Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Undang Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional
Indonesia (TNI) menyebutkan bahwa tugas pokok TNI adalah menegakkan
kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, serta melindungi segenap
Bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman, gangguan
terhadap keutuhan bangsa dan negara. TNI AD sebagai bagian dari TNI
merupakan komponen utama kekuatan pertahanan negara di darat yang
dalam pelaksanaan tugas pokoknya sangat ditentukan oleh sejauh mana
efektifitas pelaksanaan pembinaan satuan TNI AD. Dalam pelaksanaannya
TNI AD dibangun dan dipersiapkan untuk mampu menyelenggarakan
upaya pertahanan negara di darat sesuai dengan sistem pertahanan
negara (Sishaneg). Agar pelaksanaan tugas pokoknya dapat berhasil
secara optimal maka satuan-satuan di jajaran TNI AD melaksanakan
Pembinaan Satuan (Binsat) sehingga pencapaiannya lebih terarah dan
sesuai dengan yang diharapkan1.
Penyelenggaraan Pembinaan satuan di jajaran TNI AD dilaksanakan
dalam satu siklus pembinaan secara berkelanjutan meliputi semua aspek
yang berpengaruh terhadap pencapaian tugas TNI AD yang dilaksanakan
secara terpadu dan terencana meliputi penentuan kebijakan, strategi,
tujuan, perumusan sasaran dan penerapan sistem serta metode
pembinaan dengan menggunakan manajemen modern meliputi pembinaan
organisasi, personel, materiil, pangkalan, peranti lunak, dan latihan yang
didukung anggaran serta hasilnya akan diketahui setelah dilaksanakan
pengawasan dan pemeriksaan di seluruh satuan jajaran TNI AD.

1 Keputusan Kasad No. Kep/542/XII/2006 tanggal 29 Desember 2006, tentang Buku


Petunjuk Pelaksanaan tentang Pembinaan Satuan TNI AD. Hal ...
2

Pelaksanaan kegiatan pembinaan satuan dilaksanakan sepanjang tahun


dalam rangka meningkatkan kemampuan intelijen, tempur, pembinaan
teritorial dan kemampuan dukungan seluruh satuan jajaran TNI AD
sehingga diperoleh kesiapan operasional yang tinggi.
TNI AD memiliki tanggung jawab dalam menyiapkan dan membina
kekuatan tempur darat untuk kepentingan pertahanan nasional aspek darat.
Untuk mewujudkan tanggung jawab yang sangat besar tersebut, tentu saja
semua satuan jajaran TNI AD perlu melaksanakan Binsat secara terencana,
sistematis, terukur dan terpadu. Konsep dasar pembinaan dasar
pembinaan bertujuan untuk memperoleh daya tempur yang tinggi dan daya
kerja yang tangguh dalam mendukung tugas operasi militer untuk perang
(OMP) dan operasi militer selain perang (OMSP). Berbagai upaya dilakukan
oleh TNI AD untuk meningkatkan kemampuan prajurit baik perorangan,
kelompok maupun dalam hubungan satuan, dengan melaksanakan
pembinaan satuan yang terarah dan terencana di seluruh jajaran TNI AD.
Pembinaan satuan tersebut merupakan sistem kerja yang dapat
memproyeksi kepemimpinan komandan satuan dan pengelolaan sumber
daya yang berada disatuan tersebut yang meliputi aspek organisasi,
personel, materil, peranti lunak, pangkalan dan latihan2. Dalam rangka
mengelola keenam komponen pembinaan satuan tersebut maka kreatifitas
Komandan Satuan memegang peranan yang sangat penting dan
menentukan. Kreatifitas yang dimiliki oleh Komandan Satuan akan sangat
menentukan berhasil atau tidaknya pelaksanaan binsat. Oleh karena itu
Komandan satuan disamping memiliki pengetahuan dan kemampuan yang
memadai dibidang binsat, juga harus memiliki keterampilan untuk
melakukan berbagai terobosan yang dapat menunjang keberhasilan
pelaksanaan binsat. Komandan satuan yang berhasil dan mampu
melakukan upaya dan terobosan yang kreatif, maka akan dapat

2 Ibid, hal...
3

memberikan kontribusi dalam rangka mewujudkan satuan yang siap


operasional, sehingga mampu melaksanakan tugas pokok secara optimal.
Dalam pembinaan satuan tetap mengacu pada pokok-pokok
kebijakan Kasad yang disampaikan dalam Rapim TNI AD TA 2019. Bapak
Kasad diperlukan peningkatan peran para Komandan Satuan dalam
pelaksaan pebinaan satuan melalui penguasaan keterampilan teknis sesuai
kesenjataan/kecabangan masing-masing agar mutu dan kemampuannya
dapat terpelihara, baik secara perorangan maupun hubungan satuan.
Selain dari itu dalam setiap pelaksanaan kegiatan harus memperhatikan
azas keamanan, kenyamanan serta efektif dan efisien guna membentuk
prajurit yang profesional dan unggul.
Batalyon Kavaleri 11/MSC merupakan satuan organik Kodam
Iskandar Muda yang dibentuk sesuai kebutuhan dan perkembangan
Kodam, berkedudukan langsung di bawah Pangdam Iskandar Muda
dengan tugas pokok melaksanakan pembinaan satuan, pembinaan
teritorial secara terbatas, pengamanan VVIP/VIP dan objek vital yang
bersifat strategis serta perkuatan terhadap kekuatan kewilayahan di
Provinsi Aceh dalam rangka mendukung tugas pokok Kodam Iskandar
Muda. Guna pencapaian tugas pokok tersebut, diperlukan suatu
pembinaan satuan yang terencana, terukur dan terarah. Dengan ini
diharapkan kesiapsiagaan operasional satuan dapat terwujud dalam
mendukung tugas pokok TNI AD. Pembinaan Satuan yang dimaksud
meliputi pembinaan organisasi, pembinaan personel, pembinaan materiil,
pembinaan pangkalan, pembinaan piranti lunak, dan pembinaan latihan.
Namun kenyataannya, peneliti menemukan pembinaan satuan di Batalyon
Kavaleri 11/MSC belum berjalan optimal.
Beberapa permasalahan3 yang ada di Batalyon Kavaleri 11/MSC
terkait dengan pembinaan satuan diantaranya:

3 Laporan Evaluasi Kemantapan dan Kesiapsiagaan Operasional Batalyon Kavaleri


11/MSC pada TW II TA 2019.
4

1. Bidang personel.
a. Personel yang menduduki jabatan tidak sesuai dengan
pangkat.
b. Masih sangat sedikit personel yang mempunyai
spesialisasi jabatan sesuai dengan jabatan yang didudukinya.
2. Bidang materiil.
a. Senjata yang ada masih belum sesuai dengan TOP.
b. Ranpur yang ada masih belum sesuai dengan TOP.
c. Alat komunikasi yang ada belum sesuai TOP dan
beberapa Alkom mengalami rusak ringan sampai dengan
rusak berat.
d. Prasarana latihan yang ada belum memadai sehingga
dalam menyelenggarakan suatu latihan memanfaatkan
sarana yang ada.
3. Bidang Latihan. Beberapa materi latihan belum bisa
dilaksanakan secara maksimal, karena ada keterbatasan dukungan
latihan, sarana dan prasarana latihan yang belum memadai seperti
kurangnya senjata Pistol dan tidak adanya senjata SO minimi serta
sarana latihan Kolam Renang taktis yang belum standar.
4. Bidang pangkalan. Saat ini kondisi dislokasi satuan terbagi 2
tempat yaitu Mayon, Kikav 11.1, Kikav 11.3 dan Kima di Jantho serta
Kikav 11.2 berada di Simpang Keuramat.
5. Bidang peranti lunak. Bujuk dan referensi Batalyon Kavaleri
11/MSC masih belum lengkap khususnya yang sesuai dengan
Orgas ROK 2011 masih sebatas doktrin lapangan dan perlu adanya
penambahan Bujuk di masing-masing kompi untuk mempermudah
penyelenggaraan administrasi dan latihan satuan bawah.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas peneliti mengambil judul
“Optimalisasi pelaksanaan pembinaan satuan Batalyon Kavaleri
11/MSC secara efektif, efisien dan aman guna mewujudkan kesiapan
operasional satuan”.
5

1.2. Rumusan Masalah


Berangkat dari latar belakang penelitian yang telah diuraikan
tersebut, maka peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut:
1.2.1. Bagaiamana Binsat yang dilaksanakan oleh satauan Batalyon
Kavaleri 11/MSC dalam rangka mewujudkan kesiapan operasional
satuan?
1.2.2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam
pelaksanaan Binsat Batalyon Kavaleri 11/MSC ?
1.2.3. Bagaiamana upaya yang dilakukan oleh Batalyon Kavaleri
11/MSC untuk mengoptimalkan pelaksanaan Binsat secara efektif,
efisien dan aman, sehingga satuan memiliki tingkat kesiapan
operasional satuan yang tinggi dalam melaksanakan tugas
pokoknya ?

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian


1.3.1. Maksud
Maksud dari penelitian ini adalah untuk memberikan
gambaran dan analisis tentang Optimalisasi pelaksanaan
pembinaan satuan Batalyon Kavaleri 11/MSC secara efektif, efisien
dan aman guna mewujudkan kesiapan operasional satuan.
1.3.2. Tujuan
Dengan demikian tujuan dari penelitian ini dapat disusun
sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan dan menganalisis pelaksanaan
Binsat yang efektif, efisien dan aman guna mewujudkan
kesiapan operasional satuan.
2. Mendeskripsikan dan menganalisis faktor-faktor apa
saja yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan Binsat
yang efektif, efisien dan aman.
6

3. Mendeskripsikan dan menganalisis upaya yang


dilakukan oleh Batalyon Kavaleri 11/MSC untuk
mengoptimalkan pelaksanaan Binsat yang efektif, efisien dan
aman guna mewujudkan kesiapan operasional satuan.

1.4. Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini di bagi menjadi dua yaitu secara teoritis dan
secara praktis, manfaat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.4.1. Manfaat Teoritis
Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh manfaat
teoritis, sebagai berikut:
1. Bagi TNI AD. Hasil kegiatan KKL Binsat Pasis ini
diharapkan bermanfaat sebagai sarana evaluasi pelaksanaan
Binsat yang telah diprogramkan komando atas. Kegiatan ini
diharapkan juga menghasilkan ide-ide, pengetahuan-
pengetahuan, konsep-konsep baru tentang ilmu kemiliteran
pada matra darat, menentukan kebijakan Komando Atas
dalam pelaksanaan Binsat di jajaran Satpur, Satbanpur dan
Satbanmin dimasa yg akan datang.
2. Seskoad. Kegiatan KKL Binsat Pasis ini diharapkan
bermanfaat sebagai sarana menghasilkan ide-ide,
pengetahuan-pengetahuan, konsep-konsep baru tentang ilmu
kemiliteran pada matra darat, guna memantapkan jati diri
Seskoad sebagai Lembaga pendidikan militer yang terbaik,
terhormat dan disegani.
3. Bagi Batalyon Kavaleri 11/MSC. Hasil KKL Binsat ini
diharapkan bermanfaat bagi Batalyon Kavaleri 11/MSC
sebagai bahan evaluasi penyelenggaraan Binsat sehingga
dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam
merencanakan penyelenggaraan Binsat di masa mendatang.
1.4.2. Manfaat Praktis
7

1. Bagi Pasis. Kegiatan KKL Binsat ini diharapkan dapat


menambah pengetahuan dan wawasan tentang pelaksanaan
Binsat serta meningkatkan keterampilan penelitian yang
sangat relevan dalam melaksanakan Tupok setelah
menempuh pendidikan di Seskoad.
2. Bagi Satuan. Hasil KKL Binsat ini diharapkan
bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman tentang permasalahan penyelenggaraan Binsat
Batalyon Kavaleri 11/MSC serta mencarikan solusi
pemecahan permasalahan satuan yang terkait dengan Binsat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS


8

2.1. Tinjauan Pustaka


Sasaran Pembinaan Satuan adalah terwujudnya satuan yang
mampu melaksanakan tugas pokok secara optimal dengan didukung
semua unsur dan semua daya satuan guna tercapainya kemantapan dan
kesiapsiagaan operasional. Adapun variabel penelitian yaitu Pembinaan
Satuan ditinjau dari dukungan anggaran. Untuk mencapai target
Pembinaan Satuan yang diharapkan maka diperlukan dukungan dari aspek
yang lain dan harus dapat dikembangkan secara serasi dan terpadu.
Dengan demikian diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan kemantapan
dan kesiapan operasional satuan yang diawali penilaian secara obyektif dan
nyata di lapangan dalam merumuskan rencana dan kebijakan terkait
Pembinaan Satuan. Dalam tinjauan pustaka akan dikemukakan beberapa
teori maupun konsep yang digunakan sebagai pisau analisis dalam
menganalis permasalahan serta menawarkan upaya-upaya solutif. Dari
hasil analisis terhadap permasalahan tersebut maka akan dihasilkan suatu
kesimpulan dan juga solusi dalam rangka penyelesaian masalah.

2.1.1 Teori Optimalisasi


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia makna kata
optimalisasi adalah proses cara dan perbuatan untuk
mengoptimalkan, menjadikan paling baik, paling tinggi, dan
sebagainya.4 Merujuk pada pengertian tersebut maka optimalisasi
dapat didefinisikan sebagai sebuah proses, cara dan perbuatan
(aktivitas/kegiatan) untuk mencari solusi terbaik dalam beberapa
masalah, untuk mencapai kondisi yang terbaik sesuai dengan kriteria
tertentu. Sementara itu Winardi (1999) mendefinisikan optimalisasi
sebagai ukuran yang menyebabkan tercapainya tujuan.5

4 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,


Edisi Keempat (Jakarta: PT Gramedia, 2008) h.986
5 Winardi, Pengantar Manajemen Penjualan (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1999)
h.363
9

Apabila ditinjau dari sudut usaha, optimalisasi adalah usaha


untuk memaksimalkan kegiatan sehingga dapat memberikan
keuntungan yang diinginkan atau dikehendaki. Optimalisasi
dilakukan dengan cara memaksimalkan atau meminimalkan suatu
peran, fungsi, kinerja atau kondisi dengan tidak melanggar batasan
yang ada. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa optimalisasi
merupakan proses untuk mengoptimalkan suatu peran, fungsi,
kinerja atau suatu kondisi tertentu.
Optimalisasi sangat erat kaitannya dengan tercapainya
efektifitas dan efisiensi dalam sebuah sistem. Dengan adanya
optimalisasi, suatu sistem dapat meningkatkan efektifitasnya seperti
meminimalisir biaya, meningkatkan keuntungan, meminimalisir
waktu proses, dan sebagainya.

2.1.2 Teori Peran


Teori Peran (Role Theory) adalah teori yang merupakan
perpaduan berbagai teori, orientasi, maupun disiplin ilmu. Asal mula
istilah “peran” diambil dari dunia teater. Dalam teater, seorang aktor
harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam posisinya
sebagai tokoh itu ia diharapkan untuk berperilaku secara tertentu
pula. Oleh karena itu peran (role) dapat diartikan sebagai proses
dinamis kedudukan (status). Bruce J. Biddle (1956) mengatakan
bahwa dalam teori peran, setiap kedudukan sosial memiliki perannya
masing-masing.6 Apabila seseorang melaksanakan hak dan
kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan
suatu peran.7 Terdapat hubungan antara kedudukan dengan peran

6 Bruce J. Biddle,Role Theories; Expectations, Identities, and Behaviours(New York:


Academic Press, 1956) h.5
7 Soerjono Soekanto,Sosiologi Suatu Pengantar(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1990) h.268
10

dimana keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan karena yang satu


tergantung pada yang lain dan sebaliknya.8
Lebih lanjut Soekanto mendefinisikan peran sebagai
seperangkat harapan-harapan yang dikenakan kepada individu yang
menempati kedudukan sosial tertentu. Oleh karena itu peran
ditentukan oleh norma-norma dalam masyarakat, dimana tiap
individu diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh
masyarakat, baik dalam lingkungan kerja, lingkungan keluarga
maupun lingkungan sosial lainnya.
Selanjutnya dikatakan bahwa didalam peran terdapat dua
macam harapan, yaitu : harapan-harapan dari masyarakat terhadap
pemegang peran atau kewajiban-kewajiban dari pemegang peran
dan harapan-harapan yang dimiliki oleh pemegang peran terhadap
masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan
dengannya dalam menjalankan peran atau kewajibannya.
Teori peran menurut Levinson dalam Soekanto (2009) dapat
didefinisikan melalui tiga pendekatan.9 Pertama, peran sebagai
norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan
serangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang
dalam kehidupan bermasyarakat. Kedua, peran sebagai suatu
konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam
masyarakat sebagai organisasi. Ketiga, peran sebagai perilaku
individu yang merupakan aspek penting dalam struktur sosial
masyarakat.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat
disimpulkan bahwa peran seorang pemimpin akan sangat sentral
guna mengarahkan pada tujuan organisasi, dalam hal ini pada aspek
pembinaan satuan berdasarkan aturan dan petunjuk yang baku di

8 Ibid, h.212-213
9 Ibid, h.213
11

lingkungan organisasinya. Peran dansat dalam pelaksanaan binsat


di satuannya merupakan kunci keberhasilan proses binsat itu sendiri.

2.1.3 Teori Profesionalisme.


Penelitian ini menggunakan teori Profesionalisme militer yang
diuraikan oleh Samuel Huntington. Sebagai landasan teori dan
tinjauan pustaka lainnya maka akan diuraikan beberapa konsep
profesionalisme lainnya yang diungkapkan oleh beberapa ahli di
bidang profesionalisme.
Menurut Schein, E.H (1962) Profesi adalah suatu kumpulan
atau set pekerjaan yang membangun suatu set norma yang sangat
khusus yang berasal dari perannya yang khusus di masyarakat.
Sedangkan profesionalisme menurut Kiki Syahnakri berpendapat
bahwa Profesionalisme merupakan “roh” yang menggerakkan,
mendorong, mendinamisasi dan membentengi TNI dari tendensi
penyimpangan serta penyalahgunaannya baik secara internal
maupun eksternal
Menurut pandangan Morrow dan Goetz, profesionalisme
meliputi lima elemen :
a. Pengabdian pada profesi (dedication) yang tercermin
dalam dedikasi profesional melalui penggunaan pengetahuan
dan kecakapan yang dimiliki. Sikap ini adalah ekspresi dari
pencerahan diri secara total terhadap pekerjaan. Pekerjaan
didefinisi sebagai tujuan bukan sekedar alat untuk mencapai
tujuan. Sedangkan totalitas adalah merupakan komitmen
pribadi sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari
pekerjaan adalah kepuasan rohani dan kepuasan material.
b. Kewajiban sosial (social obligation) yaitu pandangan
tentang pentingnya peran profesi serta manfaat yang
diperoleh baik oleh masyarakat maupun profesionalisme itu
sendiri, karena adanya pekerjaan tersebut.
12

c. Kemandirian (autonomy demands) yaitu suatu


pandangan bahwa seorang profesionalisme harus mampu
membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain..
d. Keyakinan terhadap peraturan profesi (belief in self-
regulation), yaitu suatu keyakinan bahwa yang paling
berwenang dalam menilai pekerjaan profesional adalah rekan
sesama profesi bukan pihak luar yang tidak mempunyai
kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaannya dan
e. Hubungan dengan sesama profesi (profesional
community affiliation) yaitu penggunaan ikatan profesi
sebagai acuan, termasuk organisasi formal dan kelompok
kelompok kolega informal sebagai sumber ide utama
pekerjaan ini. Melalui ikatan profesi ini profesional
membangun kesadaran profesinya. Walaupun indikator
profesionalisme tersebut belum diuji secara luas, namun
beberapa penelitian empiris mendukung bahwa
profesionalisme adalah bersifat multidimensi walaupun tidak
selalu identik untuk diterapkan pada anggota kelompok yang
berbeda10
Sedangkan menurut pendapat lainnya dari Morris Janowits
sebagaimana dikutip oleh Segal dan Schwarz yang mendefinisikan
pengertian profesionalisme sebagai suatu keahlian khususnya
diperoleh melalui latihan yang intensif (special skill acquired thought
intensive training), adanya standar etik dan kepribadian (standards
of ethics and performance), rasa kebersamaan kelompok (a sense
of group identity) dan sistem administrasi yang baik (system of
internal administration).11

10 (Snizek, 1972; Kerr et al., 1977, dan Bartol, 1979 seperti yang dikutip oleh Kalbers dan
Forgaty : 1995).
11 Effendi, Muhadjir, Profesionalisme Militer : Profesionalisasi TNI, Malang : Universitas

Muhammadiyah Malang, 2011


13

Di dalam jurnal British Journal of Educational Studies


dijelaskan bahwa profesionalisme menurut Hoyle adalah sebagai
berikut “ ......... Hoyle explained profesionalism as those strategies
and rhetoric employed by members of an occupation in seeking to
improve status, salary and conditions.(p. 315)”.12 Di dalam
terjemahan dapat diartikan ............Hoyle menjelaskan bahwa
profesionalisme adalah sebagai sebuah strategi-strategi dan retorika
yang dikerjakan oleh para anggotanya di dalam sebuah pekerjaan
tersebut di dalam rangka mencari sesuatu untuk dapat
meningkatkan status, penghasilan dan keadaan yang mereka
inginkan.”
Sedangkan menurut Troman (1996,p.476) mengatakan
tentang profesionalisme sebagai berikut “ professionalism is not as
an absolute or an ideal, but as a socially constructed, contextually
variable and contested concept.”13 Dapat diartikan bahwa
profesionalisme adalah tidak sebagai sesuatu yang absolut atau
sesuatu yang ideal, akan tetapi adalah sebagai konstruksi/bangunan
sosial, variabel kontekstual dan konsep yang telah diuji.
Militer adalah sebuah organisasi yang paling sering melayani
kepentingan umum tanpa menyertakan orang-orang yang menjadi
sasaran usaha-usaha organisasi tersebut. Militer merupakan suatu
profesi sukarela karena setiap individu bebas memilih suatu
pekerjaan di dalamnya, namun dia juga bersifat memaksa karena
para anggotanya tidak bebas untuk membentuk perkumpulan
sukarela melainkan terbatas kepada suatu situasi hierarki
birokrasi14.Militer Profesional adalah militer yang memegang teguh
fungsi pertahanan keamanan, mempunyai keahlian dalam

12 Evans, Linda, Profesionalism,profesionality, and development of education profesional,


UK : British Journal of educational studies, 56 (1) pp.20-38, 2008
13 Ibid
14 Balu, Peter and Scoot,Richard, Formal Organization. San Fransisco : Chandler,1962,

hlm.54
14

menggunakan senjata, setia pada negara bukan kepada pemerintah


atau komandan, punya jiwa korsa yang kuat dan punya etika militer
yang kuat. Etika ini mementingkan ketertiban hierarki dan
pembagian tugas serta pengakuan atas nation-state sebagai bentuk
tertinggi organisasi politik15.
Ilmuwan Amerika Serikat, Samuel P. Huntington
berpandangan bahwa perubahan korps perwira militer dari bentuk
“penakluk” (warrior) menjadi kelompok profesional ditandai dengan
bergesernya nilai dari “tentara pencari keuntungan” menjadi “tentara
karena panggilan suci” contohnya pengabdian kepada Negara.
Huntington memberikan elaborasi tentang tumbuhnya
profesionalisme militer, menurutnya memiliki tiga ciri sebagai berikut
:
a. Keahlian ( Expertise ). Suatu kekuatan militer
memerlukan pengetahuan yang mendukung untuk mampu
mengorganisir, merencanakan, dan mengarahkan
aktivitasnya baik dalam keadaan perang maupun damai.
b. Tanggung jawab sosial yang khusus ( Social
Responsibility ). Seorang perwira militer disamping memiliki
nilai-nilai moral yang tinggi yang terpisah dari insentif ekonomi
juga mempunyai tanggung jawab pokok kepada negara.
Berbeda dengan masa sebelumnya, saat itu seorang perwira
seolah-olah “milik pribadi” komandannya dan harus setia
kepadanya. Pada masa profesionalisme seorang perwira
berhak mengoreksi komandannya jika sang komandan
bertentangan dengan kepentingan negara (national interest).
c. Karakter koorporasi (corporate character) yang
melahirkan rasa esprit de corps yang kuat.

15 Perlumetter, Armos, Militer dan Politik ; Jakarta , PT. Grafindo Perkasa, 2009
15

Berbeda dengan kelompok profesional yang lain, korps


perwira militer merupakan suatu “birokrasi profesional” yang
anggota-anggotanya mengabdi pada birokrasi negara tapi sebagai
suatu satuan dalam birokrasi negara korps perwira merupakan unit
sosial yang otonom, yang memiliki kemandirian dalam birokrasi,
lembaga pendidikan, jurnal, asosiasi, kebiasaan dan tradisi. Ketiga
ciri tersebut di atas melahirkan “The Military Mind” yang disebut oleh
Huntington menjadi dasar bagi hubungan militer dan negara. Inti The
Military Mind adalah suatu ideologi yang berisi pengakuan militer
profesional terhadap supremasi pemerintahan sipil. Huntington
menganggap intervensi militer dalam politik sebagai tanda adanya
pembusukan politik (political decay).16
Pendapat lainnya ditinjau dari perspektif militer Sarkesian
mendefinisikan profesional sebagai berikut : “Professional are
motivated by a sense of service and responsibility to society. Military
profesionals are expected to be prepared to give their lives to serve
the profession and state”. Menurutnya, seorang militer yang
profesional akan mencurahkan segala daya dan pikiran untuk
melaksanakan tugasnya sesuai dengan peran yang ditentukan oleh
negara dalam bidang kemiliteran, serta betul-betul menyenangi
profesinya.17
Satrio Arismunandar (2013) berpendapat bahwa dalam
konteks militer Indonesia, profesionalisme TNI menurut penjabaran
resmi diukur dari tiga hal, yaitu: kompetensi, akuntabilitas, dan
kesejahteraan. Disamping itu menurutnya ideologi juga memegang
peranan penting di dalam profesionalisme militer seperti halnya di
Negara Jerman. Tidak ada negara yang memiliki pengalaman yang
begitu beragam dan luas dalam hubungan sipil-militer seperti di

16 Huntington, Samuel P. , The Soldier and The State: The Theory and Politics Civil-
Military Relations, Cambridge : Harvard University Press, 1957, hlm 79.
17 Effendy,Muhadjir. Profesionalisme Militer : Profesionalisasi TNI, Malang : Universitas

Muhammadiyah Malang, 2011, hal. 15


16

Jerman. Hubungan sipil-militer di Jerman mengalami perubahan


mulai dari periode kerajaan, Perang Dunia I, republik, dan di bawah
Nazi. Satrio Arismunandar juga berpendapat bahwa profesionalisme
TNI bukanlah produk jadi yang siap pakai dan bisa diperoleh begitu
saja. Profesionalisme TNI adalah suatu proses, suatu kondisi
dinamis yang harus terus diperjuangkan, baik oleh jajaran TNI sendiri
maupun oleh para pemangku kepentingan lain.18
Menurut Syarifudin Tippe profesionalisme militer secara
umum termasuk profesionalisme TNI akan sangat tergantung pada
tiga dimensi yaitu : Sistem, SDM dan Alat (alutsista). Dari ketiga
dimensi tersebut kualitas SDM TNI merupakan dimensi terpenting
operasional dalam bentuk eksistensi dua dimensi lainnya, yaitu the
man behind the gun dan the man behind he system. Artinya mutu
profesionalisme TNI sangat tergantung pada kualitas SDM TNI.19
Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 menyatakan bahwa
jati diri TNI yang ke empat adalah Tentara Profesional. Tentara
profesional adalah tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi
secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis dan dijamin
kesejahteraannya serta mengikuti kebijakan politik negara yang
menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia,
ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah
diratifikasi.20.
Bila dilihat dari berbagai pengertian dari profesionalisme di
atas maka sudah seharusnya tentara Indonesia memiliki
kemampuan yang setara dan setingkat dengan negara lain serta
memiliki tingkat kesejahteraan yang baik. Hal ini tentunya harus
diimbangi dengan tingkat dukungan yang diperolehnya sesuai
dengan amanah Undang-Undang. Undang-undang yang ada telah

18 https://www.academia.edu/4951784/Perjalanan_Panjang_Profesionalisme_TNI
19 Tippe, Syarifudin Human Capital Management Model Pengembangan Organisasi
Militer Indonesia; Elex Media Komputindo ; 2012
20 UU nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
17

menegaskan bahwa TNI memiliki tugas pokok Operasi Militer untuk


Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang(OMSP).Tentara
Nasional Indonesia khususnya TNI Angkatan Darat sebagai bagian
integral dari TNI mempunyai tugas pokok menegakkan kedaulatan
negara di darat dan mempertahankan keutuhan wilayah darat
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945 serta melindungi segenap Bangsa dan tumpah darah
Indonesia di wilayah daratan dari ancaman dan gangguan terhadap
keutuhan bangsa dan negara serta melaksanakan tugas negara
dalam penyelenggaraan pendidikan dan latihan wajib militer bala
darat bagi warga negara yang diatur dengan Undang Undang.
Berbicara tentang profesionalisme TNI AD, maka hal ini tidak
dapat dilepaskan dari Undang-Undang yang mengatur peran, tugas
dan fungsi dari TNI. Apabila mengacu kepada UU no.3 tahun 2002
tentang Pertahanan Negara maka di dalam tugas pokoknya telah
jelas menyebutkan bahwa TNI bertugas pokok untuk melindungi
segenap Bangsa dan tumpah darah Indonesia di wilayah daratan
dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Oleh karena itu maka TNI AD memiliki tugas untuk mengamankan
keselamatan seluruh bangsa dan rakyat Indonesia. Di dalam UU
No.34 Tahun 2004, TNI memiliki tugas pokok Operasi Militer untuk
perang (OMP) dan Operasi militer selain perang (OMSP). Tugas
pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada UU No.34 Tahun
2004 dilakukan dengan :
a. Operasi Militer untuk perang.
b. Operasi Militer selain perang.
1) Mengatasi gerakan separatis bersenjata.
2) Mengatasi pemberontakan bersenjata.
3) Mengatasi aksi terorisme.
4) Mengamankan wilayah perbatasan.
18

5) Mengamankan objek vital Nasional yang


bersifat strategis.
6) Melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai
dengan kebijakan politik luar negeri.
7) Mengamankan Presiden dan Wakil Presiden
beserta keluarganya.
8) Memberdayakan wilayah pertahanan dan
kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan
sistem pertahanan semesta.
9) Membantu tugas pemerintahan di daerah.
10) Membantu Kepolisian Negara Republik
Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan
ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-
undang.
11) Membantu mengamankan tamu negara
setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah
asing yang sedang berada di Indonesia.
12) Membantu menanggulangi akibat bencana
alam, pengungsian dan pemberian bantuan
kemanusiaan.
13) Membantu pencarian dan pertolongan dalam
kecelakaan ( search and rescue ) serta
14) Membantu pemerintah dalam pengamanan
pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan,
perompakan, dan penyelundupan.
Berdasarkan Tugas TNI tersebut diatas, maka pada poin ke 9
dan 10 dapat dilihat salah satu tugas OMSP TNI adalah pemberian
perbantuan kepada Pemerintah Daerah dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia. Di dalam implementasinya TNI juga memiliki
tugas untuk menangani konflik sosial ataupun konflik komunal yang
menyebabkan hilangnya rasa kemanusiaan terhadap korban yang
19

terkena dampak konflik tersebut.TNI bertugas untuk memberikan


perbantuan baik kepada Pemerintah daerah maupun Kepolisian
Negara Republik Indonesia dalam turut serta menjaga stabilitas
keamanan negara.
Di dalam Undang-undang nomor 7 tahun 2012 tentang
penanganan konflik sosial menyebutkan bahwa TNI dapat diminta
untuk bertugas dalam melaksanakan penanganan konflik sosial. Di
dalam Undang-Undang penanganan Konflik Sosial tersebut,
pemerintah daerah dapat meminta TNI untuk membantu Pemerintah
daerah di dalam menangani konflik sosial. Di dalam UU Penanganan
Konflik Sosial pada pasal 33 Undang-undang Penanganan Konflik
Sosial menyebutkan bahwa dalam Status Keadaan Konflik skala
Kabupaten/kota, bupati atau walikota dapat meminta bantuan
penggunaan kekuatan TNI kepada pemerintah.21
Demikian selanjutnya jika skala konflik bersifat provinsi maka
Gubernur dapat meminta bantuan penggunaan kekuatan TNI
kepada pemerintah. Undang-undang ini meskipun memiliki jalur
birokrasi yang cukup panjang, namun sudah mengatur peran TNI di
dalam menangani konflik sosial di Negara kita. Peran TNI di dalam
penanganan konflik sosial telah diatur pula di dalam Perpang TNI
nomor 1 Tahun 2014 tentang Peran Teritorial TNI di dalam
penanganan konflik sosial.22Pemerintah saat ini telah mengeluarkan
PP no. 2 tahun 2015 yang telah mengatur peran TNI dalam
penanganan konflik sosial sebagai peraturan pelaksanaan dari UU
Nomor 7 tahun 2012 tentang UU penanganan konflik sosial.
Di dalam internal TNI sendiri Tentara profesional sebenarnya
telah diwadahi di dalam doktrin TNI Tri Darma Eka Karma. Di dalam
doktrin TNI disebutkan jati diri TNI terdiri dari 4 hal yaitu : Tentara

21 Undang-undang nomor 17 tahun 2012 tentang penanganan konflik sosial


22 Perpang TNI nomor 1 tahun 2014 tentang Peran Teritorial TNI dalam penanganan
konflik sosial
20

Rakyat, Tentara Pejuang, Tentara Nasional dan Tentara Profesional.


Adapun definisi dari Jati diri TNI tersebut seperti yang tercantum
dalam doktrin Tri Darma Eka Karma dijelaskan sebagai berikut :
a. Tentara Rakyat yaitu tentara yang berasal dari rakyat
Indonesia yang mulanya merupakan rakyat bersenjata yang
berjuang melawan penjajah untuk merebut dan
mempertahankan kemerdekaan RI. TNI mengemban amanat
perjuangan rakyat, berasal dari rakyat dan berjuang untuk
membela kepentingan seluruh rakyat Indonesia.
b. Tentara Pejuang, yaitu Tentara yang berjuang untuk
mewujudkan dan mempertahankan kemerdekaan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, mengawal ideologi Pancasila,
melindungi kepentingan nasional dalam rangka mencapai
Tujuan dan cita-cita Nasional dengan tidak mengenal
menyerah di dalam setiap pelaksanaan tugasnya.
c. Tentara Nasional, yaitu Tentara Kebangsaan
Indonesia bukan tentara kedaerahan, suku, ras atau
golongan agama tetapi tentara yang bertugas demi
kepentingan negara dan bangsa Indonesia.
d. Tentara Profesional, yaitu tentara yang mahir dan
terampil dalam melaksanakan tugasnya karena dilatih,
dididik, diperlengkapi secara baik dan dijamin
kesejahteraannya, mematuhi kebijakan politik negara yang
menganut prinsip demokrasi, hak asasi manusia dan
supremasi hukum yang adil baik dalam ketentuan hukum
nasional maupun hukum internasinal yang telah diratifikasi.
Berdasarkan uraian tentang konsep-konsep atau teori tentang
profesionalisme di atas maka Tentara profesional di Indonesia sama
halnya dengan tentara profesional di negara negara manapun
tentunya dituntut untuk mahir di dalam menggunakan peralatan
militer. Militer dalam hal ini tentara profesional juga harus mahir di
21

dalam bergerak dan juga mahir di dalam menggunakan alat tempur.


Tentara profesional juga dituntut harus mampu melaksanakan tugas
secara terukur dan memenuhi nilai-nilai akuntabilitas.
Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa profesionalisme
militer yang pada awalnya adalah bertujuan untuk mencari
keuntungan maka pada era modern saat ini telah berubah yakni
bertujuan untuk tujuan suci seperti halnya mengabdi kepada negara.
Di era dunia yang kian terbuka saat ini maka dapat dilihat
profesionalisme militer Indonesia khususnya prajurit TNI AD saat ini
tengah mengarah kepada tentara profesional. Hal ini lazim untuk
dicapai seperti halnya di negara-negara lainnya di dunia. Meskipun
terdapat perbedaan-perbedaan di dalam melihat konteks
profesionalisme militer di dalam maupun di luar negeri namun pada
hakikatnya profesionalisme militer di negara-negara dunia memiliki
tugas suci untuk menjaga kedaulatan Negara dan keutuhan
bangsanya.
Di dalam penelitian ini penjelasan dari Samuel Huntington
tentang profesionalisme akan digunakan sebagai teori utama untuk
menganalisis masalah penelitian karena penjelasan tentang aspek-
aspek dalam teori tersebut dianggap dapat menjawab pertanyaan
penelitian melalui suatu analisis dan konsep lainnya dalam bab ini
digunakan sebagai teori dan konsep pendukung untuk menganalisis
masalah. Penjelasan tentang teori dan konsep pendukung untuk
melengkapi analisis masalah penelitian dalam rangka memperoleh
jawaban atas penelitian dalam rangka memperoleh jawaban atas
penelitian.

2.1.4 Kesiapan Satuan


22

Menurut Yusnawati23 ”kesiapan merupakan suatu kondisi


dimana seseorang telah mencapai pada tahapan tertentu atau
dikonotasikan dengan kematangan fisik, psikologis, spiritual dan
skill”. Menurut Suharsimi Arikunto24 “kesiapan adalah suatu
kompetensi berarti sehingga seseorang yang mempunyai
kompetensi berarti seseorang tersebut memiliki kesiapan yang
cukup untuk berbuat sesuatu”.
Lain halnya dengan Slameto25 “kesiapan adalah keseluruhan
kondisi yang membuatnya siap untuk memberi respon atau jawaban
di dalam cara tertentu terhadap suatu situasi. Penyesuaian kondisi
pada suatu saat akan berpengaruh pada kecenderungan untuk
memberi respon”. Kesiapan adalah suatu kondisi yang dimiliki baik
oleh perorangan maupun suatu badan dalam mempersiapkan diri
baik secara mental, maupun fisik untuk mencapai tujuan yang
dikehendaki.
Menurut Slameto26 ada tiga aspek yang mempengaruhi
kesiapan yaitu:
1. Kondisi fisik, mental, dan emosional
2. Kebutuhan atau motif tujuan
3. Keterampilan, pengetahuan, dan pengertian yang lain
yang telah dipelajari.
Slameto27 juga mengungkapkan tentang prinsip-prinsip
readiness atau kesiapan yaitu:
1. Semua aspek perkembangan berinteraksi (saling
pengaruh mempengaruhi).

23 Yusnawati. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi


Aksara. 2007, hal. 11.
24 Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka

Cipta. 2001, hal.54.


25 Slameto. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

(2010), hal.13.
26 Ibid, hal 14.
27 Ibid, hal 15.
23

2. Kematangan jasmani dan rohani adalah perlu untuk


memperoleh manfaat dari pengalaman.
3. Pengalaman-pengalaman mempunyai pengaruh yang
positif terhadap kesiapan.
4. Kesiapan dasar untuk kegiatan tertentu terbentuk
dalam periode tertentu selama masa pembentukan dalam
masa perkembangan.
Binsat dilaksanakan guna meningkatkan kesiapan satuan dalam
melaksanakan tugas pokok. Kesiapan satuan merupakan
keseluruhan kondisi yang membuatnya siap untuk memberi respon
atau jawaban di dalam cara tertentu terhadap suatu situasi.

2.1.5 Teori Pembinaan.


Menurut Oteng Sutisna (2008) konsep pembinaan secara
spesifik yakni pembinaan personil yaitu Proses proses perbaikan
prestasi (perform) personil melalui pendekatan-pendekatan yang
menekankan realisasi diri, pertumbuhan diri, dan perkembangan diri.
Pembinaan meliputi kegiatan-kegiatan yang diarahkan kepada
perbaikan dan pertumbuhan kesanggupan, sikap, ketrampilan dan
pengetahuan dari pada anggota organisasi.28 Seperti yang
diungkapkan oleh Widjaja (1998) Pembinaan adalah suatu proses
atau pengembangan yang mencakup urutan-urutan pengertian,
diawali dengan mendirikan, membutuhkan, memelihara
pertumbuhan tersebut yang diserta dengan usaha-usaha perbaikan,
penyempurnaan, dan mengembangkannya.29
Sedangkan fungsi Pembinaan secara umum adalah untuk
mencapai sasaran yaitu untuk memiliki bawahan yang kompeten dan
beradaptasi dengan keterampilan terbaru, pengetahuan dan

28 Sutisna, Oteng Administrasi Pendidikan : Dasar Teoritis Untuk Praktek Profesional


(Bandung : Angkasa, 2008) h.20
29 Pengertian Pembinaan diakses di http:// pengertian-menurut. blogspot. co.id /2015 /05/

pengertian- pembinaan- menurut-ahli. html pada


24

kemampuan melaksanakan pekerjaan mereka lebih baik. Fungsi ini


sangat berkaitan erat dengan fungsi motivasi. Motivasi sebagai salah
satu fungsi paling primer dalam suatu proses managemen, karena
merupakan faktor perangsang dan pendorong kemauan dan
keinginan para pegawai atau personil pada sebuah organisasi untuk
melaksanakan kegiatan pekerjaan yang diembannya menurut
ukuran atau batas-batas sesuai aturan yang telah ditentukan.
Lebih lanjut Hasibuan (2014) mendifinisikan motivasi adalah
pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan
seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan
terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai
kepuasan. 30 Jadi motivasi mempersoalkan bagaimana caranya
mengarahkan daya dan potensi bawahannya, agar mau bekerja
sama secara produktif, berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan
yang telah ditentukan. Pentingnya motivasi karena motivasi adalah
hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku
manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang
optimal.
Dalam hubungannya dengan motivasi, kepemimpinan sangat
berpengaruh terhadap penciptaan lingkungan kelompok yang
kondusif agar dapat memotivasi anggota-anggota kelompoknya.
Agar dapat menginspirasi individu untuk memotivasi dirinya sendiri,
seorang pemimpin perlu memahami kebutuhan dan keinginan
individu tersebut. Lingkungan kondusif yang dapat memotivasi
sangat penting, karena motivasi setiap individu akan berkorelasi
langsung dengan kinerja organisasi.
Aktivitas pembinaan yang mengandung unsur-unsur
mempertahankan, menyempurnakan dan pembaharuan dengan
sifat-sifat dinamik, progresif, dan inovatif, dapat berjalan dengan baik

30 Hasibuan, Malayu S.P Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta : Rineka Cipta,
2014) h.21
25

bila dilaksanakan berdasarkan perencanaan yang matang. Hal ini


sejalan dengan apa yang diungkapkan Merill (1981) bahwa
pembinaan merupakan suatu usaha yang dilaksanakan berdasarkan
perencanaan tertentu agar pengetahuan, sikap dan keterampilan
sasaran pembinaan (subyek) dapat meningkat.31 Tujuan untuk
meningkatkan ketiga domain tersebut di atas memberikan
pemahaman kepada kita bahwa pembinaan juga mengandung
dimensi pengembangan. Kedua kegiatan itu hampir tidak
mempunyai perbedaan, karena keduanya mengandung unsur
mempertahankan dan menyempurnakan
Untuk membedakan keduanya, sebagian para ahli
berpendapat “Pembinaan dimaksudkan atau diperuntukkan pada
manusia, sedangkan pengembangan diperuntukan pada
organisasi”. Walaupun demikian, keduanya tetap mengandung unsur
mempertahankan dan menyempurnakan serta bersifat dinamis,
progresif dan inovatif. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa
keduanya mempunyai substansi yang sama, sehingga menjadi jelas
bahwa aktivitas pembinaan, juga mengandung dimensi
pengembangan.
Sedangkan Thoha (2015) mengemukakan pula bahwa ada
dua unsur yang terdapat dalam pengertian itu, yakni pembinaan
merupakan suatu tindakan, proses, atau pernyataan dari suatu
tujuan dan kedua pembinaan menunjukan perbaikan atas sesuatu.32
Permasalahan yang dapat diajukan adalah titik berat dari makna
pembinaan itu sendiri yang dapat diartikan sebagai proses atau
materi upaya pembinaan.

31 Konijo, Hartin Kadir (2014) Pembinaan Olahraga Melalui Kelompok Belajar


Olahraga (KBO) di pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) Lamahu Jaya Desa
Tabongo Timur Kecamatan Tabongo Kabupaten Gorontalo diakses di
http://eprints.ung.ac.id/67/ pada
32 Thoha, Miftah Ilmu Administrasi Publik Kontemporer (Jakarta : Prenada Media Group,

2015) h.207
26

Dari penjelasan di atas, menggambarkan bahwa pembinaan


merupakan suatu proses untuk mempertahankan, menyempurnakan
dan mengembangkan berbagai tindakan. Sedangkan materi
pembinaan hanyalah salah satu bagian dari proses. Hal ini dapat
dipahami sebab pembinaan juga merupakan sebuah cara atau
prosedur yang ditempuh dalam pencapaian tujuan. Proses dan
kegiatan itu sendiri bersifat dinamis, progresif dan inovatif. Karena
itu dapat disimpulkan bahwa pembinaan adalah suatu proses,
tindakan dan kegiatan yang dilaksanakan berdasarkan perencanaan
tertentu dengan maksud untuk mempertahankan, meningkatkan,
menyempurnakan dan mengembangkan tindakan, proses serta hasil
yang telah kita capai. Dengan demikian jelas pembinaan yang
dimaksudkan di sini juga mengandung dimensi pengembangan
sehingga dalam uraian selanjutnya akan digunakan istilah
pembinaan, atau keduanya dipakai secara bersamaan.
Dari beberapa definisi di atas, jelas bagi kita maksud dari
pembinaan itu sendiri dan pembinaan tersebut bermuara pada
adanya perubahan ke arah yang lebih baik dari sebelumnya, yang
diawali dengan kegiatan perencanaan, pengorganisasian,
pembiayaan, koordinasi, pelaksanaan, dan pengawasan (Santoso,
2010). 33 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembinaan
adalah suatu yang dilakukan demi mencapai perubahan dengan
usaha yang sangat keras demi hasil yang lebih baik pula. Di samping
itu juga pembinaan ini harus dilakukan semaksimal mungkin, karena
hal ini memiliki pengaruh bagi kesiapan organisasi.

2.1.6 Konsep Pembinaan Satuan TNI AD.


Pembinaan satuan TNI AD meliputi pembinaan organisasi,
personel, materiil, peranti lunak, pangkalan, dan latihan yang

33 Pengertian Pembinaan diakses di http:// pengertian-menurut. blogspot. co.id /2015 /05/


pengertian- pembinaan- menurut-ahli. html pada
27

dilaksanakan secara berkelanjutan. Untuk mencapai sasaran


pembinaan satuan di lingkungan TNI AD perlu memperhatikan
ketentuan umum penyelenggaraan pembinaan satuan, yang meliputi
hakikat, peran, tujuan, sasaran, metode, prinsip-prinsip kegiatan dan
ketentuan administrasi serta pengelolaan dukungan anggaran.
Pembinaan satuan di lingkungan TNI AD pada hakikatnya untuk
menyiapkan dan meningkatkan kemampuan satuan guna
melaksanakan tugas pokok dengan melakukan pembinaan di bidang
organisasi, personel, materiil, pangkalan, peranti lunak dan latihan
serta didukung dengan anggaran yang memadai34. Tujuan dan
sasaran pembinaan satuan adalah sebagai berikut:
1) Tujuan pembinaan satuan. Guna mewujudkan satuan
yang siap operasional dalam melaksanakan tugas pokok
secara berdaya dan berhasil guna.
2) Sasaran pembinaan satuan.
a) Terwujudnya naluri prajurit tentang temu cepat,
lapor cepat dan deteksi dini untuk mengantisipasi
permasalahan yang terjadi di sekitar satuannya.
b) Terwujudnya organisasi satuan yang siap
operasional sesuai kebijakan pimpinan.
c) Terlaksananya pembinaan personel satuan di
bidang pembinaan personel, pembinaan karier,
pembinaan moril dan kesejahteraan serta pembinaan
hukum, mental dan tata tertib sehingga akan
memaksimalkan pelaksanaan tugas pokok.
d) Tercapainya kondisi materiil satuan yang siap
pakai.
e) Tercapainya peranti lunak satuan yang lengkap,
valid dan operasional.

34 Kasad. 2006. Buku Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Satuan TNI AD.


28

f) Terwujudnya pangkalan satuan yang siap


digunakan untuk pelaksanaan tugas dan dapat
menjamin efektifitas kegiatan serta memelihara
kesejahteraan prajurit beserta keluarganya.
g) Terlaksananya kegiatan latihan perorangan dan
satuan, agar prajurit memiliki pengetahuan dan
keterampilan untuk melaksanakan tugas secara
optimal.
h) Meningkatnya kemanunggalan TNI-Rakyat
dengan mempedomani Lima Kemampuan Teritorial
prajurit dan satuan dalam rangka pelaksanaan
pembinaan teritorial.

2.1.7 Ketentuan Umum Penyelenggaraan Pembinaan Satuan.


Pembinaan satuan TNI AD meliputi pembinaan organisasi, personel,
materiil, peranti lunak, pangkalan, dan latihan yang dilaksanakan
secara berkelanjutan. Untuk mencapai sasaran pembinaan satuan
di lingkungan TNI AD perlu memperhatikan ketentuan umum
penyelenggaraan pembinaan satuan, yang meliputi hakikat, peran,
tujuan, sasaran, metode, prinsip-prinsip kegiatan dan ketentuan
administrasi serta pengelolaan dukungan anggaran. Pembinaan
satuan di lingkungan TNI AD pada hakikatnya untuk menyiapkan dan
meningkatkan kemampuan satuan guna melaksanakan tugas pokok
dengan melakukan pembinaan di bidang organisasi, personel,
materiil, pangkalan, peranti lunak dan latihan serta didukung dengan
anggaran yang memadai.
Adapun peran pembinaan satuan adalah mendukung
pelaksanaan program kerja di bidang organisasi, personel, materiil,
peranti lunak, pangkalan dan latihan serta pembinaan teritorial
sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai. Melaksanakan
peningkatan kemampuan prajurit dan satuan di luar program yang
29

sudah ditentukan dan dianggap perlu oleh komandan satuan karena


belum dapat mencapai hasil maksimal. Dengan tujuan mewujudkan
satuan yang siap operasional dalam melaksanakan tugas pokok
secara berdaya dan berhasil guna.
Sasaran-sasaran pembinaan satuan meliputi : terwujudnya
naluri prajurit tentang temu cepat, lapor cepat dan deteksi dini untuk
mengantisipasi permasalahan yang terjadi di sekitar satuannya,
terwujudnya organisasi satuan yang siap operasional sesuai
kebijakan pimpinan, terlaksananya pembinaan personel satuan di
bidang pembinaan personel, pembinaan karier, pembinaan moril dan
kesejahteraan serta pembinaan hukum, mental dan tata tertib
sehingga akan memaksimalkan pelaksanaan tugas pokok,
tercapainya kondisi materiil satuan yang siap pakai, tercapainya
peranti lunak satuan yang lengkap, valid dan operasional,
terwujudnya pangkalan satuan yang siap digunakan untuk
pelaksanaan tugas dan dapat menjamin efektifitas kegiatan serta
memelihara kesejahteraan prajurit beserta keluarganya,
terlaksananya kegiatan latihan perorangan dan satuan, agar prajurit
memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk melaksanakan tugas
secara optimal, meningkatnya kemanunggalan TNI-Rakyat dengan
mempedomani Lima Kemampuan Teritorial prajurit dan satuan
dalam rangka pelaksanaan pembinaan teritorial.
Adapun metode yang digunakan dalam pembinaan satuan
adalah Observasi (pengamatan), yang dilaksanakan secara terus
menerus oleh komandan satuan terhadap kegiatan Binsat di
satuannya guna mencapai sasaran yang telah diprogramkan.
Latihan yang dilaksanakan untuk meningkatkan keterampilan dan
kemampuan prajurit di satuan sehingga dapat diaplikasikan dalam
menunjang tugas pokok. Evaluasi yang dilaksanakan untuk
mengetahui hal-hal yang menjadi kelemahan/ kekurangan satuan
30

tersebut dalam melaksanakan tugas pokok dan selanjutnya


dicarikan solusi pemecahannya.
Untuk melaksanakan kegiatan pembinaan satuan maka harus
didasarkan kepada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Tujuan. Penentuan tujuan kegiatan dilaksanakan untuk
memberikan arah dalam rangka pencapaian sasaran
pembinaan satuan di lingkungan TNI AD. Untuk menjamin
tercapainya sasaran pembinaan satuan maka tujuan
senantiasa harus dipegang teguh dengan tetap
memperhatikan kekenyalan bertindak dalam menghadapi
setiap perubahan situasi dan kondisi yang terjadi.
2) Kesatuan Komando. Keterpaduan, keserasian dan
keselarasan dalam melaksanakan setiap usaha dan kegiatan
merupakan faktor utama untuk mencapai sasaran kegiatan
pembinaan satuan di lingkungan TNI AD yang berdaya guna
untuk itu diperlukan kesatuan komando dalam
penyelenggaraan kegiatan.
3) Terus menerus. Penyelenggaraan kegiatan
pembinaan satuan di lingkungan TNI AD dilaksanakan
secara terus menerus dan berkelanjutan mulai dari tingkat
perorangan sampai tingkat satuan dalam rangka
mewujudkan prajurit profesional serta satuan yang handal.
4) Terkoordinasi. Penyelenggaraan pembinaan satuan di
lingkungan TNI AD dilakukan secara efektif, efisien dan
terkoordinasi untuk menghindari adanya duplikasi kegiatan.
5) Terukur. Pembinaan satuan dilaksanakan secara
terukur untuk mengetahui pencapaian hasil dan hal-hal yang
menjadi kelemahan dan kelebihan agar dapat dijadikan
bahan penyempurnaan selanjutnya.

2.2. Kerangka Pemikiran


31

Agar tercapainya kesiapan operasional satuan maka perlu adanya


pelaksanaan pembinaan satuan yang terencana, terarah dan terukur.
Dengan latar belakang dan tinjauan pustaka yang telah diuraikan di atas,
peneliti ingin mengetahui lebih dalam tentang pelaksanaan pembinaan
satuan di Batalyon Kavaleri 11/MSC dengan mengacu kepada kerangka
pemikiran yang digambarkan seperti dibawah ini.
1.Teori teori
2.Landasan Hukum

PERMASALAHAN PROSES

Pelaksanaan Optimalisasi Binsat yang


Pembinaan Pembinaan Satuan Pelaksanaan efektif,
Satuan di Batalyon Pembinaan Satuan Di efisien dan
Kavaleri 11/MSC Batalyon Kavaleri aman
belum Optimal 11/MSC

FAKTOR YG
BERPENGARUH Terwujudnya
2.3. Hasil Penelitian Terdahulu. Kesiapan
Operasional
Satuan
2.3.1. Penelitian terdahulu yang dibahas mengenai “Optimalisasi
Pembinaan Satuan Batalyon Perhubungan Dalam Rangka
Mewujudkan Kesiapan Operasi Satuan” oleh Yanuar Kurniawan
{2012)35. Dalam penelitian ini menjelaskan mengenai pelaksanaan
pembinaan personel di Batalyon Perhubungan yang belum optimal
dalam rangka mendukung tugas pokok satuan yang diharapkan.
Disposisi Yonhub yang berada tepat di jantung Ibu kota Jakarta
membawa konsekuensi tersendiri terhadap banyaknya dinamika
yang mempengaruhi kinerja Satuan dalam memenuhi tugas
pokoknya. Dengan tingginya dinamika kehidupan ibu kota

35 Yanuar Kurniawan, Karlismil “Optimalisasi Pembinaan Satuan Batalyon Perhubungan


Dalam Rangka Mewujudkan Kesiapan Operasi Satuan”, Bandung 2012
32

dihadapkan dengan besarnya tuntutan tugas, kondisi satuan Yonhub


saat ini masih belum dapat memenuhi tuntutan tugas yang
diharapkan, khususnya di bidang personel masih banyak mengalami
permasalahan berupa degradasi baik dari sisi jumlah personel dalam
memenuhi DSPP, kemampuan Ilpengtek, kesamaptaan jasmani,
permasalahan karir dan kualitas kesejahteraan, pelanggaran
anggota serta kondisi ketahanan mental dan moralitas yang
berdampak kepada menurunnya kinerja satuan Yonhub dalam
pelaksanaan tugas dilapangan. Kondisi Yonhub saat ini yang cukup
memprihatinkan tersebut, harus dapat segera diperbaiki sehingga
diharapkan Satuan Yonhub dapat memenuhi tuntutan tugas secara
profesional dan proporsional. Oleh karena itu guna terwujudnya
Satuan Yonhub yang selalu dapat memenuhi tuntutan tugas secara
optimal maka diperlukan optimalisasi pembinaan Satuan Yonhub
dalam rangka mewujudkan kesiapan operasi satuan. Sasaran dalam
upaya meningkatnya kemampuan Personel Yonhub dalam setiap
pelaksanaan tugas pokok satuan sesuai dengan dinamika yang
berkembang dengan sasaran agar Terpenuhinya TOP/DSPP
mendekati 95 % sehingga dapat mencapai kondisi Siap Ops.
Meningkatnya kemampuan personel di bidang Ilmu pengetahuan
dan teknologi. Meningkatnya kemampuan jasmani anggota.
Tertatanya pembinaan karir di satuan serta meningkatnya
kesejahteraan anggota. Menurunnya tingkat pelanggaran anggota
baik pelanggaran disiplin maupun pidana serta tingginya mentalitas
dan moralitas dalam melaksanakan tugas di satuan.

2.3.2 Penelitian lain oleh Adi Suryanto (2012)36 yang berjudul


“Optimalisasi Pembinaan Satuan Yonzipur Dalam Rangka
Mendukung Tugas OMSP” Dalam penelitian ini menjelaskan dalam

36Adi Suryanto, Karlismil “Optimalisasi Pembinaan Satuan Yonzipur Dalam Rangka


Mendukung Tugas OMSP” Bandung 2012
33

Pelaksanaan tugas satuan Yonzipur yang berada pada jajaran TNI


AD, secara umum telah berjalan sesuai dengan yang telah
diprogramkan, namun dihadapkan kepada tuntutan penanggulangan
bencana alam akibat letusan gunung berapi. Maka hasil
pelaksanaan tugas belum secara maksimal mencapai tujuan dan
sasaran yang diharapkan dan kurang sinergisnya pembinaan satuan
yang dilaksanakan. Pembinaan Organisasi di Satuan Yonzipur saat
ini sesuai dengan Orgas Yonzipur dengan dasar Keputusan Kepala
Staf Angkatan Darat Nomer KEP/54/X/2005 Tanggal 14 Oktober
2005 tentang Organisasi dan Tugas Yonzipur. Organisasi Yonzipur
disusun dalam 4 (empat) eselon sebagai berikut : Eselon Pimpinan,
Eselon Pembantu Pimpinan, Eselon Pelayanan dan Eselon
Pelaksana. Dihadapkan dengan kondisi yang ada seperti saat ini
dan pelaksanaan tugas untuk memberikan bantuan penanganan
bencana alam dan tugas perbantuan kemanusian, organisasi yang
ada sekarang belum secara optimal dapat menjawab tantang tugas
yang diberikan. Latihan yang diselenggarakan di satuan Yonzipur
berdasarkan Program kerja Satuan Atas (Kodam, Kostrad) dan
pembina kecabangan oleh Ditziad yang dituangkan ke dalam
program kerja satuan. Latihan program dalam kesiapan satuan
menghadapi tugas OMP telah berjalan dengan baik, sedangkan
latihan yang diarahkan kepada tugas OMSP khususnya penanganan
bencana alam akibat letusan gunung berapi belum ada di dalam
program. Indikasi ini dapat dilihat dari tidak optimalnya satuan
Yonzipur saat menangani bencana alam tersebut. Kondisi pangkalan
satuan Yonzipur saat ini rata-rata 56,85%, hal ini sangat tergantung
dari anggaran perawatan pangkalan yang disiapkan oleh komando
atas. Dalam hal kesiapan menghadapi bencana alam akibat letusan
gunung berapi dapat dikatakan tidak berpengaruh langsung
terhadap kesiapan satuan namun dengan penataan pangkalan
yang baik guna mendukung pelaksanaan tugas penanganan
34

bencana akan memperlancar pelaksanaan tugas yang dibebankan.


Penataan pangkalan saat ini masih menggunakan
petunjuk/peraturan yang belum memfasilitasi kesiapan Yonzipur
dalam mengadapi tugas penanganan bencana alam akibat letusan
gunung berapi.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian atau Rancangan Penelitian


Penelitian ini didesain dengan pendekatan kualitatif (qualitative
research). Menurut Moleong (2011) penelitian kualitatif adalah penelitian
yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subyek penelitian mislanya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dll, secara
holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,
pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan
berbagai metode alamiah.37

37 Moleong, Lexy.J Metodelogi Penelitian Kualitatif (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,


2011) h.6
35

Sedangkan jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian


kualitatif deskriptif analitis. Jenis penelitian deskriptif adalah jenis penelitian
untuk mengkaji status sekelompok manusia, suatu objek, suatu setting
kondisi, suatu sistem pemikiran tertentu atau suatu kelas peristiwa pada
masa sekarang. Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar
dan bukan angka-angka, hal itu disebabkan oleh adanya penerapan
metode kualitatif.38 Dengan demikian penelitian ini akan berisi kutipan-
kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian laporan tersebut.
Penelitian kualitatif ini secara spesifik lebih diarahkan pada
penggunaan metode studi kasus (Case Study). Sebagaimana pendapat
Stake (sebagaimana dikutip dalam Creswell, 2013) yang menyebutkan
bahwa studi kasus merupakan strategi penelitian dimana di dalamnya
peneliti menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas,
proses atau sekelompok individu dalam waktu tertentu.39
Berdasarkan alasan yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti
pun memiliki alasan untuk memilih metode yang tepat digunakan di dalam
penelitian ini adalah metode penelitian studi kasus. Metode studi kasus
digunakan karena penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara utuh
mengenai Optimalisasi pelaksanaan pembinaan satuan Batalyon Kavaleri
11/MSC secara efektif, efisien dan aman guna mewujudkan kesiapan
operasional satuan agar peneliti mendapatkan galian masalah yang lebih
mendalam serta faktor-faktor lainnya yang berpotensi terjadinya Konflik
Sosial, selain itu peneliti ingin melakukan interaksi langsung dengan
sumber data yang berada di lapangan. Salah satu data primer yang akan
digunakan adalah wawancara dengan narasumber yang kompeten
terhadap kasus ini sedangkan data sekunder digunakan berupa data-data
yang ada di Batalyon Kavaleri 11/MSC.

38 Ibid h.11
39 Creswell, John,W Research Design : Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2013) h.20
36

Data-data yang diperoleh di lapangan akan direduksi sesuai dengan


kisi-kisi penelitian sehingga dapat dihasilkan konsep penelitian. Guna
menjaga validitas penelitian, peneliti menggunakan trianggulasi data untuk
memverifikasi setiap temuan lapangan. Dengan demikian, peneliti dapat
memastikan konsep yang muncul adalah realitas di lapangan bukan
sekedar persepsi informan tentang realitas yang diteliti.
Dalam penelitian ini, agar pelaksanaannya terarah dan sistemastis
maka disusun tahapan-tahapan penelitian. Menurut Moleong (2011), ada
tiga tahapan dalam pelaksanaan penelitian yaitu sebagai berikut:
3.1.1 Tahap pra lapangan. Peneliti mengadakan survei
pendahuluan yakni dengan mencari subjek sebagai narasumber.
Selama proses survei ini peneliti melakukan penjajagan lapangan
(field study) terhadap latar penelitian, mencari data dan informasi.
Peneliti juga menempuh upaya konfirmasi ilmiah melalui
penelusuran literatur buku dan referensi pendukung penelitian. Pada
tahap ini peneliti melakukan penyusunan rancangan penelitian yang
meliputi garis besar metode penelitian yang digunakan dalam
melakukan penelitian.
3.1.2 Tahap pekerjaan lapangan. Dalam hal ini peneliti memasuki
dan memahami latar penelitian dalam rangka pengumpulan data
yang diperlukan dalam penelitian. Dalam proses pengumpulan data
ini peneliti juga melakukan analisis dan pengecekan keabsahan
data.
3.1.3 Tahap analisis data. Tahapan yang ketiga dalam penelitian ini
adalah analisis data. Peneliti dalam tahapan ini melakukan
serangkaian proses analisis data kualitatif sampai pada interpretasi
data-data yang telah diperoleh sebelumnya. Selain itu peneliti juga
menempuh proses triangulasi data yang diperbandingkan dengan
teori kepustakaan. 40

40 Moleong, Lexy.J Metodelogi Penelitian Kualitatif (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,


2011) h.127-148
37

3.2. Data, Teknik Pengumpulan Data dan Sumber Data


3.2.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
informan. Yang termasuk data primer adalah transkip hasil
wawancara, pengaruh sistem penyimpanan arsip Koran suara
merdeka terhadap kemudahan proses temu kembali informasinya.
Dan hasil temuan-temuan saat proses pelaksanaan penelitian. Data
primer sangat diperlukan, baik dalam proses penyusunan penelitian
awal maupun dalam proses penyelesaian laporan penelitian.
Didalam penelitian ini data primer yang di gunakan adalah data-data
yang dihasilkan dari hasil-hasil di lapangan selama proses observasi
awal maupun dalam proses pelaksanaan penelitian.
3.2.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari teknik
pengumpulan data yang menunjang data primer yang bersumber
dari buku, jurnal, laporan tahunan, literature dan dokumen lain yang
berhubungan dengan masalah penelitian. Dimana didalam
pelaksanaan penelitian ini, data sekunder yang didapatkan oleh
peneliti adalah semua data laporan yang terdapat di Kesatuan
Batalyon Kavaleri 11/MSC yang berkaitan dengan penelitian, buku-
buku yang berkaitan dengan proses kepemimpinan yang dapat
meningkatkan kesiapan kesatuan didalam melaksanakan tugas dan
dokumen-dokumen tertulis lainnya dari beberapa sumber yang
berhubungan dengan penelitian ini.

3.2.3 Sumber Data


Dalam penelitian ini, dipergunakan dua sumber dalam
pengumpulan data :
38

1. Data primer dilakukan melalui studi lapangan, suatu


pengumpulan data dengan melihat secara langsung terhadap
objek yang diteliti, dengan taktik:
a. Observasi partisipasi, yang memungkinkan
peneliti mengamati dari dekat gejala sosial dan
mempertimbangkan pengumpulan data, yang
didasarkan atas sifat dan tujuan penelitian. Bagian
utama pengamatan dilakukan dengan melakukan
pencatatan lapangan, tidak memaksakan penyisipan
pendapat dan peniliaian, melainkan hanya sebagai
tambahan.
b. Wawancara mendalam (in-depth interview),
yaitu pengumpulan data dengan mengadakan tanya
jawab secara mendalam dan langsung pada informan
yang dianggap mengetahui berbagai hal yang
berkaitan dengan masalah penelitian.
2. Data sekunder dilakukan melalui studi kepustakaan,
yang diperoleh melalui dokumen-dokumen, antara lain buku-
buku, majalah, koran serta dokumen lainnya yang
berhubungan dengan materi penelitian ini.

3.2.4. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling
strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian
adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui tenik pengumpulan
data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi
standar data yang ditetapkan.
Prof. Dr. Sugiyono (2017: 224) Pengumpulan data dapat
dilaukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai
cara. Bila dilihat dari setting-nya, data dapat dikumpulan pada setting
alamiah (natural setting), pada laboratorium dalam metode
39

eksperimen, di rumah dengan berbagai responden, pada suatu


seminar, diskusi, di jalan dll.41 Bila dilihat dari sumber datanya, maka
pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer, dan sumber
sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung
memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder
merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen.
Selanjutnya bila dilihat dari segi cara atau tenik pengumpulan data,
maka tenik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi
(pengamatan) interview (wawancara), dokumentasi dan gabungan
keempatnya.
1. Teknik Pengamatan atau Observasi
Pengamatan atau Observasi merupakan suatu teknik
pengumpulan data dengan pengamatan langsung terhadap
objek yang akan diteliti. Observasi dilakukan untuk
mengamati suatu keadaan yang menjadi masalah yang
sedang diteliti, dengan melalui pengamatan diharapkan dapat
menutup kekurangan yang ada pada teknik wawancara.
Observasi menurut Sugiyono (2017 : 145) dalam
bukunya yang berjudul Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D mengemukakan observasi sebagai teknik
pengumpulan data mempunya ciri yang spesifik bila
dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan
kuesioner. Jika wawancara dan kuesioner selalu
berkomunikasi dengan orang maka observasi tidak terbatas
pada orang, tetapi objek – objek alam yang lain.
Observasi yaitu mengadakan teknik peninjauan
langsung ke lokasi atau instansi terkait. Ditinjaun dari proses

41 Sugiyono Prof.Dr, 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta.
40

pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan


menjadi participant observation (observasi berperan serta)
dan non participant observation (observasi tidak berperan
serta). Selanjutnya dari segi instrumentasi yang digunakan,
maka observasi dapat dibedakan menjadi observasi
terstruktur dan observasi tidak berstruktur. Observasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah observasi digunakan
Non participant observation, dimana peneliti tidak terlibat
dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau
digunakan sebagai sumber penelitian.
2. Teknik Wawancara
Wawancara menurut Sugiyono (2017 : 137) digunakan
sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin
melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti
ingin mengetahui hal – hal dari responden yang lebih
mendalam dan jumlah respondennya sedikit/ kecil. Teknik
pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang
diri sendiri atau self-report, atau setidaknya pada
pengetahuan dan atau keyakinan pribadi.42
Sutrisno Hadi dalam buku Metode Penelitian Kualitatif,
Kuantitatif, dan R&D Prof. Dr. Sugiyono (2017: 138)
mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh
peneliti dalam menggunakan metode interview dan kuesioner
(angket) adalah sebagai berikut: 43
a. Bahwa subyek (responden) adalah orang yang
paling tahu tentang dirinya sendiri.

42 Sugiyono Prof.Dr, 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta.
43 Ibid, hal ..
41

b. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek epada


peneliti adalah benar dan dapat dipercaya.
c. Bahwa interprestasi subyek tentang pertanyaan
– pertanyaan yang diajukan peneliti kepadanya adalah
sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.
Wawancara dapat dilakuan secara terstruktur maupun
tidak terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face
to face), maupun dengan menggunakan telepon atau alat
komunikasi lainnya yang dapat menunjang proses penelitian
dalam hal mencari data lewat wawancara.
3. Teknik Dokumentasi
Didalam teknik Dokumentasi ini, Peneliti
mengumpulkan data dokumen, naskah-naskah akademik dan
mempelajari berbagai sumber dari buku-buku serta literature
yang berhubungan dengan permasalah yang diteliti oleh
peneliti yang kemudian dilakukan penyusunan serta
pengolahan data yang kemudian dianalisis untuk memperoleh
data sekunder. Dalam penelitian ini studi kepustakaan yang
diperoleh dari markas Batalyon Kavaleri 11/MSC adalah
berupa data-data, surat-surat keputusan dan literatur-literatur
berupa aturan atau kebijakan-kebijakan yang terkait dengan
optimalisasi kesiapan personil dalam pelaksanaan tugas
pokok satuan.

3.3. Analisis Data


3.3.1 Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data
kasar yang muncul dari catatan-catatan lapangan.44 Langkah-

44Miles, B. Mathew dan Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber
Tentang Metode-metode Baru. Jakarta: UIP.
42

langkah yang dilakukan adalah menajamkan analisis,


menggolongkan atau pengkategorisasian ke dalam tiap
permasalahan melalui uraian singkat, mengarahkan, membuang
yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data sehingga dapat
ditarik dan diverifikasi. Data yang di reduksi antara lain seluruh data
mengenai permasalahan penelitian.
Data yang di reduksi akan memberikan gambaran yang lebih
spesifik dan mempermudah peneliti melakukan pengumpulan data
selanjutnya serta mencari data tambahan jika diperlukan. Semakin
lama peneliti berada di lapangan maka jumlah data akan semakin
banyak, semakin kompleks dan rumit. Oleh karena itu, reduksi data
perludilakukan sehingga data tidak bertumpuk agar tidak
mempersulit analisis selanjutnya.

3.3.2 Penyajian Data (Data Display)


Setelah data direduksi, langkah analisis selanjutnya adalah
penyajian data. Penyajian data merupakan sebagai sekumpulan
informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.45
Penyajian data diarahkan agar data hasil reduksi
terorganisaikan, tersusun dalam pola hubungan sehingga makin
mudah dipahami. Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk
uraian naratif, bagan, hubungan antar kategori serta diagram alur.
Penyajian data dalam bentuk tersebut mempermudah peneliti dalam
memahami apa yan terjadi. Pada langkah ini, peneliti berusaha
menyusun data yang relevan sehingga informasi yang didapat
disimpulkan dan memiliki makna tertentu untuk menjawab masalah
penelitian.

45Miles, B. Mathew dan Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber
Tentang Metode-metode Baru. Jakarta: UIP: 17
43

Penyajian data yang baik merupakan satu langkah penting


menuju tercapainya analisis kualitatif yang valid dan handal. Dalam
melakukan penyajian data tidak semata-mata mendeskripsikan
secara naratif, akan tetapi disertai proses analisis yang terus
menerus sampai proses penarikan kesimpulan. Langkah berikutnya
dalam proses analisis data kualitatif adalah menarik kesimpulan
berdasarkan temuan dan melakukan verifikasi data.

3.3.3. Verifikasi dan Penerikan Kesimpulan


Tahap ini merupakan tahap penarikan kesimpulan dari semua
data yang telah diperoleh sebagai hasil dari penelitian. Penarikan
kesimpulan atau verifikasi adalah usaha untuk mencari atau
memahami makna/arti, keteraturan, pola-pola, penjelasan,alur
sebab akibat atau proposisi. Sebelum melakukan penarikan
kesimpulan terlebih dahulu dilakukan reduksi data, penyajian data
serta penarikan kesimpulan atau verifikasi dari kegiatan-kegiatan
sebelumnya. Sesuai dengan pendapat Miles dan Huberman, proses
analisis tidak sekali jadi, melainkan interaktif, secara bolak-balik
diantara kegiatan reduksi, penyajian dan penarikan kesimpulan atau
verifikasi selama waktu penelitian. Setelah melakukan verifikasi
maka dapat ditarik kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang
disajikan dalam bentuk narasi. Penarikan kesimpulan merupakan
tahap akhir dari kegiatan analisis data.Penarikan kesimpulan ini
merupakan tahap akhir dari pengolahan data.
44

Gambar 2. Skema atau proses analisa data kualitatif

3.4. Sistematika Penulisan


Sistematika penelitian ini dibagi menjadi 6 Bab dan setiap Bab terdiri
dari beberapa Sub Bab. Secara ringkas isi dari Bab-bab tersebut adalah
sebagai berikut:

3.4.1. BAB I PENDAHULUAN


Bab ini terdiri dari 4 Sub Bab untuk memberikan gambaran
tentang latar belakang dan urgensi penelitian secara umum. Hal-hal
yang dibahas meliputi latar belakang fenomena permasalahan yang
terjadi, rumusan masalah, maksud dan tujuan penelitian, dan
manfaat penelitian yang diakukan, baik dari segi teori maupun
praktis.

3.4.2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA


PEMIKIRAN
45

Bab ini terdiri dari 3 Sub Bab yang membahas tentang


tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, dan penelitian terdahulu.
Pada bab ini, dibahas mengenai beberapa teori yang berkaitan
dengan pembinaan satuan. Adapun kerangka pemikiran perlu
dikemukakan sebagai hal yang mendasari dilaksanakannya
penelitian. Sedangkan penelitian terdahulu yang relevan juga perlu
dijelaskan sebagai pembanding bagi penelitian yang sedang
dilakukan.

3.4.3. BAB III METODE PENELITIAN


Bab ini terdiri dari 5 Sub Bab yang membahas tentang metode
penelitian yang dilakukan. Metode penelitian merupakan suatu cara
atau prosedur yang dipergunakan untuk melakukan penelitian
sehingga mampu menjawab rumusan masalah dan tujuan
penelitian, yang terdiri dari desain penelitian, sumber data, subyek
dan obyek penelitian, teknik pengumpulan dan analisa data,
prosedur penelitian serta rencana jadwal penelitian.

3.4.4. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Bab ini terdiri dari 2 Sub Bab yang menjelaskan dan
mendeskripsikan hasil penelitian dihadapkan dengan teori-teori yang
telah disajikan, selanjutnya dilakukan analisis terhadap data dan
informasi yang diperoleh sehingga dapat menerangkan fenomena
yang ditemukan serta alternatif yang mungkin terjadi. Beberapa faktor
berpengaruh yang meliputi faktor internal dan eksternal juga
dikemukakan sebagai bahan pertimbangan dalam pemecahan
masalah pada bab berikutnya.

3.4.5. BAB V METODE PEMECAHAN MASALAH


Bab ini terdiri dari 2 Sub Bab membahas tentang konsep
pemecahan masalah yang dapat mengeliminir fenomena negatif dan
46

memaksimalkan fenomena positif yang ada. Bab ini dibagi menjadi


dua sub-bab yaitu metode pemecahan dan gagasan inovatif. Peneliti
menggunakan metode Strength, Weakness, Opportunity and Threat
(SWOT) sebagai metode pemecahan masalah dalam penelitian KKL
Binsat ini.

3.4.6. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN


Bab ini menguraikan tentang beberapa kesimpulan penelitian
yang dilakukan serta saran-saran bagi pimpinan di lokus penelitian
dan komando atas.

3.5. Lokasi dan Jadwal penelitian.


3.5.1. Lokasi Penelitian.
Peneliti akan mengambil lokasi penelitian di Batalyon Kavaleri
11/MSC.

3.5.2. Jadwal Penelitian.

Juni Juli Agustus

No Kegiatan Mgu Mgu Mgu Mgu Mgu Mgu

4 1 2 3 4 1
47

Pembuatan proposal
1
penelitian

Pembuatan pedoman
2
wawancara

3 Pengumpulan Data

4 Pengolahan Data

Pembuatan Laporan
5
Penelitian

6 Presentasi

Tabel 3.2.
Jadwal Penelitian

Anda mungkin juga menyukai