Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

“OTONOMI DAERAH DALAM KERANGKA NKRI”

Disusun Oleh:
Kelompok 10
1. Moh. Fajar R. Ishak 841421093
2. Nur Mawadah Djano 841421052
3. Tri Yuliana Soga 841421058
4. Adila Salsabilah Sardin 841421063
5. Sri Resti Fadhillah Ramadhani 841421069
6. Diva Nazwa Delinda Van Gobel 841421074
7. Astrid Dunaya 841421079
8. Alya Nur Azmi Antuli 841421087
9. Vidya Aurelya Putri Ilam 841421105

Mata Kuliah : Kewarganegaraan


Dosen Pengampuh : Dr. Lucyane Djafar, M.Pa

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa ta’ala, atas


segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini. Adapun maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah “Kewarganegaraan” dengan judul “Otonomi daerah dalam
kerangka NKRI” kami menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat
bantuan dan tuntunan Allah Subhanahu wa ta’ala dan tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar - besarnya kepada semua anggota kelompok yang membantu dalam
pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat
selesai dengan baik dan oleh karenanya, kami menyadari bahwa dalam makala ini
masih banyak kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1. Latar Belakang..............................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.........................................................................................2
1.3. Tujuan Masalah.............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................3
2.1. Pengertian Pemerintah Daerah......................................................................3
2.2. Perkembangan Desentralisasi Dalam Otonomi Daerah................................4
2.3. Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Desentralisasi Dalam Otonomi
Daerah...........................................................................................................7
2.4. Prinsip Penyelenggaran Pemerintah Yang Baik...........................................12
2.5. Otonomi Daerah Dalam Wadah NKRI.........................................................13
BAB III PENUTUP..................................................................................................17
A. Kesimpulan....................................................................................................17
B. Saran...............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Swatantra daerah di Indonesia sudah terdapat di tahun 1903 dan di
waktu itu pula pemerintah Belanda mengeluarkan Decentralisatiewet S
1903/329. namun poly orang yg tak mengetahui hal ini. Era otonomi daerah
sepertinya baru saja dimulai di tahun 1999 sejak pemerintah Indonesia
mengesahkan Undang-Undang angka 22 Tahun 1999 perihal Pemerintahan
wilayah. jua, poly orang mencurigai bahwa pemda bisa mengontrol semua
urusan administrasi Bila mereka mempunyai otonomi daerah.
Penyelenggaraan pemerintahan wilayah mengalami perubahan yg
sangat fundamental semenjak berlakunya Undang-Undang angka 22 Tahun
1999, kini diganti menggunakan Undang-Undang angka 32 Tahun 2004
serta yg terakhir Undang-Undang angka 2014 tentang pemda. Diganti
menggunakan 23. Asas yg digunakan dalam undang-undang ini merupakan
swatantra luas pada arti daerah diberi kewenangan buat mengurus serta
mengatur segala urusan pemerintahan pada luar pemerintahan pusat.
pemberian otonomi seluas-luasnya kepada daerah bertujuan buat
mempercepat terwujudnya kesejahteraan rakyat melalui peningkatan
pelayanan, pemberdayaan serta partisipasi warga . Selain itu, dalam
lingkungan strategis globalisasi, wilayah harus mengupayakan swatantra yg
luas dengan menghormati prinsip-prinsip demokrasi, kesetaraan, keadilan,
keistimewaan dan singularitas, dan kemungkinan dan keragaman wilayah
pada sistem negara tunggal. (fakta Undang-Undang No. 23 Tahun 2014).
swatantra acapkali serta selalu dikaitkan dengan jumlah uang yang
dapat dimobilisasi suatu wilayah buat mendanai kegiatannya. acapkali dalam
operasi pemerintahan mereka tidak mengerti bahwa tidak ada satu
pemerintahan pun yang dapat mandiri dalam kebutuhannya sendiri. istilah
kunci pada swatantra wilayah artinya 'kewenangan', seberapa akbar

1
kewenangan yang dimiliki suatu daerah dalam memprakarsai kebijakan,
mengimplementasikannya, dan memobilisasi sumber daya yg mendukung
pelaksanaannya. dengan kekuatan, wilayah bisa berkreasi buat membentuk
manfaat serta bonus bagi kegiatan ekonomi dan pembangunan daerah.
1.2. Rumusan Masalah
1) Apa pengertian pemerintah daerah
2) Bagaimana Perkembangan Desentralisasi Dalam Otonom Daerah
3) Apa saja Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Desentralisasi
Dalam Otonom Daerah
4) Apa saja Prinsip Penyelanggaran Pemerintah Yang Baik
5) Bagaimana Otonomi Daerah Dalam Wadah NKRI
1.3. Tujuan Masalah
1) Untuk mengetahui pengertian pemerintah daerah
2) Untuk mengetahui Perkembangan Desentralisasi Dalam Otonom
Daerah
3) Untuk mengetahui Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan
Desentralisasi Dalam Otonom Daerah
4) Untuk mengetahui Prinsip Penyelanggaran Pemerintah Yang Baik
5) Untuk mengetahui Otonomi Daerah Dalam Wadah NKRI
1)

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Pemerintah Daerah
Pada pasal 1 ayat dua Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan wilayah disebutkan bahwa yang dimaksud menggunakan
pemerintahan wilayah ialah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Daerah dan dewan perwakilan rakyat wilayah berdasarkan azas
otonomi dan tugas pembantuan menggunakan prinsip otonomi yang seluas-
luasnya. Kemudian yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah merupakan
kepala daerah menjadi unsur penyelenggara Pemerintahan wilayah yang
memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi wewenang
wilayah otonom.
Perubahan fundamental pada pengaturan pemerintahan wilayah pada
Indonesia menjadi konsekuensi logis artinya perlunya dilakukan penataan
terhadap aneka macam elemen yang berkaitan dengan Pemerintah Daerah
menjadi manifestasi yang berasal dari otonomi wilayah. Berdasarkan
Marsono pemerintahan daerah terdapat kalanya berarti penyelenggaraan
urusan Pemerintah Daerah dan DPRD. Menurut azas desentralisasi dan
dekonsentrasi kata pemerintahan wilayah pada atas berarti proses atau
aktivitas.
Kepala daerah merupakan orang pertama dan paling utama yang
mengkoordinasikan aspek perwakilan. Pada proses pemerintahan daerah lima
kepala daerah ialah jabatan politik dan jabatan publik yang bertugas
memimpin birokrasi dan menggerakkan jalannya roda pemerintahan. Fungsi-
fungsi pemerintahan wilayah terbagi atas proteksi, pelayanan publik dan
pembangunan. Ketua wilayah menjalankan fungsi pengambilan kebijakan
atas ketiga fungsi pemerintahan tersebut. Pada konteks struktur kekuasaan,
ketua wilayah adalah kepala eksekutif pada wilayah. Sedangkan dari Hanif
Nurcholis, kepala wilayah artinya pemimpin forum yang melaksanakan

3
peraturan perundangan pada wujud konkritnya, forum pelaksana kebijakan
wilayah ialah organisasi pemerintahan di daerahnya ketua wilayah provinsi
dianggap gubernur, ketua wilayah kabupaten dianggap bupati, serta kepala
daerah kota dianggap walikota.
“Otonomi daerah berfungsi untuk mempermudah masing-masing
daerah dalam mengkoordinir atau mengatur urusan" yang ad di daerahnya.
Sehingga masing" daerah dapat terorganisir dengan baik”

2.2. Perkembangan Desentralisasi Dalam Otonomi Daerah


Pelaksanaan desentralisasi pada otonomi daerah bisa dilihat dari 2
aspek, yaitu aspek hasil dan aspek outcomes kebijakan. kedua aspek tersebut
memiliki ukuran atau indikator yang tidak sama pada penilaian keberhasilan.
a) Output otonomi daerah dan desentralisasi
Hasil kebijakan desentralisasi dapat ditinjau dari beberapa aspek
diantaranya pertumuhan ekonomi masyarakat, peningkatan kualitas
pelayanan publik, serta fleksibilitas program pembangunan.
Pertumbuhan ekonomi masyarakat, untuk mengetahui apakah acara
Pemerintah Daerah pada rangka pelaksanaan desentralisasi pada
otonomi daerah adalah dari sejauh mana dapat menaikkan pertumbuhan
ekonomi masyarakat. Asumsinya ialah intervensi Pemerintah Daerah
masih memegang peranan penting pada mendukung pertumbuhan
ekonomi warga di wilayah. Tanpa acara pembangunan ekonomi yang
nyata dari Pemerintah Daerah, sukar bagi daerah untuk mengalami
kemajuan pada bidang ekonomi.
Peningkatan kualitas pelayanan public, untuk melihat sejauh mana
akibat aplikasi desentralisasi pada otonomi daerahdapat dipandang dari
kualitas pelayanan publik. Beberapa pelayanan yang seringkali
diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada masyarakat, diantaranya:
pelayanan bidang pertanian, pelayanan bidan pertambangan serta

4
tenaga, pelayanan bidang perindustrian, pelayanan bidang pariwisata,
seni, budaya, dan lain-lain.
Fleksibilitas acara pembangunan, fleksibilitas acara pembangunan
berkenaan dengan kemampuan aparat pelaksana memahami tuntutan
masyarakat, tidak kaku dalam memahami mekanisme dan hukum-
hukum formal, mengedepankan kepentingan masyarakat pada atas
kepentingan langsung, peka terhadap ketidakadilan serta ketidakpuasan
yang berkembang pada warga , dan pada setiap langkah serta tindakan
berusaha melakukan penyesuaian terhadap perkembangan kebutuhan
masyarakat.
b) Outcomes desentralisasi dalam otonomi daerah
Outcomes desentralisasi terdiri dari 2 aspek, yaitu peningkatan
partisipasi masyarakat serta efektivitas pelaksanaan koordinasi.
Peningkatan partisipasi masyarakat berkaitan menggunakan
diserahkannya sebagian besar urusan pemerintahan didaerah,
diperlukan masyarakat mampu mengambil bagiaeh desentralisasi pada
otonomi daerah kelihatannya terlampau muluk untuk bisa direalisasikan.
Karena, selama ini (peran pemerintah terlampau lebih banyak
didominasi) yang menempatkan masyarakat tidak lebih menjadi objek
pembangunan atau pihak yang hanya penonton.
Efektivitas pelaksanaan koordinasi, yaitu suatu prn (partisipasi
aktif) mulai berasal perencanaan, aplikasi, hingga di pengawasan dan
pemeliharaan hasil pembangunan.
Secara apriori, konsep partisipasi yang dikehendaki oleh
pengintegrasian tujuan-tujuan serta aktivitas-kegiatan dari satuan yang
terpisah (unit-unit atau bagian-bagian) suatu organisasi untuk mencapai
tujuan organisasi secara efisien. Tanpa koordinasi individu-individu dan
bagian-bagian akan kehilangan pandangan tentang peran mereka pada
organisasi. Mereka akan mengejar kepentingannya masing-masing yang

5
khas, seringkali menggunakan mengorbankan tujuan organisasi. Tetapi,
kebutuhan akan koordinasi tergantung pada sifat serta perlunya
komunikasi berasal tugas-tugas yang dilakukan serta ketergantungan
banyak sekali subunit yang melaksanakan tugas-tugas tadi.
Koordinasi juga berguna bagi pekerjaan yang tidak rutin serta tidak
diperkirakan sebelumnya, dimana pekerjaan-pekerjaan
ketergantungannya tinggi. Kebutuhan koordinasi dapat dibedakan pada
3 keadaan,yaitu:
a) Kebutuhan koordinasi atas ketergantungan kelompok (pooled
interdependence);
b) Kebutuhan koordinasi atas ketergantungan sekuensial (sequential
interdependence)
c) Kebutuhan koordinasi atas ketergantungan timbal kembali
(reciprocal interdependence).
Ketergantungan grup terjadi bila unit organisasi tidak tergantung
satu sama lain buat melaksanakan pekerjaan sehari-hari, namun
tergantung pada prestasi yang memadai berasal setiap unit demi
tercapainya hasil akhir. Sedang, kebutuhan koordinasi atas
ketergantungan sekuensial, terjadi di suatu unit organisasi yang harus
melaksanakan aktivitas (kegiatan) terlebih dahulu sebelum unit-unit.
Selanjutnya bisa bertindak. sementara, ketergantungan timbal balik
terjadi apabila melibatkan korelasi saling memberi serta mendapatkan
dan saling menguntungkan diantara unit-unit. dalam proses pelaksanaan
berbagai aktivitas bidang urusan otonomi, terutama pada hal
pelaksanaan perangkat lunak pembangunan, ada beberapa unit
organisasi yang saling terkait dan melibatkan hubungan secara
fungsional yaitu antara lain: Walikota/Bupati (kepala daerah), organisasi
dinas (instansi teknis), Bappeda, serta kepala Bagian Keuangan,
Sekretaris daerah. Setiap application kerja tahunan dinas daerah,

6
sebelum disetujui oleh Walikota/Bupati (ketua daerah) terlebih dahulu
diteliti oleh Bappeda serta Bagian Keuangan.
“Berasal penjelasan tersebut bisa disimpulkan bahwa ditinjau asal
banyak sekali aspek yang akan terjadi kebijakan, desntralisasi mampu
dikatakan cukup berhasil. namun, dipandang berasal aspek konsekuensi
kebijakan, ternyata banyaknya urusan yg sudah diterima
( desentralisasi ) oleh kota/kabupaten justru menjadi beban berat bagi
wilayah. harapan kebijaksanaan mirip memacu pertumbuhan ekonomi
masyarakat banyak sekali acara pembangunan ( proyek ),
pelaksanaannya belum efektif.”

2.3. Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Desentralisasi Dalam Otonomi


Daerah
Ada empat variabel yang bisa mengungkapkan kinerja aplikasi
desentralisasi pada otonomi daerahdi Kota/kabupaten, yaitu aspek manajerial,
aspek sdm organisasi, aspek budaya birokrasi, serta etika pelayanan publik.
1) Aspek Manajerial
Kemampuan kepemimpinan ketua wilayah selaku top manajer
di wilayah memegang peranan krusial akan keberhasilan aplikasi
desentralisasi pada otonomi wilayah. Mengingat desentralisasi pada
otonomi daerahmasih ialah suatu yang baru bagi Pemerintah Daerah
dan memiliki tujuan yang begitu luas serta kompleks, kentara
memerlukan suatu kemampuan seseorang Walikota/Bupati pada
memanage supaya tujuan kebijakan yang begitu luas serta kompleks
mampu dipahami oleh semua pihak yang berkepentingan
(stakeholders). pada manajemen terbaru, setiap organisasi wajib
mempunyai visi dan misi yang kentara, menjadi acuan bagi seluruh
komponen pada melaksanakan aktivitasnya. Visi organisasi tadi

7
sedapat mungkin disosialisasikan pada pegawai, sebagai visi beserta
yang harus diperjuangkan (Ordway Tead, 1954).
Kendala yang dihadapi pada merealisasikan misi yang sudah
ditetapkan merupakan lebih ditimbulkan oleh pelaksanaan acara kerja
yang belum terdesain secara baik. asal uraian di atas, bahwa
kemampuan manajerial pimpinan wilayah cukup baik dalam
mewujudkan visi, misi, serta tujuan yang sudah ditetapkan, tetapi
belum didukung oleh sdm pelaksana programnya juga anggaran yang
tersedia. syarat ini jelas berimplikasi terhadap kinerja desentralisasi
dalam otonomi daerahsebagaimana yang telah dipaparkan pada muka
2) Aspek sdm Organisasi
Ketersediaan sumber daya manusia (sdm) organisasi (dinas
wilayah) sangat penting pada pelaksanaan desentralisasi pada otonomi
wilayah. sdm dimaksud diantaranya mencakup pegawai yang wajib
mempunyai keahlian serta kemampuan melaksanakan tugas, perintah,
dan anjuran atasan (pimpinan). di samping itu, wajib ada ketepatan
dan kelayakan antara jumlah pegawai yang diharapkan serta keahlian
yang dimiliki sesuai menggunakan bidang tugas yang akan dikerjakan
(Salusu, 1988: 493).
a) Kecukupan Pegawai Dinas daerah
ketika yang diharapkan Pemerintah Daerah pada
membenahi organisasi dinas wilayah sekitar satu tahun. dengan
jumlah pegawai berasal setiap dinas atau instansi yang terdapat
pada kenyataannya kurang mencukupi buat melayani ara
pengguna jasa atau warga yang optimal. Padahal sektor-sektor
ini mempunyai kedudukan yang strategis buat menggerakkan
perekonomian wilayah setempat.
Sejauh yang diketahui belum terdapat suatu analisis
yang mampu menyimpulkan bahwa semakin besar jumlah

8
pegawai di suatu organisasi, maka kinerja organisasi tersebut
semakin tinggi. tetapi demikian, perlu mencermati bahwa pada
organisasi birokrasi, seperti di beberapa dinas wilayah, terdapat
suatu budaya birokrasi di mana para pegawai yang menduduki
jabatan cenderung bergaya aristokrat, pada pengertian selalu
merasa diri menjadi boss yang termanifestasi di dalam kerja
seharian.
Berdasarkan syarat tersebut, bahwa andaikan saja para
pegawai mau melakukan pekerjaan apa saja demi berjalannya
kegiatan organisasi, tanpa terbelenggu dengan aneka macam
titel dan jabatan, maka aktivitas organisasi akan berjalan
secara lancar, serta di akhirnya berdampak di meningkatnya
kinerja organisasi dinas.
b) Kesesuaian Kualifikasi Pendidikan Pegawai
Menggunakan bidang tugas yang diemban sdm yang
berkualitas ialah salah satu faktor penentu keberhasilan suatu
organisasi pada menjalankan misinya. buat menerima sdm
yang berkualitas, ada 2 jalur yang biasanya ditempuh, yaitu:
pertama melalui sistem seleksi ketat menggunakan persyaratan
eksklusif untuk suatu bidang pekerjaan; dan ke 2 melalui
pendidikan/ pelatihan tambahan setelah menjadi pegawai atau
melalui contoh magang (learning by doing).
Minimnya pegawai dinas wilayah yang mempunyai
kualifikasi pendidikan yang cocok menggunakan tugas bidang
pekerjaannya, sudah ikut memberi donasi terhadap rendahnya
kinerja aplikasi desentralisasi pada otonomi wilayah, yang
terefleksi berasal kinerja dinas wilayah menjalankan tugasnya.
c) Aspek Budaya Birokrasi

9
Secara nasional birokrasi pemerintah yang terdapat
pada Indonesia mempunyai Undang-undang Dasar yang
hampir sama, pada mana unsur paternalisme amat kental dalam
pola korelasi yang bersifat internal organisasi juga di tataran
eksternal organisasi. korelasi antara bawahan dan pimpinan
berada pada posisi di mana bawahan cenderung berusaha
melayani serta memuaskan atasan. syarat ini secara otomatis
akan mengurangi kualitas layanan yang diberikan birokrasi
kepada warga sebagai pengguna jasa.
Secara awam tampilan birokrasi pemerintah di
Indonesia, baik pada tingkat pusat maupun wilayah masih
diwarnai dan dikelilingi oleh sifat feodalisme yang tinggi,
menjadi himbasan dari pola kerja birokrasi selama orde baru
yang memerintah selama lebih dari tiga puluh dua (32) tahun.
Pola kerja yang kental dengan unsur feodalisme ini, terasa
terus dipertahankan oleh gerombolan yang pada birokrasi
sebab banyak sekali kepentingan ekonomi politik yang ada.
Nilai budaya warga yang sebagian besar berkiblat di
sektor agraris, menggunakan corak utama para pelaku untuk
cenderung memper- tahankan keharmonisan antar elemen serta
menghindari perseteruan atau desakan yang disebut akan
merugikan seluruh pihak. pada samping itu, pilihan sentralisme
pada penyelenggaraan birokrasi pemerintah sudah
menyebabkan masalah tersendiri terhadap kualitas pelayanan
pada warga pengguna jasa, karena kinerja birokrasi menjadi
kaku yang ditimbulkan pengambilan posisi yang lebih tinggi
dari pihak birokrasi terhadap masyarakat.
Berasal uraian di atas, membagikan bahwa
sesungguhnya birokrasi pemerintah yang ada pada Indonesia

10
masih jauh berasal harapan untuk menyampaikan pelayanan
prima pada masyarakat pengguna jasa, dampak efek budaya
birokrasi yang mengadopsi budaya warga lokal, yang justru
cenderung mengagungkan posisi birokrasi serta menduga
warga lebih rendah daripadanya. Unsur feodalisme,
paternalisme serta penggunaan asas sentralisme yang
berkolaborasi menggunakan budaya birokrasi yang
mengagungkan otoritas pimpinan sebagai titik sentral kentara
semakin memperlemah posisi birokrasi buat menyampaikan
pelayanan yang berkualitas serta bisa melakukan perubahan
sosial ekonomi melalui pelaksanaan pembangunan.
d) Aspek Politik Lokal
Perpanjangan proses politik pemerintah pusat yang
berupaya menyeragamkan semua institusi birokrasi
pemerintah, baik berasal segi struktur maupun kegunaannya
sudah mengakibatkan stagnasi proses penyelesaian persoalan
yang telah berlaku secara turun-temurun di masyarakat melalui
pola musyawarah konsensus yang merupakan bentuk
penerapan demokrasi lokal.
Birokrasi nasional yang perkembangan historisnya
berasal dari kaum bangsawan mengakibatkan birokrasi
pemerintah dan aparaturnya mengidentifikasi diri menjadi
golongan elite yang mempunyai status sosial terhormat serta
tinggi pada tengah warga . syarat ini jelas
mengakibatkanpelayanan publik tidak akan berfungsi optimal
sebab kaum birokrat cenderung ingin dilayani secara internal
juga eksternal, ketika terjadi transaksi sosial berupa pelayanan
publik. keseimbangan akan terjadi, Jika proses pembuatan

11
kebijakan publik mengikutsertakan kelompok kepentingan
yang ada pada tengah warga lokal.
Penerapan asas desentralisasi dan otonomi luas pasca
reformasi menyampaikan angin segar pada perubahan korelasi
antara pihak Pemerintah Daerah (aparatur) menggunakan
masyarakat luas yang artinya kawan pada pelaksanaan
pembangunan. pada era ini banyak sekali perubahan sudah
terjadi, sehingga warga pengguna jasa memiliki akses terhadap
proses pembuatan kebijakan publik. peran serta fungsi
legislatif yang diharakan menyampaikan kontribusi positif
dalam proses pembuatan kebijakan publik, ternyata banyak
terjebak pada penilaian kebijakan yang bersifat makro dan
kurang bergerak pada kebijakan langsung yang menyampaikan
manfaat bagi warga terutama berkaitan menggunakan
peningkatan pelayanan publik. Pihak legislatif banyak yang
terjebak pada masalah internalnya yang hanya membahas
penggunaan dan alokasi APBD dan sering memperjuangkan
kesejahteraan pribadi melalui peningkatan gaji dan fasilitas
kesejahteraannya.
“Membangun etos pejabat dan pegawai baik di
instansi pemerintah maupun swasta tentang pemisahan yang
jelas dan tajam antara milik pribadi dan milik perusahaan
atau milik negara. Memulai dari diri sendiri, dari sekarang
dan dari yang kecil untuk menghindari korupsi”.

2.4. Prinsip Penyelenggaraan Pemerintah Yang Baik


Kata pemerintahan yang baik (good government) mulai dikenal luas
sesudah era reformasi berlangsung. Good government ialah merupakan
praktek terbaik pada proses penyelenggaraan kekuasaan Negara. Supaya

12
pemerintahan yang baik bisa sebagai fenomena serta berjalan menjadi mana
mestinya memerlukan komitmen serta keterlibatan seluruh pihak, yaitu
pemerintah serta warga . Good government yang efektif menunutut adanya
aligment (koordinasi) yang baik serta integritas, professional dan etos kerja
serta moral yang tinggi. Prinsip pemerintahan yang baik mencakup : Azas
kepastian hukum, azas proporsionalitas, azas profesionalitas dan azas
akuntabilitas.
Parameter pemerintahan daerah yang baik (good Local government)
ialah berupa pelayanan pada warga dan pemberdayaan rakyat warga pada
setiap pembangunan. supaya pemerintahan wilayah yang baik bisa sebagai
kenyataan dan berjalan menjadi mana mestinya diharapkan komitmen dan
keterlibatan pihak Pemerintah Daerah serta warga secara aktif. Oleh sebab
itu, maka di dalam menyelenggaraan pemerintahan wilayah diharapkan
kepemimpinan ketua daerah yang mempunyai kemampuan, kreatif, responsif,
jujur, amanah, demokratis, serta taat azas dan mempunyai wawasan
kepemimpinan yang berkarakter kearifan lokal, menggunakan demikian,
Maka roda pemerintahan daerah yang dijalankan dengan prinsip otonomi
yang seluas-luanya itu mampu membangun pemerintahan daerah yg baik dan
akuntabel.
“Penyelenggara pemerintah yang baik adalah pemerintah yang
memberikan berbagai kemudahan, kepastian, dan bersih dalam menyediakan
pelayanan kepada warga masyarakat dan melindungi dari berbagai tindakan
sewenang-wenang terhadap diri, hak mupun harta benda masyarakat.
Pemerintahan yang baik juga ialah pemerintahan yang tetap memperhatikan
keadaan rakyatnya, berperilaku adil tanpa melihat pangkat ataupun jabatan.
Serta memberikan perhatian penuh dengan apa yang dibutuhkan rakyatnya”

13
2.5. Otonomi Daerah Dalam Wadah NKRI
Berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Negara Indonesia ialah Negara kesatuan yang
bentuknya Republik. Oleh karena itu, Negara Indonesia tidak memiliki
wilayah “staat”. Sebagai satu negara, Republik Indonesia terbagi menjadi
provinsi-provinsi, yang terbagi lagi menjadi kotamadya dan kotamadya,
masing-masing dengan pemerintahan daerahnya sendiri. Dalam konteks
negara kesatuan Indonesia, hubungan kewenangan antara pusat dan daerah
didasarkan pada tiga bentuk, yaitu desentralisasi, desentralisasi dan
medebewind (misi pembantuan).
Desentralisasi Pemerintahan Daerah Republik Indonesia UU No. 32
Tahun 2004 berarti pemerintahan ke-57 melimpahkan kewenangan
administratif kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. .
Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom selanjutnya adalah daerah,
yaitu suatu badan hukum perdata dengan batas-batas wilayah, yang berhak
mengatur urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut kehendak negara sendiri. prakarsa. dan mengelola komunitas. Dalam
sistem negara kesatuan republik indonesia.
Desentralisasi memiliki sisi positif dalam penyelenggaraan
pemerintahan yang baik dari segi kebijakan politik, ekonomi, sosial, budaya
dan pertahanan keamanan, karena berkenaan dengan tugas-tugas
pemerintahan, desentralisasi memisahkan :
a. Unit yang terdesentralisasi dapat bereaksi lebih fleksibel terhadap
perubahan yang cepat;
b. Unit yang terdesentralisasi dapat melakukan tugas dengan lebih
efisien dan efektif;
c. Unit terdesentralisasi lebih inovatif;

14
d. Unit-unit yang terdesentralisasi mendorong tumbuhnya perilaku moral,
komitmen dan produktivitas.
Dalam desentralisasi, urusan yang diatur dan dikelola oleh pemerintah
provinsi adalah tugas atau urusan tertentu yang dilimpahkan negara ke daerah,
yang dikelola sesuai dengan kebijakan, prakarsa, dan kemampuan 60 daerah.
Mengenai penggunaan desentralisasi dalam Undang-undang
Pemerintahan Daerah Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004, pemerintah
melimpahkan kewenangan pemerintahan kepada gubernur untuk menjadi
wakil pemerintah dan/atau kewenangan vertikal di daerah eksklusif.
Sedangkan penggunaan pemerintahan bersama berarti pembagian tugas
eksklusif dari negara kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah kabupaten
kepada kabupaten/kota dan/atau desa dan dari badan
pemerintahan/pemerintah kota kepada desa.
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah Republik Indonesia, pemerintah daerah mengelola
urusan pemerintahan yang berada di wilayahnya, tidak termasuk urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah. Dalam urusan
pemerintahan di daerah tanggung jawab daerah tersebut, pemerintah daerah
menggunakan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus urusan
negara secara mandiri menurut asas otonomi dan pengelolaan bersama.
Pelaksanaan desentralisasi mensyaratkan adanya pembagian urusan
pemerintahan antara pemerintah dan pemerintahan negara. Urusan
administrasi hanya mencakup urusan administrasi di bawah pengawasan
Direksi dan pengelolaan tingkat dan struktur administrasi secara bersama
atau paralel. Urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab
pemerintah adalah urusan luar negeri, pertahanan, keamanan, mata uang
negara dan perpajakan, hukum dan agama. Urusan administrasi yang dapat
diurus antar tingkatan dan perjanjian administrasi atau sekaligus adalah
urusan administrasi selain urusan pemerintahan, yang merupakan urusan

15
pemerintahan semata. Dengan demikian, setiap wilayah administrasi yang
bersaing selalu memiliki porsi masalah yang berada di wilayah pemerintahan,
pemerintahan kabupaten, dan pemerintahan kabupaten/kota.
“Pada konsep negara kesatuan, penyelenggaraan otonomi wilayah
wajib bisa mengklaim korelasi yang harmonis antar daerah menggunakan
Pemerintah, merupakan wajib mampu memelihara dan menjaga keutuhan
daerah Negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
pada rangka mewujudkan tujuan negara. oleh sebab itu, Pemerintah harus
melakukan pelatihan berupa pemberian panduan mirip pada penelitian,
pengembangan, perencanaan dan pengawasan. Disamping itu diberikan
pula standar, arahan, bimbingan, pembinaan, pengawasan, pengendalian,
koordinasi, pemantauan, dan penilaian. Bersamaan itu Pemerintah harus
menyampaikan fasilitasi berupa pemberian peluang kemudahan, donasi,
dan dorongan kepada wilayah agar pelaksanaan otonomi bisa dilakukan
secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemerintah Daerah merupakan kepala daerah menjadi unsur
penyelenggara Pemerintahan wilayah yang memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi wewenang wilayah otonom.
Pelaksanaan desentralisasi pada otonomi daerah bisa dilihat dari 2
aspek, yaitu aspek hasil dan aspek outcomes kebijakan. kedua aspek tersebut
memiliki ukuran atau indikator yang tidak sama pada penilaian keberhasilan.
Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Desentralisasi Dalam
Otonomi Daerah ada empat variabel yang bisa mengungkapkan kinerja
aplikasi desentralisasi pada otonomi daerahdi Kota/kabupaten, yaitu aspek
manajerial, aspek sdm organisasi, aspek budaya birokrasi, serta etika
pelayanan publik.
Prinsip Penyelenggaraan Pemerintah yang baik mencakup : Azas
kepastian hukum, azas proporsionalitas, azas profesionalitas dan azas
akuntabilitas.
Otonomi Daerah Dalam Wadah NKRI Sesuai menggunakan amanat
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 32 Tahun 2004 perihal
Pemerintahan daerah, pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan
yang menjadi urusan Pemerintah. pada menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang sebagai kewenangan wilayah tadi, pemerintahan wilayah
menjalankan otonomi seluas-luasnya buat mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan sesuai asas otonomi dan tugas pembantuan.
B. Saran
Sebaiknya para aparatur pemerintah daerah dibekali dengan
pendidikan yang cukup yang dapat dimiliki oleh aparatur daerah dalam

17
menjalankankan tugas dan wewenangnya masing-masing. Dan dapat
menjalankan tugas dan wewenangnya dengan bijaksana dan adil.
Perlu segera diadakan penelitian, tindakan dan evaluasi, khususnya
dalam upaya untuk menindak lanjuti berbagai peraturan perundangan yang
dikeluarkan menyangkut terlaksananya Otonomi daerah, sehingga pelaksaan
Otonomi daerah baik menyangkut kelembagaan, kewenangan dan tanggung
jawab aparatur maupun sumber-sumber pembiayaan dan sarana serta
prasarana pendukung lainnya benar-benar dipastikan telah ideal dan sesuai
dengan aspirasi, tuntutan dan kebutuhan Daerah Otonom, sehingga tidak akan
menimbulkan masalah-masalah fundamental di masa yang akan datang serta
masalah kemiskinan dapat diselesaikan secepat mungkin.
“Dalam konsep negara kesatuan, pelaksanaan otonomi daerah harus
dapat menggunakan pemerintah untuk menegaskan keterkaitan yang
harmonis antar daerah, menjaga dan memelihara keutuhan wilayah negara
dan pembentukan negara kesatuan. Republik indonesia untuk mencapai
tujuan nasional. Oleh karena itu, pemerintah harus memberikan pelatihan
dalam bentuk bimbingan. Ini mirip dengan penelitian, pengembangan
perencanaan, dabn pengawasan. Selain itu juga diberikn standar, arahan,
bimbingan, pembinaan, pengawasan, pengendalian, koordinasi, pemantaun,
dan penelain. Pada saat yang sama, pemerintah harus memberikan fasilitas
kepada wilayah dalam bentuk kemudahan, donasi, dan dorongan agar
pelaksanaan pemerintahan sendiri dapat berlangsung secara baik dan benar
sesuai dengan peraturan perundang undangan”

18
DAFTAR PUSTAKA

Fauzi Achmad, 2019. "Otonomi Daerah Dalam Kerangka Mewujudkan


Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Yang Baik" Jurnal Spektrum Hukum, Vol
16/No.1/April 2019

Habibi Mujtaba Muhammad, 2015. "Analisis Pelaksanaan Desentralisasi Dalam


Otonomi Daerah Kota/Kabupaten" Jurnal Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, Th.28, Nomor 2

Fadillah Nisa Khoerun, 2010. "Pembangunan Kearsipan Dalam Kerangka Otonomi


Daerah Di Indonesia". Jurnal Kearsipan 7 (1), 64-92, 2010

19

Anda mungkin juga menyukai