Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MAKALAH CIVIC SOCIETY

OTONOMI DAERAH DALAM BINGKAI NKRI


DOSEN : JUM HARRONI. S, S.Sos, M.E

DISUSUN OLEH

AMIRUL HAFIS

MAHARANI

NURDIN

STAI SULTHAN SYARIF HASYIM

SIAK SRI INDRAPURA

2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya dan karunia-
Nya saya dapat menyelesaikan makalah singkat tepat pada waktunya. Adapun judul
dari makalah singkat ini adalah Otonomi Daerah Dalam Bingkai Reformasi.

Pada kesempatan kali ini, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen
mata kuliah Civic Society yang telah membimbing saya untuk menyelesaikan
makalah singkat ini. Selain itu, saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan makalah singkat ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menulis makalah singkat ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun diharapkan dapat
membuat makalah singkat ini menjadi lebih baik serta bermanfaat bagi penulis dan
pembaca.

Siak Sri Indrapura, Februari 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................i

Daftar Isi............................................................................................................ii

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang......................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.................................................................................2

1.3 Tujuan...................................................................................................2

Bab II Pembahasan

2.1 Pengertian Dan Hakikat Otonomi Daerah...........................................3

2.2 Visi Otonomi Daerah...........................................................................4

2.3 Bentuk dan Tujuan Desentralisasi dalam Konteks Otonomi Daerah. .5

2.4 Sejarah Otonomi Daerah Di Indonesia................................................8

2.5 Prinsip-prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah.....................................9

Bab III Penutup

3.1 Kesimpulan..........................................................................................11

3.2 Saran....................................................................................................11

Daftar Pustaka...................................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepualauan yang terletak di posisi strategis dengan
dua lautan yang mengelilinginya. Hal ini turut mempengaruhi mekanisme
pemerintahan di Indonesia, dimana sulitnya koordinasi pemerintah pusan dengan
pemerintah daerah. Hal ini pula yang mendorong akan terwujudnya suatu sistem
pemerintahan yang efisien dan mandiri untuk memudahkan koordinasi antara kedua
belah pihak tersebut.
Seiring dengan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945, kebijakan tentang Pemerintahan Daerah mengalami perubahan yang
cukup mendasar. Perubahan tersebut dilatarbelakangi oleh kehendak untuk
menampung semangat otonomi daerah dalam memperjuangkan kesejahteraan
masyarakat daerah. Sebelumnya, Pemerintah Pusat sangat dominan (sentralistis)
dalam mengatur dan mengendalikan daerah. Di era sekarang, daerah diberi
keleluasaan untuk mengurus urusan rumah tangganya sendiri secara demokratis dan
bertanggung jawab dalam NKRI. Pemerintah Daerah boleh mengatur dan
mengendalikan daerahnya selama tidak bertentangan dengan tata urutan Perundang-
undangan yang lebih tinggi dari peraturan daerah.
Kebanyakan orang menganggap bahwa Otonomi Daerah di Indonesia sudah
sempurna, sebenarnya masih banyak persoalan-persoalan yang belum terselesaikan,
seperti contoh lambatnya pengesahan Peraturan Daerah (Qanun) yang dilakukan oleh
Pemerintah Pusat. Kemudian masih banyaknya Rancangan Peraturan Daerah yang
bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang kedudukannya lebih tinggi
dari Peraturan Daerah, sehingga peraturan tersebut dianulir oleh Kementerian Dalam
Negeri. Selain itu, Permasalahan lain dari adanya Otonomi Daerah yaitu merebaknya
kasus korupsi di daerah.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan hakikat otonomi daerah?
2. Bagaimana visi otonomi daerah di Indonesia?

1
3. Bagaimana bentuk dan Tujuan Desentralisasi dalam Konteks Otonomi
Daerah?
4. Bagaimana sejarah otonomi daerah di Indonesia?
5. Apa saja prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah?

1.3 Tujuan Pembahasan


Tujuan pembahasan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan hakikat otonomi daerah
2. Untuk mengetahui visi otonomi daerah di Indonesia
3. Untuk mengetahui bentuk dan Tujuan Desentralisasi dalam Konteks Otonomi
Daerah
4. Untuk mengetahui sejarah otonomi daerah di Indonesia
5. Untuk mengetahui saja prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Dan Hakikat Otonomi Daerah


Secara harfiah, otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam
bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan
namos berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat dikatakan sebagai
kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna
mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas-batas wilayah.1
Dengan demikian, disimpulkan bahwa Otonomi Daerah adalah kewenangan
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Ini merupakan kesempatan yang sangat baik bagi pemerintah
daerah untuk membuktikan kemampuannya dalam melaksanakan kewenangan yang
menjadi hak daerah. Maju atau tidaknya suatu daerah sangat ditentukan oleh
kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan yaitu Pemerintah Daerah. Pemerintah
daerah bebas berkreasi dan berekspresi dalam rangka membangun daerahnya, tentu
saja dengan tidak melanggar ketentuan hukum yaitu perundang-undangan.2
Menurut UU nomor 32 tahun 20014 tentang Pemerintah Daerah, otonomi daerah
adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai peraturan
perundang-undangan. Menurut UU nomor 32 tahun 2004, terdapat beberapa istilah
dalam pelaksanaan otonomi daerah.
Pemerintah Pusat adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
terdiri dari Presiden beserta para menteri. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah
beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah. DPRD
adalah Badan legislatif daerah.
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh Pemerintah
kepada Daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

1
Syaukani dkk, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, cet.VIII (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2009), h. 209
2
Syaukani, dkk, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h.
77

3
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada
Gubernur sebagai Wakil Pemerintah dan/atau perangkat pusat di daerah
Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah pusat kepada daerah dan
desa serta dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai
pembiayaan, sarana, prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban
melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggung-jawabkannya kepada yang
menugaskan.
Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.3
Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas
daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Wilayah Administrasi adalah wilayah kerja Gubernur selaku wakil pemerintah.
Instansi vertikal adalah perangkat departemen dan/atau lembaga pemerintah non
departemen di daerah. Pejabat yang berwenang adalah pejabat pemerintah di tingkat
pusat dan/atau pejabat pemerintah di daerah provinsi yang berwenang membina dan
mengawasi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah kabupaten dan
daerah kota. Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah
kabupaten dan/atau daerah kota di bawah kecamatan dan Desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat
yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di daerah kabupaten.

2.2 Visi Otonomi Daerah


Otonomi daerah sebagai kerangka menyelenggarakan pemerintahan mempunyai
visi yang dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama yang saling berhubungan
satu dengan yang lainnya: politik, ekonomi, dan sosial budaya.4

3
Syaukani, dkk, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 78
4
Sarundajang, Arus balik Kekuasaan Pusat Ke daerah, (Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1999) h. 37

4
Di bidang politik, visi otonomi daerah harus dipahami sebagai sebuah proses
bagi lahirnya kader-kader politik untuk menjadi kepala pemerintahan yang dipilih
secara demokratis serta memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintah
yang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas.
Adapun di bidang ekonomi, visi otonomi daerah mengandung makna bahwa
otonomi daerah di satu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan
ekonomi nasional di daerah. Di pihak lain mendorong terbukanya peluang bagi
pemerintah daerah mengembangkan kebijakan lokal kedaerahan untuk
mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya. Dalam kerangka ini,
otonomi daerah memungkinkan lahirnya berbagai prakarsa pemerintah daerah untuk
menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perizinan usaha, dan membangun
berbagai infrastuktur yang menunjang perputaran ekonomi di daerah.
Sedangkan visi otonomi daerah di bidang social danbudaya mengandung
pengertian bahwa otonomi daerah harus diarahkan pada pengelolaan., penciptaan dan
pemeliharaan integrasi dan harmoni social. Pada saat yang sama, visi otonomi daerah
dibidang sosial dan budaya adalah memelihara dan mengembangkan nilai, tradisi,
karya seni, karya cipta, bahasa, dan karya sastra lokal yang dipandang kondusif dalam
mendorong masyarakat untuk merespon positif dinamika kehidupan di sekitarnya dan
kehidupan global. Karenanya, aspek social budaya harus diletakkan secara cepat dan
terarah agar kehidupan sosial tetap terjaga secara utuh dan budaya lokal tetap eksis
dan mempunyai daya keberlanjutan.

2.3 Bentuk dan Tujuan Desentralisasi dalam Konteks Otonomi Daerah


Rondinelli membedakan empat bentuk desentralisasi, yaitu:
1. Dekonsentrasi
Desentralisasi dalam bentuk dekonsentrasi (deconcentration), pada hakikatnya
hanya merupakan pembagian kewenangan dan tanggung jawab administratif
antara pemerintah pusat dengan pejabat birokrasi pusat di lapangan. Jadi,
dekonsentrasi hanya berupa pergeseran volume pekerjaan dari pemerintah
pusat kepada perwakilannya yang ada di daerah, tanpa adanya penyerahan atau

5
pelimpahan kewenangan untuk mengambil keputusan atau keleluasaan untuk
membuat keputusan.5

2. Delegasi
Delegasi merupakan pelimpahan pengambilan keputusan dan kewenangan
manajerial untuk melakukan tugas-tugas khusus kepada suatu organisasi yang
tidak secara langsung berada di bawah pengawasan pemerintah pusat.
Terhadap organisasi semacam ini pada dasarnya diberikan kewenangan semi
independen untuk melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya. Bahkan
kadang-kadang berada diluar ketentuan yang diatur oleh pemerintah pusat.,
karena bersifat lebih komersial dan mengutamakan efisiensi daripada prosedur
birokratis dan politis. Hal ini biasanya dilakukan terhadap suatu badan usaha
publik yang tugasnya melaksanakan proyek tertentu, seperti telekomunikasi,
listrik, bendungan, dan jalan raya.
3. Devolusi
Devolusi merupakan bentuk desentralisasi yang lebih ekstensif, yang merujuk
pada situasi dimana pemerintah pusat mentransfer kewenangan untuk
pengambilan keputusan, keuangan dan manajemen kepada unit otonomi
pemerintah daerah. Devolusi adalah kondisi dimana pemerintah pusat dengan
menyerahkan sebagian fungsi-fungsi tertentu kepada unit-unit itu untuk
dilaksanakan secara mandiri. Menurut Rondinelli, devolusi merupakan upaya
memperkuat pemerintah daerah sacara legal yang secara substansif kegiatan-
kegiatan yang dilakukannya diluar kendali langsung pemerintah pusat.
Devolusi dapat berupa transfer tanggung jawab untuk pelayanan kepada
pemerintahan kota/kabupaten dalam memilih walikota/bupati dan DPRD,
meningkatkan pendapatan mereka dan memiliki independensi kewenangan
untuk mengambil keputusan investasi.6
Ciri-ciri Devolusi:

5
Sakinah Nadir, Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Desa: Menuju Pemberdayaan Masyarakat Desa,
(Jurnal PFDF: Jurnal Politik ProfetikVolume 1 Nomor1 Tahun 2013)

6
Riwu Kaho, Josef, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, (Cetakan ke-
4,PT.RajaGrafindo Persada, 1997.), h. 84

6
a. Adanya sebuah badan lokal yang secara konstitusional terpisah dari
pemerintah pusat dan bertanggung jawab pada pelayanan lokal yang
signifikan.
b. Pemerintah daerah harus memiliki kekayaan sendiri, anggaran dan
rekening seiring dengan otoritas untuk meningkatkan pendapatannya.
c. Harus mengembangkan kompetensi staf.
d. Anggota dewan yang terpilih, yang beroperasi pada garis partai, harus
menentukan kebijakan dan prosedur internal.
e. Pejabat pemerintah pusat harus melayani sebagai penasehat dan
evaluator luar yang tidak memiliki peranan apapun didalam otoritas
lokal.

4. Privatisasi
Menurut Romdinelli privatisasi adalah suatu tindakan pemberian kewenangan
dari pemerintah kepada badan-badan sukarela swasta dan swadaya masyarakat,
namun dapat pula merupakan peleburan badan pemerintah menjadi badan
usaha swasta misalnya BUMN dan BUMD dilebur menjadi perusahaan
terbatas (PT) dalam beberapa hal misalnya pemerintah mentransfer beberapa
kegiatan kepada kamar dagang dan industri, koperasi dan asosiasi lainnya
untuk mengeluarkan izin-izin, bimbingan dan pengawasan, yang semula
dilakukan oleh pemerintah dalam hal kegiatan sosial, pemerintah memberikan
kewenangan dan tanggung jawab kepada lembaga swadaya masyarakat (LSM)
dalam hal seperti pembinaan kesejahteraan keluarga, koprasi, petani, dan
koprasi nelayan untuk melakukan kegiatan-kegiatan sosial, termasuk melatih
dan meningkatkan peran serta dan pemberdayaan masyarakat.7

5. Tugas Pembantuan, yang merupakan tambahan dalam konteks desentralisasi


Indonesia
Tugas pembantuan (medebewind) merupakan pemberian kemungkinan dari
pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang lebih atas untuk meminta
bantuan kepada pemerintah daerah yang tingkatannya lebih rendah agar
menyelenggarakan tugas atau urusan rumah tangga dari daerah yang

7
Sava Lova, Pengeritan dan Sejarah Otonomi Daerah , (sumber: http://menulis-makalah.blogspot.com

7
tingkatannya lebih atas urusan yang diserahkan pemerintah pusat/pemerintah
daerah atasan tidak beralih menjadi urusan rumah tangga daerah yang
melaksanakan. Kewenangan yang diberikan kepada daerah adalah kewenangan
yang bersifat mengurus sedangkan kewenangan mengurus tetap menjadi
kewenangan pemerintah pusat/pemerintah atasannya.

2.4 Sejarah Otonomi Daerah Di Indonesia


Peraturan perundang-undanag yang pertama kali menagtur tentang pemerintahan
daerah pasca proklamasi kemerdekaan adalah UU Nomor 1 tahun 1945. Undang-
undang ini merupakan hasil dari berbagai pertimbangan tentang sejarah pemerintahan
di masa kerajaan dan masa pemerintahan kolonialisme. Namun undang-undang ini
belum mengatur tentang desentralisasi dan hanya menekankan pada aspek cita-cita
kedaulatan rakyat melalui pembentukan badan perwakilan rakyat daerah.
Undang-undang tersebut diganti oleh UU nomor 22 tahun 1948 yang berfokus
pada pengaturan susunan pemerintahan daerah yang demokratis. Undang-undang ini
menetapkan dua jenis daerah otonom dan tiga tingkatan daerah otonom.
Perjalanan sejarah otonomi Indonesia selanjutnya ditandai dengan munculnya
UU nomor 1 tahun 1957 yang menjadi peraturan tunggal pertama yang berlaku
seragam untuk seluruh Indonesia. Selanjutnya UU nomor 18 tahun 1965 yang
menganut sistem otonomi yang riil dan seluas-luasnya. Kemudian disusul dengan
munculnya UU nomor 5 tahun 1974 yang menganut sistem otonomi yang nyata dan
bertanggungjawab. Hal ini karena sistem otonomi yang sebelumnya dianggap
memiliki kecenderungan pemikiran yang dapat membahayakan keutuhan NKRI serta
tidak serasi denagn maksud dan tujuan pemberian otonomi kepada daerah.8
UU yang terakhir ini berumur paling panjang, yaitu 25 tahun yang kemudian
digantikan dengan UU nomor 22 tahun 1999 pasca reformasi. Hal ini tidak terlepas
dari perkembangan situasi yang terjadi pada masa itu. Berdasarkan kehendak
reformasi saat itu, Sidang Istimewa MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang
penyelenggaraan otonomi daerah; pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber
daya nasional yang berkeadilan serta peimbangan keuanagn pusat dan daerah dalam
kerangka NKRI. Selain itu, hasil amandemen MPR RI pada pasal 18 UUD 1945
dalam perubahan kedua, yang secara tegas dan eksplisit menyebutkan bahwa negara

8
ava Lova, Pengeritan dan Sejarah Otonomi Daerah , (sumber: http://menulis-makalah.blogspot.com

8
Indonesia memakai prinsip otonomi dan desentralisasi kekuatan politik juga semakin
memberikan tempat kepada otonomi daerah di tempatnya.
Tiga tahun setelah implementasi UU No. 22 tahun 1999, pemerintah melakukan
peninjauan dan revisi terhadap undang-undang yang berakhir pada lahirnya UU No.
32 tahun 2004 yang juga mengatur tentang pemerintah daerah yang berlaku hingga
sekarang.

2.5 Prinsip-prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah


Atas dasar pemikiran di atas¸ maka prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah dalam
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 adalah sebagai berikut :
a. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek
demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah
yang terbatas.9
b. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan
bertanggung jawab.
c. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah
Kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi daerah provinsi merupakan
otonomi yang terbatas.
d. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan kontibusi negara sehingga
tetap terjalin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
e. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah
otonom, dan karenanya dalam daerah Kabupaten/daerah kota tidak ada lagi
wilayah administrasi.
f. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi
badan legislatif daerah, baik fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi
anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah.
g. Pelaksanaan azas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi dalam
kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan
sebagai wakil daerah.
h. Pelaksanaan azas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari
pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa

9
Sakinah Nadir, Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Desa: Menuju Pemberdayaan Masyarakat Desa,
(Jurnal PFDF: Jurnal Politik ProfetikVolume 1 Nomor1 Tahun 2013)

9
yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya
manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung
jawabkan kepada yang menugaskannya.
Adapun tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan
daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan guna
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Sejalan dengan pendapat di atas, The Liang Gie dalam Abdurrahman (1987)
mengemukakan bahwa tujuan pemberian otonomi daerah adalah :
a. Mengemukakan kesadaran bernegara/berpemerintah yang mendalam kepada
rakyat diseluruh tanah air Indonesia.
b. Melancarkan penyerahan dana dan daya masyarakat di daerah terutama dalam
bidang perekonomian.10
c. Otonomi daerah sebagai kerangka penyelenggaraaan pemerintahan
mempunyai visi yang dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama yang
saling berhubungan satu dengan yang lainnya: politik, ekonomi, sosial,
budaya.
Mengingat otonomi adalah buah dari kebijakan desentralisasi dan demokrasi,
karenanya di visi otonomi daerah di bidang politik harus di pahami sebagai sebuah
proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang di pilih
secara demokratis.
Selanjutnya, visi otonomi daerah di bidang ekonomi mengandung makna bahwa
otonomi daerah di satu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan
ekonomi nasional di daerah.
Sedangkan visi otonomi daerah di bidang sosial dan budaya mengandung
pengertian bahwa otonomi daerah harus diarahkan pada pengelolaan, penciptaan
danpemeliharaan integrasi dan harmoni sosial.

10
Sakinah Nadir, Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Desa: Menuju Pemberdayaan Masyarakat Desa,
(Jurnal PFDF: Jurnal Politik ProfetikVolume 1 Nomor1 Tahun 2013)

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Otonomi daerah dalam arti sempit adalah mandiri. Sedangkan dalam arti luas
diartikan sebagai berdaya. Dengan demikian, otonomi daerah berarti kemandirian
suatu daerah dalam kaitan pembuatan pengambilan keputusan mengenai kepentingan
daerahnya sendiri. Hubungan erat antar pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
harus serasi sehingga akan dapat mewujudkan tujuan yang ingun dicapai.
Otonomi daearh memiliki visi dalam tiga ruang lingkup yaitu politik, ekonomi
dan sosial budaya. Hal ini mengingat bahwa tiga aspek inilah yang menjadi perhatian
yang cukup urgen dalam pembangunan daerah.
Di Indonesia dikenal lima konteks desentralisasi yaitu: 1. Dekonsentrasi 2.
Delegasi 3. Devolusi 4. Privatisasi 5. Tugas Pembantuan
Perjalanan Otonomi daerah selalu ditandai dengan lahirnya UU baru yang
menggantikan UU sebelumnya. Dimulai dari UU Nomor 1 Tahun 1945 pasca-
proklamasi yang kemudian digantikan oleh UU nomor 22 tahun 1948. Selanjutnya
UU Nomor 1 tahun 1957 yang kemudian diikuti UU Nomor 18 tahun 1965. Pada
tahun 1974, muncul undang-undang nomor 5 tahun 1974 yang berumur cukup lama
yaitu 25 tahun sebelum masa reformasi yang kemudian digantikan oleh UU nomor 22
tahun 1999. Setelah tiga tahun implementasinya, lahirlah UU Nomor 32 tahun 2004
yang berlaku hingga sekarang di Indonesia.

3.2 Saran
Demikian makalah ini kami susun, yang mana tentunya tak lepas dari
kekurangan baik dalam penyusunan maupun penyajian. Karena kami pun menyadari
tak ada gading yang tak retak. Untuk itu kritik dan saran pembaca sekalian sangat
kami harapkan demi perbaikan dan evaluasi dari apa yang kami usahakan. Harapan
kami semoga bermanfaat. Amin.

11
DAFTAR PUSTAKA

Syaukani dkk, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, cet.VIII (Yogyakarta:


Pustaka Pelajar, 2009)

Sarundajang, Arus balik Kekuasaan Pusat Ke daerah, (Pustaka Sinar Harapan,


Jakarta, 1999)

Sakinah Nadir, Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Desa: Menuju Pemberdayaan


Masyarakat Desa, (Jurnal PFDF: Jurnal Politik ProfetikVolume 1 Nomor1
Tahun

Riwu Kaho, Josef, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, (Cetakan
ke-4,PT.RajaGrafindo Persada, 1997.)

Sava Lova, Pengeritan dan Sejarah Otonomi Daerah , (sumber: http://menulis-


makalah.blogspot.com

12

Anda mungkin juga menyukai