Anda di halaman 1dari 17

KONFLIK POLITIK

PATUAN WARGA SITANGGANG

DINAS PENDIDIKAN PROVINSI SUMATERA UTARA

SMA NEGERI 1 PANGURURAN

KECAMATAN PANGURURAN

KABUPATEN SAMOSIR

T.P 2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya mengucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat

limpahan karunia_Nya penulis dapat menyelesaikan sebuah makalah yang

berjudul “Konflik dan Proses Politik”. Penyusunan makalah ini bertujuan sebagai

penunjang mata pelajaran Dasar-Dasar Politik yang nantinya dapat digunakan

siswa untuk menambah wawasan dan pengetahuannya.

Di dalam pembuatan makalah ini banyak pihak yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan makalah ini, sehingga makalah ini dapat selesai

tepat pada waktunya. Pertama penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak

Guru pembimbing karena atas bimbingan dan sarannya jugalah penulis dapat

menyelesaikan makalah ini dengan baik. Terakhir kepada teman-teman yang tidak

bisa kami sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini mungkin banyak

terdapat kesalahan-kesalahan dan masih jauh dari kekurangan. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritikan-kritikan dari pembaca, dan mudah-mudahan

makalah ini dapat mencapai sasaran yang di harapkan dan mudah-mudahan

makalah ini juga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Pangururan ,16 April 2019

Penulis

PATUAN SITANGGANG

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................ i

KATA PENGANTAR .............................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................4

1. Latar Belakang ................................................................................4

2. Rumusan Masalah .......................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN

1. Konflik Politik ............................................................................... 5

a) Faktor Penyebab Konflik .........................................................7

b) Tipe-tipe konflik ..................................................................... 10

c) Struktur konflik ...................................................................... 10

d) Intensitas, pengaturan dan penyelesaian konflik ................... 10

2. Proses Politik ............................................................................... 12

BAB III PENUTUP

Kesimpulan .................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 16

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah konflik dalam ilmu politik sering kali dikaitkan dengan kekerasan,

seperti kerusuhan, kudeta, terorisme, dan revolusi. Konflik mengandung

pengertian “benturan”, seperti perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan

antara individu dan individu, kelompok dan kelompok, individu dan kelompok,

dan antara individu atau kelompok dengan pemerintah.

Konflik merupakan gejala selalau hadir dalam kehdupan manusia masyarakat

dan bernegara. Sementra itu, salah satu dimensi penting proses politik adalah

penyelesaian konflik yang melibatkan pemerintah. Proses “penyelesaian” konflik

politik yang tidak bersifat kekerasan ada tiga tahap. Adapun ketiga tahap ini

meliputi politisasi atau koalisi, tahap pembuatan keputusan, dan tahap tahap

pelaksaaan dan integrasi.

Jadi konflik politik secara longgar dapat dirumuskan sebagai perbedaan

pendapat, persaingan' dan pertentangan di antara sejumlah individu, kelompok

ataupun organisasi dalam upaya Secara sempit konflik politik dapat dirumuskan

4
sebagai kegiatankolektif warga masyarakat yang diarahkan untuk

memenangkankebijakan umum dan pelaksanaannya,

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah terjadinya konflik politik ?

2. Bagaimanakah terjadinya proses politik?

BAB II

PEMBAHASAN

KONFLIK DAN PROSES POLITIK

A. Konflik Politik

Dalam ilmu-ilmu social dikenal dua pendekatan yang saling bertentangan

untuk memandang masyarakat. Kedua pendekatan ini meliputi pendekatan

struktural-fungsional (konsensus) dan pendekatan struktural konflik. Pendekatan

konsensus berasumsi masyarakat mencakup bagian-bagian yang berbeda fungsi

tapi berhubungan satu sama lain secara fungsional. Lain dari pada itu, masyarakat

terintegrasi atas dasar suatu nialai yang disepakati bersama sehingga masyarakat

selalu dalam keadaan keseimbangan dan harmonis. Lalu pendekatan konflik

berasumsi masyarakat mencakup berbagai bagian yang memiliki kepentingan

yang saling bertentangan. Lain dari pada itu, masyarakat terintergasi dengan suatu

paksaan dari kelompok yang dominan sehingga masyarakat selalu dalam keadaan

konflik. Kedua pendekatan ini mengandung kebenaran tetapi tidak lengkap.

Konflik terjadi antar kelompok yang memperebutukan hal yang sama, tetapi

konflik akan selalu menuju kearah kesepakatan ( konsensus). Selain itu,

5
masyarakat tidak mungkin terintegrasikan secara permanen denagan

mengandalkan kekuasaan dari kelompok yang dominan. Sebaliknya masyarakat

yang terintegrasi atas dasar konsensus sekalipun, tak mungkin bertahan secara

permanen tanpa adanya kekuasaan paksaan. Jadi konflik konsesnsus munurut

Ramlan Surbakti yaitu gejala-gejala yang tak terrelakkan dalam masyarakat.

Istilah konflik dalam ilmu politik sering kali dikaitkan dengan kekerasan,

seperti kerusuhan, kudeta, terorisme, dan revolusi. Konflik mengandung

pengertian “benturan”, seperti perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan

antara individu dan individu, kelompok dan kelompok, individu dan kelompok,

dan antara individu atau kelompok dengan pemerintah.

Masing-masing berupaya keras untuk mendapatkan dan atau mempertahankan

sumber yang sama. Namun, guna mendapatkan dan atau mempertahankan sumber

yang sama itu kekerasan bukan satu-satunya cara. Pada umumnya, kekerasan

cenderung digunakan sebagai alternative yang terakhir. Dengan demikian, konflik

dibedakan menjadi dua, yaitu konflik yang berwujud kekerasan dan konflik yang

tidak berwujud kekerasan.

Konflik yang mengandung kekerasan, pada umumnya terjadi dalam

masyarakat-negara yang belum memiliki consensus dasar mengenai dasar dan

tujuan negara dan mengenai mekanisme pengaturan dan penyelesaian konflik

yang melembaga. Hura-hara (riot), kudeta, pembunuhan atau sabotase yang

berdimensi politik (terorisme), pemberontakan, dan separatism, serta revolusi

merupakan sejumlah contoh konflik yang mengandung kekerasan.

6
Konflik yang tidak berwujud kekerasan pada umumnya dapat ditemukan

dalam masyarakat-negara yang memiliki consensus mengenai dasar dan tujuan

negara, dan mengenai mekanisme pengaturan dan penyelesaian konflik yang

melembaga. Adapun contoh konflik yang tidak berwujud kekerasan, yakni unjuk-

rasa (demonstrasi), pemogokan (dengan segala bentuknya), pembangkangan sipil

(civil disobedience), pengajuan petisi dan protes, diaog (musyawarah), dan

polemic melalui surat kabar.

Sementara itu, konflik tidak selalu bersifat negative seperti yang diduga orang

banyak. Apabila ditelaah secara seksama, konflik mempunyai fungsi positif, yakni

sebagai pengintegrasi masyarakat dan sebagai sumber perubahan.

Menurut Ramlan Subakti (1992:8), konflik adalah perbedaan pendapat,

perdebatan, persaingan, bahkan pertentangan dan perebutan dalam upaya

mendapatkan dan atau mempertahankan nilai-niai. Oleh karena itu, menurut

pandangan konflik, pada dasarnya politik adalah konflik. Pandangan ini ada

benarnya sebab konflik merupakan gejala yang serba hadir dalam masyarakat,

termasuk dalam proses politik. Selain itu, konflik merupakan gejala yang melekat

dalam setiap proses politik.

a. Faktor penyebab konflik:

Ö Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.

Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki

pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan

pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat

menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial,

7
seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung

pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan

berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang

merasa terhibur.

Ö Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi

yang berbeda.

Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan

pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya

akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

Ö Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.

Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar

belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang

bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang

berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk

tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan

dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakatmenanggap hutan sebagai

kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus

dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena

dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang.

Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya

diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan.

Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan

sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara

8
satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik

sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula

menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi

antar kelompok atau antara kelompokdengan individu, misalnya konflik antara

kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di

antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan

pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan

memperbesar bidang serta volume usaha mereka.

Ö Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.

Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan

itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu

terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami

proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab

nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian

secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang

berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja

dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya.

Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun

dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi

individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat

berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat

dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau

mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat,

9
bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena

dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.

b. Tipe-tipe konflik

Konflik dikelompokkan menjadi dua tipe, kedua tipe ini meliputi konflik

positif dan konflik negative. yang dimaksud dengan konflik positif adalah konflik

yang tak mengancam eksistensi system politik, yang biasanya disalurkan

lewat mekanisme penyelesaian konflik yang disepakati bersama dalam konstitusi.

Mekanisme yang dimaksud adalah lembaga-lembaga demokrasi, seperti partai

politik, badan-badan pewakilan rakyat, pengadilan, pemerintah, pers, dan foru-

forum terbuka lainnya. Tuntutan seperti inilah yang dimaksud dengan konflik

yang positif. Sedangkan konflik yang negative adalah penyaluran melalui tindak

anarki, kudeta, saparatisme, dan revolusi.

c. Struktur konflik

Menurut paul conn, situasi konflik ada dua jenis, pertama Konflik menang-

kalah (zero-sum-confict) dan konflik menang-menang(non- zero-sum-confict).

Konflik menang kalah adalah konflik yang bersifat antagonistic sehingga tidak

tidak mungkn tercapainya suatu kompromi antara masing-masing pihak yang

bersangkutan. Ciri dari konflik ini adalah tidak mengadakan kerjasama, dan hasil

kompetensi akan dinikmati oleh pemenang saja.

10
Konflik memang adalah suatu konflik dimana pihak-pihak yang terlibat

masih mungkin mengadakan kompromi dan kerjasama sehingga semua pihak

akan mendapatkan konflik tersebut.

d. Intensitas, Pengaturan dan Penyelesaian Konflik

Berbagai intrensitas politik yaitu sebagai berikut:

a. Intensitas Politik Intensitas konflik lebih merujuk kepada besarnya energi

(ongkos) yang dikeluarkan dan tingkat keterlibatan partisipan dalam konflik.

Menurut Surbakti (1992:156-158), intensitas konflik ditentukan oleh berbagai

factor, yaitu:

1. Pertentangan antara pihak-pihak yang berkonflik yang mencakup berbagai

jenis.

2. Terdapat kelas yang dominan dalam industri

3. Pihak yang berkonflik menilai tidak mungkin terjadi peningkatan status bagi

dirinya.

4. Besar kecilnya sumber-sumber yang diperebutkan dan tingkat resiko yang

timbul dari konflik tersebut. Semakin besar sumber-sumber yang diperebutkan

maka konflik akan semakin intens. Demikian pula dengan 7 resiko, semakin besar

tingkat resiko yang akan ditimbulkan maka konflik akan semakin intens. 9 Coser

(Soerjono Soekanto, 1988:94) mengungkapkan preposisi intensitas konflik

sebagai berikut:

1. Semakin disadarinya kondisi yang menyebabkan pecahnya konflik maka

konflik semakin intens.

11
2. Semakin besarnya keterlibatan emosional pihak-pihak dalam konflik maka

konflik semakin intens.

3. Semakin ketat struktur sosial maka tidak tersedianya alat yang melembaga

untuk menyerap konflik dan ketegangan konflik semakin intens.

4. Semakin besar perlawanan kelompok-kelompok dalam konflik terhadap

kepentingan objektif mereka maka konflik semakin intens

b. Pengaturan Politik Pegaturan konflik adalah berupa bentuk-bentuk

pengendalian yang lebih diarahkan pada manifestasi konflik daripada sebab-sebab

konflik. Dengan asumsi konflik tidak akan dapat diselesaikan dan dibasmi, maka

konflik hanya dapat diatur saja sehingga konflik tidak mengakibatkan perpecahan

dalam masyarakat. Penyelesain konflik lebih merujuk pada sebab-sebab konflik

daripada manifestasi konflik. Dengan asumsi selama ada antagonisme

kepentingan dalam masyarakat, konflik selalu terjadi maka konflik tidak pernah

dapat diselesaikan. Pembasmian konflik lebih merujuk pada manifestasi konflik

daripada sebab-sebab konflik. Dalam jangka pendek konflik dapat dibasmi dengan

kekerasaan, tetapi untuk jangka panjang tidak akan dapat ditumpas.

B. Proses Politik

Salah satu sumber konflik politik adalah adanya struktur yang terdiri dari

penguasa politik dan sejumlah orang yang dikuasai.Konflik yang hebat

antarpenguasa politik dengan rakyatnya sendiri karena

ketidakmauandanketidakmampuan penguasa politik memahami dan membela

12
kepentingan rakyatnya. Rakyat tidaklah patut disalahkan sebagai penyebab

terjadinya konflik politik. Hal yang perlu diperhatikan bahwa konfiik politik

ditimbulkan oleh adanya keterbatasan sumber day adan posisi. Semakin tinggi

tingkat kelangkaan sumber-sumber daya yang dibutuhkan untuk hidup semakin

besar kemungkinan terjadinya konflik politik.

Posisi politik mempunyai daya tarik yang tinggi sehingga menjadi

rebutan.Konflik merupakan gejala serba hadir dalam kehdupan manusia

masyarakat dan bernegara. Sementra itu, salah satu dimensi penting proses politik

adalah penyelesaian konflik yang melibatkan pemerintah. Proses “penyelesaian”

konflik politik yang tidak bersifat kekerasan ada tiga tahap. Adapun ketiga tahap

ini meliputi politisasi atau koalisi, tahap pembuatan keputusan, dan tahap tahap

pelaksaaan dan integrasi. Apabila dalam masyarakat terdapat konflik politik di

antara berbagai pihak, dengan segala motifasi yang mendorongnya maka masing-

masing pihak akan berupaya merumuskan dan mengajukan tuntutan kepada

pemerintah selaku pembuat dan pelaksana politik. Agar tuntutan didengar oleh

pemerintah lalu para kontetan akan berusaha mengadakan politisasi, seperti

melalui meida massa. Dengan kata lain hal tersebut akan menjadi tranding topic

sehingga pemerintah memperhatikan masalah tersebut. Konflik politik juga dapat

muncul ke permukaan pada dasarnya ada dua hal yaitu karena adanya

kemajemukan horisontal dan kemajemukan vertikal (Surbakti, 1992: 151).Maksud

dari kemajemukan horisontal ialah struktur masyarakat yang mejemuk

Secara kultural, seperti suku bangsa, daerah, agama, dan ras; dan majemuk

secara sosial dalam arti perbedaan pekerjaan dan profesi seperti petani, buruh,

13
pedagang, pengusaha, pegawai negeri sipil, militer, dokter alim ulama,

cendekiawan; dan dalam arti perbedaan karakteristik tempat tinggal seperti desa

dan kota. Kemajemukan vertikal adalah struktur masyarakat yang terpolarisaslkan

menurut pemilikan kekayaan, pengetahuan, dan kekuasaan. Kemajemukan

vertikal dapat menimbulkan konflik sebab sebagian besar masyarakat yang tidak

memiliki atau hanya memiliki sedikit saja kekayaan, pengetahuan dan kekuasaan

akan memiliki kepentingan yang bertentangan dengan kelompok kecil masyarakat

yang mendominasi ketiga sumber tersebut. Perbedaan-perbedaan masyarakat

dalam kenyataan baru menimbulkan konflik apabila kelompok-kelompok yang

berbeda tersebut memperebutkan sumber yang sama, seperti kekuasaan, kekayaan

kesempatan dan kehormatan. Konflik terjadi manakala terdapat benturan

kepentingan.

14
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari uraian pembahasan diatas dapat kami simpulkan beberapa kesimpulan

sebagai berikut :

1. Dalam ilmu-ilmu social dikenal dua pendekatan yang saling bertentangan

untuk memandang massyarakat. Kedua pendekatan ini meliputi pendekatan

struktural-fungsional (konsensus) dan pendekatan struktural konflik. Pendekatan

konsensus berasumsi masyarakat mencangkup bagian-bagian yang berbeda fungsi

ntapi berhubungan satu sama lain secara fungsional. Lain dari pada itu,

masyarakat terintegrasi atas dasar suatu nialai yang disepakati bersama sehingga

masyarakat selalu dalam keadaan keseimbangan dan harmonis. Lalu pendekatan

konflik berasumsi masyarakat mencangkup berbagia bagian yang memiliki

kepentingan yang saling bertentangan.

2. Konflik dikelompokkan menjadi dua tipe, kedua tipe ini meliputi konflik positif

dan konflik negative. yang dimaksud dengan konflik positif adalah konflik yang

tak mengancam eksistensi system politik, yang biasanya disalurkan

lewat mekanisme penyelesaian konflik yang disepakati bersama dalam konstitusi.

Mekanisme yang dimaksud adalah lembaga-lembaga demokrasi, seperti partai

15
politik, badan-badan pewakilan rakyat, pengadilan, pemerintah, pers, dan foru-

forum terbuka lainnya. Tuntutan seperti inilah yang dimaksud dengan konflik

yang positif.

DAFTAR PUSTAKA

 Inu Kencana Syafe’I, Pengantar Ilmu Politik, Remaja Rosda Karya,

bandung, 1998

 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1992

 Huntington, Samuel P. 2003. Tertib Politik di Tengah Pergeseran

Massa. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

 Tholkhah, Imam. 2001. Anatomi Konflik Politik di Indonesia. Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada

 http://nefi34na.blogspot.com/2012/08/sistem-pemilihan-umum.html

dibuka pada tanggal 26 september 2012

 Surbakti, 1992: 151

16
17

Anda mungkin juga menyukai