INDONESIA
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
Kelompok 10
SUMATERA UTARA
T.A 2023
KATA PENGANTAR
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah yang berjudul
“Otonomi daerah dalam kerangka negara kesatuan republik indonesia” penulis
berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk para pembaca dan pendengar.
Makalah ini dibuat dengan cara berdiskusi dan mengumpulkan materi-materinya
dengan cara baik dan benar.
Kepada para pembaca dan pendengar, jika terdapat kekurangan dan kekeliruan
dalam makalah ini, penulis mohon maaf. Penulis mengucapkan terimakasih kepada para
pembaca, semoga Allah Swt memberkahi makalah ini dan bermanfaat dari segala pihak
dan kalangan.
Dan tak lupa juga segala puji bagi Allah Swt yang telah memberikan
kesehatan dan kesempatan kepada kita semua, terutama kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat dan salam
kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw yang telah membawa
umat muslim dari zaman jahiliyah ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan
dimana kelak yang kita harapkan syafa’at beliau dikemudian hari kelak.
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN.............................................................................................................................. 1
BAB II ................................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ................................................................................................................................ 3
PENUTUP ........................................................................................................................................ 12
A. Kesimpulan ........................................................................................................................... 12
B. Saran ..................................................................................................................................... 12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan politik nasional, yang di awali dengan kejatuhan kekuasaan rezim Orde
baru, telah memicu berbagai perubahan-perubahan penting pada semua tatanan
kehidupan bernegara dan berbangsa. Salah satu perubahan yang signifikan adalah
dalam bidang penyelenggaraan pemerintahan daerah, yaitu dengan diundangkannya
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang mengatur
berbagai perubahan mendasar dalam penyelenggaraan roda pemerintahan pada semua
tingkatan mulai dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah.
1
kekuasaan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan
aspirasi masyarakat
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana dasar dan sejarah otonomi daerah dalam rangka NKRI?
2. Bagaimana perkembangan otonomi daerah di Indonesia?
3. Apa saja prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana dasar dan sejarah otonomi daerah dalam rangka
NKRI
2. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan otonomi daerah di Indonesia
3. Untuk mengetahui apa saja prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Abdurrahman, Beberapa pemikiran tentang otonomi daerah, Medan Putra: Jakarta. 1987. H.54
3
kepada masyarakat, menjaga keutuhan negara-bangsa, dan mempertahankan
diri dari kemungkinan serangan dari negara lain, merupakan tugas
pemerintahan yang bersifat universal.
2. Sebagai sarana pendidik politik. Pemerintah daerah merupakan kancah
pelatihan dan pengembangan demokrasi dalam sebuah negara. Filsuf Alexis
de Tocqueville mencatat bahwa kota-kota kecil di daerah itu merupakan
kawasan untuk kebebasan sebagaimana sekolah dasar untuk ilmu
pengetahuan: Di sanalah tempat kebebasan, di sana pula tempat orang diajari
bagaimana kebebasan digunakan dan bagaimana menikmati kebebasan
tersebut.
Menurut John Stuart Mill, pemerintahan daerah akan menyediakan
kesempatan bagi warga masyarakat untuk berpartisipasi politik, baik dalam
rangka memilih atau kemungkinan untuk dipilih dalam suatu jabatan politik.
3. Pemerintahan daerah sebagai persiapan untuk karier politik lanjutan.
Pemerintah daerah merupakan langkah persiapan untuk meniti karier
lanjutan, terutama karier di bidang politik dan pemerintahan di tingkat
nasional. Keberadaan institusi lokal, terutama pemerintahan daerah (eksekutif
dan legislatif lokal), merupakan wahana yang tepat bagi penggodokan calon-
calon pemimpin nasional, setelah mereka melalui karier politik di daerahnya.
Melalui mekanisme penggodokan di daerah diharapkan budaya politik
paternalistis yang sarat dengan budaya feudal bisa dikurangi.
4. Stabilitas politik. Menurut Sharpe, stabilits politik nasional mestinya
berawal dari stabilitas politik pada tingkat lokal. Dalam konteks Indonesia,
terjadinya pergolakan daerah seperti PRRI dan PERMESTA di tahun 1957-
1958, karena daerah melihat kekuasaan Pemerintah Jakarta yang sangat
dominan.
5. Kesetaraan politik. Melalui desentralisasi, pemerintahan akan tercipta
kesetaraan politik antara daerah dan pusat. Kesetaraan politik akibat
kebijakan desentralisasi otonomi daerah yang baik akan menarik minat
banyak orang di daerah untuk berpartisipasi secara politik seperti dijelaskan
pada bagian selanjutnya.
6. Akuntabilitas publik. Desentralisasi otonomi daerah pada dasarnya adalah
transfer prinsip-prinsip demokrasi dalam pengelolaan pemerintahan maupun
budaya politik. Melalui prinsip demokrasi penyelenggaraan pemerintahan di
4
daerah akan lebih akuntabel dan professional karena dapat melibatkan peran
serta masyarakat luas, baik dalam hal penentuan pemimpin daerah (Pilkada)
maupun pelaksanaan program di daerah.
2
Sri sumantri, Martosoewigdnjo. Pengantar perbandingan Antar hukum tata negara. Rajawali,
Jakarta. 1981. H. 17
5
peraturan tunggal pertama yang berlaku seragam untuk seluruh Indonesia), UU No. 18
Tahun 1965 (yang menganut sistem otonomi yang seluas-luasnya), dan UU No. 5 Tahun
1974.
6
C. Perkembangan Otonomi Daerah Di Indonesia
Mengamati perkembangan otonomi daerah di Indonesia merupakan kajian yang
sangat menarik, karena otonomi daerah bukan saja fenomena hukum, tetapi juga
fenomena pemerintahan, politik, bahkan juga sosial budaya dan lain sebagainya
termasuk juga tentang kekuasaan, otonomi daerah sebagai prinsip berarti menghormati
kehidupan regional di daerah, adat istiadat, agama maupun karakter yang ada didaerah,
oleh karena itu pemerintahan pusat harus menjauhkan segala urusan dengan maksud
menyeragamkan seluruh daerah dalam satu modal, dengan memaksakan kehendak agar
karakter daerah mengikuti karakter nasional. Perkembangan otonomi daerah di
Indonesia mengalami pasang surut dengan corak yang berbeda-beda, yang tentunya
dilandasi dengan peraturan perundang-undangan yang coraknya berbeda-beda pula,
karena lahirnya undang-undang yang mendasari Otonomi Daerah itu dilator belakangi
oleh kondisi politik hukum yang berkembang pada saat itu. Berikut ini akan diuraikan
peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan Otonomi Daerah sejak tahun
1945.
1. Masa berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Kedudukan
Komite Nasional Daerah
Undang-Undang ini menekankan pada aspek cita-cita kedaulatan rakyat melalui
pengaturan pembentukan Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Didalam Undang-
Undang ini ditentukan 3 (tiga) jenis Daerah Otonomi, yaitu Keresidenan, Kabupaten
dan Kota. Otonomi Daerah diberikan kepada daerah bersamaan pada saat
pembentukan daerah melalui Undang – Undang berupa kewenangan pangkal yang
sangat terbatas dan selama kurun waktu 3 (tiga) tahun belum ada Peraturan
Pemerintah yang mengaturnya. UndangUndang ini belum bisa dilaksanakan sepenuhnya.
2. Masa berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan
Daerah
Undang-undang ini hanya berfokus pada pengaturan tentang susunan
pemerintahan daerah yang demokrasi. Di dalam Undang-Undang ini ditentukan 2
(dua) jenis daerah otonomi, yaitu daerah otonomi biasa dan daerah otonomi
istimewa serta ada 3 (tiga) tingakatan daerah otonom, yaitu Propinsi,
Kabupaten/Kota Besar dan Desa/Kota Kecil. Undang-Undang ini juga belum bisa
dilaksanakan sepenuhnya.
3. Masa berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan Daerah
7
Undang-Undang ini berlaku secara seragam di seluruh Indonesia, titik beratnya
adalah pengaturan pada aspek otonomi yang seluas-luasnya Di dalam Undang-
Undang ini di tetapkan ada 3 ( tiga) tingkatan daerah otonomi yaitu Daerah
Tingkat I termasuk Kota Praja Jakarta Raya, Daerah Tingkat II dan Daerah Tingkat
III. Dalam pada ini pelaksanaan Otonomi Daerah semakin mendapat perhatian
Pemerintah Pusat, di mana Pemerintah Pusat di wajibkan melaksanakan politik 422
desentralisasi di samping dekonsentrasi. Namun demikian Otonomi Daerah saat
berlakunya Undang-Undang ini juga belum bisa dilaksanakn sepenuhnya, bahkan
nuansa sentralisasi masih sangat kelihatan.
4. Masa berlakunya Undang-Undang Nomor l8 Tahun l965 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan Daerah
Undang - Undang ini sudah menganut sistem Otonomi yang seluas-luasnya;
pembagian daerah otonomi sebanyak 3 (tiga) tingkatan, yaitu Propinsi sebagai
Daerah Tingkat I, Kabupaten/Kota madya sebagai Derah Tingkat II dan
Kecamatan/Kota Praja sebaga Daerah Tingkat III. Walaupun Undang-Undang ini
menganut sistem otonomi yang seluas-luasnya tetapi tidak ada satupun Peraturan
Pemerintah (PP) yang diterbitkandalam rangka penyerahan sebagian urusan
pemerintahan ( Desentralisasi) kepada daerah , oleh karena itu Undang-Undang ini
juga belum bisa dilaksanakan sepenuhnya. Kemudian Undang-Undang ini dinyatakan
tidak berlaku berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1969. Dengan
Ketentuan bahwa pernyataan tidak berlakunya Undang-Undang ini pada saat
ditetapkannya Undang-Undang yang menggantikannya.
8
Pemerintahan, sekaligus kepala wilayah bertanggung jawab kepada Presiden melalui
menteri dalam negeri, sedangkan kedudukan DPRD sebagai unsur Pemerintahan
Daerah dan juga berfungsi sebagai wakil rakyat. Maka kedudukan Gubernur sebagai
Kepala Daerah sangat dominan. Undang-Undang ini mengenal adanya perangkat
Dekonsentrasi di daerah Tingkat I dan Tingkat II, dimana kewenangan Kabupaten
dan Kota bersifat residule, dan tidak mengenal adanya otonomi desa.3
6. Masa berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah
Pada Undang-Undang ini azas Desentralisai di laksanakan di Kabupaten dan
Kota, sedangkan Desentralisasi dilaksanakan bersama-sama di Provinsi dalam
kedudukannya sebagai Daerah Otonomi terbatas sekaligus wilayah administrasi.
Desentralisasi ditetapkan bersamaan penetapan status daerah otonomi/melekat
(kewenangan daerah otonomi utuh dan bulat), bersifat mandiri dan bervariasi sesuai
aspirasi masyarakat lokal, sumber daya alam di daerahnya masing - masing .
Pemerintahan Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom
sebagai badan eksekutif daerah, sedangkan DPRD sebagai Badan legislatif daerah,
termasuk menjalankan pemilihan Kepala Daerah menjadi kewenangan DPRD. Maka
kedudukan DPRD pada saat itu sangat kuat. Kepala Daerah dalam menjalankan
tugasnya bertanggung jawab kepada DPRD dan 423 wajib menyampaikan
pertanggung jawaban kepada DPRD setiap tahun anggaran, apabila pertanggung
jawaban Kepala Daerah ditolak yang ke dua kalinya, maka DPRD sewaktuwaktu dapat
mengusulkan pemberhentiannya kepada Presiden RI.
7. Masa berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah
Dalam Undang-Undang ini Azas Desentralisasi di laksanakan di Propinsi dan
Kabupaten/Kota, sedangkan Dekonsentrasi hanya di laksanakan di Propinsi. Pada
periode ini hampir mirip seperti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 yaitu
menempatkan DPRD sebagai bagian Pemerintahan Daerah bersama-sama Kepala
Daerah, menjalankan Pemerintahan Daerah (DPRD merupakan bagian dari
Pemerintahan Daerah). Kepala Daerah tidak lagi bertanggung jawab kepada DRPD
tetapi bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. Undang-
Undang ini sudah mengatur tentang Pemilihan Kepala Daerah Langsung oleh
3
J Wajong, Azas dan tujuan pemerintah di daerah. Jembatan. Jakarta 1975 H. 24
9
rakyat, sehingga demokrasi ada pada rakyat, dan agak istimewanya adalah
mengenal adanya otonomi desa.
2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi lus, nyata, dan bertanggung
jawab.
3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah
kabupaten dan daerah kota, sedangkan pada daerah provinsi merupakan otonomi
yang terbatas.
6. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan
legislatif daerah, baik fungsi legislasi, fungsi pengawasan maupun fungsi
anggaran atas penyelenggaraan pemerintahan daerah.
10
8. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah
kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai
dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan
kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung jawabkan kepada yang
menugaskan.4
4
Hanif Nurcholis, Teori Dan Praktik pemerintahan dan otonomi daerah,(Jakarta: grasindo, 2007), H. 13
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hakikat otonomi daerah adalah konsep yang memberikan wewenang kepada
pemerintahan daerah untuk mengatur urusan internalnya sendiri secara mandiri dalam
kerangka hukum yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Kesimpulan tentang hakikat
otonomi daerah dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Untuk terciptanya efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.
2. Sebagai sarana pendidik politik
3. Pemerintahan daerah sebagai persiapan untuk karier politik lanjutan
4. Stabilitas politik
5. Kesetaraan politik.
6. Akuntabiltas Publik
B. Saran
Sekian dari penjelasan makalah kami tentang “ Otonomi di daerah dalam kerangka
kesatuan negara republik Indonesia” yang kami tulis dan sampaikan semoga bermanfaat
12
untuk kami sebagai pemakalah dan para pendengar serta pembaca. Kami berharap masukan
para pembaca untuk kebermanfaatan makalah kami dan terimakasih
13
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Beberapa pemikiran tentang otonomi daerah, Medan Putra: Jakarta. 1987
Nurcholis, Hanif, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Jakarta:
grasindo,2007.
Sumantri sri, Martosoewigdnjo. Pengantar perbandingan Antar hukum tata negara. Rajawali,
Jakarta. 1981.
14
15