Anda di halaman 1dari 11

Makalah Pancasila dan Kewarganegaraan

“Tentang Otonomi Daerah “

Disusun oleh kelompok 3

1. Maryulianti

2. Mella yoza ilman

3. Nessya febiola

Pembimbing

MHD.Sahdani HRP, S.HI., MH.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)-YDI
LUBUK SIKAPING-PASAMAN
1443 H/2021 M
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak awal berdirinya negara kesatuan republik indonesia para founding father setelah
menjatuhkan pilihannya pada prinsip pemencaran kekuasaan dan penyelenggaraan pemerintahan
negara. Demikian halnya dalam manajeman penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
Pola-pola penyelenggaraan dan pembangunan yang sentralistik menjadi kurang aktual, sehingga
perlu pendekatan desentralistik. Peran pemerintah lebih di tekankan sebagai regulator dan
fasilitator untuk menciptakan iklim kondusif dalam mewadahi proses interaksi kehidupan sosial,
politik, ekonomi masyarakat agar berjalan dengan tertib, terkendali, demokratis dan efektif.
Dalam rangka mewujudkan tatanan penyelenggaran pemerintahan sesuai dengan tuntutan
keadaan sebagaimana tersebut diatas, maka berbagai kebijakan strategis telah dan akan
ditetapkan, di antaranya adalah pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU Nomor 22 Tahun
1999, serta PP Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Provinsi sebagai daerah otonom.
Dalam masa transisi pelaksanaan otonomi daerah, adanya berbagai kekurangan atau
kelemahan kemungkinan akan muncul, makalah ini mencoba memahami problematika yang
akan timbul. Kekurangan dan kelemahan itu kita perbaiki sambil berjalan sampai di temukan
sistem dan mekanisme penyelenggaraan otonomi daerah yang benar-benar sesuai dengan
kebutuhan dan harapan kita bersama.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Arti Otonomi Daerah

Istilah otonomi secara etimologi berasal dari bahasa Latin yaitu “autos” yang berarti
“sendiri”, dan “nomos” yang berarti “aturan”. Sehingga otonomi diartikan pengaturan sendiri,
mengatur atau memerintah sendiri.

Sedangkan jika ditinjau dari dasar hukumnya, arti otonomi daerah menurut Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut: “Daerah otonom, selanjutnya
disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Contoh daerah otonom (local self-government) adalah kabupaten dan kota.

Pengertian otonomi dalam makna sempit dapat diartikan sebagai mandiri, sedangkan
dalam makna yang lebih luas diartikan sebagai berdaya. Arti otonomi daerah dengan demikian
adalah kemandrian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan keputusan mengenai kepentingan
daerahnya sendiri, mengutip Ubedilah dkk dalam Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani,
Indonesia Center for Civic Education (2000).

Maka, otonomi daerah dapat diartikan sebagai wewenang yang diberikan oleh pemerintah
pusat kepada daerah baik kabupaten maupun kota untuk mengatur, mengurus, mengendalikan
dan mengembangkan urusannya sendiri sesuai dengan kemampuan daerah masing-masing dan
mengacu kepada kepada peraturan perundangan yang berlaku dan mengikatnya.

B. Arti Penting Otonomi Daerah Disentralisasi


a. Menciptakan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pem. Fungsi pemerintah : Pengelola
berbagai dimensi kehidupan (poleksosbudhankam, kesejahteraan masy, integrasi sosial, dll)
Fungsi distributif : penyediaan barang & jasa Fungsi regulatif : kompetensi yang berhubungan
dengan penyediaan barang & jasa Fungsi ekstraktif: memobilisasi sumber daya keuangan utk
pembiayaan penyelenggaraan negara. Memberikan yanmas, menjaga keutuhan negara,
pertahanan diri1.
b. Sebagai sarana pendidikan politik.
c. Pemda sbg persiapan untuk karir politik lanjutan.
d. Stabilitas politik.
e. Kesetaraan politik.
f. Akuntabilitas politik.

C. Visi Otonomi Daerah


simbol kepercayaan dari pempus kepada pemda. Visi otonomi daerah dirumuskan dalam 3 ruang
lingkup, yaitu :
1. POLITIK: harus dipahami sebagai proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala
pemerintahan daerah yg dipilih secara demokratis, dan memungkinkan berlangsungnya
penyelenggaraan pem yg responsif.
2. EKONOMI: terbukanya peluang bagi pemda mengembangkan kebijakan regional dan lokal
untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya.
3. SOSIAL DAN BUDAYA: menciptakan kemampuan masyarakat untuk merespon dinamika
kehidupan di sekitarnya.
Konsep dasar otonomi daerah terdiri dari:
1. Penyerahan sebanyak mungkin kewenangan pem dlm hub DN kpd daerah
2. Penguatan peran DPRD sbg representasi rakyat lokal dlm pemilihan & penetapan kepala
daerah.
3. Pembangunan tradisi politik yg lebih sesuai dg kultur berkualitas tinggi dg tingkat
akseptabilitas yg tinggi pula.
4. Peningkatan efektivitas fungsi-fungsi pelayanan eksekutif.
5. Peningkatan efisiensi administrasi keuangan daerah.

1
Athur, Muhammad 2012.Menggugah peran aktif masyarakat dalam otonomi daerah , dari http://w.w.w pelita
or.id/baca.php?id=4437, dikutip pda 27 maret 2012
6. Pengaturan pembagian sumber-sumber pendapatan daerah, pemberian keleluasaan kpd daerah
& optimalisasi upaya pemberdayaan masyarakat.

D. Model Desentralisasi.

1. DEKONSENTRASI: pembagian kewenangan dan tanggungjawab administratif antara


departemen pusat dg pejabat pusat di lapangan tanpa adanya penyerahan kewenangan untuk
mengambil keputusan atau keleluasaan untuk membuat keputusan. Ada 2 tipe : administrasi
lapangan (~ pejabat lapangan diberi keleluasaan utk mengambil keputusan seperti merencanakan,
membuat keputusan rutin dan menyesuaikan pelaksanaan kebijakan pusat dg kondisi setempat);
dan administrasi lokal, berupa administrasi terpadu, dan administasi yang tidak terpadu.
2. DELEGASI: pelimpahan pengambilan keputusan & kewenangan manajerial untuk melakukan
tugas khusus kpd organisasi yg tdk secara langsung berada di bawah pengawasan pempus.
3. DEVOLUSI: transfer kewenangan untuk pengambilan keputusan, keuangan dan manajemen
kpd unit otonomi pemda.
4. PRIVATISASI: Tindakan pemberian kewenangan dari pemerintah kepada badan-badan
sukarela, swasta dan swadaya masyarakat.

E. Sejarah Otonomi Dareah dan Demokrasi

1. UU No. 1 tahun 1945: mengatur Pemda 3 jenis daerah otonom : karesidenan, kabupaten
dan kota.
2. UU No. 22 tahun 1948: mengatur susunan pemda yang demokratis 2 jenis daerah otonom :
daerah otonom biasa, dan otonom istimewa, dan 3 tingkatan daerah otonom : propinsi,
kab/kota & desa.
3. UU No. 1 tahun 1957: mengatur tunggal yang berlaku seragam untuk seluruh Indonesia.
4. UU No. 18 tahun 1965: menganut sistem otonomi seluas-luasnya.
5. UU No. 5 tahun 1974: mengatur pokok-pokok penyelenggara-an pemerintahan yg menjadi
tugas pempus di daerah. Prinsip yg dipakai: bukan otonomi yg riil dan seluas-luasnya, tetapi
otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Alasannya, pandanganotoda yg seluas-luasnya
dapat menimbulkan kecenderungan pemikiran yg dapat membahayakan keutuhan NKRI, dan
tdk serasi dg maksud & tujuan pemberian otonomi.
6. UU No. 22 tahun 1999 ttg Pemda perubahan mendasar pd format otoda dan substansi
desentralisasi.
7. UU No. 25 tahun 1999 ttg perimbangan keuangan antara pempus dan pemda. Butir 6 & 7
memiliki misi utama desentralisasi, yaitu pelimpahan wewenang dari pempus ke pemda, dan
juga pelimpahan beberapa wewenang pem ke pihak swasta dalam bentuk privatisasi.
Kemudian UU tsb dianggap tidak sesuai dg perkembagnan keadaan, ketatanegaraan, dan
tuntutan penyelenggaraan otoda, shg diganti. Beberapa pertimbangan lainnya,
memperhatikan TAP dan Keputusan MPR, a.l : TAP MPR No.IV/MPR/2000 ttg
Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otoda; TAP MPR No.VI/MPR/2002 ttg
Rekomendasi Atas Laporan Pelaksanaan Putusan MPR RI oleh Pres, DPA, DPR, dan MA
pada sidang tahunan MPR RI Tahun 2002; Keputusan MPR No.5/MPR/2003 ttg Penugasan
MPR RI utk menyampaikan Saran Atas Laporan Pelaksanaan Keputusan MPR-RI oleh Pres,
DPA, DPR, dan MA pada sidang tahunan MPR RI Tahun 2003.
8. UU No. 32 tahun 2004 ttg Pemerintahan Daerah pengganti UU No. 22 tahun UU No. 33
tahun 2004 ttg Perimbangan Keuangan antara pemerinah Pusat dan pemerintah Daerah UU
No. 25 tahun 1999 Dalam melakukan perubahan UU, diperhatikan berbagai UU yang terkait
di bidang Politik dan Keuangan Negara, a.l : UU NO. 12 Tahun 2003 ttg Pemilu Anggota
DPR, DPD dan DPRD; UU NO. 22 Tahun 2003 ttg Susunan dan Kedudukan MPR, DPR,
DPD; UU NO. 23 Tahun 2003 ttg Pemilihan Pres dan Wapres; UU NO. 17 Tahun 2003 ttg
Keuangan Negara UU NO. 1 Tahun 2004 ttg Perbendaharaan Negara UU NO. 15 Tahun 2004
ttg Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara.

F. Prinsip Otonomi Daerah Dalam UU NO. 22 Tahun 1999.

1. Demokrasi, Keadilan, pemerataan, potensi dan keanekaragaman daerah.


2. Otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab
3. Otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota
4. Sesuai dengan konstitusi negara
5. Kemandirian daerah otonom
6. Meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah
7. Azas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi sebagai wilayah administrasi
8. Azas tugas perbantuan.

G.Pembagian Kekuasaan antar Pusat Daerah dalam uu no 22 tahun 1999

Secara garis besar uu no 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dengan jelas mengatur
masalah pembagian kewenangan ini. Undang-undang menyuratkan bahwa kewenangan
pemerintah ditingkat lokal akan bertambah dan mencakup kewenangan pada hampir seluruh
bidang pemerintahan.

Sementara itu kewenangan yang terdapat pada pemerintah pusat terbatas hanya pada
kewenangan dibidang:
a. Politik luar negeri.
b. Pertahanan keamanan
c. Peradilan.
d. Moneter dan fiskal.
e. Agama.
f. Kewenangan dibidang lain.
Khusus mengenai kewenangan dan tanggung jawab di bidang lain yang masih dimiliki oleh
pusat sebagai mana dijelaskan dalam pasal 7, UU Nomor 22 Tahun 1999 meliputi kewenangan:
a. Perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro.
b. Dana perimbangan keuangan.
c. Sistem administrasi dinegara dan lembaga perekonomian negara.
d. Pembinaan dan pemberdayaan manusia.
e. Pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis.
f. Konservasi.
g. Standarisasi nasional.

Didalam UU No. 22 Tahun 1999 secara tegas menyatakan bahwa kewenangan daerah adalah:
“mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan negara kesatuan republik indonesia.” Kewenangan
ini mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan yang masih
harus ditangan pusat.

Pembagiaan kewenangan dari sudut pandang masyarakat dapat ditentukan dengan siapa yang
akan menerima manfaat dan siapa yang akan menanggung beban atau resiko atau dampak
sebagai contoh penyelenggaraan upaya pertahanan negara akan bermanfaat bagi seluruh bangsa
dan harus didanai oleh seluruh bangsa secara nasional, oleh karenanya bidang pertahanan
merupakan kewenangan pemerintah nasional ( pusat). Namun “ lampu penerangan jalan”
misalnya, hanya bermanfaat bagi penghuni kota atau permukiman tertentu dan dapat didanai oleh
masyarakat setempat karenanya hal ini mutlak kewenangan pemerintahan kota.

Lebih rinci lagi kewenangan daerah yang terdapatdidalam undang-undang adalah:


1. Mengelola sumber daya nasional yang tersedia diwilayahnya dan bertanggung jawab
memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Mengelola wilayah laut sejauh 12 mil dari garis pantai kearah laut lepas dan berwenang
melakukan:
- Ekplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut
tersebut;
- Pengaturan kepentingan administratif.

H. Otonomi Daerah dan Demokrasi.

Demokrasi adalah keadaan negara dimana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan


negara berada ditangan rakyat. Kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat,
pemerintah rakyat dan kekuasaan oleh rakyat. Sedangkan yang dimaksud demokrasi pancasila
adalah sistem tata kehidupan kenegaraan atau kemasyarakatan didasarkan adanya keseimbangan
antara hak dan kewajiban antara kepentingan pribadi dan masyarakat atau sesuai dengan sila ke
empat dari pancasila yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah dalam permusyawaratan atau
perwakilan. Hal ini juga diserap oleh indonesia dalam pelaksaan otonomi daerah sehingga daerah
dalam melaksanakan pemerintahannya terdapat lembaga legislatif daerah yaitu DPR yang
bertugas mengawasi badan eksekutif daerah dan menyampaikan aspirasi rakyat daerahnya
kepada eksekutif daerah itu agar sesuai dengan kepentingan rakyat tetap terjaga atau tersalurkan
dalam berpolitik atau menentukan nasibnya.2

2
Pasal 1 huruf i, UU No.22/1999
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.

Otonomi daerah dapat diartikan sebagai kewajiban yang diberikan kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan
hasil guna penyelenggaraan pemerintah dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat
dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undang.

Berbicara mengenai perjalanan dan perkembangan otonomi daerah


(pemerintahan) daerah di indonesia dengan segala aspeknya seperti mengurai suatu
“kisah” yang sangat panjang. Bahkan mungkin tidak banyak lagi publik yang mencoba
meriviewnya, kecuali bagi kalangan peneliti atau untuk keperluan studi. Secara praktis
tentu hal itu tidak jadi masalah, karena kebijakan mengenai otonomi daerah dari suatu
regulasi yang sudah tidak berlaku lagi mungkin sudah kehilangan manfaat. Namun bagi
keperluan mendapatkan suatu subtansi dan menemukan masalah-masalah disekitar
implementasi otonomi daerah di indonesia, maka menelusuri perjalanan otonomi daerah
dari waktu kewaktu sepertinya sangat penting. Apalagi sampai saat ini soal otonomi
daerah di indonesia masih mencari bentuknya yang ideal. Dalam prespektif ini, dengan
menelusuri regulasi berkaitan dengan otonomi daerah setidaknya akan ditemukan
mengapa kebijakan otonomi daerah di indonesia selalu berubah-ubah.
DAFTAR PUSTAKA

Diklat Teknis Pengangguran di Era Desentralisasi , kerja sama LAN –Depdagri.

Marzuki.M.laica,2007.”Hakikat Desentralisasi dalam sistem ketatanegaraan RI-Jurnal konstitusi


Vol. 4 nomor 4 Maret 2007”,Jakarta : Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah
Konstitusi RI.

Drs. Bambang Yudoyono,M .Si.2001.”Otonomi Daerah :Desentralisasi dan Pengembangan SDM


Aparatur Pemda dan Anggota DPRD”,Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, jl. Dewi Sartika 136 D
Cawang Jakarta13630

Undang-undang No. 22/1999

Undang-undang No. 32/2004

Undang-undang No. 33/2004

Anda mungkin juga menyukai