Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGA NEGARAAN

OTONOMI DAERAH

Dosen Pengampu : Bapak Prof. Dr. H. Baidi, M.Pd.

Disusun oleh :

Syahrul Munawar 233131101


Naura Huwaida 233131099
Anna Nadha Khilma 233131100
Assyifa Dhian Dhani 233131101

PRODI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU TARBIYAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID


SURAKARTA

2023/2024

1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Makalah
Otonomi Daerah” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok
mata kuliah Pendidikan Kewarga Negaraan, selain itu juga untuk menambah wawasan
bagi para pembaca dan penulis. Kami mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. H.
Baidi, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik.Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Surakarta, 08 Maret 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................................................................ ii

BAB I ............................................................................................................................................................ 1

PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 1

A. Latar Belakang .................................................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................................................... 2

C. Tujuan Makalah .................................................................................................................................. 2

BAB II .......................................................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN .......................................................................................................................................... 3

A. Pengertian Otonomi Daerah ................................................................................................................ 3

B. Urgensi Otonomi Daerah .................................................................................................................... 6

C. Prinsip, Tujuan dan Manfaat Otonomi Daerah ................................................................................... 8

D. Syarat-Syarat Otonomi Daerah ......................................................................................................... 12

E. Asas-Asas Otonomi Daerah .............................................................................................................. 15

F. Bentuk-Bentuk Otonomi Daerah ....................................................................................................... 16

G. Landasan Hukum Perkembangan Otonomi Daerah .......................................................................... 18

H. Visi Otonomi Daerah ........................................................................................................................ 21

I. Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia ................................................................................................ 24

J. Kekuasaan antara pusat dan daerah .................................................................................................... 27

K. Otonomi daerah dan demokratisasi ................................................................................................... 30

BAB III....................................................................................................................................................... 34

PENUTUP.................................................................................................................................................. 34

A. Kesimpulan ....................................................................................................................................... 34

B. Saran.................................................................................................................................................. 35

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 36

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Republik Indonesia sebagai suatu negara yang menganut asa


desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan pusat dilimpahkan kepada
pemerintah daerah dengan tujuan untuk membatu tugas pemerintah dalam mengatur dan
memeratakan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia, dari uraian tersebut otonomi
daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban pemerintah daerah untuk dan mengurus
ekonomi serta ketertiban masyarakat, hal ini ditegaskan pada pasal 18 Undang-Undang
Dasar 1945, yang menyatakan bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan
kecil, dengan bentuk dan susunan pemerinthannya ditetapkan dengan undang-undang.

Sebagai negara yang sepmat dijajah oleh Belanda maka dalam penyelenggaran
pemerintahan Indonesia banyak mengadopsi model pemerintahan Belanda dimana
pemerintahan dibagi menjadi dua kekuasaan yaitu pemerintah pusat atau disebut
Gubernur Jendral yang menjadi wakil Ratu Belanda di Indonesia, dan pemerintah daerah-
daerah kecil di Indonesia yang dijankan oleh kerajaan-kerajaan yang memilikir perjanjian
dengan pemerintah Belanda dan adanya pembagian hasil atau pajak yang harus
dibayarkan kepada pemerintah Belanda agar perjanjian dan hubungan antar dua belah
pihak tetap terjaga baik.

Atau bisaya disebut model dekonsentralisasi dimana suatu wilayah memiliki


kepala wilayah sebagai wakil pemerintah pusat, yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1974 kepala wilayah mempunyai kekuasaan yang sangat kuat dengan
kewenangan sebagai penguasa tunggal di bidang pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan. Hal ini bertujuan untuk memenuhi hak dan kewajiban masyarakat untuk
mendapatkan kesejahteraan dan memberantas kemiskinan di Indonesia.

Pelaksannan penyelenggaraan pemerintahan otonomi daerah telah memasuki era


baru stelah pengesahan UU nomer 32 tahun 2004 oleh pemerintah dan DPR tentang
perimbangan anggaran administrasi antara pemerintah pusat dan daerah, hal ini

1
menjadikan pemerintah daerah lebih luas, lebih nyata, dan lebih mempertanggung
jawabkan hak otonomi dalam mengatur pemerintahan tinggkat daerah. Dengan adanya
anggaran ini diharapkan daerah mempu lebih maju, mandiri dan sejahtera dalam
pembangunan daerahnya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan mengenai Pengertian Otonomi Daerah?
2. Bagaiman penjelasan tentang Urgensi Otonomi Daerah?
3. Bagaimana penjelasan Prinsip, Tujuan dan Manfaat Otonomi Daerah?
4. Bagaimana penjelasan mengenai Syarat-Syarat Otonomi Daerah?
5. Bagaimana penjelasan mengenai Asas-Asas Otonomi Daerah?
6. Bagaimana penjelasan mengenai Bentuk-Bentuk Otonomi Daerah?
7. Bagaimana mengenai Landasan Hukum Perkembangan Otonomi Daerah?
8. Bagaimana penjelasan mengenai Visi Otonomi Daerah?
9. Bagaimana penjelasan mengenai Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia?
10. Bagaimana penjelasan Pembagian Kekuasaan antara pusat dan daerah?
11. Bagaimana penjelasan mengenai Otonomi daerah dan demokratisasi?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui mengenai Pengertian Otonomi Daerah.
2. Untuk mengetahui tentang Urgensi Otonomi Daerah.
3. Untuk mengetahui Prinsip, Tujuan dan Manfaat Otonomi Daerah.
4. Untuk mengetahu mengenai Syarat-Syarat Otonomi Daerah.
5. Untuk mengetahu mengenai Asas-Asas Otonomi Daerah.
6. Untuk mengetahu mengenai Bentuk-Bentuk Otonomi Daerah.
7. Untuk mengetahu mengenai Landasan Hukum Perkembangan Otonomi Daerah.
8. Untuk mengetahu mengenai Visi Otonomi Daerah.
9. Untuk mengetahu mengenai Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia.
10. Untuk mengetahu mengenai Pembagian Kekuasaan antara pusat dan daerah.
11. Untuk mengetahu mengenai Otonomi daerah dan demokratisasi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Otonomi Daerah


Secara etimologi otonomi daerah terdiri dari dua kata yaitu “otonom” dan
“daerah”. Otonom merupakan bahsa yunani dari kata “autos” yang bermakna sendiri dan
kata “namos” yang berarti aturan atau perundang-undangan. Segingga apabila di gabung
maka otonomi daerah adalah suatu kewenangan untuk mengatur sendiri dan membuat
aturan sendiri dalam menjalankan seluruh urusan rumah tangga sendiri.
Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 dan UU No. 9 tahun 2015 pengertian
otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
serta mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengertian
otonomi daerah adalah dalam suatu negara dibentuklah daerah yang lebih kecil yang
memiliki wakil daerah yang memiliki tanggung jawab yang diberikan dari pemerintah
pusat untuk mengatur sendiri daerahnya. Berikut ini beberapa pengertian otonomi daerah
menurut para ahli.
1. Benyamien Hoesein
“Otonomi daerah adalah pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah
nasional suatu negara secara informal berada di luar pemerintahan pusat.”
2. Ateng Syarifuddin
“Otonomi daerah mempunyai makna kebebasan atau kemandirian, tetapi bukan
kemerdekaan melainkan kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud atas
pemberian kesempatan yang harus dapat dipertanggung jawabkan.”
3. Syarif Saleh
“Hak mengatur dan memerintah daerah sendiri dimana hak tersebut merupakan hak
yang diperoleh dari pemerintah pusat dan harus dipertanggung jawabkan.”
4. Sugeng Istianto
“Hak dan wewenang yang dilimpahkan dari pemerintah pusat untuk mengatur dan
mengurus rumah tangga disuatu daerah.”

3
5. Marium
“Otonomi daerah adalah kebebasan yang dimiliki oleh pemerintahan daerah yang
memungkinkan mereka untuk membuat inisiatif sendiri dalam rangka mengelola dan
mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki oleh daerahnya sendiri. Otonomi daerah
merupakan kebebasan untuk dapat berbuat sesuai dengan kebutuhan masyarakat
setempat.”
6. Philip Malwood
“Otonomi daerah adalah suatu pemerintah daerah yang memiliki kewenangan sendiri
dimana keberadaannya terpisah dengan otoritas diserahkan oleh pemerintah pusat
guna mengelokasikan sumber material yang bersifat substransial mengenai fungsi
yang berbeda.”

Berbagai macam definisi otonomi daerah sudah dikemukakan oleh para pakar
sebagai bahan untuk membahas makna sebenarnya otonomi daerah dan desentralisasi,
dalam makna sempit otonomi daerah merupakan “mandiri”, hal ini bermaksut bahwa
suatu daerah memiliki kemandirian yang berkaitan dengan pembuatan dan pengambilan
keputusan yang berhubungan dengan kepentingan dan permasalahan di daerahnya
sendiri.

Rondinelli mengemukakan tentang definisi desentralisasi merupakan


pentransferan tanggung jawab dalam merencanakan, manajemen dan alokasi sumber-
sumber dari pemerintah pusat kepada unit dibawahnya atau pemerintah daerah untuk
menjalankan sendiri pemerintahannya, hal ini bertujuan untuk mempercepat dan efektif
dalam menyelesaikan permasalahan-permasalah yang ada disuatu daerah, masyarakat
dapat lebih mudah menjangkau untuk melaporkan suatu masalah atau menerima layanan.

Otonomi daerah merupakan pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada


suatu daerah yang dipimpin oleh kepala daerah, kepala daerah memiliki kedudukan
penting dalam mengatur dan mengawasi jalannya otonomi di suatu daerah, kepala daerah
menjadi koordinator dalam proses pemerintahan daerah serta harus mempertanggung
jawabkan anggaran yang diberikan untuk mendukung proses pemerintahan disuatu
daerah.

4
Adapun fungsi utama pemerintahan daerah terdiri dari tiga fungsi utama yaitu
perlindungan, pelayanan publik dan pembangunan. Kepala daerah merubakan kepala
eksekutif di suatu daerah. Kepala daerah dalam konteks pelaksanaan otonomi daerah
seharusnya tidak serakah untuk memperoleh kewenangan yang sebesar-besarnya dan
digunakan untuk kepentingan pribadi atas hak yang diterimannya untuk menjalankan
pemerintahan daerahnya sendiri. Karena pada dasarnya otonomi daerah bertujuan untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat serta mensejahterakan rakyat.

Di Indonesia ini dalam mewujudkan kesejahteraan dan pelayanan publik yang


lebih optimal menggunkan desentralisasi, desentralisasi merupakan penyerahan
wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Desentralisasi diharpkan menjadi alat untuk menuju Indonesia yanglebih
mensejahterakan rakyat dan membantu pemerintah pusat dalam melayani masyarkat.

Otonomi daerah dimasa sekarang sudah jauh lebih terperhatikan oleh pemerintah
pusat dengan adnya anggaran kusus untuk menunjang lancarnya penyelenggaraan
pemerintahan daerah, otonomi daerah di Indonesia sempat terhenti pada saat
diterapkannya sistem sentralisasi pemerintahan pada masa orde baru dimana kewenangan
untuk mengatur jalannya pemerintahan hanya pada pemerintahan pusat saja. Berhentinya
desentralisasi hanya pada masa orde baru, akhirnya pada masa reformasi di Indonesia
desentralisasi dilanjutkan kembali.

Pada masa reformasi merupakan titik perlawanan dari rakyat karena krisis
ekonomi di Indonesia, krisis ini menghambat laju pembangunan disegala bidang. Hal ini
dikarenakan system pemerintahan yang sentrallistik, dimana segala kekuasaan terpusat
pada pemerintah pusat, dan pemerintah daerah tidak memiliki hak untuk mengatur dan
membangun daerahnya yang tertinggal. Rakyat hanya patuh pada pemerintah pusat
sedangkan pemerintah pusat acuh dan hanya memperkaya diri sendiri.

Reformasi merupakan respon terhadap krisis yang sangat merugikan bangsa,


rakyat mengemukakan bahwa otonomi daerah harus dilaksanakan kembali serta
pengimbangan anggaran antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, hal ini

5
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat serta membangun daerah-daerah
yang tertinggal dengan cara memaksimalkan sumber daya yang dimiliki.

Dengan adanya desentralisasi diharapkan daerah yang tertinggal mampu


mendapatkan pemerataan, pembangunan sosial ekonomi, menyelenggarakan
pemerintahnnya sendiri, membangun pemerintahan dan pembangunan kehidupan
berpolitik yang lebih efektif dan efisien dalam melayani masyarakat. Hal ini dikarenakan
pemerintah daerah merupakan perwakilan rakyat makadari itu sudah pasti paham betul
permasalahan dan solusi dari permasalahan disuatu daerah.

Implementasi otonomi daerah menjadi peluang bagi daerah untuk mengatur


anggaran mereka sendiri, dengan tujuan untuk meningkatkan sumber daya lokal yang
dimilikinya. Namun sangat disayangkan banyak sekali kepla daerah yang menyalah
gunakan anggaran yang diberikan oleh pemerintah pusat yang harusnya disalurkan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat, tetapi anggaran dialihkan untuk memenuhi
kebutuhan pribadinya. Banyak sekali rakyat yang berlomba-lomba menjadi kepala daerah
hanya untuk memperkaya diri sendiri.

B. Urgensi Otonomi Daerah


Implementasi desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-
daerah otonomi dan pelimpahan kekuasaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah hal ini bertujuan untuk mengatur dan mengurus sebagian kekuasaan dan
kewenangan pemerintah pusat. Otonomi daerah memberikan kebebasan kepada
pemerintah daerah untuk mengatur rumahtangganya sendiri tetapi harus bertanggung
jawab dan pemberian kewenangan untuk berkuasa di suatu daerah bukan untuk
kepentingan pribadi (Adissya, 2019).
Namun yang menjadi urgensi otonomi daerah adalah belum mampu dan siapnya
dalam meimplementasikan system pemerintahan daerah sehingga suatu daerah yang
harusnya berkembang tetapi menjadi tertinggal dan asas perencanaan dan pembangunan
tidak dapat terlaksana dengan maksimal. Kesenjangan pemerataan pembangunan
merupakan masalah yang kompleks dihadapi suatu negara, yang terjadi di Indonesia
permasalah kesenjangan pembangunan yang paling terlihat jelas adalah anatara daerah
pusat di jawa dan kasawan timur serta barat di Indonesia.

6
Untuk mengatasi permasalahan dalam otonomi daerah harus paham dan
memperhatikan beberapa hal diantaranya adanya sinkronisasi, koordinasi dan integrasi
antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat, tidak hanya relasi antara
pemerintahan saja yang dijaga, tetapi antara pemerintahan daerah dan rakyat di suatu
daerah harus ada transparansi, baik itu keterbukaan anggara, penetapan peraturan dan
perencanaan pembangunan rakyat menjadi penilai apakah suatu daerah sudah berjalan
sesuai tanggung jawabnya untuk melayani dan mesejahterakan rakyat (Saeful, 2020).
Berdasarkan uraian diatas banyak sekali permasalahan yang terjadi di Indonesia,
selain permasalahan adapun alasan mengapa otonomi daerah juga harus dilaksanakan,
Josep Riwu Kaho (dalam Yoyon Bahtiar Irianto, 1999:89) mengemukakan pendapat
mengapa otonomi daerah urgen untuk dilaksanakan.
1. Untuk menghindari adanya permainan kekuasaan atau game theory. Adanya
desentralisasi ini bertujuan untuk mencegah adanya oknum-oknum pejabat
pemerintahan melakukan penumpukan kekuasaan hanya pada dirinya, hal ini
mengakibatkan adanya tirani yaitu penerapan kekuasaan secara sewenang-wenangnya
dan rakyat biasa hanya dianggap budak untuk memperkaya pejabat pemerintahan.
2. Otonomi darah merupakan praktik demokrasi dengan tujuan agar rakyat ikut
berpartisipasi dalam pemerintahan serta merupakan wadah untuk menyampaikan hak-
hak demokrasinya. Kepala daerah yang terpilih merupakan wakil rakyat di suatu
daerah yang bertugas untuk menyampaikan aspirasi atau permasalahan yang terjadi di
suatu daerah, dan disamaikan kepada pemerintah pusat, selain itu wakil daerah
bertanggung jawab atas pelimpahan kekuasaan untuk mengatur suatu daerah yang
diberikah oleh pemerintah pusat.
3. Untuk mengimplementasikan pemerintahan yang efisien, dimana dalam melayani
rakyat dapat lebih baik, urusan yang dianggap lebih uatama dapat segera dilaksanakan
oleh pemerintah setempat, hal ini menjadi tanggung jawab kepala daerah untuk
mengkoordinasi instansi dibawah pemerintah daerah untuk sigap dalam
menyelesaikan masalah yang terjadi di masyarakat.
4. Adanya desentralisasi ini dapat mendukung pemerataan pembangunan disuatu daerah
yang masih dianggap tertinggal, karena wakil daerah hanya terfokus pada suatu
wilayah di satu daerah. Pembangunan ini dapat berupa pembangunan infrastruktur

7
karena berdampak pada kegiatan ekonomi dan kegiatan pendidikan. Hal dapat
meningkatkan taraf hidup yang jauh lebih baik pada daerah yang tertinggal.
5. Alasan implementasi otonomi daerah adalah untuk mewujudkan pelayanan publik
yang lebih baik, lebih terjangkau oleh rakyat hal ini dapat diasumsikan bahwa dengan
adanya otonomi daerah dalam melayani rakyat jauh lebih efektif dan efisien hal ini
karena pemerintah daerah merupakan unit yang lebih dekat dengan rakyat, hal ini
menjadi jalan yang lebih baik untuk mendekatkan rakyat kepada pemerintah agar
hubungan antara rakyat dan pemerintah jauh lebih baik.
C. Tujuan, Prinsip dan Manfaat Otonomi Daerah

Berdasarkan ide dalam konsep otonomi daerah, tujuan otonomi daerah setidaknya
terdapat empat kewenangan utama dalam tujuan otonomi daerah yaitu: aspek politik,
manajemen pemerintah, kemasyarakatan dan aspek ekonomi Pembangunan. Kewenangan
tersebut seharusnya diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam
hubungan kekuasaan sebagai konsekwensi logis dari tercapainya maksud dan tujuan
pemerintahan daerah dan sebagai imbalan atas tugas dan tanggung jawab daerah dalam
pelaksanaan kebijakan otonomi daerah.

Dengan demikian, maksud dan tujuan pemberian otonomi adalah untuk


meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik,
mengembangkan kehidupan demokratis, keadilan dan kesetaraan, serta memelihara
hubungan harmonis antara pusat dan daerah dalam rangka menjaga kemasyarakatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.Tujuan otonomi daerah adalah agar daerah dapat
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, untuk meningkatkan daya guna dan
hasil penyelenggaraan pemerintahan dalam kaitannya dengan penyelenggaraan dan
pengembangan pelayanan Masyarakat. Dengan penjelasan diatas, tujuan pemberian
otonomi kepada daerah setidaknya mencakup 4 aspek sebagai berikut:

1. Dari sudut pandang politik, adalah tentang melibatkan dan menyalurkan inspirasi
Masyarakat baik untuk kepentingan daerah itu sendiri maupun untuk mendukung
politik dan kebijakan nasional di Tingkat yang lebih rendah dalam konteks
pengembangan proses demokrasi.
2. Dari sudut pandang menejemen pemerintah, adalah untuk meningkatkan daya guna
dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan, khususnya dalam pemberian
pelayanan kepada masyarakat, dengan memperluas jenis pelayanan di berbagai
bidang kebutuhan masyarakat.
3. Dari sudut pandang kemasyarakatan, untuk meningkatkan partisipasi dan
mengedepankan kemandirian masyarakat, sehingga masyarakat menjadi mandiri dan
tidak terlalu bergantung pada pemberian pemerintah dan daya saing yang kuat dalam
proses penumbuhannya.

8
4. Dari sudut pandang ekonomi Pembangunan, adalah untuk mendorong
terselenggaranya program-program Pembangunan guna tercapainya kesejahteraan
rakyat yang meningkat dengan demikian, inti dari pelaksanaan otonomi daerah adalah
adanya kebebasan berorganisasi (discretionary power) untuk menyelenggarakan
pemerintah sendiri atas dasar Prakarsa, kreativitas dan peran aktif masyarakat dalam
rangka mengembangkan dan memajukan daerah. Menjamin otonomi daerah tidak
hanya berarti penyelenggaraan demokrasi di Tingkat bawah saja, namun juga
mendorong otonomi dalam penyelenggaraan apa yang dianggap penting dari sudut
pandang lingkungan hidup.
Tujuan utama kebijakan desentralisasi adalah untuk membebaskan pemerintah
pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam mengelola urusan dalam negeri, sehingga
mempunyai peluang untuk mempelajari, memahami, merespon berbagai tren global dan
mengambil manfaat darinya. Pada saat yang sama diharapkan Lembaga negara dapat
lebih fokus pada pembentukan kebijakan makro nasional yang bersifat strategis. Di lain
pihak desentralisasi kewenangan pemerintah kepada daerah, maka daerah akan
mengalami proses pemberdayaan yang signifikan. Inisiatif dan kreativitas mereka diolah
sedemikian rupa sehingga kemampuan menghadapi masalah domestik akan semakin
kuat. Desentralisasi merupakan symbol “kepercayaan” antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Hal ini otomatis mengembalikan harga diri pemerintah dan
Masyarakat daerah. Sementara dalam system terpusat mereka tidak bisa berbuat banyak
dalam mengatasi berbagai masalah, akibat dari kurangnya kewenangan yang mereka
miliki, dalam system pemerintah otonomi mereka ditantang menciptakan Solusi untuk
berbagai masalah yang mereka hadapi.

Prinsip pemberian otonomi kepada daerah adalah prinsip demokrasi,


pemberdayaan Masyarakat dan aparatur serta pelayanan public, kesetaraan dan keadilan,
dengan memperhatikan keberagaman daerah. Pemerintah daerah mempunyai kebebasan
mengambil Keputusan terbaik sesuai kewenangannya untuk mengembangkan segala
peluang yang dimiliki guna mendukung mutu pelayanan social. Hal yang mendasar
dalam UU otonomi daerah adalah mendorong dan memberdayakan Masyarakat,
meningkatkan Prakarsa dan kreativitas menempatkan Masyarakat sebagai peserta utama
dalam pelaksanaan Pembangunan, mengembangkan peran dan fungsi DPRD.

Dengan padigma baru, diasumsikan bahwa perintah kota akan lebih siap
menerima segala perubahan di masa depan. Nilai-nilai demokrasi memberikan kebebasan
lebih bagi Masyarakat untuk menentukan pilihan dan mengekspresikan diri secara
rasional, sehingga dominasi kekuasaan negara menjadi berkurang. Dalam
penyelenggaraan negara, aparat hendaknya tidak harus selalu melaksanakan sendiri tetapi
justru lebih banyak bersifat mengarahkan. Sesuatu yang telah dilakukan masyarakat
hendaknya tidak lagi dilaksanakan pemerintah.

9
Pemerintah hanya perlu mengalokasikan sumber daya untuk mencapai kualitas
pelayanan terbaik bagi masyarakat. Artinya Keputusan mengenai pilihan tersebut harus
didasarkan pada kepentingan yang lebih besar, yaitu manfaat dan kualitas layanan
masyarakat. Dengan berlakunya undang- undang otonomi daerah, maka penyelenggaraan
pemerintahan berubah dari terpusat menjadi desentralisasi, dari yang tadinya kesatuan
menjadi kesatuan yang majemuk. Dimasa UU No. 5 Tahun 1974, pemerintah pusat
tampaknya mengendalikan perencanaan kegiatan Pembangunan termasuk dalam
perencanaannya. Masyarakat tidak banyak dilibatkan dalam proses perencanaan namun
lebih banyak dilibatkan pada tahap pelaksanaannya.

Perubahan manajemen pemerintah juga merupakan konsekuensi logis dari


paradigma yang diatur dalam peraturan perundang-undangan pemerintah daerah, yaitu
demokratisasi proses pengambilan Keputusan, pemberdayaan aparatur sipil negara, serta
pelayanan masyarakat dan public. Tujuan utama pemerintah adalah meningkatkan
kesejahteraan dan pelayanan masyarakat. Perubahan mendasar lainnya adalah adanya
hubungan fungsional dan structural antara pemerintahan desa dan kabupaten sebagai
daerah otonom dan sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, gubernur berwenang
membentuk dan mengendalikan pemerintahan kabupaten/kota dan pemerintahan daerah.

Pemberian otonomi yang luas kepada daerah tidak terlepas dari ajaran
kepemerintahan yang baik. Sebagaimana dapat dipahami bersama, kepemerintahan yang
baik merupakan bentuk hubungan dan keterkaitan yang seimbang serta berkeadilan antar
sektor-sektor negara, Masyarakat bisnis dan Masyarakat madani. Dalam mewujudkan
tatanan itu, menurut bank dunia seharusnya meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Penitikberatan manajemen sektor public, perlu memanfaatkan keuangan efisien dan


manajemen SDM melalui perbaikan dan peningkatan anggaran, akuntansi dan
pelaporan serta menghilangkan ketidakefisienan pada BUMN/D.
2. Akuntabilitas dalam pelayanan public, termasuk akuntansi yang efektif, dan
meningkatkan kesadaran di kalangan pegawai pemerintah bahwa mereka bertanggung
jawab atas tindakan dan tanggapan mereka terhadap konsumen.
3. Adanya peraturan di muka mengenai kerangka kerja hukum yang independent dan
dapat dipercaya dan mekanisme penegakan hukum.
4. Tersedianya informasi dan transparansi dalam rangka meningkatkan analisis
kebijakan, mendorong debat public dan mengurangi resiko korupsi.
Prinsip pemberian otonomi kepada daerah menurut UU No. 32 Tahun 2004 dan
UU No. 23 Tahun 2014 yakni: kewenangan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung
jawab bagi daerah kota/kabupaten serta otonomi terbatas untuk daerah provinsi. Untuk
daerah kabupaten/kota, kewenangan luas mengacu pada keleluasaan daerah yang meliputi
kewenanganseluruh sektor ketatanegaraan, selain beberapa sektor ketatanegaraan yang
diselenggarakan secara terpusat.

10
Lembaga ini dimiliki kabupaten/kota secara utuh dan bulat dalam hal
perencanaan, pelaksanaan, pemeriksaan, pengendalian, dan evaluasi. Otonomi yang
sesungguhnya berarti kebebasan daerah untuk menggunakan kekuasaan negara di daerah
tertentu yang benar-benar ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup dan berkembang di
daerah tersebut. Artinya kewenangan mengenai hal tersebut harus bersumber dari
inspirasi dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, agar otonomi yang
menyeluruh dan nyata itu terwujud, otonomi pada setiap daerah otonom berbeda-beda
sesuai dengan masyarakat serta kebutuhan dan keadaannya terhadap kondisi lingkungan.

Adapun prinsip otonomi daerah sebagai berikut:

1. Prinsip otonomi luas


Otonomi luas yang dimaksud adalah kepala daerah diberikan tugas, wewenang, hak,
dan kewajiban untuk menangani urusan pemerintahan yang tidak ditangani oleh
pemerintah pusat sehingga isi otonomi yang dimiliki oleh suatu daerah memiliki
banyak ragam dan jenisnya. Disamping itu, daerah diberikan keleluasaan untuk
menangani urusan perintahan dalam rangka mewujudkan tujuan dibentuknya suatu
daerah, dan tujuan pemberian otonomi daerah itu sendiri terutama dalam memberikan
pelayanan pada Masyarakat, sesuai dengan potensi dan karakteristik masing-masing
daerah.
2. Prinsip otonomi nyata
Otonomi yang nyata adalah kekuasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan
pemerintah dibidang tertentu yang secara nyata ada, diperlukan, serta tumbuh, hidup
dan berkembang di daerah.
Prinsip otonomi nyata adalah suatu tugas, wewenang dan kewajiban untuk menangani
urusan pemerintahan yang ada dan berpotensi untuk tumbuh dan berkembang sesuai
dengan karakteristik daerah masing-masing.
3. Prinsip otonomi bertanggung jawab
Prinsip otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam
penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan pemberian otonomi
yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah, termasuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat yang semakin baik, mengembangkan kehidupan dempkrasi,
keadilan, dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan
daerah serta antar daerah dalam kerangka menjaga keutuhan NKRI.

Berbicara mengenai otonomi berarti berbicara mengenai spektrum yang luas


Dimana hampir seluruh Masyarakat di dunia menginginkan otonomi atau hak untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri tanpa adanya campur tangan sendiri
dan campur tangan pihak lain,sehingga mengakibatkan ketergantungan.

11
Berikut ini bebrapa manfaat otonomi daerah:

1. Pemberian pelaksanaan otonomi daerah adalah sangat tergantung pada kemauan,


kemampuan aparatur dalam mengelola dan memperoleh daftar serta mengorganisasikan
manusianya sebagai actor dalam membiayai kegiatan dan manusia sebagai actor dalam
proses pelaksanaan otonomi daerah.
2. Pelaksanaan desentralisasi diharapkan daerah dalam mengalokasikan dana
Pembangunan serta tepat berdasarkan karakteristik dan potensi daerah masing-masing,
sehingga diharapkan hasilnya akan lebih maksimal. Hal ini perlu mendapat perhatian
adalah terciptanya pemerataan berupa pemerataan horizontal dan dalam batas modal
negara.
D. Syarat-syarat Pembentukan Otonomi Daerah

Suatu daerah baru atau daerah otonom yang baru dibentuk tentunya tidak selalu
bergantung pada dana hibah. Suatu daerah otonom harus mempunyai kemampuan
mengatur pemerintahannya sendiri. Oleh karena itu, persyaratan teknis merupakan syarat
terbentuknya daerah otonom. Sehingga kawasan baru tersebut dapat berkembang di masa
depan dan mensejahterakan masyarakatnya.

Sesuai dengan undang-undang no.32 Tahun 2004 Pasal 5, antara lain:

1. Administrasi
a. Untuk provinsi meliputi persetujuan DPRD provinsi dan Gubernur
b. Untuk kabupaten atau kota meliputi persetujuan DPD Kabupaten atau kota dan
bupati atau walikota.

2. Teknis, meliputi factor sebagai berikut:


a. Kemampuan Ekonomi
Kemampuan ekonomi adalah kemungkinan pendapatan daerah yang baru
dibentuk. Sebelum dibentuk, maka tim penilai akan melihat kemungkinan
pendapatan daerah non migas dan kontribusinya bagi wilayah baru dan
pertumbuhan ekonomi masyarakatnya.

b. Potensi Daerah
Potensi Daerah adalah sejauh mana peluang-peluang baru daerah yang timbul
darinya. Potensi berbeda dengan kemampuan ekonomi. Kemampuan ekonomi
merupakan sesuatu yang sudah ada. Sementara potensi tersebut masih bisa
dikembangkan. Potensi daerah yang dilihat adalah:
1) Perbandingan bank dan lembaga keuangan lainnya per 10.000 penduduk.
2) Perbandingan penduduk yang sekolah SD dibandingkan dengan penduduk
yang usia sekolah SD
3) Perbandingan penduduk yang sekolah SMP dibandingkan dengan penduduk
yang usia sekolah SMP

12
4) Perbandingan penduduk yang sekolah SMA dibandingkan dengan jumlah
penduduk yang mempunyai usia sekolah SMA
5) Perbandingan fasilitas kesehatan yang ada per 10.000 penduduk
6) Perbandingan tenaga kesehatan per 10.000 penduduk
7) Perbandingan rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor, termasuk
didalamnya perahu motor atau perahu per 10.000 penduduk
8) Persentase pelanggan Listrik rumah tangga terhadap seluruh jumlah rumah
tangga yang ada
9) Persentase pekerja yang berpendidikan sarjana terhadap penduduk usia 25
tahun keatas.

c. Sosial Budaya
Kondisi fisik social budaya yang terlihat adalah jumlah ruang pertemuan, fasilitas
olahraga dan fasilitas pribadi per 10.000 penduduk.

d. Sosial Politik
Kebijakan sosial juga mempunyai tempat sebagai syarat terbentuknya daerah
otonom. Syarat yang harus diperhatikan adalah jumlah organisasi kemasyarakatan
di wilayah baru yang memungkinkan dan persentase penduduk yang pernah
mengikuti system pemilihan umum di Indonesia.

e. Kependudukan
Syarat teknis yang dinilai mengenai kependudukan adalah perkiraan jumlah
penduduk dan kepadatan penduduk yang ada. Hal ini kemudian dibandingkan
dengan kemampuan daerah dalam menangani masyarakatnya.

f. Luas Daerah
Luas daerah calon wilayah baru yang akan dilihat adalah luas wilayah daerah
secara keseluruhan dan luas wilayah daerah yang efektif digunakan. Apabila luas
wilayah yang belum efektif belum digunakan masih lebih besar, baru kita lihat
potensinya menguntungkan atau tidak. Perlu atau tidaknya perluasan wilayah
dilakukan. Karena otomatis cakupan Masyarakat di dalam wilayah baru akan
sedikit atau kecil.
g. Pertahanan
Pertahanan juga merupakan aspek yang dipandang dalam persyaratan teknis
pembentukan daerah. Dalam pertahanan, akan dilihat jumlah personel sebagai
perbandingan antara jumlah penduduk dan luas wilayah. Selain itu akan
dipertimbangkan pula semua hal yang bekaitan dengan karakteristik pertahanan
daerah, seperti perekonomian dan perbatasan daerah juga dipertimbangkan.

13
h. Keamanan
Bidang keamanan yang dilihat sebagai syarat teknis adalah jumlah personel
apparat (kepolisian) dibandingkan dengan jumlah penduduk dan luas wilayah.
i. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat
Tingkat kesejahteraan Masyarakat dipelajari melalui indeks Pembangunan
manusia. Semakin tinggi indeks yang dipengaruhi oleh Pendidikan dan
perekonomian serta Kesehatan, maka semakin baik pula kesejahteraan
Masyarakat di wilayah tersebut.
j. Kemampuan Keuangan
Kemampuan keuangan hampir sama dengan kemampuan ekonomi. Namun, dalam
kemampuan keuangan benar-benar dilihat laporan nyatapendapatan daerah calon
wilayah baru dan membandingkannya dengan pendapatan dari daerah-daerah non-
migas yang sudah ada.
k. Rentang Kendali
Yang dimaksud rentang kendali diatas adalah jarak rata-rata dan waktu tempuh
dari kecamatan-kecamatan yang ada dari pusat kabupaten atau kota dan dari
kabupaten atau kota ada yang ke ibukota provinsi.
3. Syarat Fisik Pembentukan Daerah Otonom
Syarat fisik pembentukan daerah otonom berhubungan dengan luas dan cakupan
wilayah tersebut, meliputi:
a. Paling sedikit 5 kabupaten atau kota untuk pembentukan provinsi.
b. Paling sedikit 4 kecamatan untuk pembentukan kabupaten.
c. Paling sedikit 4 kecamatan untuk pembentukan kota.
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat dijadikan sebagai daerah otonom
apabila daerah tersebut memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Kemampuan ekonomi
Untuk menjadi daerah otonom, suatu daerah harus memiliki kemampuan ekonomi
yang mewadai agar jalannya pemerintahan tidak tersendat-sendat dan pembagunan
dapat terlaksana dengan baik.

2. Luas daerah
Untuk menjadikan daerah otonom diperlukan luas wilayah tertentu, sehingga
keamanan dan stabilitas serta pengawasan dari pemerintah daerah dapat dijalani
dengan baik.

3. Pertahanan dan keamanan nasional


Hankan suatu daerah merupakan modal penting utama bagi jalannya sebuah
pemerintahan.

14
E. Asas-Asas Otonomi Daerah

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 mengenai pemerintah


daerah, terdapat 3 bentuk asas dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
menjadi dasar bagi pemerintah daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah. Asas-asas
tersebut, antara lain: asas desentralisasi, asas dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan.

1. Asas Desentralisasi
Asas desentralisasi adalah sebuah penyerahan wewenang yang dilakukan oleh
pemerintahan pusat pada pemerintah daerah. Pemerintah daerah memiliki wewenang
untuk mengurus daerahnya tersebut secara mandiri. Asas desentralisasi di Indonesia
diatur dalam undang-undang nomor 32 tahun 2004. Pada dasarnya, desentralisasi
bertujuan membangun partisipasi Masyarakat dan mengundang keterlibatan public
seluas-luasnya dalam proses perencanaan, implementasi dan evaluasi Pembangunan
yang dijalankan.
Menurut Jazim Hamidi dalam Optik Hukum Bermasalah, asas desentralisasi secara
umum merupakan penyerahan kekuasaan dan wewenang dari pusat kepala daerah,
dimana pemerintah otonom diberi wewenang untuk menjalankan pemerintahannya
sendiri tanpa adanya campur tangan dari pusat.
Setelah itu, Bagir Manan (2010-122) berpendapat bahwa dari sudut pandang
administrasi publik, bertujuan dari prinsip otonomi daerah yang didesentralisasi
adalah untuk meringankan beban kerja pusat. Dengan desentralisasi, berbagai tugas
dan pekerjaan dialihkan ke daerah dan pemerintah pusat dapat fokus pada hal-hal
yang menjadi kepentingan nasional.

2. Asas Dekonsentrasi
Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada wilayah provinsi dalam
kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan
pemerintahan yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah di
wilayah provinsi. Gubernur sebagai kepala daerah provinsi berfungsi pula sebagai
wakil pemerintahan daerah dalam pengertian memperpendek rentang kendali
pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah termasuk dalam pembinaan dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintah didaerah kabupaten dan
kota.
3. Asas Tugas Pembantuan
Asas Tugas pembantuan adalah asas yang menyatakan turut serta dalam pelaksanaan
urusan pemerintah yang ditugaskan kepada pemerintah daerah dengan kewajiban
untuk mempertanggungjawabkan kepada yang memberi tugas.
Menurut Nugroho (2017:39), tugas pembantuan merupakan bagian dari desentralisasi
dan tidak ada perbedaan pokok antara otonomi dan tugas pembantu. Baik otonomi
maupun tugas pembantuan, sama-sama mengandung kebebasan dan kemandirian.

15
Adapun yang membedakan keduanya adalah Tingkat kebebasan dan kemandiriannya,
meliputi asas dan cara menjalankan suatu pemerintahan, sedangkan tugas pembantu
pembantu kebebasan dan kemandirian hanya sebatas bagaimana cara
menjalankannya, karena sama-sama mengandung unsur otonomi maka tidak ada
perbedaan yang cukup mendasar.

F. Bentuk-Bentuk Otonomi Daerah

1. Dekonsentrasi
Dekonsentrasi merupakan pembagian wewenang dan tanggung jawab
administrasi antara departemen pusat dengan pejabat pusat di lapangan tanpa adanya
penyerahan kewenangan untuk mengambil keputusan secara leluasa. Jadi, inti
dekonsentrasi terletak pada pergeseran volume pekerjaan dari departemen pusat
kepada perwakilan di daerah tanpa adanya penyerahan kewenangan mengambil
keputusan secara leluasa. Dalam dekonsentrasi terdapat praktik pemberian
keleluasaan kepada pejabat di daerah untuk mengambil keputusan (merencanakan,
membuat keputusan, dan menyesuaikan pelaksanaan kebijakan pusat dengan daerah
setempat), namun hal ini dilakukan atas petunjuk dari pemerintah pusat.
Dekonsentrasi dapat ditempuh melalui dua cara. Pertama dengan mentransfer
kewenangan dan bantuan keuangan dari pusat ke propinsi, distrik, dan unit
administrasi lokal. Kedua melalui koordinasi unit pada level sub-nasional diantara
pemerintah pusat dan daerah. Mengutip pendapat Smith, Turner dan Hulme, pilihan
dekonsentrasi didasarkan pada ukuran manajerial bukan politik. Akan tetapi, dampak
politiknya sangat tinggi, dan ini disebabkan kepentingan politik dalam mengendalikan
kekuasaan negara, baik di pusat maupun di daerah.
2. Delegasi
Delegasi adalah pelimpahan pengambilan keputusan dan kewenangan
pengelolaan untuk melakukan tugas-tugas yang tidak secara langsung dalam
pengawasan pemerintah pusat. Sedangkan delegasi, merujuk pada sebuah situasi
dimana pemerintah pusat mentransfer tanggung jawab (responsibility) pengambilan
keputusan dan fungsi administrasi publik pada pemerintahan daerah yang sepenuhnya
tidak di kendalikan oleh pemerintah pusat.

16
Bentuk delegasi dilaksanakan di beberapa negara berkembang dengan
memberikan tanggung jawab kepada korporasi publik, serta agen-agen pembangunan
regional. Rondineli menyebutkan sejumlah negara berkembang yang mendelegasikan
pengendalian terhadap eksploitasi, proses dan ekspor beberapa sumber alam yang
bernilai tinggi kepada korporasi yang dimiliki publik. Untuk mendelegasikan
manajemen kepada otoritas khusus dilandasi oleh pertimbangan bahwa birokrasi
regular tidak mampu mengatur, mengendalikan secara langsung, atau mengelola
industri tersebut. Misalnya, Indonesia mempunyai Pertamina, Meksiko memiliki
Pemex, dan Aljazair mempunyai Sonatrach. Semua itu mempunyai peranan penting
dalam industri pertambangan.
3. Devolusi
Devolusi adalah pelimpahan wewenang untuk pengambilan keputusan, keuangan,
dan manajemen kepada unit otonom pemerintah daerah. Ada lima bentuk
karakteristik devolusi:
a. Unit pemerintah lokal bersifat otonom, mandiri, dan terpisah dari tingkat-tingkat
pemerintah;
b. Unit pemerintahan lokal mempunyai batas yang jelas dan resmi, serta mempunyai
tugas umum pemerintahan;
c. Unit pemerintahan lokal berstatus sebagai badan hukum dan berwenang
mengelola sumber daya alam secara mandiri;
d. Unit pemerintahan daerah diakui warganya sebagai lembaga yang memberikan
pelayanan dengan baik;
e. Terdapat hubungan yang saling menguntungkan antara pemerintah pusat dan
daerah.

Bentuk devolusi adalah pelimpahan tanggung jawab untuk pelayanan kepada


pemerintah kota/kabupaten dan DPRD. Pemerintah daerah dapat meningkatkan
pendapatan mereka dan memiliki independensi kewenangan untuk mengambil
keputusan investasi.

17
4. Privatisasi
Privatisasi adalah suatu tindakan kewenangan dari pemerintah kepada badan-
badan sukarela, swasta, dan swadaya masyarakat. Pemerintah memberikan wewenang
kepada organisasi nirlaba. Misalnya, Kamar Dagang dan Industri (KADIN), Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Derah (BUMD) yang di
jadikan satu membentuk Perseroan Terbatas (PT). Pemerintah memberikan
wewenang kepada KADIN, koperasi, dan asosiasi lain untuk mengeluarkan
bimbingan, pengawasan, dan ijin yang semula dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah
memberikan kewenangan dan tanggung jawab kepada Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) dalam memberikan pembinaan kesejahteraan keluarga, koperasi petani dan
koperasi nelayan untuk melakukan kegiatan-kegiatan sosial, termasuk melatih,
meningkatkan dan memberdayakan masyarakat.
Privatisasi juga menempatkan tanggung jawab fungsi-fungsi tertentu kepada
organisasi nirlaba (sosial) dan mereka diizinkan membentuk perusahaan swasta.
Dalam masalah tertentu, pemerintah memberikan tanggung jawab tersebut kepada
organisasi pararel, seperti asosiasi dagang dan industri nasional, kelompok-kelompok
profesional, organisasi keagamaan, partai politik, dan koperasi. Hal ini berarti
pemerintah memberikan peluang kepada organisasi swasta untuk mendaptkan
kesempatan sama dengan organisasi bentukan pemerintah untuk berpartisipasi dalam
membangun bangsa. Pembangunan bangsa merupakan tugas semua elemen
masyarakat yang tidak boleh melakukan pemihakkan hanya kepada kelompok
tertentu, namun semua elemen masyarakat berkewajiban ikut serta dalam
memberikan kesejahteraan masyarakat.

G. Landasan Hukum Perkembangan Otonomi Daerah

Perkembangan otonomi daerah di Indonesia telah berlangsung seiring dengan


evolusi landasan hukumnya. Salah satu fondasi utamanya adalah UUD 1945 yang
memberikan dasar konstitusional bagi otonomi daerah dengan menekankan pentingnya
memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri sesuai
dengan karakteristik dan potensi lokalnya. Selanjutnya, melalui Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dimulailah perubahan paradigma dari

18
sistem yang sangat terpusat menjadi lebih terdesentralisasi, memberikan kewenangan
yang lebih besar kepada pemerintah daerah.

Selain UUD 1945, perjalanan otonomi daerah juga dipengaruhi oleh Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang menjadi tonggak awal
perubahan dari sistem sentralisasi menuju desentralisasi. Undang-undang tersebut
memberikan fondasi hukum yang lebih kuat bagi implementasi otonomi daerah dengan
memberikan wewenang kepada daerah dalam berbagai bidang, termasuk pemerintahan,
ekonomi, dan pembangunan. Melalui undang-undang ini, daerah diberikan keleluasaan
lebih dalam mengatur rumah tangganya sendiri, meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam pembangunan.

Perkembangan berikutnya terjadi dengan diterbitkannya UU No. 32 Tahun 2004


tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi pada tahun 2014. UU ini
memberikan dasar hukum yang lebih komprehensif bagi otonomi daerah dengan
menegaskan prinsip-prinsip dasar, mekanisme, dan kewenangan yang dimiliki oleh
pemerintah daerah. Pengaturan yang lebih rinci tentang pelaksanaan otonomi daerah,
termasuk pengaturan tata kelola, pemberian kewenangan, serta pembagian tugas antara
pemerintah pusat dan daerah, menjadi bagian integral dari UU ini.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah


juga memiliki peranan penting dalam kemajuan otonomi daerah dengan mengatur lebih
detail tentang pelaksanaannya. Undang-Undang ini menegaskan pentingnya prinsip
demokrasi, partisipasi masyarakat, dan pemberdayaan daerah dalam proses pengambilan
keputusan yang memengaruhi pembangunan di level lokal. Dengan memberikan panduan
yang lebih spesifik bagi pemerintah daerah, undang-undang tersebut membantu
menguatkan sistem pemerintahan yang lebih responsif terhadap kebutuhan lokal.

Selain itu, peraturan ini juga memberikan landasan bagi penyelenggaraan


pemerintahan yang lebih transparan dan akuntabel di tingkat daerah. Ini juga mendorong
terciptanya hubungan yang lebih erat antara pemerintah daerah dan masyarakat, sehingga
kebijakan yang dihasilkan lebih mencerminkan kebutuhan dan aspirasi mereka. Dengan
demikian, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 bukan hanya merupakan alat hukum

19
yang mengatur implementasi otonomi daerah, tetapi juga merupakan langkah penting
dalam memperkuat demokrasi dan kemandirian masyarakat di tingkat daerah.

Regulasi tersebut juga memberikan landasan bagi pemerintahan yang lebih


terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan di tingkat daerah, menjadikan interaksi antara
pemerintah lokal dan penduduk lebih erat sehingga kebijakan yang dihasilkan lebih
sesuai dengan kebutuhan dan harapan mereka. Dengan adanya Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014, otonomi daerah tidak hanya menjadi instrumen hukum yang mengatur
pelaksanaannya, tetapi juga menjadi tonggak penting dalam memperkuat demokrasi dan
meningkatkan partisipasi aktif masyarakat di tingkat lokal. Regulasi ini mengarah pada
terciptanya pemerintahan yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat .

Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, konsep


otonomi daerah melampaui sekadar menjadi kerangka hukum belaka, melainkan menjadi
alat yang memperkuat peran serta aktif masyarakat dalam proses pembangunan di tingkat
lokal. Melalui proses yang lebih terbuka, transparan, dan inklusif, masyarakat memiliki
kesempatan yang lebih besar untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang
berdampak langsung pada kehidupan sehari-hari mereka. Fenomena ini tidak hanya
menciptakan rasa memiliki yang lebih dalam terhadap perkembangan daerah.

Aturan tersebut juga menggarisbawahi pentingnya kerjasama antara pemerintah


lokal, warga, dan sektor swasta dalam menyusun dan melaksanakan program
pembangunan. Ini membuka peluang untuk menggunakan sumber daya secara lebih
efisien dan berkelanjutan, serta memperkuat kerjasama antara berbagai pihak yang
terlibat dalam mencapai tujuan pembangunan lokal yang berkelanjutan dan inklusif.
Dengan adanya kolaborasi yang kokoh di antara entitas-entitas tersebut, potensi untuk
mencapai hasil pembangunan yang lebih optimal dan terukur menjadi lebih besar.

Dengan terjalinnya kerjasama yang erat di antara pemerintah lokal, masyarakat,


dan sektor swasta, potensi untuk mencapai hasil pembangunan yang lebih optimal dan
terukur semakin meningkat. Kolaborasi lintas sektor dan wilayah menjadi kunci utama
dalam menggabungkan beragam perspektif dan kepentingan dalam proses penyusunan
kebijakan dan program pembangunan. Melalui upaya bersama ini, diharapkan terciptanya

20
sinergi yang kuat yang dapat mempercepat kemajuan pembangunan serta memastikan
manfaatnya tersebar merata di seluruh komunitas lokal.

H. Visi Otonomi Daerah

Visi dan misi otonomi daerah merupakan panduan utama yang menetapkan arah
dan tujuan dari implementasi kewenangan daerah dalam mengelola urusan pemerintahan
serta pembangunan di tingkat lokal. Visi dan misi tersebut membentuk kerangka kerja
yang mengarahkan upaya pemerintah daerah dalam mencapai pembangunan yang
berkelanjutan, inklusif, dan berdaya saing. Visi otonomi daerah menegaskan pentingnya
pemberdayaan dan kemandirian daerah dalam mengelola sumber daya dan mengatasi
tantangan pembangunan secara efektif.

Pada intinya, visi dan misi otonomi daerah bertujuan untuk menciptakan kondisi
di mana pemerintah daerah dapat menjadi agen pembangunan yang efektif dan responsif
terhadap kebutuhan serta aspirasi masyarakat setempat. Visi tersebut mencerminkan
keinginan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan dan menyeluruh di tingkat lokal. Misi-misi spesifik yang terkandung dalam
visi otonomi daerah mencakup berbagai aspek pembangunan, mulai dari pendidikan,
kesehatan, infrastruktur, hingga pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal.

Dalam konteks ini, visi dan misi otonomi daerah juga memiliki peran penting
dalam membentuk kebijakan publik yang lebih berorientasi pada kebutuhan masyarakat.
Melalui visi dan misi ini, pemerintah daerah diberi arahan untuk mengidentifikasi
prioritas pembangunan yang sesuai dengan kondisi serta potensi lokal, serta merumuskan
strategi yang tepat untuk mencapainya. Dengan demikian, visi dan misi otonomi daerah
tidak hanya menjadi panduan bagi pemerintah daerah, tetapi juga menjadi landasan bagi
partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan.

Visi dan misi otonomi daerah juga mencerminkan komitmen untuk mewujudkan
pemerintahan yang lebih demokratis, transparan, dan akuntabel di tingkat lokal. Visi
tersebut menekankan pentingnya partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan
keputusan yang memengaruhi kehidupan mereka, serta memperkuat tata kelola yang baik
dan menghindari praktik korupsi. Misi-misi otonomi daerah bertujuan untuk membangun

21
hubungan yang lebih erat antara pemerintah daerah dan masyarakat, sehingga kebijakan
yang dihasilkan lebih mencerminkan kepentingan dan aspirasi rakyat.

Dengan ini, visi dan misi otonomi daerah merupakan landasan yang penting
dalam memandu pembangunan di tingkat lokal menuju arah yang lebih berkelanjutan,
inklusif, dan berdaya saing. Visi tersebut menempatkan pemerintah daerah sebagai motor
penggerak pembangunan yang memprioritaskan kebutuhan masyarakat dan
mengedepankan partisipasi serta keterlibatan aktif dari berbagai pemangku kepentingan.
Melalui implementasi visi dan misi otonomi daerah, diharapkan tercipta.

Rencana dan tujuan otonomi daerah menjadi pemandu utama bagi pemerintah
daerah dalam mengarahkan upaya pembangunan lokal. Visi dan misi ini menempatkan
fokus pada prinsip keberlanjutan dan inklusivitas sebagai fondasi bagi pembangunan
yang berkelanjutan dan merata di tingkat lokal. Dengan demikian, visi dan misi otonomi
daerah bukan sekadar pernyataan retoris, melainkan pedoman praktis yang membimbing
langkah-langkah pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan dan program
pembangunan. Pentingnya strategi pembangunan yang memperhitungkan kebutuhan
generasi mendatang dan kepentingan seluruh lapisan masyarakat.

Ini mencakup pengembangan program dan kebijakan yang tidak hanya memenuhi
kebutuhan saat ini, tetapi juga memastikan bahwa pembangunan yang terjadi
memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat setempat. Keberlanjutan
pembangunan tidak hanya merujuk pada aspek ekonomi, tetapi juga mencakup aspek
sosial dan lingkungan, sehingga tercipta keseimbangan yang seimbang antara
pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan sosial, dan pelestarian lingkungan. Selain itu, visi
dan misi otonomi daerah juga menekankan pentingnya inklusivitas dalam proses
pembangunan.

Yang memastikan bahwa semua kelompok masyarakat, termasuk yang rentan dan
terpinggirkan, memiliki akses yang sama terhadap sumber daya dan manfaat
pembangunan. Inklusivitas ini mencakup upaya untuk mengurangi disparitas sosial-
ekonomi, meningkatkan akses terhadap layanan publik, dan memperkuat partisipasi
masyarakat dalam pengambilan keputusan. Dengan mewujudkan inklusivitas, diharapkan

22
pembangunan yang terjadi mampu menciptakan dampak positif yang merata bagi seluruh
masyarakat.

Salah satu aspek yang sangat ditekankan adalah inklusivitas, yang


menggarisbawahi pentingnya memperhatikan kebutuhan dan aspirasi dari semua segmen
masyarakat, terutama yang rentan dan terpinggirkan. Visi dan misi ini juga menyoroti
perlunya peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam merencanakan dan
melaksanakan program pembangunan, serta memfasilitasi partisipasi aktif masyarakat
dalam setiap tahap pembangunan. Ini mencakup upaya untuk memastikan bahwa proses
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan melibatkan semua pihak terkait secara
merata, sehingga tidak ada kelompok yang diabaikan atau terpinggirkan.

Dengan kata lain, visi dan misi ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang
inklusif dan partisipatif di mana semua warga memiliki kesempatan yang sama untuk
berkontribusi dan merasakan manfaat pembangunan. Selain itu, penekanan pada
peningkatan kapasitas pemerintah daerah mencerminkan kesadaran akan pentingnya
memiliki institusi yang kuat dan kompeten dalam menjalankan fungsi pemerintahan
secara efektif. Hal ini mencakup pengembangan keterampilan dan pengetahuan pegawai
pemerintah, serta penguatan infrastruktur administrasi publik untuk mendukung proses
pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif.

Kerjasama antara pemerintah daerah, sektor swasta, dan lembaga non-pemerintah


dipandang sebagai pilar fundamental dalam mendukung pelaksanaan program
pembangunan yang efektif dan efisien. Kolaborasi lintas sektor ini memungkinkan
penggunaan sumber daya yang lebih optimal dan strategis, serta memperluas jangkauan
dan dampak dari setiap inisiatif pembangunan. Selain itu, dalam visi dan misi otonomi
daerah, terdapat penekanan yang kuat pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
dan semakin maju.

Hal ini mencakup aspek perlindungan lingkungan, dimana pembangunan harus


dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan ekosistem dan meminimalkan dampak
negatif terhadap lingkungan. Selain itu, aspek keberlanjutan ekonomi juga menjadi fokus,
yang mengacu pada kemampuan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang stabil dan

23
berkelanjutan dalam jangka panjang. Integrasi prinsip-prinsip ini dalam visi dan misi
otonomi daerah bertujuan untuk memastikan bahwa pembangunan tidak hanya
memberikan manfaat jangka pendek, tetapi juga mampu menjaga keberlanjutan
lingkungan dan kesejahteraan ekonomi masyarakat dalam jangka panjang.

I. Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia

Otonomi daerah di Indonesia memiliki sejarah yang panjang dan kompleks,


dimulai sejak zaman pra-kolonial hingga saat ini. Pada masa itu, banyak wilayah di
Indonesia diperintah oleh kerajaan-kerajaan lokal yang memiliki otonomi relatif dalam
urusan pemerintahan dan keuangan. Namun, dengan kedatangan penjajah Belanda pada
abad ke-17, sistem pemerintahan di Indonesia berubah secara drastis. Belanda
menerapkan sistem kolonial yang sentralistik di mana kekuasaan dipegang oleh
pemerintah kolonial Belanda, sementara pemerintahan lokal hanya berperan sebagai agen
dari pemerintah pusat.

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, sistem pemerintahan sentralistik


Belanda digantikan dengan sistem sentralisasi yang kuat di mana kekuasaan dipegang
oleh pemerintah pusat di Jakarta. Namun, pada tahun 1950, pemerintah Indonesia
mengadopsi Undang-Undang Dasar 1945 yang mendasarkan pada prinsip negara
kesatuan dengan memberikan otonomi kepada daerah dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Ini menjadi awal dari perkembangan otonomi daerah di
Indonesia.

Pada tahun 1999, Indonesia melalui UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah, dan kemudian direvisi dengan UU No. 32 Tahun 2004, secara resmi
memperkenalkan sistem otonomi daerah yang lebih luas. Sistem ini memberikan
kekuasaan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengelola urusan dalam
wilayahnya sendiri, termasuk dalam bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan
lain-lain. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan yang lebih besar bagi daerah-
daerah untuk mengembangkan potensi lokal mereka dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di daerah daerah.

24
Namun, implementasi otonomi daerah tidak selalu berjalan mulus di Indonesia.
Beberapa tantangan yang dihadapi antara lain adalah ketidakmampuan pemerintah daerah
untuk mandiri secara finansial, kurangnya kapasitas sumber daya manusia dalam
mengelola otonomi daerah, serta adanya konflik kepentingan antara pemerintah pusat dan
daerah. Terlepas dari tantangan tersebut, otonomi daerah tetap menjadi bagian integral
dari struktur pemerintahan Indonesia dan terus mengalami penyempurnaan melalui revisi
undang-undang dan kebijakan pemerintah.

Otonomi daerah di Indonesia telah berkembang pesat sejak era pra-kolonial


hingga masa kini. Pada masa pra-kolonial, berbagai wilayah di Indonesia diperintah oleh
kerajaan-kerajaan lokal yang menikmati otonomi dalam urusan pemerintahan dan
keuangan. Namun, datangnya penjajah Belanda pada abad ke-17 mengubah sistem
pemerintahan menjadi lebih sentralistik dengan kekuasaan yang terpusat di tangan
pemerintah kolonial Belanda, sementara pemerintahan lokal hanya berperan sebagai agen
dari pemerintah pusat.

Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, terjadi transisi sistem


pemerintahan dari sistem sentralistik Belanda yang kuat, di mana kekuasaan dipegang
oleh pemerintah pusat di Jakarta. Namun, pada tahun 1950, momentum penting terjadi
ketika pemerintah Indonesia mengadopsi Undang-Undang Dasar 1945 yang memberikan
landasan bagi otonomi daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Keputusan ini menggambarkan komitmen pemerintah Indonesia untuk
mewujudkan pemerintahan yang lebih demokratis dan inklusif dengan memberikan ruang
yang lebih besar bagi daerah dalam mengelola urusan lokalnya.

Adopsi Undang-Undang Dasar 1945 membuka pintu bagi perkembangan otonomi


daerah di Indonesia dengan memberikan landasan hukum yang kuat bagi pemerintah
daerah untuk memiliki kewenangan dalam berbagai aspek pemerintahan lokal. Otonomi
yang diberikan kepada daerah dalam kerangka NKRI diakui sebagai langkah penting
untuk membangun kesatuan yang beragam dan memperkuat integrasi nasional. Dalam
konteks ini, prinsip negara kesatuan diwujudkan melalui pengakuan terhadap
keberagaman budaya, sosial, dan politik yang ada di Indonesia.

25
Pemberian otonomi kepada daerah pada tahun 1950 menjadi tonggak penting
dalam sejarah otonomi daerah di Indonesia, karena memberikan dasar hukum yang kuat
bagi pemerintah daerah dalam mengelola urusan lokalnya sesuai dengan kebutuhan dan
karakteristik masyarakat setempat. Ini juga menggambarkan semangat inklusivitas dan
partisipatif dalam pembangunan negara, di mana setiap daerah memiliki peran aktif
dalam menentukan arah pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi lokal
mereka. Dengan demikian, adopsi Undang-Undang Dasar 1945 menjadi landasan yang
kokoh bagi perkembangan otonomi daerah di Indonesia.

Pada tahun 1999, pemerintah Indonesia menerbitkan Undang-Undang Nomor 22


Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian direvisi menjadi Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004, untuk memperkenalkan sistem otonomi daerah yang
lebih luas. Melalui undang-undang tersebut, pemerintah daerah diberikan kewenangan
lebih besar dalam mengatur dan mengelola urusan dalam wilayahnya sendiri. Tujuannya
adalah memberikan kesempatan yang lebih besar bagi daerah untuk mengembangkan
potensi lokal mereka dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Meskipun demikian, pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia sering kali


menghadapi hambatan yang kompleks dan bervariasi, seperti disparitas pembangunan
antarwilayah yang masih signifikan, masalah korupsi, dan penyalahgunaan wewenang.
Disparitas pembangunan antarwilayah menjadi perhatian utama karena masih terdapat
ketimpangan yang mencolok dalam hal akses terhadap infrastruktur, layanan publik, dan
peluang ekonomi antara daerah yang maju dan tertinggal. Selain itu, masalah korupsi dan
penyalahgunaan wewenang di tingkat lokal juga mengganggu efektivitas pelaksanaan
otonomi daerah.

Otonomi daerah juga memberikan peluang bagi daerah untuk mengembangkan


potensi lokal dan membangun identitas serta budaya daerah. Banyak daerah yang berhasil
mengimplementasikan program-program inovatif untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, seperti pengembangan pariwisata dan industri kreatif lokal. Dengan
demikian, otonomi daerah di Indonesia tetap menjadi bagian penting dari sistem
pemerintahan yang berorientasi pada pemberdayaan daerah dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

26
J. Pembagian Kekuasaan antara pusat dan daerah
Pembagian kekuasaan antara Pusat dan Daerah dilakukan berdasarkan prinsip
negara kesatuan tetapi dengan semangat federalisme. Jenis kekuasaan yang ditangani
Pusat hampir sama dengan yang ditangani oleh pemerintah di negara-negara federal,
yaitu hubungan luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter, dan agama,
serta berbagai jenis urusan yang memang lebih efisien ditangani secara sentral oleh
pemerintah pusat, seperti kebijakan makro ekonomi, standarisasi nasional, administrasi
pemerintahan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan pengembangan sumber daya
manusia.
Selain itu, otonomi daerah yang diserahkan itu bersifat luas, nyata dan
bertanggungjawab. Disebut luas karena kewenangan sisa justru berada pada pemerintah
pusat (seperti pada negara federal); disebut nyata karena kewenangan yang
diselenggarakan itu menyangkut yang diperlukan, tumbuh dan hidup, dan berkembang di
daerah; dan disebut bertanggungjawab karena kewenangan yang diserahkan itu harus
diselenggarakan.
demi pencapaian tujuan otonomi daerah, yaitu peningkatan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi,
keadilan dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan
daerah dan antar daerah. Di samping itu otonomi seluas-luasnya (keleluasaan otonomi)
juga mencakup kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya melalui
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi. Kewenanangan yang
diserahkan kepada daerah otonom dalam rangka desentralisasi harus pula disertai
penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan prasarana, dan sumber daya manusia.
Karena di samping daerah otonom propinsi juga merupakan daerah administratif,
maka kewenangan yang ditangani Propinsi/Gubernur akan mencakup kewenangan dalam
rangka desentralisai dan dekonsentrasi. Kewenangan yang diserahkan kepada Daerah
Otonom Propinsi dalam rangka desentralisasi mencakup:
1. Kewenangan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, seperti kewenangan dalam
bidang pekerjaan umum, perhubungan, kehutanan, dan perkebunan;
2. Kewenangan pemerintahan lainnya, yaitu perencanaan dan pengendalian
pembangunan regional secara makro, pelatihan bidang alokasi sumber daya

27
manusia potensial, penelitian yang mencakup wilayah propinsi, pengelolaan
pelabuhan regional, pengendalian lingkungan hidup, promosi dagang dan
budaya/pariwisata, penanganan penyakit menular, dan perencanaan tata ruang
propinsi;
3. Kewenangan kelautan yang meliputi eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan
pengelolaan kekayaan laut, pengaturan kepentingan administratif, pengaturan tata
ruang, penegakan hukum, dan bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan
negara; dan
4. Kewenangan yang tidak atau belum dapat ditangani daerah kebupaten dan daerah
kota dan diserahkan kepada propinsi dengan pernyataan dari Daerah Otonom
Kabupaten atau Kota tersebut.

Dalam rangka negara kesatuan, pemerintah pusat masih memiliki kewenangan


melakukan pengawasan terhadap daerah otonom. Tetapi pengawasan yang dilakukan
pemerintah pusat terhadap daerah otonom diimbangi dengan kewenangan daerah
otonom yang lebih besar, atau sebaliknya, sehingga terjadi semacam keseimbangan
kekuasaan. Keseimbangan yang dimaksud ialah seperti berikut: Pengawasan ini tidak
lagi dilakukan secara struktural, yaitu Bupati dan Gubernur bertindak sebagai wakil
pemerintah pusat sekaligus kepala daerah otonom, dan tidak lagi secara preventif
perundang-undangan, yaitu setiap Perda memerlukan persetujuan pusat untuk dapat
berlaku.

Terdapat 11 jenis kewenangan wajib diserahkan kepada Daerah Otonom


Kabupaten dan Daerah Otonom Kota, yaitu:

1. Pertahanan,
2. Pertanian,
3. Pendidikan dan Kebudayaan,
4. Tenaga Kerja,
5. Kesehatan,
6. Lingkungan Hidup,
7. Pekerjaan Umum,
8. Perhubungan,

28
9. Perdagangan dan industri,
10. Penanaman modal, dan
11. Koperasi.

Selain itu, kabupaten atau kota yang mempunyai batas laut juga diberi kewenangan
kelautan seluas 1/3 dan luas kewenangan propinsi yang 12 mil. Jenis kewenangan lain
yang dapat diselenggarakan oleh daerah otonom kabupaten dan daerah otonom kota ialah
kewenangan pilihan, yaitu jenis kewenangan yang tidak termasuk ditangani Pusat dan
Propinsi.

Namun bila diperhatikan secara seksama, maka kesebelas jenis kewenangan itu
termasuk kategori pelayanan publik baik berupa infrastruktur, seperti pekerjaan umum
dan perhubungan maupun kebutuhan dasar seperti pertahanan, kesehatan, pendidikan dan
kebudayaan, dan lingkungan hidup; baik yang menyangkut penyiapan tenaga kerja,
seperti pendidikan, tenaga kerja dan kesehatan maupun penciptaan kesempatan kerja,
seperti pertanian, koperasi, perdagangan dan industri, dan penanaman modal.

Apakah bentuk dan arah kebijakan dalam 11 jenis kewenangan itu menunjang
pelayanan publik infrastruktur dan kebutuhan dasar, atau mengarah pada penyiapan
pekerja dan kesempatan kerja atau tidak sangat tergantung kepada dua faktor berikut:
bentuk dan arah penyesuaian sejumlah UU yang selama ini mengatur 11 jenis
kewenangan itu dengan paradigma dan jiwa UU Nomor 22 Tahun 1999; dan bentuk dan
arah kebijakan (Perda) yang akan dibuat oleh DPRD dan Pemda Kabupaten/Pemda Kota.
DPRD dan Pemda Kabupaten dan Pemda Kota yang akan mengatur lebih rinci 11
kewenangan itu, mengenakan beban yang harus ditanggung oleh warga masyarakat
dalam 11 jenis kewenangan itu, dan mengalokasikan manfaat yang bakal diterima oleh
berbagai kalangan masyarakat mengenai 11 jenis kewenangan itu.

Penyerahan kesebelas jenis kewenangan ini kepada daerah otonom kabupaten dan
daerah otonom kota dilandasi oleh sejumlah pemikian berikut:

Pertama, makin dekat produsen dan distributor pelayanan publik dengan warga
masyarakat yang dilayani, semakin tepat sasaran, merata, berkualitas dan terjangkau
pelayanan publik tersebut. Hal ini disebabkan karena DPRD dan Pemda sebagai produsen

29
dan distributor pelayanan publik dinilai lebih memahami aspirasi warga daerah, lebih
mengetahui kemampuan warga daerah, lebih mengetahui potensi dan kendala daerah, dan
lebih mampu mengendalikan penyelenggaraan pelayanan publik yang berlingkup lokal
daripada Propinsi dan Pusat.

Kedua, penyerahan 11 jenis kewenangan itu kepada daerah otonom kabupaten


dan daerah otonom kota akan membuka peluang dan kesempatan bagi aktor-aktor politik
lokal dan sember daya manusia yang berkualitas di daerah untuk mengajukan prakarsa,
berkreativitas, dan melakukan inovasi karena kewenangan merencanakan, membahas,
memutuskan, melaksanakan, mengevaluasi, dan akuntabilitas mengenai 11 jenis
kewenangan itu berada pada para aktor politik lokal dan sumber daya manusia lokal yang
berkualitas. Hal ini berarti budaya lokal berupa pengetahuan lokal (local knowledge),
keahlian lokal (local genius), kearifan lokal (local wisdom), potensi lokal dan manusia
lokal akan dapat didayagunakan secara maksimal.

Ketiga, karena distribusi sumber daya manusia yang berkualitas tidak merata, dan
kebanyakan berada di Jakarta dan kota besar lainnya, maka penyerahan 11 jenis
kewenangan ini juga dimaksudkan agar sumber daya manusia yang berkualitas di kota-
kota besar diredistribusikan dari Jakarta ke daerah otonom Kabupaten dan Kota.

Keempat, pengangguran dan kemiskinan sudah menjadi masalah nasional yang


tidak saja hanya dipikulkan kepada pemerintah pusat semata. Akan tetapi dengan adanya
pelimpahan kewenangan tersebut, diharapkan terjadi diseminasi kepedulian dan tanggung
jawab untuk meminimalisir atau bahkan menghilangkan masalah tersebut sebagaimana
dimaksudkan dalam tujuan awal otonomi daerah.

K. Otonomi Daerah dan Demokratisasi


Kebijakan otonomi daerah sangat penting dipahami sebagai bagian dari agenda
demokratisasi kehidupan bangsa. Dengan kata lain, keberadaan kebijakan otonomi daerah
tidak boleh dipandang sebagai a final destination melainkan lebih sebagai mekanisme
dalam menciptakan demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan. Oleh karenanya dapat
dimengerti apabila Mawhood kemudian merumuskan tujuan utama dari kebijkan otonomi

30
daerah sebagai upaya untuk mewujudkan political equality, local accountability, dan
local responsiveness.
Di antara prasyarat yang harus dipenuhi untuk mencapai tujuan tersebut adalah
pemerintah daerah harus memiliki teritorial kekuasaan yang jelas (legal territorial of
power); memiliki pendapatan daerah sendiri (local own income); memiliki badan
perwakilan (local representative body) yang mampu mengontrol eksekutif daerah; dan
adanya kepala daerah yang dipilih sendiri oleh masyarakat daerah melalui pemilu (local
leader executive by election).
Dengan rumusan dan tujuan otonomi daerah semacam ini, keberadaan kebijakan
otonomi daerah akan mampu menciptakan sistem pemerintahan yang demokratis.
Argumen dasarnya adalah, dengan konsep tersebut masyarakat akan memiliki akses yang
lebih besar dalam mengontrol penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Sementara pada
sisi lain, pemerintah daerah sendiri, akan lebih responsif terhadap berbagai tuntutan yang
datang dari komunitasnya. Dengan demikian, agenda demokratisasi merupakan sesuatu
yang tidak boleh diabaikan dalam pelaksanaan otonomi daerah apabila keadilan dan
kesejahteraan yang lebih baik bagi masyarakat daerah menjadi targaet pencapaian.
Pentingnya agenda demokratisasi dalam rangka otonomi daerah antara lain
bertolak dari asumsi bahwa cita-cita demokrasi, keadilan, dan kesejahteraan bagi seluruh
unsur bangsa tidak semata-mata ditentukan bentuk negara (negara kesatuan dan negara
federal), melainkan melalui sitem politik yang menjamin berlakunya mekanisme check
and balance (saling mengontrol dan menjaga keseimbangan antara lembaga-lembaga
negara), distribusi kekuasaan secara sehat dan fair, adanya akuntabilitas pemerintahan,
tegaknya supremasi hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), serta struktur ekonomi yang
adil dan berorientasi kerakyatan.
Pemberian otonomi bagi daerah tidak bisa dipandang sebagai agenda yang
terpisah dari agenda besar demokratisasi kehidupan bangsa. Kesalahan aplikasi kebijakan
pemerintahan daerah melalui UU Nomor 5 Tahun 1974 di masa Orde Baru antara lain
karena tujuan utama dari kebijakan tersebut lebih dititikberatkan pada upaya menciptakan
efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah,
daripada sebagai agenda yang menyatu dengan proses demokratisasi.

31
Konsekuensi logis dari cara pandang di atas adalah pertama, otonomi daerah
harus dipandang sebagai instrumen desentralisasi-demokratisasi dalam rangka
mempertahankan keutuhan serta keberagaman bangsa. Dalam kaitan ini, otonomi daerah
bukan tujuan, melainkan cara demokratis untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan
bagi semua unsur bangsa tanpa kecuali.
Kedua, otonomi daerah harus didefinisikan sebagai otonomi bagi rakyat daerah,
bukan otonomi pemerintahan daerah (Pemda), juga bukan otonomi bagi “daerah” dalam
pengertian suatu wilayah atau teritorial tertentu di tingkat lokal. Kalaupun pada akhirnya
implementasi otonomi daerah dilakukan oleh Pemda, kewenangan itu diperoleh karena
Pemda dipilih melalui pemilu yang adil, jujur, dan demokratis. Argumen yang mendasari
pemikiran ini adalah substansi demokrasi atau demokratisasi itu sendiri ialah terwujudnya
cita-cita kedaulatan rakyat.
Di mana rakyat dapat menentukan kehendaknya melalui ruang partisipasi seluas
mungkin dalam proses penyelenggaraan negara. Ketiga, otonomi daerah merupakan hak
rakyat daerah yang sudah seharusnya inheren di dalam agenda demokrasi atau
demokratisasi. Dengan begitu, otonomi daerah tidak bisa didistorsikan sekadar sebagai
persoalan “penyerahan urusan” atau pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah. Penyerahan urusan atau pelimpahan kewenangan hanyalah
instrumen administratif bagi implementasi hak daerah dalam mengurus rumah tangga
daerahnya masing-masing.
Keempat, daerah tidak bisa lagi dilihat sebagai subordinasi dari pusat. Hubungan
pusat-daerah harus dipandang bersifat komplementer bagi keduanya, dalam pengertian
saling membutuhkan secara timbal balik. Ini berarti bahwa kebijakan otonomi bagi setiap
daerah harus dipandang sebagai perjanjian atau “kontrak” anatara pusat-daerah yang
cakupannya didasarkan pada hasil dialog dan musyawarah antara pemerintah pusat dan
wakil-wakil rakyat daerah.
Sebagai bagian dari agenda demokratisasi, otonomi daerah mensyaratkan pula
adanya perubahan struktur perwakilan politik, berlakunya akuntabilitas pemerintahan,
tegaknya supremasi hukum, dan rasionalitas birokrasi, baik di tingkat maupun daerah.
Karena itu, otonomi daerah sebagai paradigma baru mengharuskan perubahan struktur
lembaga kenegaraan, sistem pemilu, restrukturisasi lembaga peradilan, dan perubahan

32
birokrasi patrimonial (yang mengabdi pada kekuasaan) menjadi birokrasi rasional yang
melayani kepentingan masyarakat.

33
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan Makalah
Otonomi daerah bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat, mengembangkan kehidupan demokratis, keadilan, dan kesetaraan, serta
menjaga hubungan harmonis antara pusat dan daerah dalam konteks Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Prinsip pemberian otonomi mencakup otonomi luas, nyata, dan
bertanggung jawab, dengan fokus pada pemberdayaan daerah dan meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Manfaat otonomi daerah meliputi efisiensi pelayanan publik,
alokasi dana pembangunan sesuai dengan karakteristik daerah, serta pemerataan yang
mencakup horizontal dan dalam batas modal negara, dengan membutuhkan peran aktif
aparatur dalam mengelola sumber daya dan memperhatikan aspirasi
masyarakat setempat.
Pembentukan otonomi daerah memiliki syarat-syarat yang meliputi aspek
administrasi, teknis, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan,
keamanan, tingkat kesejahteraan masyarakat, kemampuan keuangan, dan rentang kendali.
Selain itu, terdapat juga syarat fisik pembentukan daerah otonom, seperti jumlah
kabupaten/kota dan kecamatan yang dibutuhkan. Kemampuan ekonomi, luas daerah,
serta pertahanan dan keamanan nasional merupakan faktor utama dalam menentukan
apakah suatu daerah layak menjadi daerah otonom.
Asas-asas otonomi daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 meliputi asas desentralisasi, asas dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan. Asas
desentralisasi mengacu pada penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk mengurus daerahnya secara mandiri, sementara asas
dekonsentrasi menempatkan pelaksanaan wewenang pemerintahan di tingkat provinsi
dengan gubernur sebagai wakil pemerintah. Asas tugas pembantuan mengharuskan
pemerintah daerah turut serta dalam pelaksanaan urusan pemerintah yang ditugaskan,
dengan kewajiban pertanggungjawaban kepada yang memberi tugas.
Sejarah otonomi daerah di Indonesia dimulai dari masa pra-kolonial hingga saat
ini. Setelah kemerdekaan pada tahun 1945, Undang-Undang Dasar 1945 memberikan

34
landasan bagi otonomi daerah dalam kerangka NKRI. Pada tahun 1999, Indonesia
memperkenalkan sistem otonomi daerah melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah. Meskipun menghadapi tantangan seperti disparitas
pembangunan dan korupsi, otonomi daerah tetap memberikan peluang bagi daerah untuk
mengembangkan potensi lokal dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pembagian kekuasaan antara Pusat dan Daerah di Indonesia didasarkan pada
prinsip negara kesatuan namun dengan semangat federalisme. Pemerintah pusat
mengurusi hal-hal seperti hubungan luar negeri, pertahanan, dan moneter, sementara
pemerintah daerah bertanggung jawab atas urusan lokal seperti pendidikan, kesehatan,
dan infrastruktur. Otonomi daerah diberikan secara luas, nyata, dan bertanggung jawab,
dengan tujuan meningkatkan pelayanan masyarakat, mengembangkan kehidupan
demokrasi, dan menciptakan hubungan yang harmonis antara pusat dan daerah. Meskipun
terdapat pengawasan dari pemerintah pusat, daerah memiliki kewenangan yang cukup
besar dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan. Penyerahan kewenangan ini
diharapkan dapat memajukan pembangunan di tingkat lokal dan mengurangi
disparitas antarwilayah.
B. Saran

Dengan adanya makalah ini,diharapkan pembaca dapat memahami tentang


pengertian paragraf. Dan apabila penulisan makalah ini terdapat kekurangan,penulis
meminta maaf kepada pembaca dan bisa memberikan saran yang dapat membangun
kemajuan makalah ini dan semoga materi yang sudah terdapat di dalam makalah ini
bermanfaat untuk kita semua.

35
DAFTAR PUSTAKA

Adi, S. (2021). Tantangan Pendidikan di Era Otonomi Daerah. jakarta: Rajawali Press.

Azhari, A. K. (2019). Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Jakarta: Intrans Publishing.

Bambang, S. (2018). Pembangunan Ekonomi Lokal: Perspektif Pemerintah Daerah. Jakarta:


Pustaka Mandiri.

Bratakusumah, D. S. (2001). Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Jakarta: PT


Gramedis Pustaka Utama.

Christia, A. M. (2019). Desentralisasi Fiskal dan Otonomi Daerah di Indonesia. Jurnal Law
Reform, 151-160.

Fauzi. (2019). Otonomi Daerah dalam Kerangka Muwujudkan Penyelenggaraan Pemerintahan


Daerah Yang baik. Jurnal Spektrum Hukum, 120-121.

Gaffar, a. (2011). Otonomi daerah dalam negara kesatuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Junanto, S. ( 2013). Civic Education. Surakarta: FATABA Press.

Kholik, S. (2020). Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Era Otonomi Daerah. Jurnal
Hukum Mimbar Justitia, 58.

Rahayu, A. S. (2017). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN). Jakarta: PT Bumi


Aksara.

Rosyada, d. (2003). Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi, hak Asasi Manusia
dan Masyarakat Madani . Jakarta: Prenada Media.

Safitri, S. (2016). Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia. Jurnal Pendidikan


Sejarah, 79-80.

Salamm, A. (2007). Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Jakarta: LIPI Press.

Suaib, R. (2020). Urgensi Pemekaran Daerah di Indonesia. Jurnal Government of Archipelago,


35.

Syarbaini, S. (2020). Kewarganegaraan dan Pendidikan Anti Korupsi. Medan: Perdana


Publishing.

Ubaedillah, A. (2015). Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Pancasila, demokrasi,


dan Pencegahan Korupsi. Jakarta: Prenadamedia Group.

36
Wayan, I. (2021). Tantangan Pendidikan di Era Otonomi Daerah. jakarta: Rajawali Press.

Widodo. (2019). Reformasi Birokrasi: Menuju Pemerintahan yang Efisien. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

37

Anda mungkin juga menyukai