Anda di halaman 1dari 18

Makalah Otonomi Daerah di Provinsi Sumatera Utara

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas akhir Sejarah


Pemerintahan di Sumatera Utara
Dosen Pengampu : Dra. Nina Karina. M.SP

Disusun Oleh
Nama :Wulan Tri Pitaloka (200706018)

Universitas Sumatera Utara


Fakultas Ilmu Budaya
Ilmu Sejarah
2020/20
21
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah serta inayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Sholawat dan salam tak lupa kami panjatkan kepada baginda besar Nabi Muhammad
SAW. Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Sejarah
Pemerintahan di Sumatera Utara karena atas bimbingan nya saya dapat menyelesaikan
tugas makalah ini.
Dan harapank saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya, saya yakin
dalam pembuatan makalah ini masih banyak ditemukan kekurangan, oleh karena itu
saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Rantauprapat, 4 Desember 2021

Wulan Tri Pitaloa

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1

Latar Belakang...............................................................................................................1

Rumusan Masalah.........................................................................................................2

Tujuan Penulisan...........................................................................................................2

BAB II OTONOMI DAERAH.....................................................................................3

Pengertian Otonomi Daerah.........................................................................................3

Prinsip-prinsip Otonomi Daerah Sumatera Utara........................................................7

Sejarah Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Sumatera Utara...........................................9


Kelebihan dan Kekurangan Otonomi Daerah.............................................................11

BAB III KESIMPULAN.............................................................................................14

3.1 Kesimpulan...........................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................15

ii
BAB 1 PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Dalam pemerintahan
daerah, negara kesatuan Republik Indonesia dibagi menjadi negara bagian, yang
selanjutnya dibagi lagi menjadi beberapa kabupaten dan kota. Negara bagian federal,
distrik, dan wilayah perkotaan memiliki pemerintahan negara bagian dan berhak untuk
mengatur dan menjalankan usahanya sendiri sesuai dengan prinsip dan kewajiban
kerjasama yang diatur oleh undang-undang. Sebelum tahun 1998, pemerintah pusat
Indonesia menganut prinsip-prinsip pemerintah pusat, dengan daerah lain seperti Jawa
Timur, Sulawesi, Sulawesi, Kalimantan dan Papua membentuk perluasan kekuasaan
Jakarta (pemerintah pusat). ... Di era Orde Baru, daerah-daerah yang kaya sumber daya
dimanfaatkan produksinya dan dibagi-bagi di kalangan elite Jakarta. Akibatnya,
pembangunan antara daerah dan Jakarta menjadi tidak merata. Kemudian B.J. Habibi
menggantikan Suharto sebagai presiden dan merumuskan kebijakan politik baru yang
mengubah hubungan kekuasaan pusat dan daerah menjadi Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Pencapaian Otonomi Daerah atau yang lebih dikenal dengan
desentralisasi. Dengan disahkannya undang-undang ini, daerah tidak lagi sepenuhnya
bergantung pada Jakarta dan bersedia diarahkan oleh Pusat. (Adisubrata, 1999:1517)
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Pencapaian otonomi daerah
sebenarnya memiliki dua tujuan utama. Salah satunya adalah menciptakan kekayaan.
Kedua, mendukung demokrasi di tingkat lokal. (Hendratno, 2009: vii)

Pelaksanaan otonomi daerah saat ini merupakan implementasi dari UU


Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa daerah otonom
mempunyai batas-batas wilayah tertentu dan berwenang untuk mengatur kepentingan
masyarakat setempat dan mengatur hubungan dengan prakarsa sendiri berdasarkan
keinginan penduduk. Republik Indonesia. Undang-undang tersebut juga menyatakan
bahwa daerah otonom adalah kekuasaan daerah otonom dalam pengaturan dan
pengelolaan keuntungan.masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
1
aspirasi masyarakat sesuai dengan perundang-undangan. Kehadiran kebijakan Otonomi
Daerah yang diterapkan melalui UU No. 32 Tahun 2004 diharapkan akan memberikan
wewenang yang besar kepada Daerah untuk mengatur wilayahnya sesuai dengan
aspirasi masyarakatnya. Undang-undang ini diangap berwatak demokratis karena
didalamnya memuat aturan yang dianggap akan memberikan jalan bagi terjadinya
proses pemberdayaan bagi masyarakat di daerah. (Jurnal Politik Profetik Volume 1
Nomor 1 Tahun 2013, hlm.84)

Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan otonomi daerah?
2. Apa saja prinsip-prinsip otonomi daerah Sumatera Utara?
3. Bagaimana sejarah otonomi daerah di Sumataera Utara?
4. Jelaskan apa saja kelebihan dan kekurangan otonomi daerah?

Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan otonomi daerah
2. Menjelaskan prinsip-prinsip otonomi daerah di Sumatera Utara
3. Menjelaskan sejarah otonomi daerah di Sumatera Utara
4. Menjelaskan apa saja kekukangan dan kelebihan otonomi daerah

2
BAB II
OTONOMI DAERAH

PENGERTIAN OTONOMI DAERAH


UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (UU No. 32 Tahun 2004)
memuat definisi otonomi daerah sebagai berikut. “Otonomi daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban negara otonom untuk mengatur dan mengendalikan urusan
negara otonom dan kepentingan masyarakat sesuai dengan undang-undang.”
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, daerah otonom didefinisikan sebagai
berikut.

“Daerah otonom (selanjutnya disebut daerah) adalah masyarakat hukum yang


memiliki batas-batas wilayah dan berwenang untuk mengatur penyelenggaraan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut keinginan masyarakat itu
sendiri dalam satu sistem.

Hal ini menunjukkan bahwa kepentingan mendasar dari otonomi adalah bahwa
pemerintah daerah dapat memutuskan sendiri kebijakan yang bertujuan untuk
melaksanakan roda pemerintahan daerah sesuai dengan keinginan masyarakat. Hal ini
berkaitan dengan jenis dan ruang lingkup pelayanan yang diberikan kepada pemerintah
daerah dan kewenangan penyelenggaraan pengambil keputusan lokal dalam
memutuskan penyediaan dan pembiayaannya (Nadir, 2013: 85) Sedangkan otonomi
daerah (Desentralisasi)) Menurut M.. Turner dan D. Hulme adalah pelimpahan atau
pelimpahan wewenang untuk memberikan pelayanan tertentu kepada masyarakat, dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Menurut Shahid Javid Burki dan kawan-
kawan, otonomi daerah adalah proses pemindahan kekuasaan politik, keuangan dan
administrasi dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.

3
Di atas disebut otonomi luas. Di negara bagian federal, negara menjalankan otonomi
yang lebih besar karena mereka dapat memberikan keadilan dan keamanan mereka
sendiri. (Adisubrata, 1999)
Desentralisasi memiliki implikasi penting sebagai berikut.
1. Menghasilkan efisiensi dan efek penyelenggaraan negara. Menurut
Syaukani dkk (2002), dalam hal ini negara membantu menyusun pedoman umum
yang dijadikan parameter penyelenggaraan pemerintahan agar pemerintah daerah tidak
menyimpang dari prinsip negara kesatuan. Ketika pemerintah daerah diberdayakan,
paroki adalah sehingga fungsi negara dijalankan dengan baik.
di daerah sudah sangat memahami konteks kehidupan sosial, ekonomi dan politik yang
ada di sekitar lingkungannya.1

2 Sebagai sarana pendidikan politik


Pendidikan politik di tingkat lokal sangat membantu warga untuk mengambil
keputusan politik. Ketika memilih seseorang untuk posisi politik pendidikan sipil,
masyarakat tidak bersusah payah memilih kandidat yang sama sekali tidak kompeten.
(Syaukani dkk, 2002: 24)

3. Sebuah pemerintah daerah mempersiapkan karir politik lain.


Menurut Syaukani et al (2002), seseorang pada umumnya mengikuti jenjang tertentu
dan memerlukan persiapan yang sangat lama sebelum mencapai tingkatan tersebut.
Selain itu, kehadiran lembaga daerah, khususnya pemerintah daerah (pemda dan
legislatif), merupakan sarana yang digunakan oleh banyak orang untuk mengejar karir
politik yang lebih tinggi, seperti gubernur, anggota DPR, menteri atau presiden, dan
wakil presiden. Tentunya hanya mereka yang memiliki prestasi dan kepribadian yang
sangat baik dan tidak perlu melalui proses pemeringkatan pembentukan jalur politik.
mendororng masyarakat di sekitar pemerintahan tersebut untuk ikut serta secara rasional
terlibat dalam kehidupan politik. 2

Adisubrata, Winarna S. 1999. Otonomi Daerah di Era Reformasi. Yogyakarta: UPP AMP YKPN
2
Syaukani dkk, 2002:28
4. Akuntabilitas Publik
Demokrasi politik membawa kebebasan bagi warganya. Ini dijelaskan secara rinci
dalam teori "kebebasan" John Stuart Mill. Salah satu elemen demokrasi dan
desentralisasi yang tidak dapat diabaikan adalah tanggung jawab politik. (Syaukani dkk,
2002:30)

Literatur pemerintah mengetahui bahwa ada tiga sistem otonom sebuah.


a. Otonomi formal
Otonomi formal adalah sistem otonomi dimana pemerintah pusat memiliki
kewenangan (pertahanan dan keamanan, politik luar negeri, peradilan, keuangan,
keuangan, dan kewenangan lainnya). Padahal kewenangan daerah otonom berada di luar
kewenangan pemerintah pusat. (Adisubrata, 1999: 1)

b) Otonomi materi
Otonomi materil adalah kewenangan daerah otonom dan dilimpahkan oleh orang yang
ditunjuk secara khusus (biasanya diatur dengan undang-undang pembentukan daerah
otonom). Padahal kewenangan daerah otonom berada di luar kewenangan pemerintah
pusat. (Adisubrata, 1999: 2)

C. Otonomi sejati
Otonomi sejati adalah kewenangan ekonomi daerah yang dilimpahkan oleh pemerintah
pusat dan disesuaikan dengan kemampuan sebenarnya dari masing-masing daerah
otonom (sumber daya manusia, pendapatan daerah, pendapatan daerah bruto (PDRB),
dll). Oleh karena itu, kewenangan daerah otonom tidak sama satu sama lain.
(Adisubrata, 1999)

Pada dasarnya desentralisasi bertujuan untuk membangun partisipasi masyarakat dan


menyerukan partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya dalam merencanakan,
melaksanakan dan menilai proses pembangunan. Oleh karena itu, desentralisasi
memberikan ruang yang lebih besar bagi daerah untuk mengatur demokrasi dari

5
pemerintahannya sendiri, sebagai representasi ideal dari sistem desentralisasi. Namun,
penerapan sistem ini menghadapi tantangan yang signifikan. Batasan tersebut adalah
sebagai berikut: (Chalid, 2015:17)
1. Ide dan cara berpikir birokrasi yang tidak berubah.
2. Hubungan antar lembaga pusat dan daerah.
3. Sumber daya manusia yang terbatas.
4. Konflik kepentingan yang berpusat pada perebutan kekuasaan, pengelolaan
kekayaan, dan adanya gejala-gejala tertentu dari sindrom pergeseran kekuasaan yang
menimpa pejabat senior pemerintah.
5. Keinginan pemerintah untuk mewujudkan desa yang merupakan kesatuan politik
dengan tatanan sosial budaya yang otonom, di samping kesatuan sosial budaya.
Keberhasilan pelaksanaan otonomi masyarakat ditentukan oleh banyak faktor.
Riswandha Imawan4 menjelaskan bahwa keberhasilan pelaksanaan otonomi masyarakat
ditentukan oleh: (Nadir, 2013: 86)

1. Pemerintah daerah tidak terlalu bergantung pada pemerintah pusat tidak hanya dalam
perencanaan tetapi juga dalam pendanaan. Hal ini karena rencana pembangunan hanya
efektif jika dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah kota sendiri.

2. Kemampuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah ( pertumbuhan)


Kemampuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah (internal growth) dan
faktor eksternal yang secara langsung mempengaruhi laju pertumbuhan pembangunan
daerah (external growth). Pergeseran arah pembangunan dari top-down ke bottom-up
berarti bahwa tujuan pembangunan adalah untuk mendorong pertumbuhan internal. Ini
memberi pemerintah lebih banyak fleksibilitas dalam merencanakan dan menetapkan
prioritas untuk dilaksanakan. Salah satu negara bagian yang menjadi contoh daerah
otonom adalah Sumatera Utara (Sumatera). Negara bagian ini sebagian berada di
daratan Sumatera, dengan beberapa negara bagian merupakan pulau sendiri, seperti Nias
dan Batubatu, tetapi ada pulau-pulau kecil lainnya. Luas wilayah Sumatera Utara
kurang dari sekitar 717.000 km2, dan luas satu bangsa di Negara Kesatuan Republik
Indonesia melebihi 3,7 ribu. Dan yang paling terkenal di daerah itu adalah Danau Toba,
6
danau terbesar di Indonesia. Saat mengembangkan otonomi daerah di Sumatera Utara,
negara sudah memiliki 33 kabupaten dan kota. Yang terbesar adalah Medan. Oleh
karena itu, tidak heran jika Sumatera Utara memiliki banyak potensi, antara lain:
• Di pantai timur Sumatera Utara terdapat potensi getah, kakao, jagung, pinang dan
parawija. Keanekaragaman hayati ini menjadikan Sumatera Utara sumber pendapatan
yang signifikan dari hasil panennya.
• Sumatera Utara di pesisir barat kaya akan hasil laut seperti udang, rumput laut dan
berbagai olahan ikan.
• Dalam perjalanan ke dataran tinggi, ada banyak hasil bumi seperti sayuran, buah-
buahan, kopi, damar, kayu manis dan minyak nilam. Potensi yang beragam ini membuat
Sumut kerap melakukan ekspor ke berbagai negara di Amerika Serikat, Amerika Utara,
Afrika, Timur Tengah, dan Eropa. Semakin banyak daerah yang menginginkan
otonomi untuk mencapai potensi pelaksanaan otonomi masyarakat. Salah satunya
Tapanuli dan Nias. Keinginan otonomi untuk mendukung peran pemerintah daerah
dalam pembangunan meningkat secara signifikan. Sejauh ini, kedua daerah tersebut
belum menunjukkan perkembangan yang meyakinkan di sektor manapun. Hal ini
dikarenakan penyaluran dana APBD yang masih dibagi ke daerah lain. Otonomi daerah
memungkinkan kedua daerah ini bersaing dengan daerah mapan lainnya seperti Medan
dan Aceh. Memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah seperti wilayah
Tapanuli. Wilayah ini memiliki sumber daya alam seperti habitat orangutan, dan salah
satu kemungkinan yang ada diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah sebesar
4.444 di era globalisasi.pengembangan wisata alam, sehingga bisa meningkatkan usaha
kuliner atau homestay
yang dimiliki oleh masyarakat.3

PRINSIP PRINSIP OTONOMI DAERAH SUMATERA UTARA


Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
penyelenggaraan pemerintahan daerah didasarkan atas asas desentralisasi, asas
desentralisasi, dan pengelolaan bersama. (Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No.1,
hal.16)
7

3
Adisubrata, Winarna S. 1999. Otonomi Daerah di Era Reformasi. Yogyakarta: UPP AMP YKPN
a) Prinsip desentralisasi
Asas desentralisasi undang-undang ini mengikuti pengertian berikut.
(1) Wilayah pemerintahan yang memberikan kewenangan penuh pemerintahan kepada
daerah otonom, kecuali kewenangan di bidang pertahanan dan keamanan, politik luar
negeri, peradilan dan mata uang/perpajakan, agama dan kewenangan lainnya;
(2) Desentralisasi Menurut proses pembentukan daerah otonom baru berdasarkan asas,
atau pengakuan akan keberadaan daerah otonom yang dibuat berdasarkan undang-
undang sebelumnya, Sembiring (2008: 5), desentralisasi pada dasarnya adalah tentang
pemerataan pemerintahan.Dan kekuasaan sepenuhnya dilaksanakan di daerah
perkotaan

b ) Asas-asas Desentralisasi
Asas-asas desentralisasi yang dianut dalam Undang-undang ini berimplikasi sebagai
berikut:
(1) Pembentukan negara sebagai wilayah administrasi dan pelimpahan wewenang
pemerintahan kepada gubernur. Sebagai aturan, tidak ada alat pelimpahan lebih lanjut
bagi pemerintah daerah, kecuali alat pelimpahan untuk penyelenggaraan instansi
pemerintah di bidang pertahanan/keamanan, politik luar negeri, peradilan,
keuangan/mata uang, agama dan instansi pemerintah lainnya. Dan/atau kebijakan
strategis yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. ..
(Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No.1)

Masih menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bidang lainnya
yang tetap menjadi kewenangan Pemerintah Pusat adalah sebagai berikut:
1.Perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan sektoral dan nacional secara
makro;
2.Kebijakan dana perimbangan keuangan;
3.Kebijakan sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara;
4.Kebijakan pembinaan dan pemberdayaan sumberdaya manusia;
5.Kebijakan pendayagunaan teknologi tinggi dan strategis, serta pemanfaatan
kedirgantaraan, kelautan, pertambangan dan kehutanan/lingkungan hidup;
8
6.Kebijakan konservasi;
7.Kebijakan standarisasi nasional.

Kewenangan daerah kabupaten dan daerah kota sumatera utara mencakup semua
kewenangan Pemerintahan selain kewenangan Pemerintah Pusat dan Propinsi. Secara
eksplisit dinyatakan bahwa bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan daerah
kabupaten dan daerah kota meliputi: pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan, pertanian,
perhubungan, perdagangan dan industri, penanaman modal, lingkungan hidup,
penerangan, agama dan pertanahan. 4

Sejarah Pelaksanaan Otonomi Daerah Sumatera Utara Di Indonesia


A.Warisan Kolonial
Sejarah kebijaksanaan desentralisasi di Indonesia telah mangalami perjalanan
yang sangat panjang, tidak hanya semenjak lahirnya Republik ini, akan tetapi sejak
masa pemerintahan kolonial. Dalam rangka mewujudkan kepentingan pemerintahan
daerah dibentuk, bukan semata-mata untuk meningkatkan kapasitas politik masyarakat
setempat, apalagi untuk kepentingan pengem bangan demokrasi sebagaimana yang
menjadi argumentasi kontemporer bagi perlunya penyelenggaraan pemerintah daerah.
(Syaukani dkk, 2002:49)
Baru pada tahun 1903 pemerintah kolonial mengeluarkan Decentralisatiewet
(Sataatsblaad No. 329 tahun 1903) yang memberi peluang dibentuknya satuan
pemerintahan yang mempunyai keuangan sendiri. Penyelenggaraan pemerintahan
diserahkan pada sebuah “Raad” atau “Dewan” di masing-masing daerah. (Syaukani dkk,
2002) Kemudian pada tahun 1922, pemerintahan kolonial mengeluarkan sebuah UU
baru “Wet Op de Bestuurshervormin”. Dengan ketentuan yang baru ini kemudian
dibentuk sejumlah “Province”, seperti Province Jawa-Madura, Province West Java dan
Regentschap Batavia. 5 Selain itu setelah pemerintahan bentukan baru terbuat, terdapat
pula pemerintahan yang merupakan persekutuan asli masyarakat setempat oleh banyak
kalangan yang disebut sebagai Zelfbestuurende Landschappen, yang itu persekutuan
9

4
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No.1, hlm.17)
5
Syaukani dkk, 2002
masyarakat adat yang oleh pemerintah kolonial tetap diakui keberadaanya, seperti desa
di Jawa, Negari di Minangkabau, Huta-Hurian dan lain-lainnya di beberapa Pulau di
daerah Hindia-Belanda. (Syaukani dkk, 2002)

B.Pasca Kekuasaan Kolonial


a)UUD 1945 dan UU No.1 tahun 1945
Pada mulanya UU No.1 tahun 1945 tidak memuat penjelasan. Tetapi karena dalam
pelaksanaannya menimbulkan berbagai persoalan, antara lain menyangkut kewenangan
Badan Perwakilan Daerah (BPRD), maka kemudian penjelasan disampaukan oleh
menteri dalam negeri yang menegaskan kewenangan badan tersebut adalah: (Syaukani
dkk, 2002:62)
1.Kemerdekaan untuk mengadakan peraturan-peraturan untuk kepentingan daerahnya
(otonom).
2.Pertolongan kepada pemerintah atasan untuk menjalankan peraturan-peraturan yang
ditetapkan oleh pemerintah itu.
3.Membuat peraturan mengenai suatu hal yang diperintahkan oleh UU umum, dengan
ketentuan bahwa peraturan itu harus dipisahkan lebih dulu oleh pemerintah atasan.
b)Pemerintah Daerah Menurut UU No.22 tahun 1948

UU no 22 tahun 1948 berfokus pada pengaturan tentang susunan pemerintahan daerah


yang demokratis. Dalam UU ini ditetapkan 2 jenis daerah otonom, yaitu daerah otonom
biasa dan daerah otonom istimewa, serta 3 tingkatan daerah otonom yaitu:
1.Propinsi;
2.Kabupaten (kota besar)
3.Desa (kota kecil)
UU No.22 tahun 1948 mengenal dua macam sistem pengawasan, yaitu : (Syaukani dkk,
2002:69)

10
Kelebihan dan Kekurangan Otonomi Daerah Sumut
A Kelebihan Otonomi Daerah
1.Dapat lebih memberdayakan dan meningkatkan kemampuan pemerintah daerah.
Artinya bahwa otonomi daerah tidak membatasi kreasi atau cara bagi tiap-tiap
pemerintah daerah dalam mengembangkan potensi daerahnya sesuai dengan budaya dan
sumber daya daerah masing-masing.
2.Dengan adanya kewenangan yang diberikan kepada daerah, daerah mempunyai
keleluasaan dalam melakukan pengelolaan pembangunan sesuai dengan sumber daya
yang tersedia. Kewenangan yang diberikan kepada daerah juga memungkinkan bagi
daerah untuk mengambil keputusan secara cepat.
3.Struktur organisasi dan personil dapat ditentukan sesuai dengan kebutuhan, sehingga
tidak terjadi penggemukan. Dapat meningkatkan kreativitas aparatur pemerintah baik
dalam pengelolaan pembangunan maupun dalam penggalian sumber-sumber dana
pembangunan.

4.Dapat meningkatkan kualitas dan efisiensi pelayanan publik. Dapat meningkatkan


partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan, baik dalam perencanaan,
pengawasan, pendanaan, maupun dalam pemanfaatan hasil-hasil pembangunan.
5.Mempercepat terwujudnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di daerah.
6.Meningkatkan sosial budaya masyarakat yang selama ini kurang mendapat perhatian
karena terfokus pada pertumbuhan ekonomi6

b.Kekurangan Otonomi Daerah Sumut


1.Terbatasnya jumlah dan kualitas aparat pemerintah di daerah.
2.Penyerahan urusan sebagian belum diikuti dengan penyerahan pembiayaan, personil
dan peralatan.
3.Rendahnya tingkat pendapatan asli di beberapa daerah.
4.Bias ekonomi, bias luar jawa dan bias sumber daya alam.
5.Anggapan keseragaman kesiapan daerah, sehingga pelaksanaannya dilakukan secara
serempak di seluruh wilayah Indonesia.
11
6.Aspirasi masyarakat yang berlebihan dapat menyebabkan tidak terjadi integrasi antara
6
. (Syamsuddin, 2007:23)
kepentingan daerah dengan kepentingan nasional.
7.Tidak ada hirarkhi antara kabupaten/kota dengan propinsi yang dapat menyebabkan
timbulnya kesulitan dalam koordinasi kegiatan lintas kabupaten/kota.
8.Terdapat ambivalensi dan inkonsistensi khususnya di tingkat propinsi.

Pemberlakuan otonomi daerah beserta akibatnya memang amat perlu dicermati.


Tidak saja memindahkan potensi korupsi dari Jakarta ke daerah, otonomi daerah juga
memunculkan raja-raja kecil yang mempersubur korupsi, kolusi, dan nepotisme. Di
samping itu, dengan adanya otonomi daerah, arogansi DPRD semakin tidak terkendali
karena mereka merupakan representasi elite lokal yang berpengaruh. Karena perannya
itu, di tengah suasana demokrasi yang belum terbangun di tingkat lokal, DPRD akan
menjadi kekuatan politik baru yang sangat rentan terhadap korupsi. (Agustono,
2005:163)

Sebagai contoh dari kenyataan tersebut, sejak pelaksanaan otonomi daerah,


Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Deli Serdang, Sumatera Utara, telah membuat 43
perda. Dari 43 perda itu, sebagian berkaitan dengan peningkatan pendapatan daerah,
yaitu perda tentang retribusi dan pajak. Pembuatan perda semuanya berasal dari
eksekutif, kemudian dibawa untuk dibahas di DPRD. Biasanya, DPRD tinggal
mengesahkannya saja. Setelah dilakukan pengesahan, perda-perda itu baru
disosialisasikan ke publik. Meskipun Pemkab Deli Serdang cukup produktif dalam
mengeluarkan peraturan, tidak demikian dengan pelayanan publik yang mereka berikan.
(Agustono, 2005:169)

Pelaksanaan otonomi daerah dan konsekuensinya perlu dipantau. Otonomi daerah tidak
hanya menggeser potensi korupsi dari Jakarta ke daerah, tetapi juga menciptakan raja
kecil yang menggalakkan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selain itu, hadirnya otonomi
daerah merupakan representasi dari elite lokal yang berpengaruh, sehingga membuat
arogansi DPRD tidak terkendali. Karena perannya, DPRD telah menjadi kekuatan
politik baru yang sangat korup di tingkat lokal dalam membangun demokrasi.
(Agustono, 2005: 163) 12
Sebagai contoh dari fakta ini, Pemerintah Daerah (Pemkab) Deriseldan (Pemkab)
Sumatera Utara telah menerbitkan 43 peraturan daerah sejak otonomi daerah. Dari 43
skema daerah, beberapa di antaranya terkait dengan peningkatan pendapatan daerah.
Dengan kata lain, bea cukai dan undang-undang pajak setempat. Semua peraturan
daerah akan dikeluarkan oleh pemerintah dan akan dibahas di DPRD. Biasanya, DPRD
hanya menyetujuinya. Setelah disahkan, Perdaperda hanya akan terbuka untuk umum.
Pemerintah Derisuldan sangat produktif dalam regulasi, tetapi layanan publik yang
diberikannya tidak. (Agustono, 2005: 169) Sebagai ringkasan dari 13 studi
desentralisasi, pelaksanaan otonomi daerah adalah tentang peningkatan pendapatan
daerah. Pelaksanaan otonomi kabupaten/kota khususnya di Sumatera Utara tidak
hanya mendekatkan pemerintah daerah dengan masyarakat, tetapi juga mendorong
partisipasi warga.

13
BAB III
KESIMPULAN

1. Undang-undang Pemerintah Daerah Nomor 32 Tahun 2004 mendefinisikan


otonomi daerah sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan menguasai urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
sesuai dengan undang-undang. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban suatu negara otonom untuk mengatur dan mengendalikan urusannya
dan kepentingan masyarakatnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2. Prinsip pelaksanaan otonomi daerah secara umum dilaksanakan di Sumatera


Utara dengan memperhatikan demokrasi, keadilan, keadilan, serta aspek
potensi dan keragaman daerah. Pelaksanaan otonomi daerah juga secara luas
didasarkan pada otonomi yang sejati dan bertanggung jawab. 3. Kelebihan
otonomi daerah Sumatera Utara adalah pemerintah daerah dapat memperkuat
dan mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimilikinya, sehingga
memberikan keleluasaan untuk berkembang sesuai dengan sumber daya yang
ada. Cacat tersebut tidak hanya meliputi masih terbatasnya jumlah dan kualitas
aparatur pemerintah di daerah, tetapi juga rendahnya pendapatan awal di
beberapa daerah. Juga cenderung kurang terintegrasinya kepentingan regional
dan nasional.
. Pelaksanaan otonomi daerah di Sumatera Utara diatur dalam kerangka dasar
UUD 1945, yang membawa perubahan politik di tingkat lokal (daerah). Salah
satunya adalah penguatan peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). 6.
Tinjauan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 memberikan penjelasan rinci
tentang pemerintahan daerah, beberapa di antaranya adalah pasal-pasal yang
menekankan pada realisasi otonomi dan pengalihan sisa kekuasaan (power
reserve) sebesar-besarnya kepada pemerintah daerah.

14
DAFTAR PUSTAKA
Adisubrata, Winarna S. 1999. Otonomi Daerah di Era Reformasi. Yogyakarta: UPP
AMP YKPN
Agustono, Budi. 2005. Otonomi Daerah dan Dinamika Politik Lokal: Studi Kasus di
Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara dalam Desentralisasi
Globalisasi dan Demokrasi Lokal. Jakarta: LP3ES.
Chalid, Pheni. 2005 Otonomi Daerah : Masalah, Pemberdayaan, dan Konflik. Jakarta:
Kemitraan.
Clegg, Kendra. 2005. “Dari Nasionalisasi ke Lokalisasi: Otonomi Daerah di Lombok”
dalam Desentralisasi Globalisasi dan Demokrasi Lokal. Jakarta: LP3ES
Hendratno,EdieToet.2009.Negara Kesatuan, desentralisasi, dan
Federalisme.Yogyakarta:Graha Ilmu Indonesia, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Kustiawan. Otonomi Daerah dan Desentralisasi Dalam Bingkai Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Universitas Maritim Raja Ali Haji
Nadir, Sukinah, 2013. Jurnal Politik Profetik Volume 1 Nomor 1 Tahun 2013: Otonomi
Daerah dan Desentralisasi Desa: Menuju Pemberdayaan Masyarakat
Desa. Makassar: Universitas Hasanudin Makassar.
Sembiring, Amsali S, 2008. Dasar Hukum, Prinsip dan Titik Berat Otonomi Daerah.
USU e- Repository: Universitas Sumatera Utara
Surtikanti. Jurnal Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No.1: Permasalahan Otonomi
Daerah Ditinjau Dari Aspek Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat
dan Daerah. Universitas Komputer Indonesia
Syamsuddin, Haris. 2007. Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Jakarta: LIPI Press
Syaukani dkk. 2002. Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan.
Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Widjajam, H.A.W. 1998. Percontohan Otonomi Daerah di Indonesia. Jakarta: PT
Rineka Cipta

15

Anda mungkin juga menyukai