TEORI-TEORI KONFLIK
BAB I
PENDAHULUAN
1. Umum.
a. Konflik berasal dari kata kerja latin configure yang berarti saling
memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial
antara dua atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
membuatnya tidak berdaya. Tidak satu masyarakatpun yang tidak pernah
mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat
lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya
masyarakat itu sendiri.
3. Ruang Lingkup dan Tata Urut. Pokok bahasan dalam pelajaran ini
membahas tentang pengantar teori-teori konflik disusun dengan tata urut sebagai
berikut:
a. Pendahuluan
b. Teori konflik
f. Evaluasi Akhir
g. Penutup
4. Pengertian
BAB II
TEORI KONFLIK
5. Umum
Tokoh utama dalam upaya membangun teori konflik yang sistesis dan
integratif adalah Randall Collins. Conflic sosiologi karya Collins (1975) sangat
integrative karena jauh lebih berorientasi mikro ketimbang teori konflik makro.
Dahrendrf dan yang lainnya, mengenai karya awal ini, Collins mengatakan
“Kontribusi utama untuk teori konflik adalah menambah analisis tingkat mikro
terhadap teori yang bertingkat makro ini. Saya terutama mencoba menunjukkan
bahwa stratifikasi dan organisasi didasarkan atas interaksi kehidupan sehari-hari.
Dari awal Collins (1975) menjelaskan bahwa perhatiannya terhadap konflik tidak
akan bersifat ideologis; yakni, dia tidak mengawali dengan pandangan politis
bahwa konflik adalah baik atau buruk. Dia mengatakan bahwa dia memilih konflik
sebagai fokus berdasarkan landasan yang realistis, yakni bahwa konflik adalah
proses sentral dalam kehidupan sosial.
Berbeda dari teoritis lainnya yang memulai dan tetap menganalisis level
kemasyarakatan, Collins mendekati konflik dari sudut pandang individu karena
akar teoritisnya terletak dalam fenomenologi dan etnometologi. Meski ia lebih
menyukai teori berskala kecil dan bertingkat individual, Collins menyadari bahwa
sosiologi tidak akan berhasil hanya berdasarkan analisis tingkat mikro saja. Teori
konflik tak bisa berbuat apa-apa tanpa analisis tingkat kemasyarakatan. Tetapi,
sementara sebagian besar teoritis konflik percaya bahwa struktur sosial berada di
luar (eksternal), dan memaksa pihak aktor, Collins cenderung melihat struktur
sosial tak dapat dipisahkan dari aktor yang membangunnya, dan yang mana pola
interaksinya adalah esensi struktur sosial. Collins cenderung melihat struktur
sosial lebih sebagai pola interaksi ketimbang sebagai kesatuan eksternal dan
imperative. Selain itu, sementara sebagian besar teoritisi konflik melihat aktor
dipaksa oleh kekuatan eksternal, Collins berpendapat bahwa aktor terus-menerus
menciptakan ulang organisasi sosial.
6. Teori Konflik.
dalam pelestarian dan bertahannya sistem yang lebih luas tak lebih dari
sosiologi.
statis dan tak mampu menganalisis konflik sosial. Salah satu hasil dari kritik
pertama adalah karya Lewis Coser (1956) tentang fungsi konflik sosial
bermanfaat untuk melihat fungsi konflik, namun masih lebih banyak yang
konflik akan senantiasa ada dalam setiap ruang dan waktu, di mana saja
dan kapan saja. Kunci untuk memahami Marx adalah idenya tentang konflik
sosial. Konflik sosial adalah pertentangan antara segmen-segmen
masyarakat untuk merebut aset-aset bernilai.
Definisi Konflik. Konflik merupakan hal yang sering kita jumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Istilah konflik sendiri secara etimologis berasal dari
bahasa Latin con yang berarti bersama dan figure yang berarti benturan
atau tabrakan. Adanya benturan atau tabrakan dari setiap keinginan atau
kebutuhan, pendapat, dan keinginan yang melibatkan dua pihak bahkan
lebih. Menurut Degenova (2008) konflik adalah sesuatu yang normal terjadi
pada setiap hubungan, dimana dua orang tidak pernah selalu setuju pada
suatu keputusan yang dibuat. Lewin (dalam Lindzey & Hall, 1985)
menjelaskan bahwa konflik adalah keadaan dimana dorongan-dorongan di
dalam diri seseorang berlawanan arah dan hampir sama kekuatannya.
Menurut Richard E. Crable (1981) “conflict is a disagreement or a lack of
harmony”. Kalimat tersebut dapat diartikan dengan konflik merupakan
ketidaksepahaman atau ketidak cocokan. Weiten (2004) mendefenisikan
konflik sebagai keadaan ketika dua atau lebih motivasi atau dorongan
berperilaku yang tidak sejalan harus diekspresikan secara bersamaan. Hal
ini sejalan dengan defenisi yang diuraikan oleh Plotnik (2005) bahwa konflik
sebagai perasaan yang dialami ketika individu harus memilih antara dua
atau lebih pilihan yang tidak sejalan. Berdasarkan beberapa defenisi di
atas, dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan suatu keadaan yang
terjadi karena seseorang berada di bawah tekanan untuk merespon
stimulus-stimulus yang muncul akibat adanya dua motif yang saling
bertentangan dimana antara motif yang satu akan menimbulkan frustasi
pada motif yang lain.
d. Strukturalisme Konflik.
nantinya mungkin akan dapat dijadikan sebagai suatu alat yang sifatnya
instrumentalis di dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan atas
struktur sosial yang ada. Selain itu konflik juga dapat menetapkan dan
menjaga garis batas antara dua atau beberapa kelompok yang akhirnya
dengan adanya konflik inipun akan membuat kelompok yang lain untuk
memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak
lebur ke dalam dunia sosial di sekelilingnya. Seluruh fungsi positif konflik
(keuntungan dari situasi konflik yang memperkuat struktur) dapat dilihat
dalam ilustrasi suatu kelompok yang sedang mengalami konflik dengan out
grup.
perubahan itu antara lain: (1) dekomposisi modal, (2) dekomposisi tenaga
kerja (3) timbulnya kelas menengah baru. (Poloma, 1994: 130- 145).
Dimana pada saat revolusi tiba sebagian besar kelompok kecil ini
akan bergabung bersama kaum proletar untuk melawan kaum borjuis yang
sekaligus terciptanya serikat-serikat buruh yang diikuti oleh mobilitas sosial
yang cukup tinggi dari para pekerja. Mobilitas sosial inilah yang nantinya
akan merintangi gejolak revolusi yang terjadi dalam kapitalis modern. Selain
itu Dahrendorf menyatakan bawasannya ada dasar baru bagi pembentukan
kelas yaitu adanya hubungan-hubungan kekuasaan (authority) yang
menyangkut bawahan dan atasan, adanya pendikotomian antara mereka
yang berkuasa dan yang dikuasai. Dengan kata lain beberapa orang turut
serta dalam stuktur kekuasaan yang ada dalam kelompok. Tetapi pada
dasarnya tetap terdapat dua sistem kelas sosial yaitu : mereka yang
berperan serta dalam struktur kekuasaan melalui penguasaan dan mereka
yang tidak berpartisipasi melalui penundukan. Perjuangan kelas yang
dibahas Dahrendorf lebih berdasarkan pada kekuasaan dari pada pemilikan
sarana-sarana produksi.
Sejarah Awal, bukan hanya Coser saja yang tidak puas dengan
pengabaian konflik dalam pembentukan teori sosiologi. Setelah penampilan
karya Coser, seorang ahli sosiologi Jerman bernama Ralf Dahrendorf
menyadur teori kelas dan konflik kelasnya ke dalam bahasa Inggris yang
sebelumnya berbahasa Jerman agar lebih mudah dipahami oleh sosiolog
Amerika yang tidak paham bahasa Jerman saat kunjungan singkatnya ke
Amerika Serikat (1957-1958).
Selama lebih dari dua puluh tahun Lewis A. Coser tetap terikat pada
model sosiologi dengan tertumpu kepada struktur sosial, pada saat yang
sama dia menunjukkan bahwa model tersebut selalu mengabaikan studi
tentang konflik sosial. Berbeda dengan beberapa ahli sosiologi yang
menegaskan eksistensi dua perspektif yang berbeda (teori fungsionalis dan
teori konflik), Coser mengungkapkan komitmennya pada kemungkinan
untuk menyatukan kedua pendekatan tersebut.
7. Evaluasi
BAB III
EKSISTENSI DAN JENIS KONFLIK
8. Umum
9. Eksistensi Konflik
d. Tubuh; gejala tubuh oleh Sarte dilihat dalam perspektif filsafat sosial
sehingga perhatian Sarte diarahkan pada tubuh sebagai objek penelitian
ilmiah.
a. Menurut Handoko, jenis konflik antara lain konflik dalam diri individu,
konflik antar individu. Keberagaman peristiwa dari wujud konflik sosial
tersebut sesungguhnya dapat diklasifikasikan ke dalam enam kelompok
konflik sosial, yaitu :
Konflik ini terjadi pada debat pendapat atau dalam rangka mencari
solusi untuk suatu masalah sehingga tujuan utamanya adalah
ditemukannya kesamaan pendapat atau terpecahkannya masalah. Pihak
yang terlibat konflik tidak memperpanjang pertentangannya, baik yang
pendapatnya diterima maupun ditolak. Saat berakhirnya forum maka
berakhirnya pula konflik tersebut.
11. Evaluasi
BAB IV
FAKTOR, FASE DAN TAHAPAN TERJADINYA KONFLIK
12. Umum
b. Fase kedua, adalah tahap titik didih. Pada tahap ini faktor struktural
penyebab konflik kekerasan telah kondusif bagi meledaknya konfrontasi
terbuka yang saling memendam rasa permusuhan.
c. Fase ketiga, yaitu tahap peredam konflik. Pada tahap ini setiap hal
yang mengarah pada timbulnya konflik baru harus segera ditangkal sedini
mungkin.
Konflik biasanya mengikuti suatu pola yang teratur, yang terdiri dari empat
macam tahapan. Adapun tahapan konflik sebagai berikut :
Lokasi Konflik. Konflik dapat terjadi antar individu, antar kelompok dan
antar organisasi, apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada
30
pandangan yang sama sekali bertentangan satu sama lain, dan mereka tidak
pernah berkompromi, dan masing-masing menarik kesimpulan-kesimpulan
berbeda-beda, dan apabila mereka cenderung bersifat tidak toleran, maka dapat
dipastikan akan timbulnya konflik tertentu. Dengan perkataan lain persepsi
memainkan peranan penting dalam pembentukan dan pemeliharaan posisi-posisi
konflik, konflik kelompok bersifat umum, dan hal tersebut mungkin lebih penting
dalam bidang manajemen.
16. Evaluasi
BAB V
IMPLEMENTASI TEORI MODEL MANAJEMEN KONFLIK
DAN PENDEKATAN HUKUM
17. Umum.
Bila telah melakukan identifikasi dan klasifikasi konflik yang terjadi serta
efek yang ditimbulkan, maka harus memiliki langkah ataupun strategi untuk
mengatasi konflik tersebut Dengan demikian, langkah yang baik sekali dalam
memanajemen konflik adalah mengklasifikasikan peristiwa dan
mengidentifikasikan apa yang anda lakukan secara pribadi, siapa yang terlibat dan
apakah konflik telah menyebar atau menjadi konflik yang lebih luas melibatkan
banyak orang.
Dalam model ini perhatian pada diri sendiri maupun orang lain
berada dalam tingkatan yang sedang. Hal ini adalah orientasi jalan tengah.
Dalam model kompromi, setiap orang memiliki sesuatu untuk diberikan dan
siap menerima sesuatu. Kompromi paling efektif sebagai alat bila isu itu
kompleks atau bila ada keseimbangan kekuatan. Kompromi dapat menjadi
pilihan bila model lain gagal dan dua kelompok mencari jalan tengah.
Kompromi bisa menjadi pemecah perbedaan atau pertukaran konsesi.
Kompromi hampir selalu dijadikan sarana oleh semua kelompok yang
34
g. pendidikan kewarganegaraan;
k. pembinaan kewilayahan;
n. pengetasan kemiskinan;
20. Evaluasi
BAB VI
EVALUASI AKHIR
21. Evaluasi.
42
BAB VII
PENUTUP
22. Penutup.