OTONOMI DAERAH
WAWASAN KEBANGSAAN
OLEH :
1. Nadya Inestafya Pakpahan 4316100001
2. Adityo Arkananta Panambang 4316100009
3. Cut Putri Andriani 4316100017
4. Lingga Choiruman Fahmi 4316100025
5. Muhamad Rizqy Jafa 4316100033
6. Andini Ari Fitria Wardani 4316100041
7. Rizka Fajri Hamzah 4316100050
8. Shabrian Wiendy Pratama 4316100058
9. Rofianti sulistiohartini 4316100067
10. Nadya Rahmawati Putri 4316100075
11. Novanti Ismi Yusri 4316100083
12. Aulia Ikramulloh 4316100091
13. Rheza Milladunka Sulthon 4316100101
14. Yasser Bramuarzani 4316100120
15. Ida Bagus Pundhara Sakyanary 4316100128
PEMBAHASAN
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Secara harfiah, otonomi daerah
berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata
autos dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau undang-undang,
sehingga dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan
untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah.[1]
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai
implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan
daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam
mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerah
masing-masing.
Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat.
Melalui otonomi diharapkan daerah akan lebih mandiri dalam menentukan setiap
kegiatannya tanpa ada intervensi dari pemerintah pusat. Pemerintah daerah diharapkan
mampu membuka peluang memajukan daerahnya dengan melakukan identifikasi sumber-
sumber pendspatan dan mampu menetapkan belanja daerah secara efisien, efektif, dan
wajar.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka konsep otonomi yang diterapkan adalah :
4. Peningkatan efisiensi administrasi keuangan daerah serta pengatuan yang lebih jelas atas
sumber-sumber pendapatan daerah. Pembagian pendapatan dari sumber penerimaan
yang berkaitan dengan kekayaan alam, pajak dan retribusi.
6. Perimbangan keuangan antara pusat dengan daerah yang merupakan suatu system
pembiayayaan penyelenggaraan pemerintah yang mencakup pembagian keuangan
antara pemerintah pusat dengan daerah serta pemerataan antar daerah secara
proposional.
3. Undang-Undang
Undang-undang N0.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah pada prinsipnya
mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan
asas Desentralisasi. Hal-hal yang mendasar dalam UU No.22/1999 adalah mendorong
untuk pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan
peran masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Namun, karena dianggap
tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan
penyelenggaraan otonomi daerah, maka aturan baru pun dibentuk untuk
menggantikannya. Pada 15 Oktober 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri
mengesahkan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
2. Kemampuan Keuangan/Ekonomi
Untuk mengetahui apakah suatu daerah otonom mampu mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri, Syamsi (1986: 199) menegaskan beberapa ukuran sebagai
berikut:
Keberhasilan suatu daerah menjadi daerah otonomi dapat dilihat dari beberapa hal
yang mempengaruhi (Kaho, 1998), yaitu faktor manusia, faktor keuangan, faktor
peralatan, serta faktor organisasi dan manajerial. Pertama, manusia adalah faktor yang
esensial dalam penyelenggaraan pemerintah daerah karena merupakan subyek dalam
setiap aktivitas pemerintahan, serta sebagai pelaku dan penggerak proses mekanisme
dalam sistem pemerintahan. Kedua, keuangan yang merupakan bahasan pada lingkup
penulisan ini sebagai faktor penting dalam melihat derajat kemandirian suatu daerah
otonom untuk dapat mengukur, mengurus dan membiayai urusan rumah tangganya.
Ketiga, peralatan adalah setiap benda atau alat yang dipergunakan untuk
memperlancar kegiatan pemerintah daerah. Keempat, untuk melaksanakan otonomi
daerah dengan baik maka diperlukan organisasi dan pola manajemen yang baik.
Atau dengan kata lain, mekanisme pemerintahan baik daerah maupun pusat hanya
dapat berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuan seperti yang diinginkan apabila
manusia sebagai subyek sudah baik pula.
Selanjutnya, faktor yang kedua ialah kemampuan keuangan daerah yang dapat
mendukung pembiayaan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
Mamesah mengutip pendapat Manulang (1995: 23) yang menyebutkan bahwa dalam
kehidupan suatu negara, masalah keuangan negara sangat penting. Semakin baik
keuangan suatu negara, maka semakin stabil pula kedudukan pemerintah dalam negara
tersebut. Sebaliknya kalau kondisi keuangan negara buruk, maka pemerintah akan
menghadapi berbagai kesulitan dan rintangan dalam menyelenggarakan segala
kewajiban yang telah diberikan kepadanya.
Faktor ketiga ialah anggaran, sebagai alat utama pada pengendalian keuangan
daerah, sehingga rencana anggaran yang dihadapkan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) harus tepat dalam bentuk dan susunannya. Anggaran berisi
rancangan yang dibuat berdasarkan keahlian dengan pandangan ke muka yang
bijaksana, karena itu untuk menciptakan pemerintah daerah yang baik untuk
melaksanakan otonomi daerah, maka mutlak diperlukan anggaran yang baik pula.
Faktor peralatan yang cukup dan memadai, yaitu setiap alat yang dapat digunakan
untuk memperlancar pekerjaan atau kegiatan pemerintah daerah. Peralatan yang baik
akan mempengaruhi kegiatan pemerintah daerah untuk mencapai tujuannya, seperti
alat-alat kantor, transportasi, alat komunikasi dan lain-lain. Namun demikian,
peralatan yang memadai tersebut tergantung pula pada kondisi keuangan yang dimiliki
daerah, serta kecakapan dari aparat yang menggunakannya.
Faktor organisasi dan manajemen baik, yaitu organisasi yang tergambar dalam
struktur organisasi yang jelas berupa susunan satuan organisasi beserta pejabat, tugas
dan wewenang, serta hubungan satu sama lain dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Menurut Rondinelli dan Cheema, ada empat faktor yang dipandang dapat
mempengaruhi implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi bebas,
yaitu: environmental conditions: interofrganizational relationship; available
resources; and characteristic of implementing agencies. Signifikansi hubungan
pengaruh antara variabel yang satu dengan yang lain dalam mempengaruhi
pelaksananaan otonomi daerah sangat bervariasi dalam situasi yang satu dengan yang
lain.
Selain itu,kebijakan otonomi daerah yang sudah dijalankan lebih sepuluh tahun
dianggap belum mampu mendorong penyelesaian disparitas ekonomi regional. Akibatnya,
daerah pemekaran tidak siap membiayai seluruh kebutuhan pembangunannya. Memang
belum ada data yang memastikan apakah ini signifikan bagi pengurangan kesenjangan atau
malah justru meningkatkan tingkat kesenjangan itu sendiri.
Namun, secara umum, daerahdaerah pemekaran belum siap untuk menjadi otonom,
kata Direktur Otonomi Daerah Bappenas Himawan Hariyoga di Jakarta kemarin. Menurut
Himawan, dilihat secara kasuistik, berkah otonomi terhadap pembangunan ekonomi bisa
dibagi ke dalam dua kelompok. Pertama adalah kebijakan otonomi yang justru
menghasilkan daerah baru kategori tertinggal. Itu yang paling banyak. Ada pertambahan
daerah tertinggal hasil dari pemekaran, ujar dia.
Kedua, ungkap Himawan, pada beberapa kasus tertentu justru daerah induk yang
menjadi tertinggal dibanding daerah otonom baru yang dipisahnya. Hal ini terjadi karena
daerah otonom yang dipisah dari induk memiliki kekayaan alam dan sumber-sumber
penerimaan lain yang cukup. Dalam catatan SINDO, dalam dua bulan pertama 2008,
pemerintah telah mengesahkan beberapa pembentukan kabupaten/kota baru.
Ketika dipecah, IPM Sulut melonjak tinggi karena sebelumnya harus menanggung
IPM (indeks pembangunan manusia) daerah Gorontalo yang rendah.Namun, dalam
perkembangannya, karena kendali pembangunan jadi diperpendek, pertumbuhan IPM
Gorontalo juga jadi lebih cepat. Itu contoh positifnya, ujar Arifin. Deputi Meneg
PPN/Kepala Bappenas Max H Pohan mengatakan, pemerintah akan melakukan kaji ulang
(moratorium) terhadap daerah- daerah otonomi terhitung 10 tahun setelah memisahkan diri.
Hal ini mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No 78/2007 tentang Tata Cara
Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Wakil Ketua Komisi II DPR
Fachruddin mempertanyakan upaya moratorium pemekaran. Menurut dia, DPD sekalipun
tidak bisa menghalangi kehendak rakyat yang menginginkan pemekaran.Kalau
kemampuan daerah sangat mendukung untuk dimekarkan, kenapa mesti kita tolak?
tanyanya. Untuk itu,setiap usulan pemekaran disetujui, DPR harus melakukan verifikasi.
(zaenal muttaqin/ ahmad baidowi)
a. Pelaksanaa otonomi daerah tidak secara otomatis menghilangkan tugas, peran, dan
tanggung jawab pemerintahan pusat, karena otonomi yang dijalankan bukan
otonomi terbatas.
b. Pola pembinaan wilayah dilaksanakan dengan mendelegasikan tugas-tugas
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dilaksanakan, dan dipertanggung
jawabkan oleh pemerintah daerah.
c. Tugas dan fungsi pembinaan wilayah meliputi prinsip pemerintahan umum, yaitu
penyelenggaraan pemerintahan pusat didaerah, memfasilitasi dan mengakomodasi
kebijakan daerah, menjaga keselarasan pemerintah pusat dan daerah, menciptakan
ketentraman dan ketertiban umum, menjaga tertibnya hubungan lintas batas dan
kepastian batas wilayah, menyelenggarakan kewenangan daerah, dan
menjalankan kewengana lain.
d. Pejabat Pembina wilayah dilaksanakan oleh kepala daerah yang menjalankan dua
macam urusan pemerintahan, yaitu urusan daerah dan urusan pemerintahan umum.
b. Dalam era otonomi, daerah harus mempersiapkan SDM untuk memenuhi kebutuhan
dengan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas.
c. Untuk menunjang kinerja daerah dalam rangka kerja sama antar daerah dan pusat,
pemda membutuhkan SDM yang mempunyai kemampuan mengembangkan
jaringan dan kerja sama tim, dan mempunyai kualitas kerja yang tinggi.
d. Untuk pembinaan SDM, pemda diharapkan: (1) membuat struktur organisasi yang
terbuka, (2) menyediakan media untuk PNS berjreatif dan membuat terobosan baru,
(4) memberikan penghargaan bagi yang berjasil, (5) mengembangkan pola
komunikasi yang efektif anatr PNS, (6) membangun suasana kerja di PNS yang
inovatif, (7) mengurangi hambatan birokrasi, (8) mencegah tindakan intervensi yang
mengganggu proses kerja professional, dan (9) mendelegasikan tanggung jawab
dengan baik.
e. Membangun paradigm baru tentang peran pemda, yaitu dari pelaksana menjadi
fasilitator, memberikan instruksi menjadi melayani, mengatur menjadi
memberdayakan masyarakat, bekerja memenuhi aturan menjadi bekerja untuk
mencapai misi pengembangan.
a. Hubungan eksekutif (pemda) dan legislatif (DPRD) dalam era otonomi mencuat
dengan munculnya ketidakharmonisan antara pemda dan DPRD.
c. Asas dalam otonomi menurut UU no. 22 tahun 1999 adalah: (1) penyerahan
wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, kecuali dalam bidang
hankam, luar negeri, pradilan, agama, moneter, dan fiscal, (2) pelimpahan
wewenang pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintahan pusat didaerah, dan
(3) pembantuan yaitu penugasan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan
prasarana, serta SDM, dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan
pertanggungjawaban kepada pemerintah pusat.
e. DPRD dalam era otonomi mempunyai wewenang dan tugas: memilih gubernur/
wakil gubernur, bupati/wakil bupati, atau walikota/ wakil walikota, membentuk
peraturan daerah, menetapkan anggaran pendapat belanja daerah, melaksanakan
pengawasan, memberikan saran pertimbangan terhadap perjanjian internasional
menyangkut kepentingan daerah, serta menampung dan menindak lanjuti aspirasi
masyarakat.
g. Prinsip kerja dalam dalam hubungan antara DPRD dan Kepala Daerah adalah:
proses pembuatan kebijakan transparan, pelaksanan kerja melalui mekanisme
akuntabilitas, bekerja berdasarkan susduk, yang mencakup kebijakan, prosedur
dan tata kerja, menjalankan prinsip kompromi, dan menjunjung tinggi etika.
d. Penyebab kurangnya koordinasi dalam era otonomi daerah di pemda anatara lain
karena sesame instansi belum mempunyai visi yang sama, tidak adanya rencana
pembangunan jangka panjang yang menyebabkan arah kebijakan tidak strategis,
rendahnya kemauan bekerja sama, gaya kepemimpinan yang masih komando,
rendanya ketrampilan, integritas, dan percaya diri.