Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

Konflik Politik Di Indonesia

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Sosiologi Politik

Dosen Pengampu;

Achmad Zurohman,. M. Pd

Oleh:

Kelompok 03

1. Muhammad Kholilur Rohman ( 0054 )


2. Kholilur Rohman ( 0062 )
3. Ummi Kulsum ( 0060 )
4. Silvy Aldinta Firdaus ( 0064 )
5. Rofiki Am Fatwa ( 0057 )
6. Fadli ( 0042 )
7. Imam Abu Hanifah ( 0048 )

TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS TADRIS UMUM

UNIVERSITAS ISLAMAN ZAINUL HASAN

GENGGONG PROBOLINGGO

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat AllahSWT yang telah memberikan rahmat dan


hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul
Sosialisasi Politik ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah Sosiologi Politik. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang “konflik politik di indonesia” bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.

Kami mengucapkan Terimakasih Kepada Bapak Achmad Zurohman,


M.Pd selaku Dosen pengampu Bidang Studi Sosiologi Politik, yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang yang kami tekuni. Saya juga mengucapkan Terimakasih
kepada semua pihak yang telah membagi pengetahuannya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, Kritik dan Saran yang membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Kraksaan, 18 Desember 2021

Kelompok 03

2
3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................3

BAB I.......................................................................................................................4

PENDAHULUAN...................................................................................................4

A. Latar Belakang..............................................................................................4

B. Rumusan Masalah.........................................................................................4

C. Tujuan...........................................................................................................4

BAB II......................................................................................................................6

PEMBAHASAN......................................................................................................6

A. Defenisi Konflik............................................................................................6

B. Faktor penyebab konflik...............................................................................7

C. Tipe dan Struktur Konflik.............................................................................8

D. Intensitas, Pengaturan dan Penyelesaian Konflik.......................................10

E. Contoh Kasus Politik..................................................................................14

BAB III..................................................................................................................22

PENUTUP..............................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konflik adalah salah satu masalah yang selalu kita temui dalam kehidupankita
sehari-hari namun acap kali konflik selalu dihubungkan dengan kekerasan seperti
halnya kerusuhan, kudeta, terorisme, dan lain sebagainya. Mengapa sepertiitu,
karena dalam konflik selalu diawali dengan perbedaan pendapat, persaingan dan
pertentangan antar individu atau kelompok yang saling memperebutkan suatu
sasaran yang sama - sama dikejar oleh kedua belah pihak tersebut, namun hanya
ada salah satu pihak yang memungkinkan untuk mencapai tujuan tersebut.

Penjelasan lebih lengkap mengenai bagaimana konflik politik yang meliputi


pengertian, faktor penyebab, tipe, struktur, intensitas, pengaturan dan
penyelesaian konflik serta tak lupa kami beri gambaran bagaimana contoh kasus
konflik politik yang pernah terjadi di Indonesia

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat dibuat
perumusan masalah sebagai berikut:a.

1. Apa itu Konflik?


2. Apa saja faktor penyebab konflik?
3. Bagaimana tipe dan struktur konflik?
4. Bagaimana intensitas, pengaturan dan penyelesaian konflik?
5. Bagaimana contoh kasus konflik politik?

C. Tujuan
1. Untuk mempelajari apa itu konflik
2. Untuk mempelajari apa saja faktor penyebab konflik
3. Untuk mempelajari bagaimana tipe dan struktur konflik
4. Untuk memperlajari intensitas, pengaturan dan penyelesaian konflik

5
5. Untuk mempelajari bagaimana contoh kasus konflik politik

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi Konflik
a. Pengertian konflik
Konflik merupakan suatu perselisihan yang terjadi antara dua
pihak, ketika keduanya menginginkan suatu kebutuhan yang sama dan
ketika adanya hambatan dari kedua pihak. Istilah konflik dalam ilmu
politik seringkali dikaitkan dengan kekerasan seperti kerusuhan, kudeta,
terorisme, dan revolusi. Konflik mengandung pengertian “benturan”
seperti perbedaan pendapat, persaingan dan pertentangan antar individu
dan individu,kelompok dan kelompok, individu dan kelompok atau
pemerintah1. Jadikonflik politik dirumuskan secara luas sebagai perbedaan
pendapat, persaingan, dan pertentangan diantara sejumlah indidvidu,
kelompok ataupun organisasi dalam upaya mendapatkan atau
mempertahankan sumber-sumber dari keputusan yang dibuat yang
dilaksanakan oleh pemerintah. Yang dimaksud dengan pemerintah
meliputi lembaga eksekutif legislatif dan yudikatif. Sebaliknya secara
sempit konflik politik dapatdirumuskan sebagai kegiatan kolektif warga
masyarakat yang diarahkan untuk menentang kebijakan umum dan
pelaksanaannya juga perilaku penguasa beserta segenap aturan, struktur,
danprosedur yang mengatur hubungan-hubungan diantara partisipan
politik.
b. Konflik menurut para ahli
Charles Watkins berpendapat bahwa konflik terjadi karena terdapat
dua hal:
1. Konflik biasa terjadi bila sekurang-kurangnya terdapat dua
pihaksecara potensial dan praktis/operasional dapat saling
menghambat.Secara potensial mereka memilik kemampuan
untuk mengahambat.

7
2. Konflik dapat terjadi bila ada sesuatu sasaran yang sama-sama
dikejaroleh kedua pihak, namun hanya ada salah satu pihak
yangmemungkinkan mencapainya.

Joyce Hocker dan William Wilmt dalam bukunya yaitu


interpersonalconflict, menurut mereka konflik dapat digambarkan sebagai
berikut:

1. Konflik adalah hal yang abnormal karena hal normal


adalahkeselarasan, bagi mereka yang menganut pandangan ini
pada dasarnya bermaksud menyampaikan bahwa suatu konflik
hanya merupakangangguan stabilitas.
2. Konflik sebenarnya hanyalah suatu perbedaan atau salah
paham,mereka berpendapat bahwasanya konflik hanyalah
kegagalan berkomunikasi dengan baik sehingga pihak lain
tidak dapatmemahami maksud yang sesungguhnya.
3. Konflik adalah gangguan yang hanya terjadi karena kelakuan
orang-orang yang tidak beres dan penyebab dari suatu konflik
adalah antisosial.

Marwadi Rauf menyatakan bahwa konflik politik bukanlah konflik


individukarena isu yang dipertentangkan dalam konflik politik adalah isu
publikyang menyangkut kepentingan orang banyak, bukan kepentingan
satu orangtertentu

B. Faktor penyebab konflik


Salah satu sumber konflik politik adalah adanya stuktur yang terdiri dari
penguasa politik dan sejumlah orang yang dikuasi (Rauf, 2001: 25-28). Stukturini
menyebabkan bahwa konflik politik yang utama adalah antara penguasa politik
dan sejumlah orang yang menjadi obyek kekuasaan politik. Konflik yanghebat
antara penguasa politik dengan rakyatnya sendiri karena ketidakmauan dan
ketidakmampuan penguasa politik memahami dan membela

8
kepentinganrakyatnya. Rakyat tidaklah patut disalahkan sebagai penyebab
terjadinyakonflik politik. Hal yang perlu diperhatikan bahwa konflik politik
timbulkanoleh adanya keterbatasan sumber-sumber daya yang dibutukan untuk
hidupsemakin besar kemungkinan terjadinya konflik politik. Dengan kata
lain,semakin besar penderitaan dan kekecewaan rakyat semakin besar dorongan
didalam masyarakat untuk terlibat konflik dengan penguasa politik.

Surbakti (1992:151) Konflik politik dapat muncul kepermukaan


disebabkanoleh dua hal, yaitu konflik politik kemajemukan horizontal dan konflik
politikkemajemukan vertikal.

1. Kemajemukan Horizontal
Adalah struktur masyarakat yang Majemuk secara kultural, seperti: suku
bangsa, daerah, agama, dan ras. Majemuk secara sosial, seperti: perbedaan
pekerjaan dan profesi, serta karakteristik tempat tinggal.
a. Kemajemukan horizontal kultural dapat menyebabkan konflik
karena,setiap daerah berupaya mempertahankan identitas dan
karakteristik budaya masing-masing. Jika tidak ada konsensus nilai,
maka akanterjadi perang saudara atau gerakan separatisme.
b. Kemajemukan horizontal sosial dapat menyebabkan konflik,
karenamasing-masing kelompok pekerjaan, profesi, dan tempat
tinggalmemiliki kepentingan yang berbeda-beda dan saling
bertentangan.
2. Kemajemukan Vertikal
Adalah struktur masyarakat yang terbagi berdasarkan kekayaan,
pengetahuan, dan kekuasaan. Jadi, distribusi kekayaan, pengetahuan,
dankekuasaan yang pincang merupakan penyebab utama timbulnya
konflik politik.

C. Tipe dan Struktur Konflik


a. Tipe konflik

9
Surbakti (1992:153) Terdapat dua tipe konflik, yaitu konflik positif dankonflik
negatif. Untuk menentukan sifat suatu konflik, kita harus melihattingkat legitimasi
masyarakat terhadap sistem politik yang ada.

1. Konflik positif
Adalah konflik yang tak mengancam eksistensi sistem politik, biasanya
disalurkan melalui mekanisme penyelesaian konflik yangdisepakati
bersama dalam konstitusi. Mekanisme tersebut ialahlembaga demokrasi,
seperti partai politik, badan perwakilan rakyat, pers, pengadilan,
pemerintah, dsb.
2. Konflik negatif
Adalah konflik yang dapat mengancam eksistensi sistem politik yang
biasanya disalurkan melalui cara nonkonstitusional, seperti
kudeta,separatisme, terorisme, dan revolusi

Sehubungan dengan adanya konflik yang positif dan konflik yang


negatifdalam kaitanya dengan masyarakat, dapat dibagi menjadi dua
yaknimasyarakat yang mapan yakni masyatakat yang memiliki
stukturkelembagaan yang diatur dalam konstitusi dan masyarakat yang
belummapan yakni masyarakat yang belum memiliki stuktur kelembagaan
yangmendapat dukungan penuh dari seluruh masyarakat.

b. Struktur Konflik

Menurut Paul Conn, struktur konflik dibedakan menjadi konflik menang-kalah


( zero-sum conflict ) dan konflik menang-menang (non zero-sumconflict )

1. Konflik menang – kalah


Adalah konflik yang bersifat antagonistik, sehingga tidak memungkinkan
tercapainya kompromi antara pihak-pihak yang berkonflik. Cirinya:
a. Tidak mungkin mengadakan kerja sama
b. Hasil kompetisi akan dinikmati oleh pemenang sajac.

10
c. Yang dipertaruhkan adalah hal-hal yang prinsipil, seperti hargadiri,
iman kepercayaan, jabatan, dll.
Contoh: konflik antar manusia beragama dengan orang atheis.
2. Konflik menang – menang
Adalah konflik dimana pihak-pihak yang terlibat masuh mungkin untuk
berkompromi dan bekerja sama. Cara yang dilakukan yaitu
denganmelakukan dialog, kompromi, dan kerja sama yang
menguntungkan dua pihak. Cirinya:
a. Kompromi dan kerja sama
b. Hasil kompetisi dinikmati oleh kedua pihak, namun tidak
secaramaksimal.

D. Intensitas, Pengaturan dan Penyelesaian Konflik


A. Intensitas
Intensitas konflik lebih merujuk kepada besarnya energi (ongkos)
yangdikeluarkan dan tingkat keterlibatan partisipan dalam konflik.
MenurutSurbakti (1992:156-158), intensitas konflik ditentukan oleh
berbagai factor,yaitu:
1. Pertentangan antara pihak-pihak yang berkonflik yang mencakup
berbagai jenis.
2. Terdapat kelas yang dominan dalam industri.
3. Pihak yang berkonflik menilai tidak mungkin terjadi peningkatan
status bagi dirinya.
4. Besar kecilnya sumber-sumber yang diperebutkan dan tingkat
resikoyang timbul dari konflik tersebut. Semakin besar sumber-sumber
yangdiperebutkan maka konflik akan semakin intens. Demikian pula
dengan resiko, semakin besar tingkat resiko yang akan ditimbulkan
makakonflik akan semakin intens

Coser (Soerjono Soekanto, 1988:94) mengungkapkan preposisi


intensitaskonflik sebagai berikut:

11
1. Semakin disadarinya kondisi yang menyebabkan pecahnya
konflikmaka konflik semakin intens.
2. Semakin besarnya keterlibatan emosional pihak-pihak dalam
konflikmaka konflik semakin intens.
3. Semakin ketat struktur sosial maka tidak tersedianya alat
yangmelembaga untuk menyerap konflik dan ketegangan konflik
semakinintens.
4. Semakin besar perlawanan kelompok-kelompok dalam
konflikterhadap kepentingan objektif mereka maka konflik semakin
intens.
B. Pengaturan Politik
Pegaturan konflik adalah berupa bentuk-bentuk pengendalian yang
lebihdiarahkan pada manifestasi konflik daripada sebab-sebab konflik.
Denganasumsi konflik tidak akan dapat diselesaikan dan dibasmi, maka
konflikhanya dapat diatur saja sehingga konflik tidak mengakibatkan
perpecahandalam masyarakat.
Penyelesain konflik lebih merujuk pada sebab-sebab konflik
daripadamanifestasi konflik. Dengan asumsi selama ada antagonisme
kepentingandalam masyarakat, konflik selalu terjadi maka konflik tidak
pernah dapatdiselesaikan.
Pembasmian konflik lebih merujuk pada manifestasi konflik
daripadasebab-sebab konflik. Dalam jangka pendek konflik dapat dibasmi
dengankekerasaan, tetapi untuk jangka panjang tidak akan dapat ditumpas.
Menurut Ralf Dahrendorf, pengaturan konflik yang efektif sangat
bergantung pada tiga factor.11 Pertama, kedua pihak harus mengakui
kenyataan dan situasi konflik yang terjadi di antara mereka. Kedua,
kepentingan-kepentingan yang diperjuangkan harus terorganisasikan
secararrapi, tidak tercerai berai sehingga masing-masing pihak memahmi
dengan jelas lingkup tuntutan pihak lain. Ketiga, kedua pihak menyepekati
aturanmain yang menjadi landasan dari pegangan dalam hubungan

12
interkasidiantara mereka. Apabila ketiga syarat itu dapat dipenuhi maka
berbagai bentuk pengaturan konflik dapat dibuat dan dilaksanakan.
Ada tiga bentuk pengaturan konflik. Pertama bentuk konsilisasi
seperti parlemen atau kursi perlemen, dimana semua pihak berdiskusi dan
berdebatsecara terbuka dan mendalam untuk mencapai kesepakatantanpa
ada pihak- pihak yang memonopoli pembicaraan atau memaksakn
kehendak. Kedua, bentuk mediasi dimana kedua pihak sepakat mencari
penasehat dari pihakketiga tetapi nasehat yang diberikan oleh mediator
tidak mengikat mereka.Ketiga bentuk arbitrsi, kedua belah pihak sepakat
untuk mendapatkankeputusann akhir sebagai jalan keluar konflik pada
pihak ketiga sebagaiarbitrator.
C. Penyelesaian Konflik Politik
Konsensus politik merupakan penyelesaian konflik politik secara
damai.Dengan demikian penyelesaian konflik politik berhasil dicapai.
MaswadiRauf (2001:35-36) menyatakan bahwa penyelesaian konflik
politik dapatdilakukan dengan pemilu sebagai cara mencapai konsensus
politik,musyawarah sebagai cara mencapai konsensus politik, dan
pemungutansuara.
Pemilu sebagai cara mencapai konsensus politik, merupakan
konsensus politik yang terjadi antara pihak-pihak yang terlibat konflik
politik yang biasanya berjumlah banyak diselesaikan oleh rakyat melalui
pemilu.Referendum yang merupakan pemilu untuk menyelesaikan
perbedaan tentang masalah tertentu dapat dikategorikan ke dalam pemilu.
Konflikantara partai-partai politik dalam pemilu mencapai konsensus
berdasarkankeputusan yang dibuat para pemilih dalam bentuk hasil
pemilu. Hasil pemilumerupakan jalan keluar dari konflik politik antara
partai-partai unttukmerebutkan jalan keluar dari konflik politik antara
partai-partai politikuntuk merebutkan posisi-posisi politik. Hasil pemilu
merupakan konsensus politik dicapai secara damai maka merupakan
penyelesaian konflik secara persuasif.

13
Musyawarah sebagai cara mencapai konsensus, musyawarah
dilakukanantara pihak-pihak yang terlibat konflik politik tanpa adanya
perantarakarena penyelesaian konflik politik tidak bisa ditentukan pihak
lain tanpa persetujuan pihak-pihak yang terlibat konflik. Musyawarah
bertujuanmencari titik temu atau kompromi antara pihak-pihak yang
terlibat konflik.Pihak-pihak yang terlibat konflik menyetujui itu
berdasarkan kehendak dankesadaran sendiri karena merasa pendapat yang
satu itulah yang terbaruuntuk semua. Dalam kenyataan sangat jarang
kompromi atau mufakat,karena:
1. Besarnya perbedaan pendapat antara pihak yang terlibat konflik.
2. Kuatnya keyakinan pihak-pihak yang terlibat konflik akan
kebenaran pendapat mereka masing-masing sehingga sulit
mengarapkan perubahan dari pendapat yang dianut.

Pemungutan suara. Pemungutan suara adalah perhitungan suara


diantara pihak-pihak yang terlibat konflik untuk menentukan jumlah suara
diantarayang mendukung oleh suara terbanyak yang akan dijadikan
keputusan bersama. Memang sebaiknya pertama-tama diusahakan dengan
mufakat.Pemungutan suara merupakan pilihan berikutnya ketika
musyawarah untukmufakat mengalami jalan buntu. Pemungutan suara
adalah cara yang lazimdigunakan dalam lembaga perwakilan untuk
menyelesaikan konflik antara partai-partai politik. Voting tidak digunakan
dalam sebagai mekanisme pembuatan keputusan di dalam birokrasi
memainkan peranan utama dalam menetapkan keputusan yang akan dibuat
oleh instansi tersebut.Penghitungan jumlah suara dari para bawahan yang
mendukung pendapat- pendapat yang tidak diperlukan, meskipun
pemimpin yang baikmenggunakan saran-saran dari bawahan sebagai
bahan untuk pembuatankeputusan. Voting dapat dilakukan dengan
mayoritas mutlak dan mayoritassederhana. Mayoritas mutlak dapat
dilakukan dengan berbagaikemungkinan, yaitu 51% atau lebih. Sedangkan

14
mayoritas sederhana berarti jumlah yang terbesar tetapi tidak mencapai
lebih dari setengah. Lembaga-lembaga perwakilan rakyat yang di dunia
jarang menggunakan mayoritassederhana sebagai dasar pengambilan
keputusan.

Pendapat menegaskan bahwa proses penyelesaian konflik politik yang


tidak bersifat kekerasan dibagi menjadi dua tahap yakni meliputi tahap
politisasi dan koalisi, tahap pembuatan keputusan dan tahap pelaksanaan
dan integrasi.

Jika terjadi konflik politik dalam masyarakat maka pihak-pihak yang


terlibatdalam konflik, setelah berhasil merumuskan tuntutannya kepada
pemerintah, mereka akan melakukan politisasi. Artinya mereka
akanmemasyarakatkan tuntutannya melalui berbagai media
komunikasisehingga isu menjadi politik, sehingga menjadi pembicaraan di
kalangan pengemuka pendapat maupun di kalangan pemerintahan. Dalam
tahap ini para pihak yang terlibat dalam konflik akan melakukan
perhitungan apakahakan mengadakan koalisi dengan pihak lain atau cukup
memeperjuangakansendirian. Setelah diputuskan untuk melakukan
kaoalisi atau tidak, langkahselanjutnya berusaha mempengaruhi pembuat
keputusan politik, agar yangterkahir ini mengabulkan tuntutannya.

E. Contoh Kasus Politik


Andi Sulistyo (Kompasiana)15 menjelaskan mengenai berbagai macamkasus
konflik politik yang pernah terjadi di Indonesia, yang secara luas konflikdapat
disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilanyang muncul
sebagai masalah-masalah soaial budaya politik dan ekonomi. Konflik politik
dirumuskan sebagai perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan diantara
sejumlah individu, kelompok ataupun organisasi dalamupaya mendapatkan atau
mempertahankan sumber-sumber dari keputusan yangdibuat dan dilaksanakan

15
oleh pemerintah. Pemerintah disini meliputi lembagalegislatif, eksekutif dan
yudikatif

Pada masa perang kemerdekaan konflik politik yang pertama


terjadidiakibatkan oleh keputusan yang dibuat oleh PPKI tentang pembuatan
sebuah partai tunggal bagi semua rakyat Indonesia yaitu PNI (Partai
NasionalIndonesia). Namun tidak terlaksana karena kurang dukungan yang
akhirnyamemalui Maklumat Presiden tanggal 4 November 1945 diberikan
kesempatanmembentuk partai-partai politik dalam rangka sistem multi partai.

Masa ini konflik elit politik banyak terjadi terutama antara PresidenSoekarno
dan Wakil Presiden Hatta mengenai penyelenggaraan negara. Padaintinya
perbedaannya terletak pada sikap terhadap demokrasi Barat. Soekarnotidak ingin
demokrasi barat (liberal demokrasi) di berlakukan di Indonesia.Soekarno ingin
nilai-nilai asli bangsa Indonesia mewarnai kehidupan politikIndonesia sementara
Hatta sebaliknya ingin demokrasi barat dengan sistem parlementer yang berlaku.
Puncak dari konflik ini adalah pengunduran diriHataa dari jabatan wakil presiden
pada tahun 1956.

Selain konflik pada elit politik terjadi juga konflik-konflik di bawah


yangmuncul sebagai kelompok-kelompok radikal dalam menghadapi Belanda.
Muncul juga kelompok-kelompok Islam yang kecewa terhadap pemimpinsekuler
yang dianggap gagal memperbaiki keadaan. Masuknya kembali tokohKomunis
yang sudah cukup lama bermukim di Uni Sovyet seperti Muso danSuripno
semakin memperburuk konflik, sebagai contoh pemberontakan PKI1948 di
Madiun yang merupakan salah satu konflik fisik yang paling buruk.

Berlanjut pada konflik politik masa Demokrasi Parlementer yangmerupakan


keberlanjutan dari pola konflik pada masa perang kemerdekaan.Idiologi yang
bertentangan yang dianut oleh partai-partai politik merupakanfaktor penyebab
terjadinya konflik. Konflik utama terjadi antara PKI danMasyumi yang
merupakan partai Islam.

16
Dampak dari konflik ini mengakibatkan sering bergantinya kabinet,
selamalima setengah tahun (september 1950 sampai Maret 1956) ada 5 kabinet
yangterbentuk. Hal ini menyebabkan kabinet tidak mempunyai cukup waktu
untukmemikirkan pembangunan nasional. Konflik ini juga menyebabkan
pergolakandi daerah-daerah seperti konflik fisik PRRI-Permesta dimana untuk
penumpasannnya dibutuhkan operasi militer yang melibatkan tiga angkatan.

Masa Demokrasi Terpimpin ditandai oleh adanya usaha-usaha


PresidenSoekarno untuk mempertahankan keseimbangan antara dua kekuatan
politikutama, PKI dan ABRI. Oleh karena itu, persoalan utama yang dihadapi
olehDemokrasi Terpimpin adalah bagaimana Presiden Soekarno
bisamempertahankan keseimbangan antara keduanya sehingga tidak ada
satupunkekuatan yang merasa lebih kuat untuk menumpas kekuatan lainnya.
Soekarnomemerlukan dukungan PKI yang muncul sebagai partai politik terbesar
melaluimanuver-manuver yang sistematis di daerah pedesaan di Jawa.

ABRI berangsur-angsur tampil sebagai kekuatan politik baru dalam kancah


politik Indonesia. Melalui dua fungsi ABRI yang didukung oleh
PresidenSoekarno, ABRI memperoleh sarana untuk memperkuat
kedudukannyamelawan PKI. Secara historis, ABRI adalah lawan PKI karena
dalam sejarahterbukti bahwa PKI melalui Pemberontakan Madiun 1948 ingin
mengganti RIdengan negara lain. Oleh karena itu, G 30 S adalah penyelesaian
konflik secarakoersif yang dilakukan oleh PKI karena merasa dirinya sudah cukup
kuat untuk melakukan pukulan terhadap ABRI dan Anti Komunis yang lainnya.
Ternyatadugaan PKI salah karena ABRI dan Kelompok Anti Komunis tidak
kalahdengan sekali pukul. Mereka yang diserang segera membalas sehingga
terjadi peristiwa berdarah yang hebat.

Menjelang Pemilu 1971 mulai terlihat bahwa Pemerintah Orde Barumenganut


sifat yang sama dengan Soekarno dalam menghadapi konflik politikyakni
kekhawatiran yang berlebih terhadap konflik. Elit politik Orde Baruselalu

17
khawatir karena akan mengganggu kestabilan politik, integrasi nasionaldan
pembangunan nasional. Ketiga hal tersebut digunakan untuk alasanmembatasi
kebebasan di segala bidang. Dampak dari sikap tersebut adalah pembatasan
terhadap kebebasan partai politik. Pada tahun 1973 diadakan penyederhanaan
kepartaian yang menghasilkan tiga partai politik yakni: PPP,PDI, dan Golkar.
Kemudian pada tahun 1985 dikeluarkan UU yang menetapkanPancasla sebagai
satu-satunya asas yang menutup kemungkinan bagi partai politik untuk
mempunyai ideologi lain. Usaha pemerintah ini dinilai negatifkarena dianggap
membatasi kebebasan partai politik meskipun kenyataannya pertai-partai telah
melakukan ketentuan tersebut.

Kejadian yang mirip pada masa Demokrasi Terpimpin terulang


kembali.Kekhawatiran yang berlebih terhadap konflik politik menghasilkan
tindakan-tindakan represif terhadap konflik yang menghilangkan kebebasan
yangmenimbulkan ketakutan di dalam masyarakat. Berkurangnya konflik
karenakekerasan yang dihasilkan tindakan represif mengakibatkan
terbentuknyakekuatan absolut dan otoriter. Bila masa Soekarno menghasilkan
pembrontakanG 30 S dan kemelaratan rakyat, masa Soeharto menghasilkan
kebangktutannegara karena korupsi yang luar biasa hebatnya diikuti oleh krisis
politik dankrisis ekonomi yang menimbulkan penderitaan rakyat. Dibandingkan
denganmasa Soekarno, masa Soeharto menghasilkan kekacauan yang lebih
parahkarena malapetaka yang dihasilkan oleh pemerintah yang otoriter itu
tidakhanya krisis politik dan krisis ekonomi tapi juga krisis moral yang
memerlukanwaktu yag panjang untuk mengatasinya.

Pada masa reformasi partai politik disamping sebagai wujud daridemokratisasi


namun merupakan organisasi yang memiliki peran dan fungsimemobilisasi rakyat
atas nama kepentingan-kepentingan politik sekaligusmemberi legitimasi pada
proses-proses politik, di antaranya adalah tentang “suksesi” kepemimpinan
nasional. Pola konflik dan pola hubungan dalam partai politik ini bisa tercermati

18
dalam pemilu 1999, yaitu realita penolakan terhadapHabibie juga Megawati
Soekarnoputri dari satu kelompok terhadap kelompokyang lainnya.

Penolakan terhadap Habibie sebagai representasi penolakan terhadap


OrdeBaru, yang memiliki kaitan kuat dengan Soeharto. Sementara
terhadapMegawati, penolakan dilakukan oleh partai-partai Islam beserta Golkar
yang memanfaatkan isue “haram” presiden wanita Gerakan asal bukan Habibie
atauMegawati yang akhirnya melahirkan bangunan aliansi partai-partai
Islam(PAN,PPP,PBB, dan Partai Keadilan) yang dikenal kala itu sebagai
kelompokPoros Tengah.

Bangunan aliansi yang dilakukan poros tengah yang kemudian menyeretPKB


untuk menghianati PDI Perjuangan dan mengusung K.H. AbdurrahmanWahid
(Gus Dur) menjadi Presiden Republik Indonesia setelah Habibie. Namundalam
perjalanannya, keakraban Amien Rais (sebagai pemimpin poros tengah)dan Gus
Dur terberai kembali akibat dari perbedaaan-perbedaan kepentingan politik yang
dilakukan masing-masing.

Pada keterberaian ini pula yang meruntuhkan legitimasi politik Gus


Dursebagai Presiden, walaupun disisi lain terdapat berbagai kepentingan
politikyang ikut meramaikannya seperti kepentingan politik militer, PDI
Perjuangan,kelompok penguasa korporatisme nasional yang dihegemoni Soeharto
atauOrde Baru, termasuk kepentingan modal asing atau negara lain (seperti
AmerikaSerikat, Uni Eropa) yang terusik atas beberapa kebijakan ekonomi
nasionalyang dilakukan Kabinet Gus Dur serta dari kelompok kepentingan
ideologisyang radikal untuk mengubah konsepsi Indonesia menjadi berkarakter
politikIslam atau demokrasi Liberal.

Berawal dari tarikan kepentingan kekuasaan suksesi nasional yangdilakukan


para elite, yang selanjutnya membangun perspektif tersendiri dalamkonflik-
konflik konstitusi di Indonesia. Seperti dalam kejatuhan AbdurrahmanWahid
memperkuat perlunya tindakan amandemen atas UUD 1945, karenakonstitusi

19
tersebut membuka perseteruan interpretasi dan dianggap menjadisumber
kekacauan ketatanegaraan di Indonesia. Terlebih pada perdebatansistem politik
Indonesia, apakah presidensil atau parlementer. Pada masa GusDur, sistem
presidensil versi UUD 1945 terbukti rentan, dan bisa terdeviasi padasistem
parlementer.

Maka dari sistem yang mendua, MPR periode 1999-2004 melakukan


perubahan terhadap UUD. Tidaklah menjadi aneh jika dimasa Megawati
(pascaGus Dur) dalam pidato kenegaraannya 16 Agustus 2001 mengusung
komisikonstitusi yang berkembang di Sidang Tahunan MPR 2001 dan
memunculkan perbedaan tajam antara sikapkonservatismedi majelis karena
kegagalannyamembentuk komisi dan tidak mampu melakukan perubahan-
perubahan atas pasal-pasal krusial. Padahal tanpa komisi
konstitusiindependenakan menjadikesulitan untuk dapat menghasilkan dasar-dasar
berbangsa dan bernegara yanglebih demokratis serta mencerminkan kepentingan
rakyat.

Berawal dari tarikan kepentingan kekuasaan suksesi nasional yangdilakukan


para elite, yang selanjutnya membangun perspektif tersendiri dalamkonflik-
konflik konstitusi di Indonesia. Seperti dalam kejatuhan AbdurrahmanWahid
memperkuat perlunya tindakan amandemen atas UUD 1945, karenakonstitusi
tersebut membuka perseteruan interpretasi dan dianggap menjadisumber
kekacauan ketatanegaraan di Indonesia. Terlebih pada perdebatansistem politik
Indonesia, apakah presidensil atau parlementer. Pada masa GusDur, sistem
presidensil versi UUD 1945 terbukti rentan, dan bisa terdeviasi padasistem
parlementer.Maka dari sistem yang mendua, MPR periode 1999-2004 melakukan
perubahan terhadap UUD. Tidaklah menjadi aneh jika dimasa Megawati
(pascaGus Dur) dalam pidato kenegaraannya 16 Agustus 2001 mengusung komisi
konstitusi yang berkembang di Sidang Tahunan MPR 2001 dan memunculkan
perbedaan tajam antara sikapkonservatismedi majelis karena kegagalannya
membentuk komisi dan tidak mampu melakukan perubahan-perubahan atas pasal-

20
pasal krusial. Padahal tanpa komisi konstitusi independenakan menjadikesulitan
untuk dapat menghasilkan dasar-dasar berbangsa dan bernegara yanglebih
demokratis serta mencerminkan kepentingan rakyat.

Maka dari sistem yang mendua, MPR periode 1999-2004 melakukan


perubahan terhadap UUD. Tidaklah menjadi aneh jika dimasa Megawati
(pascaGus Dur) dalam pidato kenegaraannya 16 Agustus 2001 mengusung
komisikonstitusi yang berkembang di Sidang Tahunan MPR 2001 dan
memunculkan perbedaan tajam antara sikapkonservatismedi majelis karena
kegagalannyamembentuk komisi dan tidak mampu melakukan perubahan-
perubahan atas pasal-pasal krusial. Padahal tanpa komisi
konstitusiindependenakan menjadikesulitan untuk dapat menghasilkan dasar-dasar
berbangsa dan bernegara yanglebih demokratis serta mencerminkan kepentingan
rakyat.

Pada masa SBY sekarang ini yang lebih cenderung pada politik
pencitraandimana segala sesuatu selalu dibesar-besarkan demi kepentingan
kekuasaaan.Terbukti SBY dengan politik pencitraan itu SBY mampu menjadi
presidenselala dua periode. Setelah memenangkan Pilpres 2009, SBY menghadapi
persoalan pelik menghadapi ancaman konflik internal koalisi partai pendukung
pemerintahannya. Hal itu karena dengan dukungan 23 partai pada Pemilu
2009dimana setiap partai mengusung ideologi dan pendapatnya sendiri.
AkibatnyaSBY akan memakan waktu lama bila memutuskan suatu kebijakan hal
ini yangkemudian dipersepsikan masyarakat sebagai presiden yang ragu-ragu.

Konflik koalisi yang masih hangat adalah menyoal kenaikan harga


BBM.Dimana salah satu partai koalisi dalam kabinet Indonesia Bersatu Jilid II
yaituPKS tidak mendukung kebijakan SBY dalam parlemen. PKS menolak
untukmenaikkan harga BBM bersubsidi dan alhasil dengan tidak didukungnya

16

21
kebijakan SBY oleh PKS maka DPR dengan jalan voting memutuskan
untuktidak menaikkkan harga BBM. Kemudian masalah penghianatan koalisi
iniyang sekarang mengerucut menjadi isu Reshufflekabinet.

Memahami konflik politik yang terjadi di Indonesia dilihat dari sudut pandang
penyelesaian konflik dapat dibagi menjadi dua yaitu sejak masa
perangkemerdekaan sampai orde baru dan setelah orde baru sampai saat ini. Sejak
perang kemerdekaan hingga Orde Baru penyelesaian konflik dilakukan
dengancara kekerasan. Penyelesaian konflik seperti ini menurut Marx ada dua
sebab, pertama karena tidak ada tawar-menawar kelas borjuis dengan proletar.
Kedua,kelas borjuis, sebagaimana manusia pada umumnya tidak akan mau
mengurangikenikmatan yang mereka peroleh selama ini. Sementara setelah Orde
Baruterjadi keterbukaan pimikiran bahwa pnyelesaian konflik dengan
carakekerasan mulai ditinggalkan. Penyelesaian konflik politik ini yang
seharusnyadipilih dalam perkembangan politik Indonesia ke depan.

22
BAB III
PENUTUP
Konflik merupakan suatu perselisihan yang terjadi antara dua pihak,
ketikakeduanya menginginkan suatu kebutuhan yang sama-sama dikejar
olehkedua pihak tersebut, namun hanya ada salah satu pihak yangmemungkinkan
untuk mencapai tujuan tersebut. Konflik mengandung pengertian benturan seperti
perbedaan pendapat, persaingan dan pertentangan antar individu atau kelompok.
Menurut Charles Watkins berpendapat bahwa konflik terjadi karena terdapat dua
hal yaitu:1.Konflik biasa terjadi bila sekurang-kurangnya terdapat dua pihaksecara
potensial dan praktis/operasional dapat saling menghambat.Secara potensial
mereka memilik kemampuan untukmengahambat.2.Konflik dapat terjadi bila ada
sesuatu sasaran yang sama-samadikejar oleh kedua pihak, namun hanya ada salah
satu pihak yangmemungkinkan mencapainya b.Salah satu sumber yang menjadi
faktor penyebab dari konflik politik adalahadanya stuktur yang terdiri dari
penguasa politik dan sejumlah orang yangdikuasi. Stuktur ini menyebabkan
bahwa konflik politik yang utama adalahantara penguasa politik dan sejumlah
orang yang menjadi objek kekuasaan politik. Konflik yang hebat antara penguasa
politik dengan rakyatnya sendirikarena ketidakmauan dan ketidakmampuan
penguasa politik memahamidan membela kepentingan rakyatnya. Rakyat tidaklah
patut disalahkansebagai penyebab terjadinya konflik politik. Hal yang perlu
diperhatikan bahwa konflik politik timbulkan oleh adanya keterbatasan sumber-
sumberdaya yang dibutukan untuk hidup semakin besar kemungkinan
terjadinyakonflik politik. Dengan kata lain, semakin besar penderitaan
dankekecewaan rakyat semakin besar dorongan di dalam masyarakat untukterlibat
konflik dengan penguasa politik.Tipe konflik terdapat dua tipe, yaitu konflik
positif dan konflik negatif.Sedangkan Struktur konflik menurut Paul Conn dapat
dibedakan menjadidua yaitu konflik menang-kalah (zero-sum conflict ) dan
konflik menang-menang (non zero-sum conflict ).d.Intensitas dalam konflik lebih
merujuk kepada besarnya energi (ongkos)yang dikeluarkan dan tingkat
keterlibatan partisipan dalam konflik.Pegaturan konflik adalah berupa bentuk-

23
bentuk pengendalian yang lebihdiarahkan pada manifestasi konflik daripada
sebab-sebab konflik. Denganasumsi konflik tidak akan dapat diselesaikan dan
dibasmi, maka konflikhanya dapat diatur saja sehingga konflik tidak
mengakibatkan perpecahandalam masyarakat. Konsensus politik merupakan
penyelesaian konflik politik secara damai. Dengan demikian penyelesaian konflik
politik berhasildicapai.e.Salah satu contoh kasus konflik politik terjadi pada masa
perangkemerdekaan yaitu konflik politik yang pertama terjadi diakibatkan
olehkeputusan yang dibuat oleh PPKI tentang pembuatan sebuah partai tunggal
bagi semua rakyat Indonesia yaitu PNI (Partai Nasional Indonesia). Namuntidak
terlaksana karena kurang dukungan yang akhirnya memalui MaklumatPresiden
tanggal 4 November 1945 diberikan kesempatan membentuk partai-partai politik
dalam rangka sistem multi partai.

24
DAFTAR PUSTAKA
Andi Sulistyo. 2012.Perkembangan Politik di Indonesia”18 Desember
.http://m.kompasiana.com/andisulistyo/perkembangan-konflik-politik-di-
indonesia_550feb6f813311af36bc6041

Fatah Eep dan Saefulloh, 1988. Posisi Agama Islam dan Negara, Jakarta:
GhaliaIndonesia

Nasiwan dan Cholisin, 2012.Dasar-Dasar Ilmu Politik. Yogyakarta:

OmbakSanit, Arbi. 1985. Perwakilan Politik Indonesia. Jakarta: CV Rajawali.

Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia


WidiasaranaIndonesia.

25

Anda mungkin juga menyukai