etnisnya yakni Jawa, ia
memakai sistem kekerabatan Bilateral.
- Pernikahan antarsuku Batak Mandailing dan Minangkabau.
Pernikahan antarsuku Batak Mandailing dan Minangkabau ini diterapkan oleh keluarga Bapak
Burhanuddin Nasution dan Ibu Vivian Handayani.
- Pernikahan antarsuku Batak Karo dan Minangkabau
Bapak Asri Barus dan Ibu Yeni adalah keluarga beda etnis dan berbeda sistem kekerabatan pula.
B. Hasil Observasi
1. Gambaran umum
Seperti sistem kekerabatan pada umumnya, maka setiap etnis memiliki istilah – istilah kekerabatannya
sendiri. Penulis telah mengobservasi beberapa keluarga yang melakukan pernikahan beda suku atau
exogami. Ternyata di beberapa keluarga exogami, istilah sistem kekerabatan ada yang diterapkan sesuai
adat keluarga ayah dan disesuaikan juga dengan adat keluarga ibu. Jadi ada sebuah penyesuaian
panggilan kekerabatan pada ego ketika ia bertemu dengan keluarga ayah ataupun keluarga ibu.
Dalam bentuk yang lebih kecil lagi yakni pada keluarga batih, Ego memanggil istilah kekerabatan pada
keluarga batih disesuaikan dengan kesepakatan antara kedua orang tua. Tetapi ada juga Ego yang
menerapkan istilah kekerabatan dalam keluarganya berdasarkan bahasa Indonesia yang digunakan
secara umum, misalnya penggunaan kata om untuk pakle atau ibu untuk bukle. Ini menunjukkan adanya
proses difusi, akulturasi dan asimilasi yang terjadi di keluarga ini. Baik lingkungan keluarga maupun
lingkungan masyarakat mempengaruhi terbentuknya istilah – istilah sistem kekerabatan.

2. Istilah Kekerabatan
2.1 Sejarah Istilah Kekerabatan
Dalam Sejarah Teori Antropologi I, Lewis Henry Morgan membuat karangan etnografi yang pertama kali
pada tahun 1851 berjudul League of the Ho-de-no-Sau-nie or Iroquois. Karangan – karangannya tentang
orang Iroquois terutama berorientasi mengenai persoalan susunan kemasyarakatan dan sistem
kekerabatan. Pada mulanya Morgan membandingkan istilah kekerabatan yang terdapat pada suku
bangsa Iroquois dengan istilah – istilah kekerabatand dalam bahasa Inggris. Misalnya saja untuk istilah
Hänih dalam bahasa Seneca mengartikan bahwa semua saudara laki – laki atau banyak individu
dipanggil dengan sebutan Hänih, berbeda dengan istilah father dalam bahasa Inggris yang merujuk
kepada ayah atau bapak. Faher dalam istilah ini hanya mengarah kepada satu orang saja.
Dari kejadian tersebut Morgan mulai memahami bahwa istilah sistem kekerabatan dalam setiap etnis
berbeda – beda begitu juga dengan sistem kekerabatannya. Pada suku Iroquois ayah dan saudara pria
ayah disebut dengan satu istilah. Diartikan oleh Koentjaraningrat bahwa ini disebabkan karena sikap
orang dan mungkin hak – hak dan kewajiban orang terhadap ayah dan saudara pria ayah itu sama.
Sebaliknya dalam istilah sistem Amerika, ayah dan saudara pria ayah memiliki perbedaan sikap, hak –
hak dan kewajiban yang membuatnya memiliki istilah kekerabatan yang berbeda pula. Berikut sebuah
bagan yang memberitahukan perbedaan arti istilah Hänih dan Father yang terdapat dalam buku
Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi I dan Beberapa Pokok Antropologi Sosial.

∆∆∆
Hänih hänih hänih

a. Orang Iroquois

∆∆∆
Uncle Father Uncle


b. Orang Inggris

Melalui hasil pengamatannya terhadap orang Iroquois, Morgan menyusun sebuah angket yang berisi
tentang daftar pertanyaan mengenai istilah – istilah kekerabatan dan ia edarkan ke berbagai suku
bangsa Indian di Amerika Serikat. Ternyata hasilnya memuaskan. Lalu ia mencoba mengedarkan angket
tersebut ke daerah luar Amerika Serikat melalui lembaga Smithsonian Institute. Pada akhirnya Lewis
Henry Morgan telah berhasil mengumpulkan 139 macam istilah kekerabatan yang berasal dari berbagai
bangsa di dunia dan diterbitkannya dalam bentuk buku dengan judul Systems of Consanguinity and
Affinity of the Human Family (1871).

2.2 Aplikasi Istilah – Istilah Kekerabatan di Lingkungan Keluarga


Penulis mencoba mengurai istilah kekerabatan yang terdapat dalam 4 etnis ini kemudian
membandingkannya dengan implementasi istilah kekerabatan yang dipakai oleh 4 keluarga yang
menjadi objek kajian.
2.2.1. Suku Jawa
Sistem kekerabatan orang Jawa berdasarkan prinsip keturunan bilateral/parental yakni mengambil garis
keturunan yang diperhitungkan dari kedua belah pihak, ayah dan ibu. Dengan prinsip bilateral atau
parental ini maka Ego mengenal hubungannya dengan sanak saudara dari pihak ibu maupun dari pihak
ayah, dari satu nenek moyang sampai generasi ketiga, yang disebut sanak sedulur (kindred).
Berikut bagan dari alur istilah kekerabatan orang Jawa.
Mbah Canggah, Simbah Canggah, Eyang Canggah,

Mbah Buyut

Eyang, Mbah, Simbah, Kakek, Pak Tua

Bapak, Romo (ayah) + Simbok, Biyung (Ibu)

Kamas, Mas, / Mbak yu, Yu< EGO > Adhi, Dimas,Dik,Le

Anak

Putu

Putu Buyut, Buyut

Putuh Canggah, Canggah

Secara lengkap berikut pemaparan istilah – istilah kekerabatan untuk menyebut seseorang di dalam
kelompok kerabatnya dalam bentuk uraian adalah sebagai berikut:
a. Ego menyebut orang tua laki-laki dengan Bapak atau Rama atau Romo.
b. Ego menyebut orang tua perempuan dengan Simbok atau Biyung.
c. Ego menyebut kakak laki-laki dengan Kamas, Mas, Kakang Mas, Kakang, Kang.
d. Ego menyebut kakak perempuan dengan Mbak Yu, Mbak, Yu.
e. Ego menyebut adik laki-laki dengan Adhi, Dhimas, Dik, Le.
f. Ego menyebut adik perempuan dengan Adhi, Dhi Ajeng, Ndhuk, Dhenok.
g. Ego menyebut kakak laki-laki dari ayah atau ibu dengan Pak Dhe, Siwa, Uwa.
h. Ego menyebut kakak perempuan dari ayah atau ibu dengan Bu Dhe, Mbok Dhe, Siwa, Uwa.
i. Ego menyebut adik laki-laki dari ayah atau ibu dengan Paman, Pak Lik, Pak Cilik.
j. Ego menyebut adik perempuan dari ayah atau ibu dengan Bibi, Buklik, Ibu Cilik, Mbok Cilik.
k. Ego menyebut orang tua ayah atau ibu baik laki-laki maupun perempuan dengan Eyang, Mbah,
Simbah, Kakek, Pak Tua. Sebaliknya Ego akan disebut Putu.
l. Ego menyebut orang tua laki-laki/ perempuan dua tingkat diatas ayah dan ibu Ego dengan Mbah
Buyut. Sebaliknya Ego akan disebut dengan Putu Buyut, Buyut.
m. Ego menyebut orang tua laki-laki/perempuan tiga tingkat diatas ayah dan ibu Ego dengan Mbah
Canggah, Simbah Canggah, Eyang Canggah. Sebaliknya Ego akan disebut Putu Canggah, Canggah.

2.2.2. Suku Banjar


Waring

Sanggah

Datu

Kai (kakek) + Nini (nenek)

Abah (ayah) + Uma (mama)

Kakak < EGO > Ading

Anak

Cucu

Buyut

Intah
Dalam Suku Banjar, istilah-istilah kekerabatan untuk menyebut seseorang didalam kelompok kerabatnya
adalah sebagai berikut.
a) Ego menyebut orang tua laki-laki dengan Abah.
b) Ego menyebut orang tua perempuan dengan Uma.
c) Ego menyebut kakak laki-laki dengan abang.
d) Ego menyebut kakak perempuan dengan kakak.
e) Ego menyebut adik laki-laki dengan adik.
f) Ego menyebut saudara ayah atau ibu yang tertua dengan Julak.
g) Ego menyebut saudara ayah atau ibu yang kedua dengan Gulu.
h) Ego menyebut saudara ayah atau ibu yang tengah dengan Angah.
i) Ego menyebut adik laki-laki dari ayah atau ibu dengan Pakacil.
j) Ego menyebut adik perempuan dari ayah atau ibu dengan makacil.
k) Ego menyebut orang tua ayah atau ibu baik laki-laki maupun perempuan dengan Kai. Sebaliknya Ego
akan disebut dengan cucu.
l) Ego menyebut orang tua laki-laki/ perempuan dua tingkat diatas ayah dan Ibu dengan Datu.
Sebaliknya Ego akan disebut dengan Buyut.
m) Ego menyebut orang tua laki-laki/perempuan tiga tingkat diatas ayah dan ibu Ego dengan Sanggah.
Sebaliknya Ego akan disebut Intah.
Untuk memanggil saudara dari Kai dab Nini sama, begitu pula untuk saudara datu.Disamping istilah di
atas masih ada pula sebutan lainnya, yaitu:
• Minantu (suami / isteri dari anak Ego)
• Pawarangan (ayah / ibu dari minantu)
• Mintuha (ayah / ibu dari suami / isteri Ego)
• Mintuha lambung (saudara mintuha dari Ego)
• Sabungkut (orang yang satu Datu dengan Ego)
• Mamarina (sebutan umum untuk saudara ayah/ibu dari Ego)
• Kamanakan (anaknya kakak / adik dari Ego)
• Sapupu sakali (anak mamarina dari Ego)
• Maruai (isteri sama isteri bersaudara)
• Ipar (saudara dari isteri / suami dari Ego)
• Panjulaknya (saudara tertua dari Ego)
• Pabungsunya (saudara terkecil dari Ego)
• Badangsanak (saudara kandung)
Untuk memanggil orang yang seumur boleh dipanggil ikam boleh juga menggunakan kata aku untuk
menunjuk diri sendiri. Sedangkan untuk menghormati atau memanggil yang lebih tua digunakan kata
pian, dan kata ulun untuk menunjuk diri sendiri.
2.2.3. Suku Minangkabau
Angku (kakek) + Andung (nenek)

Apak (ayah) + Amak (mama)

Kakak < EGO > Adik

Anak

Cucu

Buyut

Istilah – istilah kekerabatan yang lain dalam masyarakat minangkabau adalah sebagai berikut:
a. Ego menyebut saudara perempuan ayah atau ibu dengan sebutan Teti, Mak uo, Mak Tuo
b. Ego menyebut saudara perempuan ayah atau ibu yang tengah dengan Teta
c. Ego menyebut saudara perempuan ayah atau ibu yang paling kecil dengan Uncu
d. Ego menyebut saudara laki – laki ayah atau ibu yang paling besar dengan Uning
e. Ego menyebut saudara laki – laki ayah atau ibu yang tengah dengan Angah
f. Ego menyebut saudara laki – laki ayah atau ibu yang paling kecil dengan Mak etek/

2.2.4. Suku Batak karo


Bulang (kakek) + Nini (nenek)

Bapa (ayah) + Nande (mama)

Kakak < EGO > Agi

Anak

Kempu

Ente

Ntah

Istilah – istilah kekerabatan lainnya adalah sebagai berikut:


a. Ego menyebut Kakak atau adik perempuan dari ayah dengan Bibi (tua, tengah,nguda)
b. Ego menyebut suami Bibi dengan Bengkila
c. Ego menyebut Abang atau adik laki – laki dari mamak dengan Mama (tua, tengah, nguda)
d. Ego menyebut istri Mama dengan Mami

Setelah mengetahui istilah kekerabatan yang terdapat pada masing – masing suku yang penulis telah
observasi, kemudian membandingkannya dengan realita yang terdapat pada keluarga yang menganut
dua etnis. Uraiannya adalah sebagai berikut :
- Pernikahan antarsuku Jawa dan suku Banjar
Sesuai data yang telah diuraikan sebelumnya, penulis menguraikan kembali objek kajian yang
diobservasi. Pertama, Ini terdapat pada keluarga Bapak Suharto (etnis Jawa) dan Ibu Sumalia (etnis
Banjar) di Air Putih, Batu Bara. Ego dalam istilah sistem kekerabatan ini bernama Desy. Dalam istilah
pemanggilan keluarga, penulis memusatkan terlebih dahulu pada keluarga batih. Jika dalam suku Jawa
memanggil orang tua laki – laki dan perempuan itu dengan sebutan Bapak atau Romo dan simbok atau
Biyung, lain halnya pada suku Banjar, orang tua laki – laki dan perempuan disebut abah dan uma. Realita
yang diperoleh adalah Ego dalam keluarga ini memanggil orang tuanya dengan istilah Bapak untuk
menyebutkan orang tua laki – laki dan istilah mamak untuk menyebutkan orang tua perempuan.
Dalam kasus ini, istilah kekerabatan dari pihak ibu tidak diterapkan dan dari pihak ayah hanya sebutan
orang tua laki – laki saja yang dipakai. Ini mungkin karena lingkungan atau kesepakatan antara ayah dan
ibu yang mempengaruhi dan membuat Ego harus memanggil istilah kekerabatan tesebut. Kemudian
pada tingkat keluarga luas (extended family) , ternyata Ego memanggil keluarga dari pihak ayah dengan
sebutan yang sama dengan istilah kekerabatannya orang Jawa, misalnya memanggil saudara laki – laki
ayah dengan sebutan Padhe dan saudara perempuan ayah dengan sebutan budhe. Namun Ego
menyebut istilah kekerabatan dari pihak ibu tidak sesuai dengan istilah kekerabatan orang Banjar,
misalnya adik laki – laki ibu disebut dengan istilah om, dan adik perempuan ibu disebut dengan istilah
ibu.
- Pernikahan antarsuku Batak dan suku Jawa
Pernikahan beda etnis ini terdapat pada keluarga Bapak Ramli Pohan (etnis Batak) dan Ibu Sri Astuti
(etnis Jawa) di Tembung. Disini terdapat perbedaan sistem kekerabatan. Bapak Ramli Pohan, sesuai
marga yang dianut memakai sistem kekerabatan orang batak yakni patrilineal, sedangkan Ibu Sri Astuti,
sesuai etnisnya yakni Jawa, ia memakai sistem kekerabatan Bilateral. Namun, dalam kehidupan sosial,
Rida Pohan sebagai Ego menarik garis keturunan dari ayah yakni patrilineal dengan mencantumkan
marga ayahnya di belakang namanya.
Suatu hal yang penulis temukan dalam kasus kedua ini, Ego dalam keluarga beda Etnis ini memanggil
istilah kekerabatan untuk orang tua laki – laki dan orang tua perempuan dengan sebuatan Bapak dan
Mamak. Namun pada keluarga luasnya, Ego memanggil istilah kekerabatan baik dari pihak ayah maupun
dari pihak ibu dengan istilah kekerabatan yang sesuai dengan suku kedua orang tuanya, misalnya uwa
untuk menyebutkan nama kakak perempuan dan laki – laki dari pihak ibu. Suku Batak yang dianut terasa
lebih dominan daripada suku Jawa. Ini terlihat dari logat bahasa yang diutarakan si Ego, tampak lebih
keras, tegas, dan terkesan agak kasar.
- Pernikahan antarsuku Batak Karo dan Minangkabau
Penulis mendapati satu keluarga yang menganut adat exogami pada keluarga Bapak Asri Barus dan Ibu
Yeni. Dalam suku ini, Reni berperan sebagai ego. Keluarga batih berbeda etnis ini menganut dua sistem
kekerabatan yakni patrilineal dari pihak ayah dan matrilineal dari pihak ibu.
Dari data yang diperoleh, keluarga ini bersepakatan menganut sistem kekerabatan patrilineal. Terlihat
juga pada Ego yang menggunakan marga ayahnya di belakang namanya. Di kasus ketiga ini, penulis
masih mendapati panggilan pada kedua orang tua dengan sebutan bapak dan mamak bukan bapa dan
nande atau abah dan uma . Dalam memanggil istilah kekerabatan pada keluarga luas (extended family)
keluarga ini menerapkan panggilan untuk kerabat keluarga sesuai dengan kesepatakan. Ego menyebut
kerabat dari pihak ayah dengan istilah kekekerabatan batak karo dan ketika bertemu dengan kerabat
dari pihak ibu, Ego menggunakan istilah kekerabatan yang biasa dipakai orang minangkabau.

- Pernikahan antarsuku Batak Mandailing dan Minangkabau.


Pernikahan antarsuku Batak Mandailing dan Minangkabau ini dilakukan oleh keluarga Bapak
Burhanuddin Nasution ( etnis Batak Mandailing) dan Ibu Vivian Handayani ( etnis Minangkabau) di
Medan. Dalam dua keluarga ini terdapat perbedaan sistem kekerabatan, dari pihak ayah menganut
sistem kekerabatan patrilineal dan dari pihak ibu menganut sistem kekerabatan matrilineal. Dalam hal
ini Ina berperan sebagai Ego. Di keluarga ini, pihak ibu lebih terlihat dominan dari pada ayah. Ini terlihat
dari tingkat kedekatan Ego lebih erat dengan adat Minangkabau begitu juga dengan penerapan istilah
sistem kekerabatannya. Dalam kasus ketiga ini, keluarga batih si Ego menyebutkan istilah kekerabatan
untuk kedua orang tua dengan sebutan ayah dan ibu. Dan untuk memanggil adik laki – laki dari ayah dan
ibu, Ego menggunakan panggilan om kepada pihak keluarga ibu.

C. PEMBAHASAN
Menurut para sarjana antropologi dalam buku “ Beberapa Pokok Antropologi Sosial”, masalah istilah
kekerabatan dapat dipandang dari tiga sudut, yakni:
1. Sudut cara pemakaian daripada istilah – istilah kekerabatan pada umumnya.
Dari sudut ini dikenal dua sistem istilah lagi yakni istilah menyapa (term of address) dan istilah menyebut
(term of reference). Istilah menyapa dipakai oleh Ego untuk memanggil seseorang kerabat saat
pembicaraan langsung, misalnya istilah menyapa bagi ibu adalah mamak atau mak. Istilah menyebut
dipakai oleh Ego ketika ia berhadapan dengan seseorang lain, berbicara tentang seorang kerabat sebagai
orang ketiga, misalnya istilah menyebut bagi ibu adalah orang tua.
2. Sudut susunan unsur – unsur bahasa dari istilah – istilahnya.
Dipandang dari sudut ini, maka istilah kekerabatan mempunyai tiga macam istilah yakni istilah kata
dasar ( elementary terms), istilah kata ambilan (derivative terms), dan istilah deskriptif (descriptive
terms). Istilah kata dasar merupakan istilah yang terdiri dari satu kata. Istilah kata ambilan merupakan
suatu istilah kata dasar ditambah dengan suatu unsur morfem yang merubah isi semantik dari kata
dasar. Istilah deskriptif merupakan suatu istilah majemuk yang terdiri dari suatu istilah kata ambilan
yang disingkat. Misalnya ibu untuk istilah kata dasar, kemenakan untuk istilah kata ambilan, dan
naksanak (anak dari sanak) atau pakwa (bapak yang tua) untuk istilah deskriptif.
3. Sudut jumlah orang kerabat yang diklasifikasikan ke dalam suatu istilah
Dalam sudut ketiga ini, para sarjana antropolog membaginya ke dalam 3 macam istilah yakni istilah
denotatif ( menunjukkan kepada satu orang kerabat saja), istilah designatif (menunjuk ke suatu tipe
kerabat atau lebih dari satu orang), dan istilah klasifikatoris (menunjukkan suatu klasifikasi istilah lebih
dari satu orang kerabat). Misalnya istilah ayah disebut istilah denotatif karena ini menyatakan bahwa
tidak ada lagi satu orang kerabat lain yang dipanggil dengan istilah ayah. Istilah daughter dalam bahasa
Inggris merupakan contoh dari istilah designatif karena menunjuk ke lebih dari satu orang kerabat Ego
apabila Ego memiliki lebih dari satu saudara perempuan sekandung. Istilah saudara merupakan contoh
dari istilah klasifikatoris misalnya saudara - saudara sekandung laki – laki dari ego, saudara – saudara
dari ayah/ibu, nak - anak saudara laki – laki ayah/ibu, anak – anak saudara perempuan ayah/ibu, dan
contoh yang lain. Artinya dalam istilah klasifikatoris ini, istilah saudara tidak hanya dari kerabat
sekandung, tetapi keseluruhan besar saudara yang tidak sedarah pun termasuk bagian dari klasifikasi ini.
Dari hasil observasi yang didapat di lapangan menunjukkan bahwa sebutan atau panggilan atau istilah
kekerabatan sedikit demi sedikit telah terkikis. Sebagai contoh pada 3 keluarga yang menjadi sample
yakni keluarga etnis Jawa- Banjar, Keluarga etnis Batak-Jawa, dan keluarga etnis Karo-Minangkabau,
kesemuanya memanggil kedua orang tua tidak dengan panggilan sesuai dengan salah satu suku yang
dianut, namun dengan panggilan “Bapak” dan “mamak”. Begitu pula dalam memanggil adik laki – laki
dari ayah atau ibu, Ego dari keluarga etnis Batak Mandailing-Minangkabau menggunakan istilah “om”.
Faktor – faktor penyebab terjadinya pergeseran fungsi istilah kekerabatan dapat diuraikan sebagai
berikut:
a. Jarak tempat tinggal antar satu anggota lain yang terlalu jauh. Misalnya suku Jawa yang bermukim di
daerah yang didominasi dengan kebudayaan suku Batak di pulau Sumatera. Sedikit banyaknya pola
kehidupan masyarakat di daerah tersebut mempengaruhi pola tingkah laku termasuk tutur atau
bahasanya yang membedakan masyarakat Jawa di pulau Jawa dan masyarakat Jawa di pulau Sumatera.
b. Lingkungan sekitar masing – masing keluarga inti yang telah banyak mempengaruhi cara hidup
anggotanya, terutama yang berdomisili di luar lingkungan suku yang dimaksud ( tertentu).
c. Adanya pengaruh media massa dalam mempresentasikan kehidupan berkeluarga. Misalnya sinetron
yang menuturkan panggilan kepada kedua orang tua dengan sebutan “ papa” dan “mama”.
d. adanya pengaruh kepercayaan religi (agama) sehingga sedikit menggeser nilai kepercayaan dalam
suatu suku yang dianut.
e. Cara pernikahan yang eksogami, sehingga terpengaruh pula oleh suku.

Interaksi yang terjadi antara individu yang paling dikenal maupun yang tidak biasanya dikenal mengikuti
suatu pola tertentu. Pola perilaku antar individu ini ditentukan oleh peraturan sosial yang dimiliki
masyarakat tersebut. Bila seorang individu berinteraksi dengan individu lain, ia harus dapat
menyesuaikan perilakunya (termasuk perilaku bahasanya) terhadap keadaan sekitarnya. Perilaku
berbahasa ditentukan oleh tingkat keakraban antara dua individu, tempat (setting), jenis kelamin,
status, dan lain sebagainya. Seorang individu harus memperhatikan hal-hal ini bila ia ingin berpartisipasi
dalam suatu kehidupan sosial dan juga supaya ia dapat diterima oleh anggota masyarakat yang lain
(Bailey dalam Lily, 1971). Seorang Guru besar pun akan marah apabila mahasiswa memanggilnya dengan
istilah “ boy, apa kabar?”, jadi penempatan atau penyesuaian diri baik itu tingkah laku maupun tutur
bahasa dibutuhkan dalam lingkungan agar tercipta kehidupan sosial yang harmonis.

D. PENUTUP
1. Simpulan
Dari hasil observasi yang diperoleh melalui 4 keluarga menunjukkan bahwa istilah kekerabatan pada
keluarga beda etnis atau keluarga yang mengambil bentuk pernikahan exogami didasarkan atas
kesepakan antara pihak laki – laki dan pihak perempuan dalam menentukan panggilan. Selain itu factor
tradisi panggilan dalam keluarga juga mempengaruhi, maksudnya ketika Ego memasuki keluarga Ibu,
maka ia harus menyesuaikan diri dengan istilah kekerabatan yang terdapat pada suku ibunya dan ketika
ia memasuki keluarga ayahnya, maka ia juga harus menyesuaikan bahasanya dalam memanggil kerabat
dari ayah. Namun ada juga beberapa keluarga yang mulai menerapkan istilah kekerabatan dengan
menyamaratakannya dengan istilah kamus bahasa Indonesia seperti ayah atau ibu untuk panggilan
orang tua laki – laki dan perempuan.
2. Rekomendasi
Tidak hanya bentuk situs budaya seperti ritual atau upacara dan aktivitas – aktivitas budaya lain yang
dilestarikan sebagai bukti warisan budaya tetapi juga Tutur atau panggilan atau istilah kekerabatan
harus dilestarikan sebagai bukti warisan budaya yang nyata. Setiap individu – individu dalam suku harus
mampu menjaga kearifan lokal lewat pengaplikasian istilah kekerabatan dalam keluarga batih dan
keluarga luasnya sehingga istilah kekerabatan atau Kinship of Terminology akan terus dapat diwariskan
kepada generasi yang akan datang. Tidak terlepas baik itu keluarga endogami ataupun keluarga
eksogami.

Anda mungkin juga menyukai