Anda di halaman 1dari 6

Teori Realisme Menurut Hans J.

Morgenthau

Sumber: Hans J. Morgenthau, “Politics Among Nations: The Struggle for Power and
Peace” (Fifth Edition, Revised.)

Nama: Princess Restauli Hutagaol


NIM: 2101134524

Dalam salah satu buku H.J. Morgenthau yang berjudul “Politics Among Nations: The
struggle For Power and Peace” dibahas secara mendalam dan teoritis mengenai realisme
politik. Buku ini banyak menjelaskan mengenai teori realisme politik internasional dalam
kerangka analisis politik internasional yang mencakup sifat dan kecenderungannya.
Dalam penjelasan teori realisme politik internasional, Hans J. Morgenthau mengatakan
bahwa ini merupakan suatu teori yang memiliki keterkaitan dengan sifat dasar manusia (human
nature) seperti yang sesungguhnya ada. Human nature atau sifat dasar manusia sebenarnya
adalah egois dan anarkis. Teori ini dibangun berdasarkan keyakinan yang berbeda dengan teori
yang dikembangkan oleh pemikir sebelumnya, yaitu idealis. Oleh sebab itu, Hans J.
Morgenthau mengatakan, “sejarah pemikiran politik modern adalah sejarah tentang dua aliran
pemikiran yang saling bersaing, yang memiliki perbedaan mendasar menyangkut konsepsi
tentang hakikat manusia, masyarakat, dan politik” (Hans J. Morgenthau, 1973: 3).
Adapun asas keyakinan teori politik idealis adalah (1) tertib politik yang bermoral dan
rasional, yang berasal dari prinsip-prinsip abstrak yang universal, dapat diwujudkan saat ini,
(2) manusia pada hakikatnya memiliki kebaikan esensial dan dapat dididik, (3) kurangnya
pengetahuan dan pemahaman, adanya lembaga-lembaga yang telah usang, kejahatan individu
atau kelompok tertentu yang terisolir, merupakan sebab dari kegagalan tertib soal; (4)
pendidikan, pembaharuan, dan penggunaan kekuatan secara sporadik diyakini dapat
memperbaiki kerusakan tadi (Hans J. Morgenthau, 1973: 3).
Namun, pandangan teori realisme politik sebagaimana yang dikembangkan Hans J.
Morgenthau justru berbanding terbalik dengan pemikiran idealis. Adapun landasan pemikiran
Morgenthau, yakni “... the world, imperfect as it is from the rational point of view, is the result
of forces inherent in human nature. To improve the world one must work with those forces, not
against them. This being inherently a world of opposing interests and of conflict among them,
moral principles can never be fully realized, but must at best be approximated through the ever
temporary balancing of interests and the ever precarious settlement of universal principles for
abstract principles, and aims at realization of the lesser evil rather than of the absolute good
(Hans J. Morgenthau, 1973: 4).
Secara garis besar maksudnya adalah dunia yang apabila kita lihat dari sudut pandang
rasional, yaitu tidak sempurna, ini semua merupakan hasil dari melekatnya “human nature”
tadi. Dunia ini tidak bisa dilepaskan dari fakta bahwa politik berdiri berdasarkan hukum yang
dibuat atas dasar “human nature”. Untuk bertahan, aktor harus bisa bekerja dengan kekuatan
yang disebut “human nature” itu, bukan dengan melawannya. Prinsip moral tidak akan pernah
sepenuhnya terpenuhi, paling-paling hanya terlihat apabila aktor berusaha melakukan
“balancing” yang pada umumnya bersifat sementara atau biasa disebut “balance of power.”
Morgenthau juga menyatakan mekanisme yang dipakai untuk mengerti atau memahami
politik internasional adalah melalui konsep yang tercatat dalam bukunya ialah “.. the concepts
of interest defined in terms of power” (Hans J. Morgenthau, 1973: 5). Negara sebagai aktor
utama memiliki beberapa prinsip atau pedoman dasar dalam mengatur kehidupan
bernegaranya. Konsentrasinya berpusat pada pertahanan dan keamanan negara. Tindakan
negara berdasarkan pada mengejar kepentingan nasionalnya dan meraih power atau kekuasaan.
Konseptualisasi kepentingan (interest) dalam formulasi “power” diwujudkan ke dalam
tataran politik internasional, konsep ini juga dipakai sebagai dasar pemikiran teori realisme
politik dan juga menjadi kerangka bangunan teoretis terhadap politik luar negeri. Karena pada
dasarnya realisme ditandai oleh pemikiran kepada sesuatu “...pluralistic conception of human
nature real man is a composite of economic man, political man, moral man, religious man".
(Hans J. Morgenthau, 1973: 14).
Realisme politik internasional pada hakikatnya merupakan:
“International politics, like all politics, is a struggle for power, whatever the ultimate aim of
international politics, power is always the immediate aim” (Hans J. Morgenthau, 1973: 28).
Perjuangan untuk memperoleh kekuasan dalam tataran politik internasional selalu terwujud
dalam hubungan internasional. Mekanisme dan dinamika hubungan internasional ini
diwujudkan atau dimanifestasikan oleh aktor, yang dimana Negara merupakan aktor utama
dalam kerangkang hubungan dan politik internasional.
Enam prinsip teori realisme politik internasional menurut Morgenthau:
1. Politik diatur oleh Hukum Objektif yang berakar pada Sifat Manusia:
Prinsip pertama realisme politik menyatakan bahwa "politik, seperti
masyarakat pada umumnya, diatur oleh hukum objektif yang berakar pada sifat
manusia." Oleh karena itu, penting untuk memahami hukum-hukum ini dan
membangun teori rasional politik internasional. “Hukum-hukum ini tidak dapat
disangkal dan ditentang. Mengambil ini sebagai dasar, kita dapat merumuskan
teori rasional Politik Internasional; Realisme Politik percaya bahwa politik
internasional beroperasi atas dasar hukum objektif tertentu.”

Fakta Sifat Manusia:


Untuk mengetahui hukum objektif sifat manusia, kita harus
menganalisis fakta-fakta hubungan manusia. Sifat manusia cukup konstan dan
oleh karena itu tinjauan sejarah hubungan dan tindakan manusia dapat
membantu kita untuk mengetahui hukum-hukum objektif ini. Ini kemudian
dapat digunakan untuk mengevaluasi sifat hubungan. Sejarah hubungan
manusia dapat memberi kita fakta untuk memahami politik. Tinjauan ini
bagaimanapun, harus empiris beserta logis. Tes ganda ini sendiri dapat
membawa kita untuk merumuskan teori politik yang rasional dan valid.
Dengan demikian, prinsip pertama Teori Realis Politik Internasional
Morgenthau menyatakan bahwa politik diatur oleh beberapa hukum objektif
yang berakar pada sifat manusia. Dengan memahami hukum-hukum objektif
ini, kita dapat memahami dan mempelajari Politik Internasional. Untuk
mengetahui hukum-hukum objektif ini kita harus mempelajari sejarah
hubungan manusia. Melalui ini dapat dirumuskan teori politik luar negeri yang
empiris dan rasional yang dapat memandu tindakan negara-negara dalam
hubungan internasional (Hans J. Morgenthau, 1973: 4-5).
2. Kepentingan Nasional didefinisikan dalam istilah Kekuatan Nasional:
Kunci utama dan inti dari Realisme Morgenthau adalah prinsip kedua.
Prinsip ini menyatakan bahwa negara selalu menentukan dan bertindak untuk
mengamankan kepentingan nasional mereka melalui kekuasaan. Realis
menyamakan kepentingan nasional sebagai upaya negara untuk mengejar
power dimana power adalah segala sesuatu yang dapat mengembangkan dan
memelihara kontrol suatu negara atas negara lain. Dengan terus mementingkan
kepentingan nasional, maka alhasil power sebuah negara ikut semakin meluas
dan power inilah yang akan menjadi alat untuk mengontrol negara lain. Menjaga
dan meningkatkan kepentingan nasional sama dengan meningkatkan power
dimata dunia (Hans J. Morgenthau, 1973: 5).
3. Kepentingan selalu bersifat dinamis:
Realisme politik percaya pada validitas universal dari konsep
kepentingan yang didefinisikan dalam istilah kekuasaan. Kebijakan dan
tindakan suatu bangsa selalu diatur oleh kepentingan nasional. Ide kepentingan
nasional adalah esensi politik dan tidak terpengaruh oleh keadaan waktu dan
tempat.
Namun demikian, muatan kepentingan nasional selalu berubah sifat dan
ruang lingkupnya. Hal ini tidak statis. Ia berubah seiring dengan perubahan
lingkungan politik dan sosial. Kepentingan nasional bersifat dinamis dan harus
terus ditelaah untuk mengkaji kebijakan dan tindakan suatu negara. Jenis
kepentingan yang menentukan tindakan politik dalam periode sejarah tertentu
tergantung pada konteks politik dan budaya di mana kebijakan luar negeri
dirumuskan (Hans J. Morgenthau, 1973: 8).
Pengamatan yang sama berlaku untuk konsep kekuasaan. Kekuatan
nasional suatu bangsa selalu dinamis dan berubah dengan perubahan
lingkungan di mana ia beroperasi untuk mengamankan kepentingan nasional.
Misalnya, keamanan selalu menjadi bagian utama dari kepentingan nasional
India, tetapi sifat keamanan yang India coba amankan dari waktu ke waktu telah
berubah. Demikian pula, kekuatan nasional India semuanya juga dinamis.
Dengan demikian, kepentingan nasional yang didefinisikan sebagai
kekuatan nasional harus dianalisis berulang kali dan terus-menerus untuk
menganalisis secara realistis jalannya hubungan internasional. Realisme politik
berarti memahami sifat hubungan internasional melalui analisis yang terus
menerus dan teratur terhadap faktor-faktor kekuatan nasional dan kepentingan
nasional yang selalu menentukan sifat dan ruang lingkup hubungan antar
bangsa.
4. Prinsip-Prinsip Moral Abstrak tidak dapat diterapkan pada Politik:
Realisme politik menyadari pentingnya prinsip-prinsip moral tetapi
berpendapat bahwa dalam formulasi abstrak dan universalnya, prinsip-prinsip
ini tidak dapat diterapkan pada tindakan negara. Signifikansi moral dari
tindakan politik tidak terbantahkan tetapi prinsip-prinsip moral universal tidak
dapat diterapkan pada tindakan negara, kecuali jika ini dianalisis dalam kondisi
ruang dan waktu tertentu. Prinsip moral tidak menentukan kebijakan dan
tindakan negara. Ini hanyalah sumber dari beberapa pengaruh (Hans J.
Morgenthau, 1973: 11).
Realisme percaya bahwa negara tidak diharapkan untuk mematuhi
standar moralitas yang sama seperti yang mengikat dan dipatuhi oleh laki-laki.
Individu dapat mengatakan untuk dirinya sendiri, "Biarkan keadilan ditegakkan
bahkan jika seluruh dunia binasa", tetapi negara tidak berhak untuk
mengatakannya. Suatu negara tidak dapat mengorbankan kebebasan atau
keamanan atau kepentingan nasional fundamental lainnya untuk
mengikuti prinsip-prinsip moral. Politik bukanlah etika dan penguasa
bukanlah moralis. Fungsi utama negara adalah untuk memenuhi dan
melindungi tuntutan kepentingan nasional melalui kekuatan nasional.
Namun, ini tidak berarti bahwa realisme politik tanpa moralitas. Ia
menerima bahwa prinsip-prinsip moral dapat memberikan pengaruh pada
tindakan negara dan karena itu peran dan signifikansinya harus dianalisis dan
dievaluasi. Namun dalam melakukan hal itu harus diperhatikan kehati-hatian.
Realisme, menganggap kehati-hatian — menimbang konsekuensi dari tindakan
politik alternatif — sebagai kebajikan tertinggi dalam politik. Prinsip-prinsip
moral universal harus disaring melalui keadaan ruang dan waktu yang konkret
dan hanya dengan demikian prinsip-prinsip ini harus diterapkan secara hati-hati
pada tindakan negara.
5. Perbedaan Aspirasi Moral Suatu Bangsa dan Prinsip Moral Universal:
Realisme politik menolak untuk mengidentifikasi aspirasi moral suatu
bangsa tertentu dengan prinsip-prinsip moral yang mengatur alam semesta. Ia
menolak untuk menerima bahwa kepentingan nasional dan kebijakan negara
tertentu mencerminkan prinsip-prinsip moral yang diterapkan secara universal
(Hans J. Morgenthau, 1973: 11).
Setiap negara mencoba untuk menutupi kepentingan nasionalnya di
bawah selubung beberapa prinsip moral. Identifikasi kebijakan nasional sebagai
manifestasi sejati dari prinsip-prinsip moral pasti akan menyesatkan dan
merusak secara politik. Kebijakan anti-teror AS diatur oleh kepentingan
nasionalnya sendiri dan tidak benar-benar didasarkan pada konsep membuat
dunia aman untuk kebebasan dan demokrasi. Politik luar negeri selalu
didasarkan pada kepentingan nasional dan kekuatan nasional, dan bukan pada
moralitas. Tindakan mereka selalu didasarkan pada kepentingan nasional yang
dipahami dalam istilah kekuatan. Kebijakan suatu bangsa seperti itu tidak dapat
disamakan dan tidak boleh dikacaukan dengan prinsip-prinsip moral universal.
6. Otonomi Politik Internasional:
Realisme Politik Morgenthau menerima otonomi Politik Internasional
sebagai suatu disiplin ilmu. Realisme politik memiliki sikap intelektual dan
moral yang khas terhadap masalah politik. Ia mempertahankan otonomi bidang
politik.
“Seorang realis politik selalu berpikir dalam istilah kepentingan yang
didefinisikan sebagai kekuasaan, sebagaimana seorang ekonom berpikir tentang
kepentingan yang didefinisikan sebagai kekayaan; pengacara, tentang
kesesuaian tindakan dengan aturan hukum dan moralis, tentang kesesuaian
tindakan dengan prinsip-prinsip moral.” (Hans J. Morgenthau, 1973: 12).
Realisme politik tidak idealis atau legalistik dan bahkan tidak moralistik
dalam pendekatannya terhadap Politik Internasional. Hal ini berkaitan dengan
kepentingan nasional yang didefinisikan dalam hal kekuasaan sebagai satu-
satunya perhatian. Misalnya, realisme politik tidak peduli dengan sudut
legalistik dan moralistik keputusan Amerika untuk berperang melawan Irak. Ini
berkaitan dengan faktor-faktor yang mengakibatkan kebijakan AS semacam itu
dan konsekuensi aktual dari kebijakan ini. Ini menafsirkan keputusan kebijakan
AS ini berdasarkan kepentingan nasional AS.
Realisme berusaha mempelajari perebutan kekuasaan antar bangsa di
mana setiap bangsa berusaha mempertahankan atau meningkatkan
kekuasaannya. Dengan demikian, Realisme Politik memiliki pendekatan dan
materi pelajaran yang khas. Itu singkatan dari standar politik untuk tindakan
politik dan mensubordinasikan semua standar lain ke standar politik. Realisme
Politik percaya pada otonomi Politik Internasional.

Anda mungkin juga menyukai