Anda di halaman 1dari 18

OTONOMI DAERAH DALAM KERANGKA NEGARA KESATUAN REPUBLIK

INDONESIA

(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewarganegaraan)

Dosen Pengampu:

Wildan Ansori Hasibuan, S.sos, I., M.Sos

Disusun Oleh:

Kelompok 10

Alfin Rivaldo 0101221001

Amanda Syah fitri 0101221013

Ummu Zainab Napitupulu 0101221031

PRODI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUMATERA UTARA

T.A 2023
KATA PENGANTAR
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah yang berjudul
“Otonomi daerah dalam kerangka negara kesatuan republik indonesia” penulis
berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk para pembaca dan pendengar.
Makalah ini dibuat dengan cara berdiskusi dan mengumpulkan materi-materinya
dengan cara baik dan benar.

Kepada para pembaca dan pendengar, jika terdapat kekurangan dan kekeliruan
dalam makalah ini, penulis mohon maaf. Penulis mengucapkan terimakasih kepada para
pembaca, semoga Allah Swt memberkahi makalah ini dan bermanfaat dari segala pihak
dan kalangan.

Dan tak lupa juga segala puji bagi Allah Swt yang telah memberikan
kesehatan dan kesempatan kepada kita semua, terutama kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat dan salam
kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw yang telah membawa
umat muslim dari zaman jahiliyah ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan
dimana kelak yang kita harapkan syafa’at beliau dikemudian hari kelak.

Medan, 23 Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................ i

DAFTAR ISI...................................................................................................................................... ii

BAB I .................................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN.............................................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................................... 2

C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................................... 2

BAB II ................................................................................................................................................ 3

PEMBAHASAN ................................................................................................................................ 3

A. Hakikat Otonomi Daerah ........................................................................................................ 3

B. Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia ................................................................................ 5

C. Perkembangan Otonomi Daerah Di Indonesia ........................................................................ 7

D. Prinsip- Prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah ..................................................................... 10

BAB III ............................................................................................................................................. 12

PENUTUP ........................................................................................................................................ 12

A. Kesimpulan ........................................................................................................................... 12

B. Saran ..................................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi


dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan
kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Pasal 18 ayat 1 Undang-
Undang Dasar 1945 hasil amandemen menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah daerah propinsi dan daerah-daerah propinsi itu dibagi atas
kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai
pemerintah daerah, yang diatur dengan Undang-Undang. Pada ayat 2 pasal 18 dinyatakan
bahwa : pemerintah daerah propinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan
mengurusi sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Perubahan politik nasional, yang di awali dengan kejatuhan kekuasaan rezim Orde
baru, telah memicu berbagai perubahan-perubahan penting pada semua tatanan
kehidupan bernegara dan berbangsa. Salah satu perubahan yang signifikan adalah
dalam bidang penyelenggaraan pemerintahan daerah, yaitu dengan diundangkannya
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang mengatur
berbagai perubahan mendasar dalam penyelenggaraan roda pemerintahan pada semua
tingkatan mulai dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah.

Menurut ketetapan MPR RI No. XV / MPR / 1998, penyelenggaraan otonomi daerah


dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung
jawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan
pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan perimbangan
kewenangan pusat dan daerah. Di samping itu penyelenggaraan otonomi daerah juga
dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan
keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Hal ini
dimaksudkan untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan
kreatifitas, meningkatkan peran serta masyarakat dan mengembangkan peran dan fungsi
DPRD, mendasarkan pada hal itu, Undang undang sudah seharusnya menempatkan
otonomi daerah secara utuh pada daerah kabupaten dan daerah kota sehingga kedua
daerah ini berkedudukan sebagai daerah otonom yang mempunyai kewenangan dan

1
kekuasaan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan
aspirasi masyarakat

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana dasar dan sejarah otonomi daerah dalam rangka NKRI?
2. Bagaimana perkembangan otonomi daerah di Indonesia?
3. Apa saja prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana dasar dan sejarah otonomi daerah dalam rangka
NKRI
2. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan otonomi daerah di Indonesia
3. Untuk mengetahui apa saja prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat Otonomi Daerah


Istilah otonomi daerah dan desentralisasi pada dasarnya mempersoalkan
pembagian kewenangan kepada organ-organ penyelenggara negara, sedangkan otonomi
menyangkut hak yang mengikuti pembagian wewenang tersebut. Desentralisasi
sebagaimana didefinisikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah:
“Desentralisasi terkait dengan masalah perlimpahan wewenang dari pemerintah
pusat yang berada di ibu kota negara baik melalui cara dekonsentrasi, misalnya
pendeledasian, kepada pejabat di bawahnya maupun melalui pendelegasian kepada
pemerintah atau perwakilan di daerah.”1
Terdapat beberapa alasan mengapa Indonesia membutuhkan desentralisasi.
Pertama, kehidupan berbangsa dan bernegara selama ini sangat terpusat di Jakarta.
Sementara itu, pembanguan di beberapa wilayah lain cenderung bahkan dijadikan
objek “perahan” pemerintah pusat. Kedua, pembagian kekayaan secara tidak adil dan
merata. Daerah-daerah yang memiliki sumber kekayaan alam melimpah, seperti Aceh,
Riau, Irian Jaya (Papua), Kalimantan, dan Sulawesi, ternyata tidak menerima perolehan
dana yang patut dari pemerintah pusat. Ketiga, kesenjangan sosial antara satu daerah
dengan daerah lain sangat mencolok.
Pelaksanaan desentralisasi haruslah dilandasi argumentasi yang kuat baik secara
teoretis ataupun empiris. Teoretis pemerintahan dan politik mengajukan sejumlah
argumen yang menjadi dasar pelaksanaan desentralisasi. Di antara argumentasi dalam
memilih desentralisasi otonomi daerah yaitu:
1. Untuk terciptanya efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.
Pemerintah memiliki fungsi distributif yaitu mengelola berbagai dimensi
kehidupan seperti bidang sosial, kesejahteraan masyarakat, ekonomi,
keuangan, politik, integrasi sosial, pertahanan, dan keamanan dalam negeri.
Pemerintah juga mempunyai fungsi regulative baik yang menyangkut
penyediaan barang dan jasa ataupun yang berhubungan dengan kompetensi
dalam rangka penyediaan tersebut. Pemerintah mempunyai fungsi ekstraktif,
yaitu memobilisasi sumber daya keuangan dalam rangka membiayai aktivitas
penyelenggaraan negara. Selain memberikan pelayanan dan perlindungan

1
Abdurrahman, Beberapa pemikiran tentang otonomi daerah, Medan Putra: Jakarta. 1987. H.54

3
kepada masyarakat, menjaga keutuhan negara-bangsa, dan mempertahankan
diri dari kemungkinan serangan dari negara lain, merupakan tugas
pemerintahan yang bersifat universal.
2. Sebagai sarana pendidik politik. Pemerintah daerah merupakan kancah
pelatihan dan pengembangan demokrasi dalam sebuah negara. Filsuf Alexis
de Tocqueville mencatat bahwa kota-kota kecil di daerah itu merupakan
kawasan untuk kebebasan sebagaimana sekolah dasar untuk ilmu
pengetahuan: Di sanalah tempat kebebasan, di sana pula tempat orang diajari
bagaimana kebebasan digunakan dan bagaimana menikmati kebebasan
tersebut.
Menurut John Stuart Mill, pemerintahan daerah akan menyediakan
kesempatan bagi warga masyarakat untuk berpartisipasi politik, baik dalam
rangka memilih atau kemungkinan untuk dipilih dalam suatu jabatan politik.
3. Pemerintahan daerah sebagai persiapan untuk karier politik lanjutan.
Pemerintah daerah merupakan langkah persiapan untuk meniti karier
lanjutan, terutama karier di bidang politik dan pemerintahan di tingkat
nasional. Keberadaan institusi lokal, terutama pemerintahan daerah (eksekutif
dan legislatif lokal), merupakan wahana yang tepat bagi penggodokan calon-
calon pemimpin nasional, setelah mereka melalui karier politik di daerahnya.
Melalui mekanisme penggodokan di daerah diharapkan budaya politik
paternalistis yang sarat dengan budaya feudal bisa dikurangi.
4. Stabilitas politik. Menurut Sharpe, stabilits politik nasional mestinya
berawal dari stabilitas politik pada tingkat lokal. Dalam konteks Indonesia,
terjadinya pergolakan daerah seperti PRRI dan PERMESTA di tahun 1957-
1958, karena daerah melihat kekuasaan Pemerintah Jakarta yang sangat
dominan.
5. Kesetaraan politik. Melalui desentralisasi, pemerintahan akan tercipta
kesetaraan politik antara daerah dan pusat. Kesetaraan politik akibat
kebijakan desentralisasi otonomi daerah yang baik akan menarik minat
banyak orang di daerah untuk berpartisipasi secara politik seperti dijelaskan
pada bagian selanjutnya.
6. Akuntabilitas publik. Desentralisasi otonomi daerah pada dasarnya adalah
transfer prinsip-prinsip demokrasi dalam pengelolaan pemerintahan maupun
budaya politik. Melalui prinsip demokrasi penyelenggaraan pemerintahan di
4
daerah akan lebih akuntabel dan professional karena dapat melibatkan peran
serta masyarakat luas, baik dalam hal penentuan pemimpin daerah (Pilkada)
maupun pelaksanaan program di daerah.

B. Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia


Peraturan perundang-undangan yang pertama kali yang mengatur tentang
pemerintahan daerah pasca-proklamasi kemerdekaan adalah UU No. 1 Tahun 1945. Ini
merupakan hasil dari berbagai pertimbangan tentang sejarah pemerintahan di masa
kerajaan-kerajaan serta pada masa pemerintahan kolonial. Undang-undang ini
menekankan aspek cita-cita kedaulatan rakyat melalui pengaturan pembentukan BPRD.
Di dalam undang-undang ini ditetapkan tiga jenis daerah otonom, yaitu keresidenan,
kabupaten, dan kota. Periode berlakunya undang-undang ini sangat terbatas. Sehingga
dalam kurun waktu tiga tahun belum ada peraturan pemerintah yang mengatur
mengenai penyerahan urusan kepada daerah. Undang-undang ini kemudian diganti
dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 1948.2

Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 berfokus pada pengaturan tentang susunan


pemerintahan daerah yang demokratis. Di dalam undang-undang ini ditetapkan dua
jenis daerah otonom, yaitu daerah otonom biasa dan daerah otonom istimewa, serta tiga
tingkatan daerah otonom, yaitu provinsi, kabupaten/kota besar, dan desa/kota kecil.
Mengacu pada ketentuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1948, penyerahan sebagian
urusan pemerintahan kepada daerah telah mendapat perhatian pemerintah. Pemberian
otonomi kepada daerah berdasarkan Undang-Undang tentang Pembentukan Daerah.

Perjalanan sejarah otonomi daerah di Indonesia selalu ditandai dengan lahirnya


suatu produk perundang-undangan yang menggantikan produk sebelumnya. Perubahan
tersebut pada satu sisi menandai dinamika orientasi pembangunan daerah di Indonesia
dari masa ke masa. Di sisi lain, hal ini bisa pula dipahami sebagai bagian dari
“eksperimentasi politik” penguasa dalam menjalankan kekuasaannya. Periode otonomi
daerah Indonesia pasca-Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 diisi dengan munculnya
beberapa UU tentang pemerintahan daerah, yaitu UU Nomor 1 Tahun 1957 (sebagai

2
Sri sumantri, Martosoewigdnjo. Pengantar perbandingan Antar hukum tata negara. Rajawali,
Jakarta. 1981. H. 17

5
peraturan tunggal pertama yang berlaku seragam untuk seluruh Indonesia), UU No. 18
Tahun 1965 (yang menganut sistem otonomi yang seluas-luasnya), dan UU No. 5 Tahun
1974.

Undang-undang yang disebut terakhir mengatur pokok-pokok penyelenggaraan


pemerintahan yang menjadi tugas pemerintah pusat di daerah. Prinsip yang dipakai
dalam pemberian otonomi kepada daerah bukan lagi “otonomi yang riil dan seluas-luasnya”
,tetapi “otonomi yang nyata dan bertanggung jawab”. Pandangan otonomi daerah yang
seluas-luasnya dapat menimbulkan kecenderungan pemikiran yang dapat membahayakan
kebutuhan. NKRI dan tidak serasi dengan maksud dan tujuan pemberian otonomi
kepada daerah sesuai dengan prinsip-prinsip yang digariskan dalam GBHN yang
berorientasi pada pembangunan dalam arti luas. Undung-undang ini berumur paling
panjang, yaitu 25 tahun, dan baru diganti dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999
dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 setelah tuntutan reformasi bergulir.

Kehadiran Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tidak terlepas dari


perkembangan situasi yang terjadi pada masa itu lengsernya rezim otoriter Orde Baru
dan munculnya kehendak masyarakat untuk melakukan reformasi di semua aspek
kehidupan berbangsa dan bernegara. Sidang istimewa MPR Tahun 1998 yang lalu
menetapkan Ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi
Daerah; pengaturan, pembagian, dan pemanfataan sumber daya nasional, yang
berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka NKRI.
Momentum otonomi daerah di Indonesia semakin mendapatkan tempatnya setelah MPR
RI melakukan amandemen pada Pasal 18 UUD 1945 dalam perubahan kedua yang
secara tegas dan eksplisit menyebutkan bahwa negara Indonesia memakai prinsip
otonomi dan desentralisasi kekuasaan politik.

Tiga tahun setelah implementasi Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, dilakukan


peninjauan dan revisi terhadap undang-undang yang berakhir pada lahirnya UU No. 32
Tahun 2004 yang juga mengatur tentang pemerintah daerah. Menurut Sadu Wasistiono,
hal-hal penting yang ada pada UU No. 32 Tahun 2004 adalah dominasi kembali
eksekutif dan dominasinya pengaturan tentang pemilihan kepala daerah yang bobotnya
hampir 25 % dari keseluruhan isi UU tersebut.

6
C. Perkembangan Otonomi Daerah Di Indonesia
Mengamati perkembangan otonomi daerah di Indonesia merupakan kajian yang
sangat menarik, karena otonomi daerah bukan saja fenomena hukum, tetapi juga
fenomena pemerintahan, politik, bahkan juga sosial budaya dan lain sebagainya
termasuk juga tentang kekuasaan, otonomi daerah sebagai prinsip berarti menghormati
kehidupan regional di daerah, adat istiadat, agama maupun karakter yang ada didaerah,
oleh karena itu pemerintahan pusat harus menjauhkan segala urusan dengan maksud
menyeragamkan seluruh daerah dalam satu modal, dengan memaksakan kehendak agar
karakter daerah mengikuti karakter nasional. Perkembangan otonomi daerah di
Indonesia mengalami pasang surut dengan corak yang berbeda-beda, yang tentunya
dilandasi dengan peraturan perundang-undangan yang coraknya berbeda-beda pula,
karena lahirnya undang-undang yang mendasari Otonomi Daerah itu dilator belakangi
oleh kondisi politik hukum yang berkembang pada saat itu. Berikut ini akan diuraikan
peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan Otonomi Daerah sejak tahun
1945.
1. Masa berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Kedudukan
Komite Nasional Daerah
Undang-Undang ini menekankan pada aspek cita-cita kedaulatan rakyat melalui
pengaturan pembentukan Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Didalam Undang-
Undang ini ditentukan 3 (tiga) jenis Daerah Otonomi, yaitu Keresidenan, Kabupaten
dan Kota. Otonomi Daerah diberikan kepada daerah bersamaan pada saat
pembentukan daerah melalui Undang – Undang berupa kewenangan pangkal yang
sangat terbatas dan selama kurun waktu 3 (tiga) tahun belum ada Peraturan
Pemerintah yang mengaturnya. UndangUndang ini belum bisa dilaksanakan sepenuhnya.
2. Masa berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan
Daerah
Undang-undang ini hanya berfokus pada pengaturan tentang susunan
pemerintahan daerah yang demokrasi. Di dalam Undang-Undang ini ditentukan 2
(dua) jenis daerah otonomi, yaitu daerah otonomi biasa dan daerah otonomi
istimewa serta ada 3 (tiga) tingakatan daerah otonom, yaitu Propinsi,
Kabupaten/Kota Besar dan Desa/Kota Kecil. Undang-Undang ini juga belum bisa
dilaksanakan sepenuhnya.
3. Masa berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan Daerah
7
Undang-Undang ini berlaku secara seragam di seluruh Indonesia, titik beratnya
adalah pengaturan pada aspek otonomi yang seluas-luasnya Di dalam Undang-
Undang ini di tetapkan ada 3 ( tiga) tingkatan daerah otonomi yaitu Daerah
Tingkat I termasuk Kota Praja Jakarta Raya, Daerah Tingkat II dan Daerah Tingkat
III. Dalam pada ini pelaksanaan Otonomi Daerah semakin mendapat perhatian
Pemerintah Pusat, di mana Pemerintah Pusat di wajibkan melaksanakan politik 422
desentralisasi di samping dekonsentrasi. Namun demikian Otonomi Daerah saat
berlakunya Undang-Undang ini juga belum bisa dilaksanakn sepenuhnya, bahkan
nuansa sentralisasi masih sangat kelihatan.
4. Masa berlakunya Undang-Undang Nomor l8 Tahun l965 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan Daerah
Undang - Undang ini sudah menganut sistem Otonomi yang seluas-luasnya;
pembagian daerah otonomi sebanyak 3 (tiga) tingkatan, yaitu Propinsi sebagai
Daerah Tingkat I, Kabupaten/Kota madya sebagai Derah Tingkat II dan
Kecamatan/Kota Praja sebaga Daerah Tingkat III. Walaupun Undang-Undang ini
menganut sistem otonomi yang seluas-luasnya tetapi tidak ada satupun Peraturan
Pemerintah (PP) yang diterbitkandalam rangka penyerahan sebagian urusan
pemerintahan ( Desentralisasi) kepada daerah , oleh karena itu Undang-Undang ini
juga belum bisa dilaksanakan sepenuhnya. Kemudian Undang-Undang ini dinyatakan
tidak berlaku berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1969. Dengan
Ketentuan bahwa pernyataan tidak berlakunya Undang-Undang ini pada saat
ditetapkannya Undang-Undang yang menggantikannya.

5. Masa berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang


Ketentuanketentuan Pokok Pemerintahan Daerah

Dalam Undang-Undang ini azas Desentralisasi dilaksanakan bersamaan dengan


atas Dekonsentrasi dan medebewind, melalui penyerahan urusan secara bertahap sesuai
dengan kemampuan (kewenangan daerah otonom terbatas) dan semunya tergantung
kebijakan Pemerintah Pusat yang bersifat seragam. Dalam mengelola sumber daya
alam (SDA) sepenuhnya menjadi wewenang Pemerintah Pusat, tidak ada
kewenangan yang diberikan kepada Pemerintah Daerah, termasuk rekruting Pejabat
Politik, Proses Legislasi daerah melalui izin dan petunjuk Pemerintah Pusat. Yang
memegang kepeminpinan dalam pemerintahan daerah adalah Kepala Daerah dan
DPRD, kedudukan Gubenur sebagai Kepala Daerah merupakan Kepala

8
Pemerintahan, sekaligus kepala wilayah bertanggung jawab kepada Presiden melalui
menteri dalam negeri, sedangkan kedudukan DPRD sebagai unsur Pemerintahan
Daerah dan juga berfungsi sebagai wakil rakyat. Maka kedudukan Gubernur sebagai
Kepala Daerah sangat dominan. Undang-Undang ini mengenal adanya perangkat
Dekonsentrasi di daerah Tingkat I dan Tingkat II, dimana kewenangan Kabupaten
dan Kota bersifat residule, dan tidak mengenal adanya otonomi desa.3
6. Masa berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah
Pada Undang-Undang ini azas Desentralisai di laksanakan di Kabupaten dan
Kota, sedangkan Desentralisasi dilaksanakan bersama-sama di Provinsi dalam
kedudukannya sebagai Daerah Otonomi terbatas sekaligus wilayah administrasi.
Desentralisasi ditetapkan bersamaan penetapan status daerah otonomi/melekat
(kewenangan daerah otonomi utuh dan bulat), bersifat mandiri dan bervariasi sesuai
aspirasi masyarakat lokal, sumber daya alam di daerahnya masing - masing .
Pemerintahan Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom
sebagai badan eksekutif daerah, sedangkan DPRD sebagai Badan legislatif daerah,
termasuk menjalankan pemilihan Kepala Daerah menjadi kewenangan DPRD. Maka
kedudukan DPRD pada saat itu sangat kuat. Kepala Daerah dalam menjalankan
tugasnya bertanggung jawab kepada DPRD dan 423 wajib menyampaikan
pertanggung jawaban kepada DPRD setiap tahun anggaran, apabila pertanggung
jawaban Kepala Daerah ditolak yang ke dua kalinya, maka DPRD sewaktuwaktu dapat
mengusulkan pemberhentiannya kepada Presiden RI.
7. Masa berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah
Dalam Undang-Undang ini Azas Desentralisasi di laksanakan di Propinsi dan
Kabupaten/Kota, sedangkan Dekonsentrasi hanya di laksanakan di Propinsi. Pada
periode ini hampir mirip seperti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 yaitu
menempatkan DPRD sebagai bagian Pemerintahan Daerah bersama-sama Kepala
Daerah, menjalankan Pemerintahan Daerah (DPRD merupakan bagian dari
Pemerintahan Daerah). Kepala Daerah tidak lagi bertanggung jawab kepada DRPD
tetapi bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. Undang-
Undang ini sudah mengatur tentang Pemilihan Kepala Daerah Langsung oleh

3
J Wajong, Azas dan tujuan pemerintah di daerah. Jembatan. Jakarta 1975 H. 24

9
rakyat, sehingga demokrasi ada pada rakyat, dan agak istimewanya adalah
mengenal adanya otonomi desa.

D. Prinsip- Prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah


Prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah yang dijadikan pedoman dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai berikut:

1. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memerhatikan aspek


demokrasi keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.

2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi lus, nyata, dan bertanggung
jawab.

3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah
kabupaten dan daerah kota, sedangkan pada daerah provinsi merupakan otonomi
yang terbatas.

4. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga


tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antardaerah.

5. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah


otonom, dan karenanya dalam daerah kabupaten dan kota tidak ada lagi
wilayah administrasi. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibina
oleh pemerintah atau pihak lain, seperti badan otoritas, kawasan pelabuhan,
kawasan perumahan, kawasan industri, kawasan perkebunan, kawasan
pertambangan, kawasan kehutanan, kawasan perkotaan baru, kawasan pariwisata,
dan semacamnya berlaku ketentuan peraturan daerah otonomi.

6. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan
legislatif daerah, baik fungsi legislasi, fungsi pengawasan maupun fungsi
anggaran atas penyelenggaraan pemerintahan daerah.

7. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi dalam


kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan
pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada gurbenur sebagai wakil
pemerintah.

10
8. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah
kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai
dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan
kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung jawabkan kepada yang
menugaskan.4

4
Hanif Nurcholis, Teori Dan Praktik pemerintahan dan otonomi daerah,(Jakarta: grasindo, 2007), H. 13

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hakikat otonomi daerah adalah konsep yang memberikan wewenang kepada
pemerintahan daerah untuk mengatur urusan internalnya sendiri secara mandiri dalam
kerangka hukum yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Kesimpulan tentang hakikat
otonomi daerah dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Untuk terciptanya efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.
2. Sebagai sarana pendidik politik
3. Pemerintahan daerah sebagai persiapan untuk karier politik lanjutan
4. Stabilitas politik
5. Kesetaraan politik.
6. Akuntabiltas Publik

Perkembangan Otonomi Daerah sudah mengalami perubahan sejak Indonesia


merdeka, dan bahkan sebelumnya. Tetapi pelaksanaan otonomi daerah menjadi tekad
bersama bangsa Indonesia, hal itu terbukti bahwa Undang-Undang yang pertama kali
disyahkan di Indonesia sejak merdeka adalah Undang-Undang tentang Otonomi Daerah yaitu
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945, tentang Kedudukan Komite NasionalDaerah.
Undang-Undang itu terus mengalami perubahan sesuai dengan pasang surutnya
perkembangan politik di negara ini, tentu saja sesuai dengan karakter situasi politik
yang ada hingga kini kemungkinan akan terus berkembang dan berubah.

Prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah bertujuan untuk memperkuat


kemandirian dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam mengelola urusan lokal.
Prinsip-prinsip ini mendukung partisipasi masyarakat, perbedayaan lokal dan koordinasi
dengan pemerintah pusat, prinsip ini bertujuan untuk mengakui keberagaman,
mempromosikan partisipasi public, dan mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan
kesejahteraan bagi semua pihak yang terlibat.

B. Saran
Sekian dari penjelasan makalah kami tentang “ Otonomi di daerah dalam kerangka
kesatuan negara republik Indonesia” yang kami tulis dan sampaikan semoga bermanfaat

12
untuk kami sebagai pemakalah dan para pendengar serta pembaca. Kami berharap masukan
para pembaca untuk kebermanfaatan makalah kami dan terimakasih

13
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Beberapa pemikiran tentang otonomi daerah, Medan Putra: Jakarta. 1987

Nurcholis, Hanif, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Jakarta:
grasindo,2007.

Sumantri sri, Martosoewigdnjo. Pengantar perbandingan Antar hukum tata negara. Rajawali,
Jakarta. 1981.

Wajong J, Azas dan tujuan pemerintah di daerah. Jembatan. Jakarta 1975

14
15

Anda mungkin juga menyukai