Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

HAK ASASI MANUSIA

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kewarganegaraan

Disusun oleh kelompok 3:

Noval Rais (21709008)

Bubun Saputra (21309166)

LD Raise (21709166)

Abd. Wahid Hidayat (21709053)

WD Andriani Sukma Ningsih (

Ningsih (21709176)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

KENDARI

2018

Hak Asasi Manusia | 1


KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah mengenai Hak Asasi
Manusia.

Tujuan penulisan makalah ini agar dapat memahami dan menerapkan ilmu dalam
kegiatan pembelajaran atau dalam kehidupan sehari-hari mengenai Hak Asasi Manusia.

Dalam hal ini penyusun menyadari tanpa adanya bimbingan, pengarahan dan bantuan
dari semua pihak tentunya makalah ini tidak akan terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat memberi manfaat dan menambah wawasan bagi kita semua.
Tidak ada yang sempurna di dunia ini, karena kesempurnaan hanya milik-Nya, maka apabila
ada kesalahan dalam penulisan makalah ini, penyusun memohon maaf sebesar-besarnya
kepada semua pembaca. Untuk itu penyusun memohon saran dan kritik yang membangun guna
memperbaiki dan melengkapi penyusunan makalah ini.

Kendari, 18 Juli 2018

Penyusun

Hak Asasi Manusia | 2


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................................ 1


KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2
DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 6
A. Pengertian Hak Asasi Manusia ....................................................................................... 6
B. Jenis-jenis Hak Asasi Manusia ....................................................................................... 6
C. Sejarah Perkembangan Ham ........................................................................................... 7
1. Generasi Pertama......................................................................................................... 8
2. Generasi Kedua ........................................................................................................... 9
3. Generasi Ketiga ........................................................................................................... 9
4. Generasi Keempat ..................................................................................................... 10
D. Ham Dalam Perspektif Islam ........................................................................................ 10
1. Hak Hidup ................................................................................................................. 12
2. Hak Kebebasan Beragama ........................................................................................ 14
3. Hak atas Keadilan...................................................................................................... 17
4. Hak Kebebasan Berpikir dan Berpendapat ............................................................... 18
5. Hak Bekerja ............................................................................................................... 18
6. Hak Politik................................................................................................................. 19
E. Dimensi Historis Ham Dalam Islam ............................................................................. 19
1. Piagam Madinah ........................................................................................................ 19
2. Deklarasi Kairo (Cairo Declaration) ......................................................................... 20
F. Ham Dalam Perundang-Undangan Republik Indonesia ............................................... 22
G. Realitas Penegakan Ham Di Indonesia ......................................................................... 24
H. Penegakan Ham Sebagai Sarana Utama Untuk Mewujudkan Masyarakat Madani ..... 25
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 28
A. KESIMPULAN ............................................................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 29

Hak Asasi Manusia | 3


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam dunia yang semakin global ini, hampir di setiap negara, baik negara maju
maupun negara berkembang mulai memahami akan pentingnya perlindungan terhadap Hak
Asasi Manusia (HAM). Pada hakikatnya, semua manusia memiliki martabat dan derajat yang
sama, serta memiliki hak-hak dan kewajiban yang sama pula tanpa membedakan jenis kelamin,
warna kulit, suku, agama maupun status sosial yang lainnya. Karena, setiap manusia memiliki
derajat yang luhur (human dignity) berasal dari Tuhan yang menciptakannya sebagai individu
yang bebas untuk dapat mengembangkan diri.1

Wacana tentang HAM sesungguhnya telah menjadi perhatian dan perjuangan umat
manusia bersamaan dengan perkembangan peradaban dunia demi tercapainya kemuliaan
kehidupan manusia. Hal ini menunjukkan munculnyakesadaran baru bagi manusia bahwa
dirinya memiliki kehormatan yang harus dipelihara dan sebagai bagian penting dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selain kesadaran individu-individu dalam
masyarakat, penegakan HAM juga sangat tergantung dengan konsistensi negara dalam
melindungi hak-hak setiap warga negara. Konsistensi tersebut sangat tergantung pada political
will dan political action dari lembaga-lembaga negara atau penyelenggaraan negara.2

Negara sebagai pemegang kedaulatan dari rakyat tidak semata-mata hanya untuk
memperkuat kekuasaannya, tetapi juga untuk melindungi warga negaranya dalam berbagai
aspek kehidupan, termasuk juga hak-hak pada setiap manusia yang harus diakui dan dihormati
oleh negara.3 Konsepsi ini pula yang mendasari ketentuan internasional bahwa perlindungan
dan pemajuan HAM utamanya menjadi tanggung jawab negara. Dalam ketentuan Negara
Indonesia, hal tersebut termaktub dalam Pasal 281 ayat (4) Bab XA UUD 1945 Perubahan
Kedua yang menyatakan bahwa : “perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan HAM
adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah.”

1
Dede Rosyada dkk, Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, edisi revisi ( Jakarta: Tim ICCE UIN Syarif
Hidayatullah dan Prenada Media,2003), hlm 200.

2
Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia : Dari UUD 1945 sampai dengan
Amandemen UUD 1945 Tahun 2002, (Jakarta:Prenada Media,2005), hlm 7.

3
Gunawan Sutiardja, Hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila, (Yogyakarta:Kanisius, 1993), halaman
74.

Hak Asasi Manusia | 4


Karena dengan adanya berbagai karakteristik masyarakat, ideologi negara, maupun
agama, akan ditemukan adanya perbedaan antara satu sama lain. Menurut beberapa kalangan
berpendapat bahwa hal tersebut merupakan fakta yang tidak dapat dipungkiri yang kemudian
dijadikan sebagai argumen munculnya konsep partikularistik di dalam sejarah perjalanan
perumusan HAM. Perbedaan latar belakang budaya dan sejarah tersebut menjadi problem dan
kendala tersendiri dalam perumusan dan perkembangan HAM sebagai hak dasar (asasi) yang
inheren dalam diri setiap manusia.

Oleh karena itu, maka kelompok kami akan membahas dalam makalah ini tentang Hak
Asasi Manusia ( HAM ).

Hak Asasi Manusia | 5


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hak Asasi Manusia


Jan Materson, anggota komisi Hak Asasi Manusia (HAM) Perseikatan Bangsa Bangsa
(PBB), merumuskan pengertian HAM dalam ungkapan “human rights could be generally
and without which we can not live as human being”. Artinya, HAM adalah hak – hak yang
secara inheren melekat dalam diri manusia, dan tanpa hak itu manusia tidak dapat hidup
sebagai manusia.
Dari pengertian tersebut, maka dalam HAM terkandung dua makna, yaitu:
1. HAM merupakan hak alamiah yang melekat dalam diri setiap manusia sejak ia
dilahirkan ke dunia. Hak alamiah adalah hak yang sesuai dengan kodrat manusia
sebagai insan merdeka yang berakal budi dan berperikemanusiaan. Karena itu tidak
seorang pun yang diperkenankan merampas hak tersebut dari tangan pemiliknya. Hal
ini tidak berarti bahwa HAM bersifat mutlak tanpa pembatasan, karena batas HAM
seseorang adalah HAM yang melekat pada orang lain. Bila HAM dicabut dari tangan
pemiliknya, manusia akan kehilangan eksistensinya sebagai manusia.
2. HAM merupakan instrumen untuk menjaga harkat dan martabat manusia sesuai dengan
kodrat kemanusiaanya yang luhur. Tanpa HAM manusia tidak akan dapat hidup sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaanya sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia.

Menurut Weissbrodt dan Vasak, HAM bukan hanya menjadi ideologi lokal atau nasional,
tetapi telah menjadi ideologi universal (Davidson, 1994: 145).

Secara sederhana, hak asasi manusia dapat diartikan sebagai hak dasar (asasi) yang dimiliki
dan melekat pada manusia karena kedudukannya sebagai manusia.

B. Jenis-jenis Hak Asasi Manusia


Jenis hak manusia, di antaranya, dapat diketahui dari deklarasi universal tentang hak asasi
manusia yang disetujui dan diumumkan oleh Resolusi Majelis Urnum PBB pada 10
Desember 1948.
Menurut deklarasi PBB yang isinya terdiri dari 30 pasal tersebut, secara singkat dijelaskan
seperangkat hak-hak dasar manusia yang sangat sarat dengan hak-hak yuridis seperti hak
untuk hidup, hak tidak menjadi budak, hak tidak disiksa dan tidak ditahan, hak
dipersamakan di muka hukum (equality before the law), hak untuk mendapatkan praduga
tidak bersalah, dan sebagainya. Hak-hak lain juga dimuat dalam deklarasi tersebut, seperti

Hak Asasi Manusia | 6


hak-hak akan nasionalitas, pemilikan, dan pernikiran; hak untuk menganut agama dan
memperoleh pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan berbudaya.
Secara lebih spesifik, di dalam pasal-pasal deklarasi hak asasi manusia sedunia tersebut
ditegaskan beberapa kategori hak sebagai berikut:
1. Hak yang secara langsung memberikan gambaran kondisi minimum yang diperlukan
individu, agar ia dapat mewujudkan watak kemanusiaannya, seperti : pengakuan atas
martabat (pasal 1): perlindungan dari tindak diskriminasi (pasal 2); jaminan atas
kebutuhan hidup (pasal 3); terbebas dari perbudakan (pasal 4); perlindungan dari
tindakan sewenang-wenang (pasal 5); dan kesempatan menjadi warga negara dan
berpindah warga negara (pasal 15).
2. Hak tentang pertakuan yang seharusnya diperoleh manusia dari sistem hukum, seperti:
persamaan di hadapan hukum (pasal 6); mernperoleh pengadilan yang adil (pasal 10):
asas praduga tak bersalah (pasal 11); dan hak untuk tidak diintervensi kehidupan
pribadinya (pasal 12).
3. Hak yang memungkinkan individu dapat melakukan kegiatan tanpa campur tangan
pernerintah dan memungkinkan individu ikut ambil bagian dalam mengontrol jalannya
pemerintahan. Hak ini lazimnya dsebut sebagai nak sipil dan politik, seperti: kebebasan
berplkir dan beragama (pasal 18): hak berkumpul dan berserikat (pasal 20): dan hak
untuk ikut aktif di dalam pernerintahan (pasal 21).
4. Hak yang menjamin terpenuhinya taraf minimal hidup manusia. dan memungkinkan
adanya pengembangan kebudayaan. Hak semacam ini lazim disebut sebagai hak sosial-
ekonomi-budaya, seperti: hak untuk mendapatkan makanan, pekerjaan, dan pelayanan
kesehatan (pasal 22:25); serta hak untuk memperoleh pendidikan dan mengernbangkan
kebudayaan (pasal 26-29).

C. Sejarah Perkembangan Ham


Pada umumnya, pakar HAM Barat berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai dengan
lahirnya Magna Charta. Namun, jauh sebelum Magna Charta lahir, konsep Islam tentang
HAM telah lebih dahulu dikenal, bahkan dengan substansi yang jauh lebih komprehensif
(mengenai hal ini akan dijelaskan lebih rinci pada pembahasan "HAM dalam Perspektif
Islam").
Setelah dunia mengalami dua perang yang melibatkan hampir seluruh kawasan dunia, di
mana hak-hak asasi manusia pada Saat itu diinjak-injak, timbul keinginan untuk
merumuskan hak-hak asasi manusia itu di dalam suatu naskah internasional. Usaha ini baru

Hak Asasi Manusia | 7


dimulai pada 1948 dengan diterimanya Universal Declaration of Human Rights
(Pernyataan Sedunia tentang Hak-hak Asasi Manusia) oleh negara-negara yang tergabung
dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dengan kata lain, lahirnya deklarasi HAM universal
merupakan reaksi atas kejahatan keji kemanusiaan yang dilakukan oleh kaum sosialis
nasional di Jerman pada 1933-1945.
Terwujudnya Universal Declaration Of Human Rights yang dinyatakan pada 10 desember
1948 harus melewati proses yang cukup panjang. Sebelum temujudnya deklarasi tersebut,
setidaknya telah lahir beberapa naskah HAM yang mendahuluinya, yang bersifat universal
dan asasi. Naskah-naskah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Magna Charta (Piagam Agung 1215): Suatu dokumen yang mencatat beberapa hak
yang diberikan oleh Raja John dari Inggris kepada beberapa bangsawan bawahannya
atas tuntutan mereka. Naskah ini sekaligus membatasi kekuasaan Raja John di Inggris.
2. Bill of Rights (Undang-Undang Hak 1689): Suatu undang-undang yang diterima oleh
parlemen Inggris, yang merupakan perlawanan terhadap Raja James II dalam suatu
revolusi hak berdarah yang dikenal dengan istilah "The Glorious Revolution of 1688”.
3. Declaration des Droits de l'homme et du citoyen (Pernyataan Hak-hak Manusia
dan Warga Negara 1789): Suatu naskah yang dicetuskan pada permulaan Revolusi
Perancis sebagai perlawanan terhadap kewenangan rezim lama.
4. Bill of Rights (Undang-Undang Hak): Suatu naskah yang disusun oleh rakyat
Amerika pada 1769, dan kemudian menjadi bagian dari undang- undang dasar pada
1891.

Jika dilihat dari perspektif substansi yang diperjuangkan, sejarah perkembangan HAM di
dunia dapat dikategorikan ke dalam empat generasi sebagai berikut:

1. Generasi Pertama

Generasi ini berpandangan bahwa substansi HAM berpusat pada aspek hukum dan
politik. Fokus generasi pertama pada aspek hukum dan politik tersebut disebabkan oleh
dampak dan situasi perang dunia Il, di mana negara-negara yang baru merdeka
berkeinginan untuk menciptakan suatu tertib hukum yang baru. Oleh karena itu,
seperangkat hukum yang disepakati tersebut sangat sarat dengan hak-hak yuridis seperti
hak untuk hidup, tidak menjadi budak, hak tidak disiksa dan ditahan, hak-hak kesamaan
di dalam hukum, hak akan fair trial dan praduga tak bersalah. dan sebagainya.

Hak Asasi Manusia | 8


Tampaknya. pandangan ini merupakan reaksi keras terhadap kehidupan kenegaraan
yang totaliter dan fasis yang mewarnai tahun-tahun sebelum perang Dunia ke II. Oleh
karena itu, pikiran hukum begitu menonjol. dan sekaligus menjadi karakteristik konsep
dasar hak asasi manusia yang dalam literatur sering disebut sebagai generasi pertama
hak asasi manusia.

2. Generasi Kedua

Kemerdekaan yang diperoleh banyak negara Dunia Ketiga setelah perang Dunia II
menuntut lebih dari sekadar hak-hak yuridis. Pengisian kemerdekaan berarti juga
pembangunan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Sejalan dengan itu, substansi dari
hak asasi manusia harus secara eksplisit merumuskan juga hak-hak sosial, ekonomi,
politik dan budaya. Jadi, pada generasi kedua ini, dikehendaki adanya perluasan
horisontal dari konsep hak asasi manusia.
Pada generasi HAM kedua ini lahir dua perjanjian (covenant) yang terkenal yaitu:
International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights; dan Intemational
Covenant on Civil and Political Rights. Kedua perjanjian tersebut disepakati dalam
sidang umum PBB pada 1966.

3. Generasi Ketiga

Generasi kedua yang menitikberatkan pada aspek sosial, ekonomi, politik dan budaya
telah mengakbatkan terjadinya ketidakseimbangan di dalam kehidupan bermasyarakat,
karena dengan memprioritaskan bebagai aspek lain, aspek hukum menjadi tertinggal.
Kondisi ketidakseimbangan perkembangan (uneven development) tersebut
menyebabkan timbulnya berbagai kritik dani banyak kalangan, sehingga melahirkan
generasi ketiga yang menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial budaya,
politik, dan hukum dalam satu keranjang yang disebut dengan hak pembangunan (the
rights of development). Istilah ini diberikan oleh Komisi Keadilan Internasional
(International Comission of Justice). Generasi HAM ketiga ini merupakan sintesis dari
generasi pertama dan kedua.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pada generasi ketiga suatu kemajuan pesat telah dicapai,
apalagi jika semua hak tersebut bisa diwujudkan secara bersama-sama. Akan tetapi,
dalam kenyataannya, hampir tidak ada negara yang mungkin bisa memenuhi tuntutan
generasi ketiga tersebut secara komprehensif. Dalam kenyataan masih banyak
disaksikan kesenjangan antara hak-hak tersebut. Penekanan terhadap hak ekonorni
Hak Asasi Manusia | 9
(dalam arti pembangunan ekonomi sebagai prioritas utama) telah pula menimbulkan
banyak korban, karena banyak hak rakyat yang dilanggar. Semua ini mengakibatkan
Dunia Ketiga ditandai oleh kuatnya sektor negara yang berperan dominan sebagai
komando, sehingga implementasi HAM generasi ketiga ini bersifat komando dari atas
(top-down approach).

4. Generasi Keempat

Generasi keempat banyak melakukan kritik terhadap peranan negara yang sangat
dominan dalam proses pembangunan pada generasi sebelumnya yang lebih
menekankan pembangunan ekonomi sebagai prioritas utama, karena telah terbukti
sangat menafikkan hak-hak rakyat, mengabaikan kesejahteraan rakyat, dan tidak
berdasarkan pada faktor kebutuhan rakyat.
Generasi keempat HAM dipelopori Oleh negara- negara di kawasan Asia yang pada
1983 yang melahirkan deklarasi hak asasi yang disebut Declaration of The Basic Duties
of Asian People and Government. Deklarasi ini lebih maju dari rumusan generasi
sebelumnya, tetapi belum sepenuhnya mencakup tuntutan struktural HAM. Namun
demikian, beberapa masalah dasar hak asasi sudah dirumuskan dengan lebih berpihak
kepada perombakan tatanan sosial yang tidak berkeadilan.

D. Ham Dalam Perspektif Islam


Islam sebagai agama universal mengandung prinsip-prinsip hak asasi manusia. Sebagai
sebuah konsep ajaran, Islam menempatkan manusia pada kedudukan yang sejaiar dengan
manusia lainnya.
Menurut ajaran Islam, adanya perbedaan lahiriah antar manusia tidak menyebabkan
perbedaan dalam kedudukan sosial. Hal ini merupakan dasar yang sangat kuat, dan tidak
dapat dipungkiri, telah memberikan kontribusi pada perkembangan prinsip-prinsip hak
asasi manusia di dalam masyarakat internasional.
Dalam pandangan Islam, yang dimaksud dengan hak asasi manusia adalah hak-hak kodrati
yang dianugerahkan Allah kepada setiap manusia, yang tidak dapat dicabut atau dikurangi
oleh kekuasaan atau badan apapun (Maududi, 1988: 11-12). Selanjutnya, Maududi juga
menjelaskan bahwa hak-hak yang diberikan Allah itu bersifat permanen, kekal, abadi, dan
tidak boleh diubah- ubah, dimodifikasi, ataupun dibatalkan.
Konsep HAM dalam sejarah Islam sesungguhnya lebih jauh melampaui sejarah Barat
dalam merumuskan dan mempraktikkan konsep HAM. Maududi menyatakan bahwa hak-

Hak Asasi Manusia | 10


hak dasar manusia dalam Magna Charta baru tercipta enam ratus tahun setelah kedatangan
Islam. Islam mempunyai doktrin perlindungan HAM yang lebih komprehensif
dibandingkan dengan konsep HAM dalam Magna Charta (Maududi, 1988:10).
Weeramantry juga menyatakan hal yang sama, yaitu bahwa pemikiran Islam mengenai hak-
hak di bidang sosial, ekonomi, dan budaya (social, economic and cultural rights) telah jauh
mendahului pemikiran Barat (Reksodiputro mengutip Weeremantry.
Tonggak sejarah dan politik Islam mengenai HAM berawal dari Konstitusi Madinah atau
Piagam Madinah (tahun 624) yang bertujuan menyatukan warga Madinah yang majemuk,
baik karena perbedaan etnis (Yahudi dan kelompok-kelompok Arab), perbedaan agama
(Yahudi, Muslim, dan Nasrani), dan perbedaan kebudayaan. Perlindungan HAM dalam
konstitusi Madinah, antara lain, adalah perlindungan terhadap kebebasan beragama dan
beribadah, kedudukan yang sama sebagai warga masyarakat, persamaan hak dan
kewajiban, dan persamaan di depan hukum.
Gagasan Islam tentang HAM berpijak pada konsep tauhid, yaitu konsep pengakuan keesaan
Allah yang tergambar dari ungkapan syahadat, "Laa ilaaha illa Allah", tidak ada Tuhan
yang patut disembah selain Allah. Konsep tauhid mengandung ide persamaan dan
persaudaraan seluruh manusia. Bahkan, tauhid juga mencakup ide persamaan dan persatuan
semua makhluk, benda tak bernyawa, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia. Tegasnya,
dalam agama tauhid terdapat pula ide perikemakhlukan, di samping ide peri- kemanusiaan.
Ide perikemakhlukan mempunyai jangkauan lebih luas (Nasution dan Effendy, 1995: vii).
Selanjutnya, dikemukakan bahwa ide perikemakhlukan yang terkandung dalam ajaran-
ajaran Islam itu mendorong manusia supaya tidak bersikap sewenang-wenang, tetapi
bersikap baik terhadap makhluk lain. Oleh karena itu, Al-Ghazali, seorang ulama yang
masyhur dalam pemikiran Islam, berpendapat bahwa sikap kasih sayang dalam Islam tidak
terbatas hanya dalam masyarakat manusia, tetapi juga kasih sayang kepada binatang,
apakah itu yang melata di bumi ataupun terbang di udara (Nasution dan Effendy, 1995: vii).
Dalam konsep tauhid terdapat kewajiban manusia untuk menyembah Tuhan. Hal ini
menunjukkan bahwa hubungan manusia dengan Tuhan bersifat subordinatif. Artinya, pola
hubungan itu adalah hubungan Pencipta dengan ciptaan-Nya, atau Khalik dengan makhluk-
Nya. Ide penyembahan kepada Allah berisi penghambaan manusia kepada penciptanya,
penghambaan makhluk kepada Tuhannya.
Hubungan subordinatif atau penghambaan hanya berlaku dalam hubungan manusia dengan
Tuhan. Hubungan di antara sesama manusia adalah hubungan kesetaraan (egaliter), karena
semua manusia mempunyai kedudukan yang sama di hadapan Allah. Jika terjadi hubungan

Hak Asasi Manusia | 11


subordinatif atau penghambaan oleh manusia kepada manusia yang lain, hal itu
bertentangan dengan kodrat kemanusiaan. Feodalisme dan perbudakan merupakan
hubungan eksploitatif oleh manusia terhadap manusia lain yang ditentang oleh ajaran
Islam.
Hak-hak asasi manusia dalam Islam merupakan standar normatif yang ditetapkan Allah
atau dibuat oleh manusia berdasarkan firman Allah untuk mengatur hubungan sesama
manusia, baik dalam hubungan individu dengan individu, individu dengan masyarakat,
maupun dalam hubungan warga negara dengan negara dan hubungan antar-negara.
Pengakuan bahwa adanya hak asasi pada seseorang berarti mengakui adanya kewajiban
yang harus dilakukan terhadap orang lain atau semua orang. Dan, pengakuan bahwa hak
asasi manusia merupakan hak semua orang berarti mengakui adanya kewajiban asasi semua
orang untuk menghormati hak asasi yang dimiliki oleh orang lain. Batas hak asasi manusia
yang satu adalah hak asasi orang lain. Dengan demikian, hubungan antara hak dan
kewajiban adalah resiprokal yang harmonis, karena pengakuan hak pada pihak tertentu
berimplikasi kewajiban pada pihak lain. Dalam konteks HAM, pengakuan atas hak asasi
pada satu pihak merupakan kewajiban asasi pada semua orang.
Dalam hal itu, perlu pula ditegaskan bahwa kebebasan manusia yang terdapat dalam Islam
tidaklah bersifat absolut. Demikian juga hak-hak asasinya. Yang mempunyai keabsolutan
dan ketidakterbatasan dalam ajaran Islam hanyalah Allah, Tuhan alam semesta. Yang lain
mempunyai sifat terbatas. Selain itu, di samping hak, manusia mempunyai kewajiban yang
dibebankan Allah kepadanya, yaitu patuh kepada perintah dan larangan- Nya. Larangan-
Nya ialah supaya manusia tidak berbuat onar di permukaan bumi, dan perintah-Nya ialah
agar manusia berbuat baik. Mengutamakan kepentingan diri sendiri dan mengabaikan
kepentingan orang lain, apalagi kepentingan umum atau orang banyak dilarang dalam Islam
(Nasution dan Effendy, 1995).
Dalam deskripsi berikut akan dijelaskan beberapa hak asasi manusia dalam Islam yang
meliputi hak hidup, kebebasan beragama, hak keadilan, kebebasan berpikir dan
berpendapat, hak bekerja, dan hak-hak politik.

1. Hak Hidup

Hak hidup adalah hak manusia atas kehidupan yang dianugerahkan oleh Allah kepada
setiap manusia guna menjamin perkembangan hidup manusia secara alamiah. Hidup
secara alamiah berkembang dari proses dalam kandungan, lahir, kanak-kanak, dewasa,

Hak Asasi Manusia | 12


dan tua. Menjamin hak hidup manusia berarti menghargai nyawa manusia sebagai
sumber kehidupan manusia tersebut.
Hak hidup adalah hak asasi paling fundamental bagi setiap manusia, karena kehidupan
merupakan prasyarat untuk mendapatkan hak-hak asasi lainnya. Di samping itu,
kehidupan merupakan sumber eksistensi manusia, karena hanya melalui kehidupanlah
manusia dapat merealisasikan dan mengaktualisasikan diri dalam kehidupan dunia
guna mencari amal saleh. Tanpa hak hidup, tidak ada artinya hak-hak asasi lain, karena
manusia tidak akan dapat menikmatinya. Kehidupan merupakan jalan untuk
mendapatkan hak-hak asasi yang lainnya.
Islam menjunjung tinggi hak hidup manusia yang dinyatakan secara eksplisit oleh
firman Allah dan hadis. Al-Qur'an mengatakan:
“…Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan karena orang itu membuat kerusakan di muka
bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia se/uruhnya…" (Q.S. Al-
Ma'idah: 32).
Ayat ini ditafsirkan Maududi dalam ungkapan yang positif, "Dan, barangsiapa yang
memelihara seorang manusia, seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia
semuanya"
Penghargaan Islam terhadap hak hidup manusia demikian tinggi, sebab menghilangkan
nyawa orang yang tidak berdosa diibaratkan seperti membunuh seluruh manusia.
Esensi lain yang terkandung dalam ayat di atas adalah bahwa hak hidup manusia boleh
dirampas dengan alasan orang itu merampas hak hidup orang lain (membunuh) atau
membuat kerusakan di muka bumi. Dengan demikian, Islam bukan hanya memberi
justifikasi perlindungan terhadap hak hidup manusia, tetapi sekaligus justifikasi
pencabutan hak hidup manusia berdasarkan alasan yang benar.
Justifikasi Islam atas perlindungan hak hidup manusia dan pencabutan hak hidup
manusia tersebut dipertegas Al-Qur'an dengan ungkapan pelarangan sebagai berikut:
"Dan jangan/ah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah, melainkan
dengan sesuatu (sebab) yang benar” (Q.S. A/-An'am: 151).
Dalam konteks dosa, perbuatan merampas nyawa orang lain termasuk kelompok dosa
besar. Hadis Rasul menegaskan:
"Dosa terbesar ada/ah menyekutukan sesuatu dengan Allah dan membunuh
manusia”

Hak Asasi Manusia | 13


"Darah dan hak milikmu merupakan hal yang amat suci hingga kamu bertemu
dengan Tuhan, sebagaimana hari ini dan bulan ini adalah suci. Ketahuilah
bahwa setiap muslim adalah bersaudara. Yang boleh diambil adalah apa yang
diberikannya kepada kamu dengan sukarela"
Ketentuan lain (Q.S. Al-Ma'idah: 32) juga mengandung makna bahwa sanksi hukum
pidana bagi perbuatan merampas nyawa orang lain (membunuh) dan perbuatan
membuat kerusakan di muka bumi adalah hukuman mati (qishas). Pembunuhan yang
diancam dengan hukuman/pidana mati itu adalah pembunuhan yang dilakukan dengan
sengaja.
Perintah Tuhan mengenai qishas diatur dalam Al-Qur'an (Q.S. Al-Baqarah [21: 178)
yang menyebutkan:
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishas berkenaan
dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka,
hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita, maka barangsiapa yang
mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan)
mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar
(diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang demikian
itu adalah suatu keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Barangsiapa yang
me/ampaui batas sesudah itu, baginya siksa vana amat Dedih. "

2. Hak Kebebasan Beragama

Kebebasan beragama adalah kebebasan manusia untuk memilih dan memeluk suatu
agama yang dia yakini kebenarannya berdasarkan pertimbangan akal dan nuraninya.
Kebebasan beragama berkaitan dengan keyakinan hidup untuk memilih agama beserta
ajaran yang terkandung di dalamnya guna mengatur hidupnya sebagai pribadi, anggota
masyarakat, warga negara, dan warga dunia.
Doktrin Islam menjunjung tinggi kebebasan beragama, karena agama merupakan
keyakinan dan pandangan hidup manusia. Ide kebebasan beragama dalam Islam
tercermin dari ketentuan Al-Quran (Q.S. Al-Baqarah: 256) yang menyatakan:
"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama Islam; sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada ja/an yang sesat. "
Islam menolak paham pemaksaan beragama, karena hal itu bertentangan dengan
hakikat Islam itu sendiri yang menghendaki ketundukan manusia kepada Allah secara
sukarela (berdasarkan kesadaran diri). Pemaksaan kehendak untuk memasuki Islam
Hak Asasi Manusia | 14
juga bertentangan dengan kodrat manusia sebagai insan yang merdeka. Kebebasan
beragama mempunyai posisi sentral dalam ajaran Islam, karena agama bukan hanya
mengatur hidup manusia di dunia ini saja, tetapi merupakan jalan untuk mencapai
kehidupan yang abadi di akhirat. Kehidupan akhirat jauh lebih berharga daripada
kehidupan dunia, karena kebahagiaan kehidupan akhirat merupakan tujuan akhir hidup
manusia. Kebahagiaan kehidupan dunia adalah sarana untuk mencapai kebahagiaan
kehidupan akhirat. Oleh karena itu, wajar jika ada yang berpandangan bahwa kebebasan
beragama jauh lebih penting dari hak hidup. Konsep jihad untuk membela agama
memunyai nilai yang lebih tinggi dari kehidupan itu sendiri.
Karena Islam mengakui kebebasan beragama, Islam mempunyai konsep toleransi
beragama yang meliputi toleransi terhadap sesama penganut agama (Islam) dan
toleransi terhadap para penganut agama yang berbeda. Toleransi terhadap sesama
muslim berkaitan dengan sikap saling menghormati dan menghargai di antara sesama
kaum muslim di dalam menjalankan ajaran agama berdasarkan interpretasi keagamaan
yang diyakininya dari Al-Quran.
Mengenai toleransi Islam terhadap agama-agama lain, Tuhan telah menggariskan
pedoman toleransi dalam berbagai ayat. Dalam Al-Quran (Q.S. Al-Mumtahanah: 8),
Allah berfirman:
"Allah tak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tidak memerangi kamu karena agama dan tidak mengusir kamu dari
negerimu/kampung halamanmu. Hendaklah kamu berlaku baik dan adil
terhadap mereka. Sesungguhnya, Allah mencintai orang-orang yang berlaku
adil."
Dengan penegasan ayat itu, seorang muslim tidak memiliki hambatan keagamaan untuk
berbuat baik dan berlaku adil terhadap ummat agama lain, sepanjang mereka tidak
memerangi kaum muslim dalam beragama dan tidak mengusir mereka dari kampung
halamannya. Islam tidak melarang muslim untuk melakukan sehingga dimungl<inkan
untuk melakukan kerjasama ekonomi dan kemasyarakatan.
Meskipun Islam memperkenankan kerjasama dalam bidang mu'ammalah, tetapi dalam
masalah tauhid dan peribadatan, Islam tidak membuka peluang bagi kerjasama.
Artinya, untuk urusan ketauhidan dan peribadatan tidak ada kompromi dengan agama-
agama dan pemeluk-pemeluk agama lain. Toleransi menyangkut peribadatan ini
diterangkan oleh Allah dalam Al-Qur'an (Q.S. Al-Kafirun [109]):

Hak Asasi Manusia | 15


"Katakanlah, hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu
sembah, dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah, dan aku tidak
pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah
pula menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah, untukmulah agamamu, dan
untukkulah agamaku."
Aspek lain yang termasuk dalam pengertian kebebasan beragama adalah kebebasan
untuk menjalankan peribadatan sesuai dengan ajaran agamanya, perlindungan terhadap
perasaan keagamaan (Tuhan) dan kitab suci, perlindungan tempat-tempat dan sarana
peribadatan, perlindungan terhadap pemuka-pemuka agama, dan kebebasan untuk
melakukan dakwah. Mengenai kebebasan menjalankan peribadatan, perlindungan
terhadap tempat peribadatan dan pemuka agama, Nabi bersabda (dalam sebuah
suratnya kepada penduduk Najran yang tetap berpegang pada agama lama mereka):
"Dan bagi kaum Najran serta yang ada di bawah sayapnya menjadi tetangga
Allah dan dalam perlindungan Nabi Muhammad, atas hana mereka, agama,
tempat-tempat ibadah mereka, dan semua yang menjadi hak tangan mereka"
Dengan sabda rasul itu, tampak jelas bahwa Islam melindungi penganut agama lain
untuk melaksanakan peribadatan sesuai dengan aturan peribadatan agama lain tersebut.
Penguasaan Islam secara politik terhadap suatu daerah tidak dapat dijadikan dalih untuk
membatasi hak-hak non-muslim dalam merealisasikan ajaran agamanya.
Kebebasan dakwah juga dijamin dalam ajaran Islam. Mengenai dakwah ini, Harun
Nasution mengemukakan bahwa dakwah dalam Islam berarti menyampaikan ajaran-
ajarannya kepada masyarakat manusia dan bukan memaksa orang lain masuk Islam.
Al-Quran menegaskan:
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik” (Q.s. An-Nahl: 125)
"Berilah peringatan, engkau hanya pemberi peringatan, bukanlah engkau
orang yang berkuasa atas mereka.”
Ketika Deklarasi Umum HAM P BB disepakati pada 1948, Arab Saudi dan beberapa
negara Islam menolak untuk menandatangani deklarasi, karena menurut wakil Arab
Saudi, Al-Burudi, ketentuan mengenai kebebasan acama yang terdapat dalam pasal 18
tidak sejalan dengan ajaran Islam. Alasan yang dikemukakannya adalah bahwa dalam
pengertian kebebasan beragama itu termasuk kebebasan untuk berpindah agama,
sedangkan Islam melarang seorang Muslim berpindah agama (murtad). Pendapat Al-
Burudi itu ditentang oleh utusan Pakistan, Zafrullah Khan. Persetujuan Islam terhadap

Hak Asasi Manusia | 16


ketentuan-ketentuan pasal 18 berdasar-kan ketentuan Al-Quran yang dengan jelas
mengatakan:
"Barangsiapa yang memilih untuk beriman, berimanlah, dan barangsipa yang memilih
untuk kafir, kafirlah. "

3. Hak atas Keadilan

Keadilan adalah hak manusia untuk mendapat sesuatu hal yang menjadi haknya dari
orang lain. Kata "keadilan" dipergunakan dalam banyak konteks, adakalanya digunakan
untuk menyebut hak, perlakuan yang sama, dan keseimbangan atau kesebandingan.
Keadilan bukan hanya berkaitan dengan bidang hukum semata-mata, tetapi juga
berkaitan dengan bidang ekonomi (keadilan ekonomi), bidang politik (keadilan politik),
dan bidang sosial (keadilan sosial).
Menurut M. Ghallab dalam bukunya Inilah Hakekat Islam, keadilan adalah meletakkan
sesuatu pada tempatnya, sedangkan dalam pengertian ilmu akhlaq, keadilan adalah
memberikan hak kepada orang berhak. Sementara, menurut Ali bin Abi Thalib,
keadilan adalah menempatkan perkara pada tempatnya. Jadi, keadilan adalah hak setiap
orang yang berhak untuk menerima hak yang dimilikinya.
Keadilan mempunyai kedudukan sangat penting dalam sistem nilai Islam, karena ia
merupakan satu-satunya prinsip penciptaan dan pengaturan alam semesta dan segala
isinya. Di samping itu, keadilan juga merupakan prinsip pokok dalam tata pergaulan
(hubungan) manusia, dan juga merupakan prinsip pertanggung- jawaban manusia
dalam peradilan akhirat.
Berikut ini akan dijelaskan ketentuan Al-Quran mengenai keadilan. Perintah berlaku
adil terdapat dalarn Al-Quran (Q.s. Al-Ma’idah: 8), yaitu:
“…Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong
kamu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada
takwa"
Di dalam Al-Quran masih banyak lagi ayat yang menegaskan tentang perintah berlaku
adil terhadap sesama manusia, baik yang menyangkut masyarakat biasa, maupun
perintah yang ditujukan kepada penguasa negara terhadap rakyat yang ada di bawah
kekuasaannya.

Hak Asasi Manusia | 17


4. Hak Kebebasan Berpikir dan Berpendapat

Kebebasan berpikir dan kebebasan berpendapat merupakan bagian dari kebebasan


berekspresi (freedom of expression), yaitu kebebasan manusia untuk mengekspre-
sikan diri dalam kehidupan masyarakat sebagai pengejawantahan kemampuan kognisi
(nalar) dan kemampuan afeksi (rasa) manusia. Aspek lain yang terkait dalam lingkup
kebebasan berekspresi adalah kebebasan berkesenian dalam segala bentuk dan
manifestasinya.
Adakalanya, kebebasan berpikir dan berpendapat dinyatakan dalam satu konsep, yaitu
kebebasan berpendapat. Pengungkapan kebebasan berpendapat bisa dilakukan melalui
media verbal (lisan), media cetak (tulisan), dan media gerak. Kebebasan berpendapat
pada dasarnya adalah kebebasan manusia untuk mengungkapkan pikiran dan
pendapatnya mengenai masalah-masalah kemanusiaan dan kemasyarakatan.
Islam menghargai kebebasan berpikir dan berpendapat, karena hal itu sesuai dengan
karakteristik manusia sebagai insan yang bebas dan merdeka. Dalam banyak ayat Al-
Quran ditegaskan tentang dorongan untuk berpikir:
"Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu dengan penuh berkah, supaya
mereka memperhati-an ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang
mempunyai pikiran" (Q.S. Shad: 29).

5. Hak Bekerja

Hak lain yang juga diatur dalam Islam adalah hak manusia untuk melakukan pekerjaan.
Beberapa doktrin ajaran Islam yang berkaitan dengan hak bekerja antara lain:
a. Q.S. At-Taubah (9): 105
"Dan katakanlah, bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
mukmin akan me/ihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada
(Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata Lalu diberitakan-Nya
kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan."
b. Hadis Rasulullah:
"Berikanlah upah seorang buruh sebelum kering keringatnya, dan beritahukanlah
upahnya sewaktu dia bekerja" (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqy).

Hak Asasi Manusia | 18


6. Hak Politik

Abdul Karim Zaidan dalam bukunya Hak-hak Rakyat dan Kewajiban Negara dalam
Islam membahas hak-hak politik dalam Islam, yang meliputi: hak memilih kepala
negara; hak musyawarah; hak melakukan kontrol; hak memecat kepala negara; hak
mencalonkan diri; dan hak untuk menjadi pegawai negeri. Di samping itu, juga
disebutkan kewajiban-kewajiban politik rakyat, yaitu taat kepada pemimpin sepanjang
pemimpin itu memang benar.
Beberapa doktrin Islam mengenai hak-hak politik, di antaranya adalah hadis shahih dari
Abdurrahman ibn Samurah bahwa Nabi bersabda kepadanya:
"Hai Abdurrahman ibn Samurah, janganlah engkau meminta jabatan. Jika engkau
diberinya karena meminta, engkau akan diberatkannya Dan jika engkau diberinya
tanpa meminta, maka engkau akan ditolong untuknya "

E. Dimensi Historis Ham Dalam Islam


Pembicaraan tentang HAM dalam perspektif Islam tidak bisa dipisahkan dari konsep
Piagam Madinah dan Deklarasi Kairo. Dua momentum penting tersebut secara ringkas
dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Piagam Madinah

Konsepsi dasar yang tertuang dalam piagam yang lahir di masa Nabi Muhammad ini
adalah adanya pernyataan atau kesepakatan masyarakat Madinah untuk melindungi dan
menjamin hak-hak sesama warga masyarakat tanpa melihat latar belakang, suku,
ataupun perbedaan agama. Piagam Madinah atau Mitsaq al- Madinah yang
dideklarasikan oleh Rasulullah pada tahun 622 merupakan kesepakatan-kesepakatan
tentang aturan- aturan yang berlaku bagi masyarakat Madinah yang dipimpin oleh Nabi.
Terdapat dua landasan pokok bagi kehidupan bermasya- rakat yang diatur dalam
Piagam Madinah, yaitu:
a. Semua pemeluk Islam adalah satu ummat, walaupun mereka berbeda suku bangsa.
b. Hubungan antara komunitas muslim dan non-Muslim didasarkan pada prinsip-
prinsip sebagai berikut:
 Berinteraksi secara baik dengan sesama tetangga
 Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
 Membela mereka yang teraniaya
 Saling menasihati

Hak Asasi Manusia | 19


 Menghormati kebebasan beragama

Menurut ahli sejarah, piagam ini adalah naskah otentik yang tidak diragukan
keasliannya. Secara sosiologis, piagam tersebut merupakan antisipasi dan jawaban
terhadap realitas sosial masyarakat Madinah pada saat itu. Secara umum, sebagaimana
terbaca dalam naskah tersebut, Piagam Madinah mengatur kehidupan sosial penduduk
Madinah. Walaupun mereka heterogen, kedudukan mereka adalah sama, masing-
masing memiliki kebebasan untuk memeluk agama yang mereka yakini dan
melaksanakan aktivitas dalam bidang sosial dan ekonomi.

Setiap individu memiliki kewajiban yang sama untuk membela Madinah, tempat
mereka bertempat tinggal. Dengan demikian, Piagam Madinah menjadi alat legitimasi
Nabi Muhammad untuk menjadi pemimpin bukan saja bagi kaum muslim (Mahajirin
dan Anshar), tetapi juga bagi seluruh penduduk Madinah (pasal 23- 24). Secara
substansial, piagam ini bertujuan untuk menciptakan keserasian politik dan
mengembangkan toleransi sosio-religius dan budaya seluas-luasnya.

Piagam ini bersifat revolusioner karena mendobrak tradisi kesukuan orang-orang Arab
pada saat itu. Tidak ada satu suku pun yang memiliki keistimewaan atau kelebihan dari
suku yang lain. Jadi, dalam piagam tersebut sangat ditekankan azas kesamaan dan
kesetaraan (equality).

2. Deklarasi Kairo (Cairo Declaration)

Isu tentang pelaksanaan HAM tidak lepas dari perhatian ummat Islam, apalagi
mayoritas negara-negara Islam tergolong ke dalam barisan negara-negara Dunia Ketiga
yang banyak merasakan perlakuan ketidakadilan internasional. Negara-negara Islam
yang tergabung dalam Organization of the Islamic Conference (OIC/OKI) pada 5
Agustus 1990 di Kairo mengeluarkan deklarasi tentang kemanusiaan yang isinya dinilai
lebih sesuai dengan syariat Islam.
Konsep hak-hak asasi manusia hasil rumusan negara-negara OKI ini selanjutnya
dikenal dengan sebutan Deklarasi Kairo. Deklarasi ini berisi 24 pasal tentang hak asasi
manusia berdasarkan Al-Quran dan sunnah yang dalam penerapan dan realitasnya
selaras dengan pernyataan semesta hak-hak asasi manusia (Tlle Universal Declaration
of Human Rights) yang dideklarasikan oleh PBB pada 1948 (Tim Penyusun Pusiit IAIN
syarif Hidayatullah, 2000: 216).

Hak Asasi Manusia | 20


Pasal-pasal yang terdapat dalam Deklarasi Kairo mencakup beberapa persoalan pokok,
antara lain:
a. Hak persamaan dan kebebasan (Pasal 19 ayat a, b, c, d, dan e). Pasal ini berdasarkan
pada:
 Q.S. Al-Israa': 70
 Q.S. An-Nisaa': 58, 105, 107, 135
 Q.S. Al-Mumtahanah: 8
b. Hak untuk hidup (pasal 2 ayat a, b, c, dan d). Pasal ini berdasarkan pada:
 Q.S. Al-Ma'idah: 45
 Q.S. Al-Isra': 33
c. Hak memperoleh perlindungan (pasal 3). Pasal ini berdasarkan pada:
 Q.S. Al-Balad: 12-17
 Q.S. Al-Taubah: 6
d. Hak kehormatan pribadi (pasal 4). Pasal ini berdasarkan pada:
 Q.S. Al-Taubah: 6
e. Hak menikah dan berkeluarga (pasal 5 ayat a dan b). Pasal ini berdasarkan pada:
 Q.S. Al-Baqarah: 221
 Q.S. Al-Ruum: 21
 Q.S. Al-Nisaa': 1
 Q.S. Al-Tahrim: 6
f. Hak wanita sederajat dengan pria (pasal 6). Pasal ini berdasarkan pada:
 Q.S. Al-Baqarah: 228
 Q.S. Al-Hujurat 13
g. Hak-hak anak dari orangtua (pasal 7 ayat a, b, dan c). Pasal ini berdasarkan pada:
 Q.S Al-Baqarah: 233
 Q.S. Al-Israa': 23-24
h. Hak memperoleh pendidikan dan berperan serta dalam perkembangan ilmu
pengetahuan (pasal 9 ayat a dan Pasal ini berdasarkan pada:
 Q.S. Al-Taubah: 122
 Q.S. Al-'Alaq: 1-5
i. Hak tahanan dan narapidana (pasal 20-21). Pasal ini berdasarkan pada:
 Q.S. Al-Mumtahanah: 8
j. Hak kebebasan memilih agama (pasal 10). Pasal ini berdasarkan pada:

Hak Asasi Manusia | 21


 Q.S. Al-Baqarah: 156
 Q.S. Al-Kahfi: 29
 Q.S. Al-Kafiruun: 1-6
k. Hak kebebasan bertindak dan mencari suaka (pasal 12). Pasal ini berdasarkan pada:
 Q.S. An-Nisaa': 97
 Q.S. Al-Mumtahanah: 9
l. Hak-hak untuk bekerja (pasal 13). Pasal ini berdasarkan pada:
 Q.S. Al-Taubah: 105
 Q.S. Al-Baqarah: 286
 Q.S. Al-Mulk: 15
m. Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama (pasal 14). Pasal ini berdasarkan
pada:
 Q.s. Al-Baqarah: 275-278
 Q.s. Al-Nisaa'•. 161
 Q.S. Ali Imran: 130
n. Hak milik pribadi (pasal 15 ayat a dan b). Pasal ini berdasarkan pada:
 Q.S. Al-Baqarah: 29
 Q. S. Al-Nisaa': 29
o. Hak menikmati hasil atau produk ilmu (pasal 16). Pasal ini berdasarkan pada:
 Q.S. Al-Ahqaaf: 19
 Q.S. Al-Baqarah: 164

F. Ham Dalam Perundang-Undangan Republik Indonesia


Deklarasi hak asasi manusia sedunia memang dicetuskan pada 1948, lebih tiga tahun
setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Namun demikian, gagasan tentang hak
asasi manusia telah muncul sebagai gagasan yang membanjiri diskursus politik di nusantara
sejak abad ke- 18. Hal ini mungkin bisa menjelaskan mengapa dalam konstitusi negara,
UUD 1945 dan UUDS 1950, masalah hak asasi menjadi bagian dari pembahasan penting.
Di dalam UUD 1945 setidaknya terdapat lima pasal yang secara langsung menyatakan
perlunya perlindungan bagi hak asasi manusia, yakni:
1. Hak kesamaan kedudukan di depan hukum dan pemerintahan.
2. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
3. Hak mengeluarkan pendapat, berkumpul dan berserikat.
4. Hak untuk memeluk agama.

Hak Asasi Manusia | 22


5. Hak untuk mendapatkan pendidikan.

Pada amandemen kedua UUD 1945, ketentuan mengenal hak asasi manusia mengalami
perubahan yang cukup signifikan, yang pada garis besarnya merinci hak asasi manusia
secara lebih detail, dan menekankan bahwa di samping adanya hak asasi manusia, ada Sisi
lain yang juga harus diperhatikan dan dijunjung tinggi, yaitu adanya kewajiban asasi.

Amandemen kedua UUD 1945, khususnya yang berkaitan dengan hak asasi manusia,
menitikberatkan perubahan berupa penambahan pada pasal 27, perluasan pasal 28 dan
penambahan jenis hak pada pasal 30. Pasal 27, yang semula hanya terdiri dari dua ayat,
ditambah ayat (3) yang menegaskan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam upaya pembelaan negara. Sementara itu, pasal 28 yang semula hanya mengatur
tentang kemerdekaan berpendapat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran baik dengan lisan
maupun tulisan, diubah dan dirinci menjadi pasal 28 A sampai dengan 28 J, yang secara
lengkap dapat dilihat pada lampiran. Pasal 30 ayat (1), yang semula hanya mengatur
tentang bela negara, diubah redaksinya, yaitu bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.

Garis besar ketentuan HAM yang diatur dalam UUD 1945 selanjutnya dielaborasi menjadi
ketentuan yang lebih rinci di dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia. Selanjutnya, sebagai upaya untuk menegakkan HAM, sebagaimana diatur dalam
UU No. 39 Tahun 1999 tersebut, telah ditetapkan pula Undang-Undang No. 26 Tahun 2000
tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Pasal 1 ayat (I) UU No. 39 Tahun 1999 menegaskan bahwa yang dimaksud dengan hak
asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap
orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Secara lebih rinci,
undang-undang tersebut menguraikan aneka hak asasi manusia, seperti: hak untuk hidup;
hak untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan; hak mengembangkan diri; hak
memperoleh keadilan; hak atas kebebasan pribadi; hak atas rasa aman; hak atas
kesejahteraan; hak turut serta dalam pemerintahan; serta hak wanita dan hak anak.

Yang sangat menarik adalah bahwa dalam Undang- Undang No. 39/1999 ini, hak wanita
juga dijelaskan secara rinci, seperti hak keterwakilan wanita dalam pemilu, kepartaian,

Hak Asasi Manusia | 23


keterwakilan dalam badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Demikian pula dengan hak
wanita untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran di semua jenis, jenjang, dan jalur
pendidikan. Di dalam pasal 47 dikatakan bahwa seorang wanita yang menikah dengan
seorang pria berkewarganegaraan asing tidak secara otomatis mengikuti status
kewarganegaraan suaminya, tetapi mempunyai hak untuk mempertahan- kan, mengganti,
atau memperoleh kembali status kewarganegaraannya itu. Hak-hak anak dalam undang-
undang ini juga diurai dengan cukup jelas, seperti: hak hidup yang dimilikinya sejak masih
dalam kandungan; hak pemeliharaan; hak perlindungan dari tindak kekerasan, eksploitasi,
pelecehan seksual; dan per- lindungan dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya.

Undang-Undang N0039/1999 juga mengatur tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
yang lazim disingkat dengan Komnas HAM, yang pengangkatan dan kewenangannya
secara lengkap diatur di dalam pasal 75 sampai dengan pasal 99. Undang-Undang No. 26
Tahun 2000 secara umum mengatur tentang berdirinya pengadilan HAM yang diberi tugas
dan wewenang khusus untuk memeriksa serta memutus perkara pelanggaran HAM yang
masuk dalam kategori berat.

G. Realitas Penegakan Ham Di Indonesia


Secara yuridis formal, berbagai norma yang mengatur hak asasi manusia, baik di tingkat
global maupun nasional Indonesia, dapat dikatakan telah cukup memadai, meskipun belum
juga dapat dikatakan sempurna. Kendati demikian, kenyataan masih menunjukkan adanya
kesenjangan yang cukup dalam antara das sollen dan das sein, atau antara kerangka aturan
yang cukup ideal dan kenyataan yang terjadi di dalam masyarakat. Kerangka norma yang
sesungguhnya telah cukup membangkitkan banyak harapan tidak seimbang dengan upaya
penegakan dan implementasinya yang masih jauh dari ideal.
Realitas sering menunjukkan berbagai peristiwa pelanggaran HAM, baik yang dilakukan
warga negara terhadap warga negara, ataupun pelanggaran HAM yang dilakukan oleh
negara terhadap warga negaranya sendiri. Berbagai kasus pelanggaran HAM oleh warga
negara terhadap warga negara dapat dicontohkan dengan maraknya peristiwa pembunuhan,
penganiayaan, pemerkosaan, penculikan, dan tindak anarkhisme yang berupa perusakan
lembaga pendidikan dan tempat ibadah, serta berbagai bentuk tindakan diskriminatif dan
pemaksaan kehendak dari yang kuat terhadap pihak yang tidak berdaya.
Pelanggaran HAM yang dilakukan negara atau pemerintah terhadap warga negaranya juga
sering terjadi di Indonesia, Kasus-kasus penyiksaan dalam proses penyidikan yang sering

Hak Asasi Manusia | 24


dilakukan aparat penegak hukum guna memperoleh pengakuan seperti halnya yang
diharapkan adalah merupakan salah satu contoh pelanggaran HAM yang dilakukan aparat
negara terhadap warga negaranya. Di era Orde Baru, di mana militer mempunyai kekuasaan
yang nyaris tak terbatas, Indonesia banyak diwarnai oleh kasus kekerasan yang dilakukan
oleh militer terhadap rakyat yang dilakukan untuk mempertahankan status quo.
Kasus Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh pada 1990- an, misalnya, adalah wujud
kesewenang-wenangan militer terhadap rakyat Serambi Mekah itu. Selain itu, masih
banyak lagi kasus pelanggaran HAM (yang dilakukan negara terhadap rakyat) terjadi di
Indone- sia, seperti penembakan terhadap 4 warga Nipah yang ingin mempertahankan
tanahnya, kasus Sei Lepan yang penuh dengan penyiksaan terhadap warga transmigran,
dan kasus Kedung Ombo yang penuh dengan intimidasi senjata laras panjang. Fenomena
pembredelan semena- mena terhadap media massa (di masa Orde Baru) yang dianggap
vokal, seperti Tempo dan Detik, juga merupakan fragmentasi kehidupan yang mengekang
kebebasan warga negara dalam menyalurkan aspirasinya di muka umum.
Berbagai catatan tersebut merupakan beberapa contoh peristiwa pelanggaran HAM oleh
negara terhadap warga negara yang seharusnya dilindunginya. Jika dikaji lebih mendalam,
banyaknya pelanggaran HAM itu terutama disebabkan oleh lemahnya sistem penegakan
hukum terhadap pihak pelanggar dan lemahnya political will pemerintah dalam
mengimplementasikan norma- norma HAM. Ironisnya, kekerasan dan represi negara justru
sering dimanfaatkan oleh penguasa sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan. Sebab
lain adalah karena rendahnya tingkat kesadaran hukum dari warga masyarakat itu sendiri.

H. Penegakan Ham Sebagai Sarana Utama Untuk Mewujudkan Masyarakat Madani


Adanya fenomena penindasan rakyat yang dilakukan oleh pemerintah yang sedang
berkuasa merupakan realitas yang sering dipaparkan dalam pemberitaan pers, baik melalui
media elektronika maupun media cetak. Hal ini merupakan bagian kecil dari fenomena
kehidupan yang sangat tidak menghargai posisi rakyat (civil) di hadapan penguasa, dan
bagian dari fenomena kehidupan yang tidak menghargai kebebasan berserikat dan
berpendapat.
Kenyataan tersebut pada akhirnya bermuara pada perlunya dikaji kembali kekuatan
rakyat/masyarakat (civil) dalam konteks interaksi, baik antara rakyat dengan negara,
maupun antara rakyat dengan rakyat. Kedua pola hubungan interaktif tersebut akan
memposisikan rakyat sebagai bagian integral dalam komunitas negara yang memiliki daya
tawar (bargaining power) dan menjadi komunitas masyarakat sipil yang memiliki

Hak Asasi Manusia | 25


kecerdasan, analisa kritis yang tajam, dan mampu berinteraksi di lingkungannya secara
demokratis dan berkeadaban.
Untuk mewujudkan demokrasi dan keberadaban itu, maka dibutuhkan upaya yang serius
untuk menciptakan kondisi yang demokratis. Kondisi demokratis di sini merupakan satu
kondisi yang menjadi penegak wacana masyarakat madani, di mana dalam menjalani
kehidupan, warga negara memiliki kebebasan penuh untuk menjalankan aktivitas
kesehariannya, termasuk dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Kondisi demokratis
berarti masyarakat dapat berlaku santun dalam pola hubungan interaksi dengan masyarakat
sekitarnya, tanpa mempertimbangkan suku, ras, dan agama.
Prasyarat demokratis ini banyak dikemukakan oleh para pakar yang mengkaji fenomena
civil society. Bahkan, demokrasi merupakan salah satu syarat mutlak bagi penegakan civil
society. Penekanan demokrasi (kondisi demokratis) di sini dapat mencakup berbagai
bentuk aspek kehidupan, seperti politik, sosial, budaya pendidikan, ekonomi, dan
sebagainya. Sebuah masyarakat yang demokratis hanya dapat terbentuk manakala anggota
masyarakat yang satu menghormati hak asasi yang dimiliki anggota masyarakat lain dalam
komunitas kehidupannya masing-masing.
Aspek lain yang diperlukan untuk mewujudkan sebuah masyarakat madani adalah tegaknya
keadilan dan supremasi hukum dalam kehidupan bermasyarakat. Keadilan dimaksudkan
untuk mewujudkan keseimbangan dan pembagian yang proporsional terhadap hak dan
kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Hal ini
meniscayakan tidak adanya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan pada satu
kelompok masyarakat. Secara esensial, masyarakat memiliki hak yang sama dalam
memperoleh kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah (penguasa).
Supremasi hukum akan terwujud apabila setiap warga negara, baik yang duduk dalam
pemerintahan maupun sebagai rakyat biasa, semuanya tunduk kepada hukum.
Hal tersebut berarti bahwa perjuangan untuk mewujudkan hak dan kebebasan antara warga
negara dengan pemerintah maupun antarwarga negara haruslah dilakukan dengan cara-cara
yang damai dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Selain itu, supremasi hukum juga
memberikan jaminan dan perlindungan terhadap segala bentuk penindasan individu dan
kelompok yang melanggar norma-norma hukum dan segala bentuk penindasan terhadap
hak asasi manusia, sehingga terwujud bentuk kehidupan yang beradab (civilized).
Dari uraian di atas dapat ditarik intisari kesimpulan bahwa ada beberapa indikator yang
diperlukan untuk mewujudkan civil society atau masyarakat madani. Di antara indikator
yang terpenting adalah bahwa masyarakat tersebut harus dalam posisi mandiri di hadapan

Hak Asasi Manusia | 26


kekuasaan negara, dan di tengah masyarakat tersebut ditegakkan keadilan dan supremasi
hukum, sehingga terwujud kehidupan yang demokratis dan toleran.

Hak Asasi Manusia | 27


BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
HAM adalah hak yang melekat pada diri manusia dari sifat kodrati dan fundamental
sebagai suatu anugerah Allah yang harus di hormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap individu
masyarakat dan negara.

Wacana hak asasi manusia bukanlah wacana yang asing dalam diskursus politik dan
ketatanegaraan di Indonesia. Kita bisa menemuinya dengan gamblang dalam perjalanan sejarah
pembentukkan bangsa ini, di mana perbincangan mengenai hak asasi manusia menjadi bagian
daripadanya. Jauh sebelum kemerdekaan, para perintis bangsa ini telah memercikkan pikiran-
pikiran untuk memperjuangkan harkat dan martabat manusia yang lebih baik.

Dalam Deklarasi Universal tentang HAM (Universan Declaration of Human Rights)


Hak Asasi Manusia terbagi kedalam beberapa jenis, yaitu hak personal (hak jaminan kebutuhan
pribadi), hak legal (hak jaminan perlindungan hukum), hak sipil dan politik, hak subtistensi
(hak jaminan adanya sumber daya untuk menunjang kehidupan) serta hak ekonomi, sosial dan
budaya.

Keterkaitan antara konstitusi dengan hak asasi manusia dapat dilihat dari
perkembangan sejarah. Perjuangan perlindungan hak asasi manusia selalu terkait dengan
perkembangan upaya pembatasan dan pengaturan kekuasaan yang merupakan ajaran
konstitusionalisme.

Hak Asasi Manusia | 28


DAFTAR PUSTAKA

Asyukri ibn Chamim, dkk. (2003). Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Diklitbang Pimpinan
Pusat Muhammadiyah.

Hak Asasi Manusia | 29

Anda mungkin juga menyukai