Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

SISTEM PEMERINTAHAN
JUDUL
HUBUNGAN KERJASAMA APARATUR KEKUASAAN NEGARA
INDONESIA DI TINGKAT PUSAT DAN DAERAH
DOSEN PEMBIMBING Bpk. Khamim, SHI, SH, MH

Di Susun Oleh:
KELOMPOK
6

NAMA NIM
ARFIAN 4201514085
AWALUDIN 4201514070
NOVIANTI 4201514076

JURUSAN AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK KHUSUS


POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK
TAHUN AJARAN 2015/2016
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.

Terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Khamim, SHI, SH, MH selaku dosen
mata kuliah Sistem Pemerintahan di Indonesia yang telah membimbing dan
memberikan kuliah demi lancarnya terselesaikan tugas makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Makalah ini kami susun untuk membantu mengembangkan kemampuan


pemahaman terhadap Sistem Pemerintahan di Indonesia. Pemahaman tersebut dapat
dipahami melalui Pendahuluan, Pembahasan, dan Penutup yang meliputi kesimpulan
dan saran.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa. Dengan segala
kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif dan membangun sangat kami
harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain
dan pada waktu mendatang.Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca.

Pontianak, Maret 2016

Penyusun
( Kel. 6 )

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ i


DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 4
C. Batasan Masalah .................................................................................... 5
D. Tujuan Masalah ..................................................................................... 5
E. Metode Pembahasan .............................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam
Melakukan Pengelolaan Lingkungan Hidup ......................................... 6
B. Menganalisa Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah ..................... 8
C. Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah .............................................. 9
D. Konsep Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah ................................. 12
E. Hubungan Kewenangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam
Rangka Pelaksanaan Ekonomi Daerah di Indonesia ............................. 14

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ............................................................................................ 19
B. Saran dan Pendapat ................................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam era otonomi daerah sesuai dengan ketentuan dalam UU No 22


Tentang Pemerintahan Daerah, maka kewenangan daerah akan sedemikian kuat
dan luas sehingga diperlukan suatu peraturan perundang-undangan yang ketat
untuk menghindari ketidakteraturan dalam menyusun kebijakan dalam bidang
lingkungan hidup terutama dalam masalah penanganan penegakan hukum
lingkungan dalam era otonomi daerah.

Kewenangan pemerintah Daerah menurut UU No 22 tahun 1999 tentang


Pemerintahan Daerah sangatlah besar sehingga tuntutan untuk meningkatkan
kinerja dan penerapan kebijakan dalam bidang lingkungan hidup sangatlah
dibutuhkan.

Sistem Pemerintahan Daerah otonom sebelum UU No 22 tahun 1999 terbagi


dalam Sistem Pemerintahan Administratif dan Otonomi, dalam Sistem
Pemerintahan Administratif Pemerintah Daerah berperan sebagai pembantu dari
penyelenggaraan pemerintah pusat yang dikenal sebagai azas dekosentrasi dalam
UU No 54 tahun 1970 tentang Pemerintah Daerah, hal ini diaplikasikan dalam
Pemerintahan Daerah Tingkat I dan Pemerintahan Daerah tingkat II.

Sedangkan dalam Sistem Pemerintahan Otonomi Pemerintahan Daerah


adalah mandiri dalam menjalankan urusan rumah tanganya. Pemerintahan Daerah
memerlukan alat-alat perlengkapannya sendiri sebagai pegawai/pejabat pejabat
daerah dan bukan pegawai/pejabat pusat. Memberikan wewenang untuk
menyelenggarakan rumah tangga sendiri berarti pula membiarkan bagi daerah
untuk berinisiatif sendiri dan untuk merealisir itu, daerah memerlukan sumber
keuangan sendiri dan pendapatan-pendapatan yang diperoleh dari sumber
keuangan sendiri memerlukan pengaturan yang tegas agar di kemudian hari tidak
terjadi perselisihan antara pusat dan daerah mengenai hal hal tersebut diatas.

Tetapi dalam UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah maka


terjadi perubahan besar dalam kewenangan Pemerintahan Daerah. Pengelolaan
lingkungan hidup sangatlah penting untuk dilihat dalam era otonomi daerah

1
sekarang ini karena lingkungan hidup sudah menjadi isu internasional yang
mempengaruhi perekonomian suatu negara.

Pemerintahan Daerah diberikan kekuasaan yang sangat besar dalam


mengelola daerahnya terutama sekali Pemerintahan Kota atau Kabupaten.

Sistem pemerintahan di Indonesia sebagai Negara Kesatuan yang menganut


azas desentralisasi dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada
daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Otonomi daerah di Indonesia
merupakan hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna
dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap
masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang
undangan. Salah satu argumentasi dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah
mendekatkan pemerintah dalam bentuk pemerintah daerah kepada masyarakat,
agar pemerintah daerah memahami keinginan, aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
Dengan demikian tingkat kesejahteraan masyarakat akan sangat tergantung
kepada tingkat pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah daerah.
Paradigma otonomi daerah menurut semangat UU No. 32 Tahun 2004 adalah
otonomi masyarakat, dalam arti Pemerintah Daerah sebagai perwujudan dari
otonomi masyarakat dituntut untuk lebih mampu mensejahterakan masyarakat
melalui pelayanan publik dibanding dengan pemerintah pusat yang jaraknya lebih
jauh kepada masyarakat. Pelaksanaan Otonomi daerah dalam desentralisasi
diharapkan akan membawa efektivvitas dalam pemerintahan, sebab wilayah
Negara itu pada umumnya terdiri dari berbagai satuan daerah yang memiliki sifat-
sifat khas masing-masing wilayah, akibat dari faktor geografis. Pemerintahan
dapat efektif kalau pelaksanaannya sesuai dan cocok dengan keadaan riil dalam
Negara. Menurut historis, dalam pelaksanaan system sentralisasi yang pernah
dijalankan ternyata tidak dapat menjamin kesesuaian tindakan pemerintah dengan
keadaan riil didaerah. Maka untuk mengatasi hal ini, paling tidak membuat system
sentralisasi diperlunak, yaitu dengan melaksanakan system dekonsentrasi dengan
memberikan kekuasaan pemerintah pusat ke daerah dalam upaya pemberlakuan
kebijakan pemerintah pusat. Dengan catatan bahwa kebijakan setempat tidak
boleh menyimpang dari kebijakan pemerintah Pusat. Dari sinilah kemudian

2
diambil langkah menggunakan system desentralisasi, yang mana kepada
masyarakat setempat diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri, atau dengan istilah yang tidak asing lagi yakni diberikan hak
otonomi.

Otonomi daerah sekarang merupakan fenomena yang sudah lazim dan sudah
menjadi tuntutan, sebab sangat dibutuhkan dalam era globalisasi dan demokrasi.
Apalagi bila dikaitkan dengan tantagan masa depan yang memasuki era
perdagangan bebas yang ditandai dengan tumbuhnya berbagai bentuk kerjasama
regional dan perubahan system informasi global. Melalui otonomi diharapkan
daerah lebih mandiri dalam menentukan seluruh kegiatan di daerah dan
pemerintah pusat tidak terlalu ikut mencampuri dan mengatur permasalahan
daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu mengambil peran aktif dalam
melakukan peranannya guna membuat peluang memajukan daerah dengan
melakukan identifikasi potensi sumber pendapatan daerah sehingga mampu
menetapkan belanja daerah secara efisien dan efektif, termasuk kemampuan
perangkat daerah meningkatkan kinerja, mempertanggungjawabkan kepada
pemerintah maupun kepada public. Saat ini otonomi daerah bukan hanya meliputi
kabupaten dan kota di Indonesia, melainkan juga ada otonomi di tingkat desa.
Dalam hal ini, penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan subsistem dari
system penyelenggaraan pemerintahan, sehingga desa memiliki kewenangan
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Secara terminology,
desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan
Indonesia jauh sebelum Negara ini terbentuk. Desa merupakan institusi yang
otonom dengan tradisi dan adat istiadat dan kemandiriannya. Hal tersebut terbukti
dengan tingkat keragaman masyarakat desa yang mampu membaur satu dengan
yang lain, sehingga desa adalah perwujudan bangsa yang paling konkret. Untuk
mendukung implementasi dari Otonomi Daerah tersebut tentu ada aspek-aspek
yang harus dipersiapkan seperti sumber daya manusia, sumber daya keuangan,
sarana dan prasarana, serta organisasi dan manajemennya ( Krishna D. Darumurti
dan Umbu Rauta, 2000 : 68 ). Kesiapan sumber daya manusia aparatur pemerintah
daerah dalam pelaksanaan wewenang dari Daerah merupakan suatu tuntutan
profesionalitas aparatur pemerintah yang berarti memiliki kemampuan
pelaksanaan tugas, adanya komitmen terhadap kualitas kerja, dedikasi terhadap

3
kepentingan masyarakat sebagai pihak yang dilayani oleh pemerintah daerah.
Sebagaimana dinyatakan oleh Dr. M. Irfan Islamy bahwa : Kalau kepentingan
publik adalah sentral, maka menjadikan administrator publik sebagai profesional
yang proaktif adalah mutlak, yaitu administrator publik yang selalu berusaha
meningkatkan responsibilitas obyektif dan subyektifnya serta meningkatkan
aktualisasi dirinya. ( Dr. M. Irfan Islamy, 2000 : 12 ).

Kebijakan otonomi diambil dengan tujuan politik serta ekonomi


didalamnya, yaitu menciptakan kestabilan politik yang dapat merangsang
pembangunan ekonomi, serta menggerakkan proses pembagunan politik sesuai
dengan jalannya ekonomi. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya sampai sekarang
otonomi daerah menimbulkan permasalahan yang ada di daerah seperti, korupsi
pendanaan otonomi daerah yang dilakukan wakil-wakil daerah tanpa
mementingkan lagi kesejahteraan masyarakat daerah. Juga adanya pendanaan
yang berat sebelah. Jika sistem pada otonomi daerah tidak dibenahi, otonomi
daerah tidak akan mencapai tujuannya. Oleh karena itu, diharapkan seluruh
elemen negara terutama pemerintahan dapat memperbaiki lagi sistem otonomi
daerah agar kasus seperti ini dapat diminimalkan, dan otonomi daerah dapat
mencapai tujuannya serta menjadi sebuah kebijakan yang berhasil memajukan
pembangunan nasional.

Dalam makalah ini akan dibahas masalah lingkungan hidup di era otonomi
daerah dan bagaimana Kewenangan daerah terhadap lingkungan hidup juga akibat
kewenangan yang besar tersebut.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ditujukan untuk merumuskan
permasalahan yang akan dibahas pada pembahasan dalam makalah. Adapun
rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah, sebagai berikut :

A. Bagaimana Pelaksanaan Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam


melakukan pengelolaan lingkungan hidup?
B. Bagaimana Menganalisa Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah?
C. Bagaimana Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah?

4
D. Bagaimana hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam penerapan
Otonomi Daerah ?
E. Bagaimana hubungan Kewenangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Dalam Kerangka Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia?

C. Batasan Masalah

a. Menganalisa Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah


b. Pelaksanaan Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah
c. Hubungannya dengan Otonomi Daerah dalam Bidang Ekonomi
d. Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah

D. Tujuan Masalah

Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah memberikan masukan dan
informasi yang jelas kepada mahasiswa dan pelajar tentang bagaimana Hubungan
kerjasama aparatur kekuasaan negara Indonesia di tingkat pusat dan daerah.

E. Metode Pembahasan

Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah


metode kajian pustaka, yaitu penulisan dengan mengumpulkan berbagai sumber
referensi yang relevan dengan materi yang disajikan dan kemudian dilakukan
pengkajian terhadap materi tersebut

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Kewenangan Pemerintah Pusat Dan Daerah Dalam Melakukan


Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pemerintah Pusat dalam melakukan kewenangannya di bidang pengelolaan


lingkungan hidup harus mengikuti kebijakan yang telah diterapkan oleh Menko
Wasbangpan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jangan sampai pengurangan
kewenangan pemerintah Pusat di bidang lingkungan hidup tidak bisa mencegah
kesalahan pengelolaan lingkungan hidup demi mengejar Pemasukan APBD
khususnya dalam pos Pendapatan Asli Daerah.

Menurut mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup Sonny Keraf, bahwa


desentralisasi adalah mendelegasikan secara bertahap wewenang pemerintah pusat
kepada pemda dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam secara selektif.
Dalam penerapan desentralisasi itu, menurut Sonny harus tercakup pula
pemeliharaan lingkungan hidup sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga dan
lestari. Dengan demikian, kendati desentralisasi ala Indonesia tersebut pada
awalnya merupakan reaksi politik untuk mempertahankan stabilitas dan integritas
teritorial, namun paradigma otonomi demi kesejahteraan masyarakat lokal tetap
bisa diwujudkan tanpa merusak kualitas lingkungan hidup setempat.

Permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah sekarang adalah


Pemerintahan daerah harus meningkatkan Pendapatan Asli Daerah mereka untuk
memenuhi target APBD (Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah) sehingga
jalan termudah untuk memenuhi itu semua adalah mengeksploitasi kembali
lingkungan hidup karena cara tersebut adalah cara yang biasa dilakukan
pemerintah pusat untuk memenuhi APBN, dan cara ini akan terus dilakukan oleh
Pemerintah daerah dengan baik.

Sehingga jika waktu yang lalu pemusatan eksploitasi lingkungan hidup


hanya di daerah-daerah tertentu seperti Daerah Istimewa Aceh, Riau, Irian Jaya/
Papua, Kalimantan dan sebagian Proponsi di Pulau Jawa maka sekarang semua
Pemerintah daerah di Indonesia akan mengekspoitasi lingkungan hidup sebesar-
besarnya untuk memenuhi target APBD untuk daerah-daerah yang mempunyai
sumber kekayaan lingkungan hidup yang besar, sehingga akan dapat terbayang

6
semua daerah kota dan kabupaten di Indonesia akan melakukan eksploitasi
lingkungan hidup secara besar-besaran.

Karena desentralisasi dalam UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan


Daerah dipunyai oleh daerah kota dan kabupaten. Permasalahan yang timbul
adalah antisipasi dari pemerintah pusat sebagai pemegan kewenangan tertinggi
dalam penyelenggaraan pemerintahan. Karena seperti kita ketahui kewenangan
Pemerintah Pusat adalah:

1). Perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan secara makro;


2). Dana perimbangan keuangan seperti menetapkan dan alokasi khusus untuk
mengelola lingkungan hidup;
3). Sistem administrasi negara seperti menetapkan sistem informasi dan
peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan lingkungan hidup;
4). Lembaga perekonomian negara seperti menetapkan kebijakan usaha di bidang
lingkungan hidup;
5). Pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia;
6). Teknologi tinggi strategi seperti menetapkan kebijakan dalam pemanfaatan
teknologi strategi tinggi yang menimbulkan dampak;
7). Konservasi seperti menetapkan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup
kawasan konservasi antar propinsi dan antar negara;
8). Standarisasi nasional;
9). Pelaksanaan kewenangan tertentu seperti pengelolaan lingkungan dalam
pemanfaatan sumber daya alam lintas batas propinsi dan negara, rekomendasi
laboratorium lingkungan dsb.

Seperti dijelaskan diatas maka kewenangan pemerintah pusat dalam


melaksanakan otonomi daerah sangatlah penting dalam lingkungan hidup.
Sehingga jika terjadi berbagai permaslahan yang timbul pemerintahan pusat harus
menanganinya secara baik karena pemrintah pusat masih mempunyai kewenangan
untuk mengadakan berbagi evaluasi kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah
daerah sehingga pemerintah daerah dapat menjalankan kewenanganya secara
proporsional dalam bidang pengelolaan lingkungan hidup.

7
B. Menganalisa Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah

Kewenangan yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah


dalam pengelolaan lingkungan tidak bisa dijadikan suatu kesempatan untuk
mengeksploitasi lingkungan sehingga lingkungan menjadi rusak dan tidak bisa
dipergunakan lagi bagi kelangsungan bangsa ini dan hal ini dilakukan hanya untuk
mengejar Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Daerah sehingga hanya untuk hal
yang jangka pendek investasi jangka panjang dikuras habis.

Jika dilihat Kewenangan Pemerintah Pusat juga besar dalam hal ini sehingga
perlu diberdayakan peran pemerintah dalam pengelolaan lingkungan dan juga
fungsi dari pemerintah sebagai suatu instansi pengawas jika terjadi pengelolaan
lingkungan yang tidak baik pad pemerintah daerah. Dalam hal ini perlu dikaji
kembali berbagai kebijakan yang ada pada pemerintah Daerah sehingga tidak ada
kebijkan-kebijakan yang berupa peraturan daerah yang merugikan lingkungan dan
tidak memperhatikan keadaan masyarakat.

Oppenheim mengatkan dalam Nederlands Gemeenterecht bahwa:


Kebebasan bagian-bagin Negara sama sekali tidak boleh berakhir dengan
kehancuran hubungan negara. Di dalam pengawasan tertinggi letaknya jaminan,
bahwa selalu terdapat keserasian anatara pelaksanaan bebas dari tugas Pemerintah
Daerah dan kebebasan pelaksanaan tugas Tugas Negara oleh Penguasa negara itu.

Van Kempen juga menulis dalam Inleiding tot het Nederlandsch Indisch
Gemeenterecht bahwa otonomi mempunyai arti lain daripada kedaulatan(
souvereniteit), yang merupakan atribut dari negara, akan tetapi tidak pernah
merupakan atribut dari bagian- bagiannya seperti Gemeente, Provincie dan
sebagainya, yang hanya dapat memiliki hak-hak yang berasal dari negara,
bagaian-bagaian mana justru sebagai bagian-bagian dapat berdiri sendiri(
zelfstandig) akan tetapi tidak mungkin dapat dianggap merdeka( onafhnjelijk),
lepas dari, ataupun sejajar dengan negara.

Dapatlah ditambahkan, bahwa pengawasan itu dimaksudkan pula agar


daerah selalu melakukan kebijkannya dengan sebaik-baiknya sehingga produk
kebijakan berupa peraturan daerah tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berada diatasnya. Hal ini juga memerlukan peran
penting dan koordinasi yang baik antara Meteri NegaraLingkungan Hidup denga

8
aparat Pemerintahan Daerah sehinggdapat terjalinnya kerjasama yang baik antara
pusat dan daerah dalam pengelolaan lingkungan. Pengawasan oleh Pemerintah
Pusat dapat dibenarkan untuk membangun negara Indonesia karena Pemerintah
Pusat yang bertanggung jawab secara keseluruhan terhadap penyelenggaraan
Pemerintah Negara dan Daerah.

Pengawasan terhadap segala tindakan Pemerintah Daerah termasuk juga


Keputusan-keputusan Kepala Daerah terutama Peraturan-peraturan Daerah yang
ada dapat diawasi, jika menilik sifatnya bentuk pengawasan bisa dibagi dalam:

1). Pengawasan preventif

2). Pengawasan represif

3). Pengawasan umum

Dan pemerintah Pusat juga harus diawasi oleh lembaga negara yang lain
terutama lembaga perwakilan yang fungsinya berupa pengawasan, karena
Pemrintah Pusat juga mempunyai kebijakan yang menyangkut pengelolaan
lingkungan.

C. Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah

Garis-garis Besar Haluan Negara telah menggariskan bahwa dalam rangka


melancarkan pelaksanaan pembangunan yang tersebar di seluruh pelosok Negara
dan dalam rangka membina kesatuan Bangsa, maka hubungan yang serasi antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dikembangkan atas dasar keutuhan
Negara Kesatuan dan diarahkan pada pelaksanaan otonomi daerah yang nyata,
dinamis dan bertanggungjawab yang dapat menjamin perkembangan dan
pembangunan daerah dan dilaksanakan bersama-sama dengan dekonsentrasi.

Keserasian hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah diusahakan


sejak Repelita I dan dikembangkan secara terus-menerus selama Repelita II.
Usaha tersebut meliputi antara lain penegasan kedudukan Gubernur/Kepala
Daerah sebagai penguasa tunggal dan administrator pembangunan di daerah,
bentuk kerjasama dan tata kerja aparatur pemerintah Daerah dan Kantor-kantor
Wilayah Departemen yang ada di Daerah, penetapan pedoman komunikasi Pusat
Daerah, pembentukan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda),
pedoman pemupukan sumber-sumber keuangan daerah dan lain-lain. Kemudian

9
Undang-undang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintah di Daerah
telah memberikan dasar dan pengarahan yang lebih mantap sesuai dengan
pengembangan dekonsentrasi, desentralisasi dan sertatantra sesuai dengan
Undang-undang Dasar 1945. Demikian pula dengan diterbitkannya berbagai
peraturan pelaksanaan sebagai tindak lanjutnya telah lebih memantapkan
hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah. Dalam hubungan ini dapat
disebutkan pula pembentukan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah dengan
Keputusan Presiden No. 23 tahun 1975 yang bertugas merumuskan
kebijaksanaan agar segala kegiatan yang terjadi di daerah dapat dilaksanakan
dengan lebih baik

Usaha-usaha selanjutnya mengenai peningkatan hubungan antara aparatur


Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dilakukan melalui peningkatan
koordinasi perencanaan. Seperti pada tahun-tahun sebelum nya, pada tahun
1979/80 telah dilangsungkan Konsultasi Nasional dengan pertemuan konsultasi
antara Departemen-departemen teknis dan Bappenas dengan masing-masing
Bappeda Tingkat I. Konsultasi Nasional Bappeda ini didahului dengan
penyelenggaraan Konsultasi Regional antara Bappeda dalam lingkungan satu
Wilayah Pembangunan Utama. Bappeda juga merupakan aparatur Pemerintahan
di daerah yang dilibatkannya dalam pelaksanaan pengendalian proyek-proyek
pembangunan sektoral. Hal ini mendapat penegasan dalam Keputusan Presiden
No. 14 tahun 1979 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN yang pada pasal 62 dan
Lampiran II mewajibkan Bappeda untuk menyampaikan laporan triwulanan dari
proyek-proyek yang ada di daerahnya, baik mengenai DIP tahun bersangkutan
maupun mengenai DIPSIAP, kepada Gubernur/Kepala Daerah yang bersangkutan,
Menteri Keuangan, Menteri Koordinator bidang EKUIN/Ketua Bappenas dan
Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup, selambat-
lambatnya 1 bulan setelah ber akhirnya 1 triwulan.

Sejalan dengan peningkatan koordinasi perencanaan dan pengendalian


proyek-proyek pembangunan telah pula dimantapkan penserasian antara
proyek-proyek dalam rangka bantuan Pemerintah Pusat kepada Daerah yang
didasarkan pada Instruksi-Instruksi Presiden.

Pada tahun 1979/80 dimulai pelaksanaan program Inpres yang baru,


yaitu program Penunjangan Jalan dan Jembatan Kabupaten yang maksudnya

10
untuk mempercepat perbaikan jalan-jalan kabupaten yang penting untuk
menunjang pembangunan daerah-daerah bersangkutan. Disamping itu telah
dimulai program Pengembangan Wilayah dengan tujuan mengisi hal-hal yang
belum ditangani oleh ber berbaagai program/proyek lain, khususnya daerah -
daerah yang tergolong terbelakang dan/ atau miskin.

Di bidang pengawasan maka mengingat makin meningkatnya volume


pembangunan pada tahun 1979/80 unsur pengawasan dalam lingkungan
Departemen Dalam Negeri telah diperkuat dengan disempurnakannya Inspektorat
Wilayah Daerah (yang diubah menjadi Inspektorat Wilayah Propinsi) dan
dibentuknya Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kotamadya. Sehubungan dengan
peningkatan di bidang organisasi tersebut secara bertahap pada bulan Februari
1980 telah dilakukan penataran terhadap seluruh Kepala Inspektorat Wilayah
Kabupaten/Kotamadya yang diselenggarakan dalam rangka kerjasama
Departemen Dalam Negeri, Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara, OPSTIB
Pusat dan Lembaga Administrasi Negara. Menurut rencana penataran terdiri atas
11 angkatan dengan jumlah peserta sebanyak 530 orang.

Di bidang pengawasan preventif telah banyak dikeluarkan produk-produk


yang mengatur tatacara yang harus ditempuh dalam melaksanakan suatu tindakan,
misalnya berupa berbagai peraturan Menteri di bidang pelaksanaan APBD sesuai
dengan penyempurnaan di bidang pelaksanaan APBN sebagaimana telah
ditetapkan dalam Keputusan Presiden No. 14 tahun 1979. Bahkan di bidang
pengelolaan barang milik Pemerintah Daerah, telah ditetapkan Peraturan Menteri
Dalam Negeri No. 4 tahun 1979 tentang Pelaksanaan Pengelolaan Barang
Pemerintah Daerah.

Kerjasama antara perangkat pengawasan di tingkat daerah dilakukan melalui


koordinasi regional di daerah-daerah, terutama antara Inspektorat Wilayah
Propinsi dengan perwakilan Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara.
Demikian pula dalam kordinasi penanganan kasus-kasus pengaduan kerjasama
dengan OPSTIB Pusat/ Daerah telah terjalin secara serasi. Selama tahun anggaran
1979/80 telah dapat diselesaikan 1.575 kasus pengaduan disertai tindakan
pengamanan, yaitu 2.609 orang telah dikenakan tindakan administrasi, sedangkan
214 orang dikenakan tindakan justisional.

11
Dengan peningkatan hubungan antara aparatur Pemerintah Pusat dan Daerah
melalui peningkatan koordinasi perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, di
samping itu peningkatan koordinasi pengawasan pembangunan seperti
dikemukakan di atas, maka secara terus menerus diusahakan pemecahan
hambatan-hambatan melalui konsultasi dan penyesuaian-penyesuaian yang
diperlukan.

D. Konsep Hubungan Pemerintah Pusat Dan Daerah

Menurut Clarke dan Stewart model hubungan pemerintah pusat dan daerah
secara teoritis dapat dibedakan menjadi tiga model yaitu :

1) The Relative Autonomy Model. Model ini memberikan kebebasan yang


relatif besar kepada pemerintah daerah dengan tetap menghormati eksistensi
pemerintah pusat serta tetap berpegang teguh pada urusan-urusan pembantuan
dalm konteks negara kesatuan.
2) The Agency Model. Pada model ini pemerintah daerah tidak memiliki
kekuasaan yang cukup berarti sehingga keberadaannya hanya terlihat sebagai
agen pemerintah pusat yang bertugas untuk menjalankan kebijakasanaan
pemerintah pusatnya.
3) The Interaction Model. Model ini merupakan suatu model di mana
keberadaan dan peran pemerintah daerah ditentukan oleh interaksi yang
terjadi antara pemerintah pusat dan daerah.

Pengaturan mengenai hubungan antara pemerintah pusat dan daerah


terutama dalam hal hubungan kewenangan antara pusat dan daerah. Regulasi
mengenai hubungan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam
konteks negara kesatuan merupakan suatu yang sangat penting untuk dikaji dan di
analisis agar tidak terdapat kendala serta menghindari terjadinya permasalahan
dalam penyelenggaraan dan pelakasanaan pemerintahan secara keseluruhan
(pusat-daerah). Dengan adanya satuan pemerintahan daerah tentu telah
menimbulkan dan melahirkan sebuah konsekuensi akan lahirnya sebuah konsep
pembatasan dan pembagian kekuasaan sebagai salah satu unsur dalam konteks
negara hukum yang di tuangkan dalam bentuk undang-undang. Pembatasan dan
pembagian kekuasaan dalam hal hubungan kewenangan antara pemerintah pusat
dan daerah dibagi dalam dua bentuk yaitu pembatasan dan pembagian kekuasaan

12
secara horisontal dan vertikal. Pertama, pembatasan dan pembagian kekusaan
secara horizontal yaitu suatu pembagian kekuasaan yang mana kekuasaan dalam
suatu negara dibagi dan diserahkan kepada tiga badan yang mempunyai
kedudukan yang sejajar (trias politika) yakni kekuasaan eksekutif, legislatif dan
yudikatif. Kedua, pembatasan dan pembagian kekuasaan secara vertikal yaitu
pembagian kekuasaan antara pemerintahan nasional (pusat) dengan pemerintahan
yang lebih rendah (daerah). Hal ini dapat dilihat secara jelas dalam konsep negara
kesatuan, federasi dan konfederasi.

Dalam sistem negara kesatuan, seperti halnya negara Indonesia dapat


ditemukan dua cara yang dapat menghubungkan hubungan antara pemerintah
pusat dan daerah yaitu sebagai berikut :
a) Sentralisasi, yaitu segala urusan, fungsi, tugas, dan wewenang
penyelenggaraan pemerintahan berada pada pemerintah pusat yang
pelaksanaannya dilakukan secara dekonsentrasi.
b) Desentralisasi, yaitu dimana urusan, tugas dan wewenang pelaksanaan
pemerintahan diserahkan seluas-luasnya kepada daerah.

Dari kedua cara tersebut diatas dapat dikatakan bahwa pelimpahan melalui
dekonsentrasi merupakan pendelegasian wewenang kepada perangkat aparat
secara vertikal yang berada pada hirarkinya didaerah. Sedangkan, penyerahan
dalam rangka desentralisasi merupakan pendelegasian urusan kepada daerah
otonom.

Pola hubungan pemerintah pusat dan daerah menurut Ismail Sunny,


sebagaimana dikutip oleh Nimatul Huda terdapat ada lima tingkatan yaitu :
a) Negara kesatuan dengan otonomi terbatas
b) Negara Kesatuan dengan otonomi luas.
c) Negara quasi federal dengan provinsi atas kebaikan pemrintah pusat
d) Negara federan dengan pemerintahan federal (Amerika Serikat, Australia,
Kanada dan Swiss)
e) Negara Konfederasi.

Apabila dilihat dari segi pelaksanaan fungsi pemerintahan yang secara


desentralisasi atau otonomi maka dapat menunjukkan beberapa hal yaitu sebagai
berikut:

13
1) Satuan-satuan desentralisasi (otonomi) lebih fleksibel dalam memenuhi
berbagai perubahan yang terjadi dengan cepat.

2) Satuan-satuan desentralisasi dapat melaksanakan tugas dengan efektif dan


lebih efisien.

3) Satuan-satuan desentralisasi lebih inovatif.

E. Hubungan Kewenangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah Dalam Rangka


Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia

Seiring dengan pilar Negara hukum yaitu asas legalitas, berdasarkan prinsip ini
tersirat bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundang-
undangan. Jadi, secara teoritis, kewenangan yang bersumber dari peraturan
perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu, atribusi, delegasi
dan mandat.

Mengenai atribusi, delegasi, dan mandat ini, H.D. Van Wijk/Willem


Konijnenbelt mendefinisikan sebagai berikut :
a) Attributie: toekenning van een bestuursbevoegheid door een wetgever aan
een bestuurrsorgaan, (atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan
oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan).
b) Delegatie: overdracht van een bevoegheid van het ene bestuursorgan aan een
ander, (delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ
pemerintahan kepada pemerintahan lainnya).
c) Mandat: een bestuursorgan laat zijn bevoegheid names hem uitoefenen door
een ander, (mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengisinkan
kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya).

Van Wijk, F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek mengatakan bahwa hanya ada
dua cara organ pemerintahan memperoleh wewenang, yaitu atribusi dan delegasi.
Mengenai atribusi dan delegasi disebutkan bahwa, Atribusi yaitu berkenaan
dengan penyerahan wewenang yang baru, sedangkan Delegasi yaitu menyangkut
pelimpahan wewenang yang telah ada (oleh organ yang telah memperoleh
wewenang secara atributif kepada organ lain. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
delagsi secara logis selalui didahului oleh atribusi).

14
Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya yang sangat luas, maka alat
administrasi Negara (bestuur) sebagai pelaksana pemerintahan diberi kewenagan
yang bebas (vrije bestuur, freies ermessen) dalam penyelenggaraan pemerintahan
dan kenegaraan. Hal ini dimaksudkan agar pemerintah dapat mengambil tindakan
yang cepat dan tepat serta berfaedah dalam menjalankan tugas pemerintahan dan
kenegaraan. Irfan Fahruddin berpendapat bahwa untuk kepentingan pengurusan
Negara dan masyarakat, pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh alat
administrasi Negara diberi kekuasaan oleh Undang-Undang Dasar dan undang-
undang untuk melaksanakan tugasnya.

Terkait kewenangan Gubernur sebagai Kepala Daerah, dapat


dikaji/dianalisis dengan menggunakan beberapa teori tentang kewenangan yang
telah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya. Menganalisis kewenangan
Gubernur dengan menggunakan teori-teori kewenangan tersebut barulah dapat
menentukan sifat dari kewenangan yang dimiliki oleh Gubernur sebagai Kepala
Daerah. Landasan kewenangan dalam penyelenggaraan wewenang Gubernur
sebagai kepala daerah dapat dianalisis dengan menggunakan tiga teori:
a. Pertama, landasan kewenangan atas dasar atribusi. Atas dasar landasan
kewenangan ini maka wewenang yang ada pada alat administrasi negara atau
pejabat administrasi negara sifatnya melekat, tidak bisa dialihkan dan tidak
dapat dibagi-bagi.
b. Kedua, kewenangan atas dasar mandat, yakni bahwa wewenang itu diperoleh
atas dasar pelimpahan wewenang dari pejabat kepada subjek hukum lain untuk
melakukan tindakan atas nama pemberi mandat dan tanggungjawab pemberi
mandat.
c. Ketiga, kewenangan atas dasar delegasi, yaitu pelimpahan wewenang dari
pejabat administrasi negara kepada subjek hukum lain untuk bertindak atas
nama sendiri dan atas tanggungjawab sendiri, pelimpahan wewenang tersebut
dilakukan pejabat lain yang bersifat horizontal.

Negara kesatuan dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu:


a. Pertama, negara kesatuan dengan sistem sentralisasi. Negara kesatuan dengan
sistem ini bahwa segala sesuatu dalam negara kesatuan segalanya diatur dan
diurus langsung oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah hanya
melaksanakan segala yang di instruksikan oleh pemerintah pusat.

15
b. Kedua, negara kesatuan dengan sistem desentralisasi. Bahwa dalam sistem ini
pemerintah pusat memberikan kesempatan, kekuasaan atau kewenangan
kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri yang disebut sebagai daerah otonom.

Menurut Sri Soemantri sebagaimana dikutip oleh Nimatu Huda dalam


bukunya mengatakan bahwa pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada
daerah-daerah otonom bukanlah hal itu ditetapkan dalam konstitusinya, akan
tetapi karena masalah itu merupakan hakikat daripada negara kesatuan. Hal ini
menunjukkan bahwa pengaturan hubungan pusat dan daerah dalam konsep negara
kesatuan sangatlah penting. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa mengenai
daerah otonom bukanlah semata-mata karena amanat UUD NRI 1945
sebagaimana yang diamanat dalam pasal 18, Pasal 18A dan Pasal 18B.

Dalam suatu negara kesatuan, pada dasarnya semua urusan pemerintahan


berada pada pemerintah pusat tetapi urusan pemerintahan tersebut dapat
didelegasikan, dilimpahkan atau diserahkan kepada pemerintah yang lebih rendah
melalui pembentukan undang-undang. Dengan keterlibatan satuan pemerintahan
yang lebih rendah atau pemerintah dalam penyelenggaraan urusan-urusan
pemerintahan dapat dilaksanakan dengan melalui beberapa asas penyelenggaraan
pemerintahan seperti asas desentralisasi, asas dekonsentrasi, asas tugas
pembantuan dan asas kebijaksanaan. Perlu diketahui bahwa pengelompokkan
antara asas desentralisasi dan dekonsentrasi masih menimbulkan perbedaan dan
perdebatan, sebab menurut beberapa peraturan-peraturan perundang-undangan
pemerintahan daerah dinyatakan sebagai asas penyelenggaraan pemerintahan
daerah, namun menurut Bagir Manan yang dikutip oleh Muh. Fauzan9 bahwa
desentralisasi bukanlah asas melainkan suatu proses, yang termasuk asas adalah
otonomi dan tugas pembantuan. Demikian juga dengan dekonsentrasi, sebenarnya
bukan merupakan asas, tetapi proses atau cara penyelenggaraan sesuatu10.

Dari uraian penjelasan tersebut diatas, Muh. Fauzan menyimpulkan bahwa


terdapat dua pandangan mengenai desentralisasi dan dekonsentrasi yaitu sebagai
berikut :
1) Dari aspek yuridis formal bahwa desentralisasi maupun dekonsentrasi kedua-
duanya merupakan asas penyelenggaraan pemerintahan
2) Desentralisasi maupun dekonsentrasi kedua-duanya bukan merupakan asas,
melainkan proses penyelnggaraan pemerintahan.

16
Jika kita melihat dalam pengaturan UUD NRI 1945 hasil amandemen tidak
mengatur pengelompokkan antara desentralisasi dan dekonsentrasi sebagai suatu
asas penyelenggaraan pemerintahan. Dalam UUD NRI 1945 yang merupakan asas
penyelenggaraan pemerintahan adalah asas otonomi dan tugas pembantuan. Hal
ini dapat dilihat dalam Pasal 18 ayat (2) yang menentukan bahwa pemerintah
daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri
urursan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Tidak diaturnya asas desentralisasi dan dekonsentrasi dalam konstitusi


sebagai asas penyelenggaraan pemerintahan dari pasal 18 UUD NRI 1945 hasil
amandemen dalam perspektif teoritis bukanlah suatu permasalahan yang sangat
fundamental dan hal tersebut merupakan hal yang wajar, karena pengertian umum
desentralisasi adalah setiap bentuk atau tindakan memencarkan kekuasaan atau
wewenang dari suatu organisasi, jabatan, atau pejabat. Dengan demikian,
dekonsentrasi dalam pengertian umum dapat dipandang sebagai bentuk
desentralisasi, karena mengandung makna pemencaran. Apabila mengacu pada
Pasal 18 UUD NRI 1945, sebagaimana yang telah diuraikan tersebut diatas, maka
penulis berpandangan bahwa dalam konstitusi negara Indonesia hanya dikenal ada
dua asas yaitu asas otonomi dan asas tugas pembantuan. Dengan demikian, pada
konteks negara kesatuan Indonesia penyelenggaraan pemerintahan dalam hal
hubungan antara pemerintah pusat dan daerah hanya dapat digunakan asas
otonomi dan asas tugas pembantuan. Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis
berpendapat bahwa dalam hubungan penyelenggaraan antara pemerintah pusat
dan daerah dapat diterapkan kedalam dua metode atau mekanisme yaitu sebagai
berikut:
1) Untuk Pemerintah Provinsi konsep hubungan kewenangan penyelenggaraan
pemerintahan yang diberikan yaitu asas tugas pembantuan.
2) Untuk pemerintah daerah kabupaten konsep hubungan kewenangan yang
diberikan yaitu asas otonomi seluas-luasnya.

Metode tersebut diatas sebaiknya diterapkan dalam konsep hubungan


kewenangang antara pemerintah pusat dengan pemerintah yang lebih rendah
(provinsi dan kabupaten). Sebab metode tersebut lebih cocok bagi konteks negara
kesatuan terutama bagi Indonesia. Karena metode tersebut dapat memberikan

17
efektifitas dalam penyelenggaraan pemerintahan dan juga dapat menghindari
terjadinya konflik kepentingan antara pemerintah pusat dan daerah provinsi. Hal
ini juga dimkasudkan agar pemerintah pusat masih dapat mengontrol segala
pelaksanaan pemerintahan sebagai bentuk tugas pembantuan dari pemerinah
pusat. Sedangkan untuk daerah kabupaten diberikan otonomi seluas-luasnya,
karena pemerintah kabupatenlah yang sangat bersentuhan langsung dengan
masyarakat. Sehingga wajar apabila otonomi seluas-luasnya diberikan ke daerah
kabupaten saja. Hal ini dimaksudkan guna percepatan pembangunan, dan dalam
rangka untuk kesejahteraan masyarakat.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemerintah Pusat diharapkan tidak terlalu banyak ikut campur dalam bursa
pemilihan Kepala Daerah. Sesuai peraturan yang berlaku Pemerintah Pusat
dipersilakan ikut menentukan pemenang setelah calon diajukan.
Yang perlu dicermati adalah kewenangan Pemerintah Daerah yang sangat
besar sehingga perlu adanya bentuk pengawasan yang baik yang dilakukan oleh
Pemerintah Pusat sehingga jangan sampai terjadi berbagai kebijakan yang
merusak lingkungan yang terjadi di setiap kabupaten atau kota yang ada di
Indonesia. Pemerintah Pusat harus aktif dalam melakukan pengawasan sehingga
pembangunan yang berwawasan lingkungan dapat dijalankan dengan baik oleh
Pemerintah Indonesia baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.

Pengaturan mengenai hubungan antara pemerintah pusat dan daerah


terutama dalam hal hubungan kewenangan antara pusat dan daerah. Regulasi
mengenai hubungan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam
konteks negara kesatuan merupakan suatu yang sangat penting untuk dikaji dan di
analisis agar tidak terdapat kendala serta menghindari terjadinya permasalahan
dalam penyelenggaraan dan pelakasanaan pemerintahan secara keseluruhan
(pusat-daerah).

B. Saran dan Pendapat


Untuk menciptakan suatu pemerintahan yang baik bagi masa mendatang,
diperlukan langkah-langkah, tahapan-tahapan dengan merevieuw terhadap
pemerintahan yang lalu, sebagai tolak ukur dalam keberhasilan hubungan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hal ini dapat terlihat dari hasil-hasil
yang telah diciptakan/diterima oleh masyarakat. Seperti bagaimana pelayanan
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat, khususnya bagi masyarakat miskin.

19
DAFTAR PUSTAKA

Huda, NiMatul. Desentralisasi Asimetris dalam NKRI, Kajian Terhadap Daerah


Istimewa, Daerah Khusus dan Otonomi Khusus. Nusa Media Bandung, 2014
Irawan Soejito. Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala
Daerah. Bina Aksara Jakarta, 1983
Syafie, Inu Kencana Drs. Sistem Pemerintahan Indonesia. Rineka Cipta Jakarta,1994.
http://etika-politik.blogspot.co.id/2011/02/makalah-hubungan-pemerintah-pusat-
dan.html
http://firdausright.blogspot.co.id/2014/01/makalah-hubungan-pemerintah-pusat-
dan.html
http://hidayatwawan.blogspot.co.id/2012/03/makalah-hubungan-pemerintah-pusat-
dan.html
http://seraganmateri-hartokambaton.blogspot.co.id/2015/09/makalah-hubungan-
struktural-dan.html
http://hidayatwawan.blogspot.co.id/2012/03/makalah-hubungan-pemerintah-pusat-
dan.html
http://firdausright.blogspot.co.id/2014/01/makalah-hubungan-pemerintah-pusat-
dan.html
http://etika-politik.blogspot.co.id/2011/02/makalah-hubungan-pemerintah-pusat-
dan.html
http://seraganmateri-hartokambaton.blogspot.co.id/2015/09/makalah-hubungan-
struktural-dan.html
Irawan Soejito. Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala
Daerah. Bina Aksara Jakarta, 1983
Huda, NiMatul. Desentralisasi Asimetris dalam NKRI, Kajian Terhadap Daerah
Istimewa, Daerah Khusus dan Otonomi Khusus. Nusa Media Bandung, 2014
Syafie, Inu Kencana Drs. Sistem Pemerintahan Indonesia. Rineka Cipta Jakarta,1994.

Anda mungkin juga menyukai