Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PERBANDINGAN PEMERINTAHAN DAERAH

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN OTONOMI


DI PAPUA DAN SULAWESI SELATAN

Dosen Pengampu:
1. Dr. Andi Tenri Sompa, S. IP, M. Si
2. Prof. Dr. H. Budi Suryadi, S. Sos., M. Si.
3. Arif Rahman Hakim, S. Sos., M.IP.

Disusun oleh:

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
saya panjatkan puja dan puji syukur ke hadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, serta inayah-Nya kepada kita semua, sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul Efektivitas Pelaksanaan Otonomi di Papua dan Sulawesi Selatan
ini tepat pada waktunya.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak dan literatur. Maka dari itu kami menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah ikut berperan serta dan membantu dalam pembuatan
makalah ini.
Selain itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya bisa memperbaiki makalah ini.
Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang tivitas Pelaksanaan Otonomi
di Papua dan Sulawesi Selatan ini dapat memberikan manfaat dan inspirasi kepada
pembaca.

Banjarmasin, 27 Desember 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii
BAB I ............................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan................................................................................................ 2
BAB II .............................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN .............................................................................................................. 3
A. Otonomi Daerah ................................................................................................. 3
B. Pengertian Otonomi Khusus .............................................................................. 3
C. Efektivitas Pelaksanaan Otonomi Daerah di Provinsi Sulawesi Selatan ........... 4
D. Efektivitas Pelaksanaan Otonomi Khusus di Provinsi Papua dan Papua Barat . 4
BAB III ............................................................................................................................ 7
PENUTUP ....................................................................................................................... 7
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 7
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam tatanan kehidupan bernegara, penyelenggaraan pemerintah daerah
sebagai subsistem pemerintah pusat dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas
dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan pada masyarakat.
Sebagaimana ketentuan yang telah diatur pada penjelasan pasal 17 ayat 3 dalam
Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan pasal 83 ayat 2
berikut penjelasannya dalam Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Per-
imbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, jumlah
kumulatif defisit anggaran tidak diperkenankan melebihi 3% dari Produk Domestik
Regional Bruto tahun bersangkutan. Sesuai ketentuan Undang-undang otonomi
daerah, kewenangan daerah adalah memiliki tanggung jawab menyelenggarakan
berbagai pelayanan kepada masyarakat dengan prinsip keterbukaan, partisipasi dan
pertanggungjawaban kepada masyarakat.
Prinsip dasar otonomi tersebut didasarkan atas pertimbangan daerahlah yang
lebih mengetahui kebutuhan dan standar pelayanan bagi masyarakat di daerahnya.
Rendahnya kemampuan daerah dalam menggali sumber-sumber pendapatan yang sah
selama ini, selain disebabkan oleh faktor sumber daya manusia dan kelembagaan juga
disebabkan oleh batasan hukum .
Pemberlakuan Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 yang mengalokasikan
sebagian jenis-jenis pajak yang gemuk bagi pemerintah pusat, merupakan salah satu
penyebab keterbatasan kemampuan daerah dalam menggali sumber-sumber
penerimaan- nya. Kondisi semacam ini, jelas tidak akan mampu mendukung
pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana yang diharapkan. Penyelenggaraan
otonomi perlu diimbangi dengan kemampuan untuk menggali dan kebebasan untuk
mengalokasikan sumber-sumber pem- biayaan pembangunan sesuai dengan prioritas
dan preferensi daerah masing- masing.
Dampak implementasi undang- undang ini terhadap satu daerah dengan
daerah lainnya akan berbeda-beda, tergantung pada sumber-sumber penerimaan yang
dimiliki oleh masing-masing daerah. Dengan demikian pengimplementasian undang-

1
undang ini, disamping akan memacu pembangunan di daerah juga mem- punyai
potensi untuk mendorong munculnya disparitas antar daerah. Namun demikian
keberadaannya pada akhirnya memberikan perubahan kearah yang lebih baik
khususnya pada sektor penerimaan keuangan daerah.
Dalam pasal 4 PP No. 105 tahun 2000 tentang pengelolaan dan pertaggung-
jawaban keuangan daerah ditegaskan pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan
secara tertib, taat kepada peraturan perundang- undangan yang berlaku, efisien,
efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan
kepatutan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka didapatkanlah beberapa rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari Otonomi Daerah dan Otonomi Khusus?
2. Bagaimana Efektivitas Pelaksanaan Otonomi Khusus Papua?
3. Bagaimana Efektivitas Pelaksanaan Otonomi Daerah di Sulawesi Selatan?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian dari Otonomi Daerah dan Otonomi Khusus.
2. Untuk mengetahui Efektivitas Pelaksanaan Otonomi Khusus di Papua.
3. Untuk mengetahui Efektivitas Pelaksanaan Otonomi Daerah di Sulawesi Selatan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Otonomi Daerah
Menurut Dumanauw (2015) otonomi (autonomy) berasal dari bahasa Yunani,
auto berarti sendiri dan nomous berarti hukum atau peraturan. Menurut Encyclopedia
of Social Science, otonomi dalam pengertian sebenarnya adalah the legal self
sufficientcy of social body and is actual independence. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Otonomi Daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam system Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Daerah otonom merupakan kesatuan masyarakat
hokum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

B. Pengertian Otonomi Khusus


Dalam peraturan perundang-Undangan, eksistensi otonomi khusus dalam
sejarah ketatanegaraan Indonesia, diundangkannya dalam Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Daerah Istimewa Aceh jo Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh.
Pola penyelesaian melalui perwujudan pendekatan kesejahteraan (welfare
approach), serta pendekatan hukum (law approach) yang berkeadilan dan harmonis,
melalui rekonsiliasi yang panjang dan mengikat, pada gilirannya mampu menyepakati
otonomi khusus. Model otonomi khusus, di tengah keberlangsungan otonomi daerah
sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang
Pemerintahan Daerah, sempat menjadi perdebatan yang sangat serius dari banyak
kalangan. Namun demikian, dalam perjalanan waktu pelaksanaan otonomi khusus
tersebut, perdebatan yang menolak dan menerima otonomi khusus tidak terjadi lagi.
Dalam artian, otonomi khusus yang oleh beberapa pakar disebut sebagai
“desentralisasi asmetrik” diterima secara meluas di kalangan masyarakat Indonesia.

3
C. Efektivitas Pelaksanaan Otonomi Daerah di Provinsi Sulawesi Selatan
Berdasarkan data realisasi APBD 2004- 2014 (Kemenkeu, annual report),
tampak bahwa pertumbuhan PAD sebelum dan sesudah otonomi daerah tidak berbeda
signifikan, dimana secara agregat Provinsi Sulawesi Selatan hanya tumbuh sedikit
lebih besar 0.4% (17.3 % menjadi 17.7%). Delapan dari 24 kab/kota atau 33.3%
malah mengalami penurunan pertumbuhan. Realisasi PAD kabupaten/kota
Provinsi Sulawesi Selatan dari tahun ke tahun, semuanya mengalami peningkatan
dengan trend yang terus naik, kecuali 3 kabupaten/kota yang masih fluktuatif yakni
Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Luwu Timur dan Kota Palopo yang
ketiganya merupakan pemekaran dari Kabupaten Luwu. Beberapa kabupaten/kota
yang mencatatat peningkatan nilai absolut PAD yang sangat signifikan antara lain
Kota Makassar, Kab Pangkep, Kab. Gowa, Kab. Tana Toraja dan Kab. Bone. Secara
agregat provinsi, realisasi PAD meningkat 6,6 kali lipat pada era otoda. Delapan
kabupaten/kota yakni Kab. Bantaeng, Barru, Jeneponto, Pangkep, Sidrap, Sinjai, Tana
Toraja dan Parepare malah mencatat penurunan growth yang yang signifikan.
Sementara kab/kota lainnya mencatat pertumbuhan yang tidak besar. Hanya ada tiga
kabupaten/kota yakni Kabupaten Selayar, Kota Makassar dan Kabupaten Bone yang
mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi yang besar pada masa otonomi daerah
masing- masing 53.4%, 32.4% dan 22.7%. Analisis data tersebut diatas menunjukkan
bahwa desentraliasi yang sudah berjalan lebih dari 10 tahun, namun belum mampu
mendorong pertumbuhan PAD daerah otonom sesuai dengan amanah undang- undang
otonomi daerah

D. Efektivitas Pelaksanaan Otonomi Khusus di Provinsi Papua dan Papua Barat


Pengelolaan keuangan sesuai dengan regulasi akan tercapai efektifitas dan
efisiensi dalam penca- paian program. Dana otonomi khusus yang diberikan di Papua
memiliki makna afirmatif action di mana dana tersebut digunakan untuk mendukung
percepatan ketertinggalan masyarakat asli Papua untuk sama dengan provinsi lainnya.
Pengetahuan tentang makna afirmatif action harus dipahami oleh pengelola keuangan,
pemahaman afirmatif action sangat perlu karena pengelolaan dana otsus berbeda
dengan pe- ngelolaan keuangan otonomi daerah sehingga diperlu- kan manajemen

4
keuangan secara khusus, dengan mekanisme perencanaan keuangan strategis sesuai
amanat otsus (anggaran pendidikan), Pelaksanaan program harus sesuai dengan
prioritas, Pelaporan penggunaan dana otsus harus sesuai dengan dana yang telah
disediakan dan menjalankan fungsi penga- wasan terhadap pengelolaan dana otsus
agar sesuai dengan amanat undang-undang. Fungsi pengawasan pengelolaan dana
otonomi khusus dapat diketahui kepatuhan pengelolaan keuangan di provinsi Papua
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dengan pengawasan yang ketat dan kepatuhan mekanisme pengelolaan
keuangan sesuai dengan regulasi otsus diharapkan tercapainya efektifitas dan efisiensi
maksimal, sehingga pengelola dana otsus dalam memberikan pertanggungjawaban
atau men- jawab dan menerangkan kinerja keuangan kepada pihak yang memiliki hak
atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban dapat
diterima dengan baik. Guna tercapai kinerja keuangan yang maksimal, implementasi
kinerja keuangan otono- mi khusus harus dilakukan dan menjadi budaya kerja dalam
pengelolaan keuangan dengan tujuan akunta- bilitas keuangan. Dengan implementasi
kepatuhan dan pengawasan fungsi-fungsi manajemen keuangan akan tercapai Value
for Money (Efektifiktas, Efisiensi dan Ekonomis).
Pengelolaan dan Otsus adalah keinginan masya- rakat kepada Pemerintah
Provinsi Papua dan Papua Barat menjalankan prinsip kepatuhan, pengawasan,
pertanggungjawaban dana otonomi khusus yang sesuai dengan amanat Otsus.
Selanjutnya Prinsip-prinsip ter- sebut mencuat ke permukaan dikarenakan laporan
pertanggungjawaban pengelolaan dana otsus setiap tahunnya menunjukan
akuntabilitas yang berpihak kepada pemerintah provinsi Papua, bukan berpihak
kepada program-program prioritas dan masyarakat. Fenomena Efektifitas dan
Efisiensi mencuat di masyarakat dikarenakan laporan pertanggungja- waban yang
dipublikasikan seringkali berbeda dengan perencanaan dan pelaksanaan. Apalagi
program- program yang direncanakan tidak memberikan man- faat yang dapat
dirasakan oleh masyarakat. (Weber, 1944:2) mengartikan fenomenologi sebagai studi
tentang tindakan sosial antar hubungan sosial. Di mana Pemerintah provinsi Papua
sebagai aktor utama pe- megang kendali otonomi khusus karena mendapatkan
Kewenangan sesuai dengan UU Otsus No 21 Tahun 2001. Maka wajib memberikan
pelayanan kepada masyarakat sebagai sasaran pembangunan, maka fenomena ini

5
membentuk Pemerintah Papua untuk memberikan akuntabilitas kepada masyarakat.
Se- lanjutnya sebagai hubungan social maka Masyarakat sebagai sasaran
pembangunan dapat menjadi aktor utama untuk memperoleh informasi dan manfaat
dari pengelolaan Dana Otsus. Peran masyarakat sebagai aktor utama dalam
pengelolaan dana otsus adalah dengan memahami dengan benar sejauhmana efekti-
fitas dan efisiensi pengelolaan dana otsus.
Beberapa teori dan penelitian pada bidang manajemen keuangan menyatakan
tingkat pencapaian hasil kerja di bidang keuangan daerah yang meliputi penerimaan
dan belanja daerah dengan menggunakan sistem keuangan yang ditetapkan melalui
suatu kebijakan atau peraturan perundang-undangan selama satu periode anggaran.
Pada penelitian ini peraturan perundang-undangan otonomi khusus yang mengatur
keuangan pada akhirnya membentuk mekanisme pengeloaan dana otonomi khusus.
Pencapaian hasil kerja dari dana oto- nomi khusus diharapkan memperoleh prestasi
kerja peningkatan kinerja pengeloaan keuangan di provinsi Papua Barat dan Papua.
Artinya jika pengeloaan keuangan dilakukan dengan efektif dan efisien oleh Aparatur
Sipil negara memberikan semangat kerja sehingga dapat meningkatkan kinerja
Aparatur Sipil Negara semakin lebih baik ke depannya.
Selanjutnya, menunjukkan mampu memberikan dampak yang positif terhadap
peningkatan ekonomi pada provinsi Papua Barat dan Papua. Hal ini meng-
indikasikan bahwa meningkatnya sektor ekonomi yang tinggi, akan dapat
memberikan suatu dorongan meningkatnya kesejahteraan masyarakat, pemba-
ngunan infrastruktur yang lebih baik. Ditemukan juga bahwa dengan pengelolaan
keuangan yang efektif dan efisien dapat memberikan semangat kerja bagi Aparatur
Sipil Negara sehingga mampu melaksanakan tugasnya dengan baik pula.

6
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut Dumanauw otonomi berasal dari bahasa Yunani, auto berarti sendiri
dan nomous berarti hukum atau peraturan. Menurut Encyclopedia of Social Science,
otonomi dalam pengertian sebenarnya adalah the legal self sufficientcy of social body
and is actual independence. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat dalam system Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Daerah otonom merupakan kesatuan masyarakat hokum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam peraturan perundang-Undangan, eksistensi otonomi khusus dalam
sejarah ketatanegaraan Indonesia, diundangkannya dalam Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Daerah Istimewa Aceh jo Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh. Pola penyelesaian
melalui perwujudan pendekatan kesejahteraan, serta pendekatan hukum yang
berkeadilan dan harmonis, melalui rekonsiliasi yang panjang dan mengikat, pada
gilirannya mampu menyepakati otonomi khusus. Tana Toraja dan Kab. Bone. Secara
agregat provinsi, realisasi PAD meningkat 6,6 kali lipat pada era otoda. Delapan
kabupaten/kota yakni Kab. Bantaeng, Barru, Jeneponto, Pangkep, Sidrap, Sinjai, Tana
Toraja dan Parepare malah mencatat penurunan growth yang yang signifikan.
Sementara kab/kota lainnya mencatat pertumbuhan yang tidak besar. Hanya ada tiga
kabupaten/kota yakni Kabupaten Selayar, Kota Makassar dan Kabupaten Bone yang
mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi yang besar pada masa otonomi daerah
masing- masing 53.4%, 32.4% dan 22.7%. Analisis data tersebut diatas menunjukkan
bahwa desentraliasi yang sudah berjalan lebih dari 10 tahun, namun belum mampu
mendorong pertumbuhan PAD daerah otonom sesuai dengan amanah undang- undang
otonomi daerah.

7
Pengelolaan keuangan sesuai dengan regulasi akan tercapai efektifitas dan
efisiensi dalam penca- paian program. Dana otonomi khusus yang diberikan di Papua
memiliki makna afirmatif action di mana dana tersebut digunakan untuk mendukung
percepatan ketertinggalan masyarakat asli Papua untuk sama dengan provinsi lainnya.
Dengan implementasi kepatuhan dan pengawasan fungsi-fungsi manajemen
keuangan akan tercapai Value for Money.
Pengelolaan dan Otsus adalah keinginan masya- rakat kepada Pemerintah
Provinsi Papua dan Papua Barat menjalankan prinsip kepatuhan, pengawasan,
pertanggungjawaban dana otonomi khusus yang sesuai dengan amanat Otsus.
Selanjutnya Prinsip-prinsip ter- sebut mencuat ke permukaan dikarenakan laporan
pertanggungjawaban pengelolaan dana otsus setiap tahunnya menunjukan
akuntabilitas yang berpihak kepada pemerintah provinsi Papua, bukan berpihak
kepada program-program prioritas dan masyarakat. Fenomena Efektifitas dan
Efisiensi mencuat di masyarakat dikarenakan laporan pertanggungja- waban yang
dipublikasikan seringkali berbeda dengan perencanaan dan pelaksanaan. Apalagi
program- program yang direncanakan tidak memberikan man- faat yang dapat
dirasakan oleh masyarakat. mengartikan fenomenologi sebagai studi tentang tindakan
sosial antar hubungan sosial. Di mana Pemerintah provinsi Papua sebagai aktor utama
pe- megang kendali otonomi khusus karena mendapatkan Kewenangan sesuai dengan
UU Otsus No 21 Tahun 2001. Maka wajib memberikan pelayanan kepada masyarakat
sebagai sasaran pembangunan, maka fenomena ini membentuk Pemerintah Papua
untuk memberikan akuntabilitas kepada masyarakat. Se- lanjutnya sebagai hubungan
social maka Masyarakat sebagai sasaran pembangunan dapat menjadi aktor utama
untuk memperoleh informasi dan manfaat dari pengelolaan Dana Otsus.

8
DAFTAR PUSTAKA

Abdul, H. 2008. Manajemen Keuangan Daerah, Pengelolaan Keuangan Daerah.


Yogyakarta: Penerbit Unit Penerbit dan Percetakan STIM YKPN.
Kadmasasmita, Achmad Djuaeni. 2009. Akuntabilitas Keuangan Negara: Konsep dan
Aplikasi. Jakarta: STIA LAN
Mardiasmo. 2006. Pewujudan Transparansi dan Akunta- bilitas Publik Melalui
Akuntansi Sektor Publik: Suatu Sarana Good Governance. Jurnal Akuntansi
Pemerintahan. Vol. 2, No. 1, Mei 2006, Hal 1–17.
Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah: Ed. II. Hal 65.
Yogyakarta: Penerbit Andi Offset.
Mardiasmo. 2001. Pengawasan, Pengendalian, dan Pemeriksaan Kinerja Pemerintah
dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi Trisakti. Jakarta: Edisi Agustus.
Setyanto, Budi. 2009. Menganalisa APBD Menuju Pemerintahan Papua yang Bersih.
ICS Papua. Penerbit INSIST Press Yogyakarta.
Sukirno Sadono, 2015. Mikroekonomi, Teori Pengantar, Edisi ketiga. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Tadaro Michael. 1998. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Gelora Aksara
Pratama.
Tambunan, 2001. Perekonomian Indonesia, Teori dan Temuan Empiris. Jakarta: Ghalia.

Anda mungkin juga menyukai