Anda di halaman 1dari 31

Makalah

Otonomi Daerah, Masyarakat Madani dan


Globalisasi

Disusun oleh:
Herry Yulianto (Nim: 154011)
Maryadi (Nim: 154010
Yunus Bagastama (Nim: 154009)

JURUSAN KIMIA TEKSTIL


AKADEMI TEKNOLOGI WARGA SURAKARTA
2016

1
OTONOMI DAERAH

A.    HAKIKAT OTONOMI DAERAH


Otonomi Daerah berasal dari bahasa yunani yaitu authos yang berarti sendiri dan namos
yang berarti undang-undang atau aturan. Oleh karena itu secara harfiah otonomi berarti
peraturan sendiri atau undang-undang sendiri yang selanjutnya berkembang menjadi
pemerintahan sendiri. Otonomi Daerah adalah suatu pemberian hak dan kewenangan kepada
daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan. Kewenangan tersebut diberikan secara
proposional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya
nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai dengan
ketetapan MPR-RI Nomor XV/MPR/1998.
Pengertian otonomi dalam makna sempit dapat diartikan sebagai mandiri. Sedangkan
dalam makna yang lebih luas diartikan sebagai berdaya. Otonomi daerah dengan demikian
berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan keputusan mengenai
kepentingan daerahnya sendiri.1[1]
Menurut pendapat yang lain, bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan
yang dimaksud dengan daerah otonom sendiri adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.2[2]
Salah satu aspek penting otonomi daerah adalah pemberdayaan masyarakat sehingga
mereka dapat berpartisipasi dalam proses perencanaan, pelaksanaan, penggerakkan, dan
pengawasan dalam pengelolaan pemerintahan daerah dalam penggunaan sumber daya
pengelola dan memberikan pelayanan prima kepada publik.
Uraian diatas menunjukkan peranan administrasi negara dalam penyelengaraan otonomi
daerah. Kebutuhan akan pentingnya administrasi negara terutama posisinya dalam
penyelenggaraan otonomi daerah menjadi penting pada saat kita memasuki otonomi daerah

2
yang dicanangkan pada tanggal 1 Januari 2001. Sehingga otonomi daerah semakin dituntut
dalam pelayanan kepada masyarakat dan kesejahteraan umum.3[3]

B.     VISI OTONOMI DAERAH


Otonomi daerah sebagai kerangka penyelenggara pemerintahan mempunyai visi yang
dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama yang saling berhubungan satu dengan yang
lainnya: politik, ekonomi, sosial, dan budaya.4[4]
a)      Politik
Karena otonomi adalah buah dari kebijakan desentalisasi dan demokrasi, maka ia harus
dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan
daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan
pemerintah yang respontif terhadap kepentingan masyarakat luas dan memelihara mekanisme
pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggung jawaban publik.
b)      Ekonomi
Otonomi daerah disatu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan. Ekonomi
didaerah, dan dipihak lain terbukanya peluang bagi pemerintahan daerah mengembangkan
kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi
didaerahnya.
c)      Sosial dan Budaya
Otonomi daerah harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan dan memelihara
harmoni sosial, dan pada saat yang sama memelihara nilai-nilai lokal yang dipandang
kondusif dalam menciptakan kemampuan masyarakat untuk merespon dinamika kehidupan
disekitarnya.5[5]
Berdasarkan visi ini, maka konsep dasar otonomi daerah yang kemudian melandasi
lahirnya UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999, merangkum hal-hal berikut ini:
a)      Penyerahan sebanyak mungkin kewenangan pemerintahan dalam hubungan domestik kepada
daerah.
b)      Penguatan peran DPRD sebagai representasi rakyat lokal dalam pemilihan dan penetapan
kepala Daerah.

3
c)      Pembangunan tradisi politik yang lebih sesuai dengan kultur demokrasi demi menjamin
tampilnya kepemimpinan pemerintahan yang berkualifikasi tinggi dengan tingkat
akseptabilitas yang tinggi pula.
d)      Peningkatan efektifitas fungsi-fungsi pelayanan eksekutif melalui pembenahan organisasi
dan institusi yang dimiliki agar lebih sesuai dengan ruang lingkup kewenangan yang telah
didesentralisasikan, setara dengan beban tugas yang dipikul, selaras dengan kondisi daerah
serta lebih responsif terhadap kebutuhan daerah.
e)      Peningkatan efisien administrasi keuangan darah serta pengaturan yang lebih jelas atas
sumber-sumber pendapatan negara dan daerah, pembagian revenue (pendapatan) dari sumber
penerimaan yang berkait dengan kekayaan alam, pajak dan retribusi serta tata cara dan syarat
untuk pinjaman dan obligasi daerah.
f)       Perwujudan desentralisasi fiskal dari pemerintahan pusat yang bersifat alokasi subsidi
berbentuk block gran, peraturan pembagian sumber-sumber pendapatan daerah, pemberian
keleluasaan kepada daerah untuk menetapkan prioritas pembangunan serta optimalisasi upaya
pemberdayaan masyarakat melalui lembaga-lembaga swadaya pembangunan yang ada.

C.     SEJARAH OTONOMI DAERAH


1)      Warisan Kolonial
Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan staatsblaad No. 329 yang
memberi peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang mempunyai keuangan sendiri.
Kemudian staatblaad ini deperkuat dengan Staatblaad No. 137/1905 dan S. 181/1905. Pada
tahun 1922, pemerintah kolonial mengeluarkan sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam
ketentuan ini dibentuk sejumlah provincie, regentschap, stadsgemeente, dan
groepmeneenschap yang semuanya menggantikan locale ressort. Selain itu juga, terdapat
pemerintahan yang merupakan persekutuan asli masyarakat setempat.
Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan kolonial dengan sejumlah
kontrak politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek). Dengan demikian, dalam masa
pemerintahan kolonial, warga masyarakat dihadapkan dengan dua administrasi pemerintahan.

2)      Masa Pendudukan Jepang


Ketika menjalar Perang dingin II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia Timur
mulai Korea Utara ke Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan Sumatra. Negara ini berhasil
menaklukkan pemerintahan kolonial Inggris di Burma dan Malaya, AS di Filipina, serta
Belanda di Daerah Hindia Belanda. Pemerintahan Jepang yang singkat, sekitar tiga setengah
4
tahun berhasil melakukan perubahan-perubahan yang cukup fundamental dalam urusan
penyelenggaraan pemerintahan daerah di wilayah-wilayah bekas Hindia Belanda. Pihak
penguasa militer di Jawa mengeluarkan undang-undang (Osamu Seire) No. 27/1942  yang
mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pada masa Jepang pemerintah daerah
hampir tidak memiliki kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di daerah
pada masa tersebut bersifat misleading.
3)      Masa Kemerdekaan
1.      Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 menitik beratkan pada asas dekonsentrasi,
mengatur pembentukan KND (Komite Nasional Daerah) di keresidenan, kabupaten, kota
berotonomi, dan daerah-daerah yang dianggap perlu oleh mendagri. Pembagian daerah terdiri
atas dua macam yang masing-masing dibagi dalam tiga tingkatan yakni:
a.       Provinsi
b.      Kabupaten/kota besar
c.       Desa/kota kecil.
UU No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan segera saja.
Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan tidak memiliki penjelasan.
2.       Periode Undang-undang Nomor 22 tahun 1948
Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia adalah UU Nomor
22 tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 10 Juli 1948. Dalam UU itu
dinyatakan bahwa daerah Negara RI tersusun dalam tiga tingkat yakni:
a.       Propinsi
b.      Kabupaten/kota besar
c.       Desa/kota kecil
d.      Yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.
3.      Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957
Menurut UU No. 1 Tahun 1957, daerah otonom diganti dengan istilah daerah swatantra.
Wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangga
sendiri, dalam tiga tingkat, yaitu:
a.       Daerah swatantra tingkat I, termasuk kota praja Jakarta Raya
b.      Daerah swatantra tingkat II
c.       Daerah swatantra tingkat III.
UU No. 1 Tahun 1957 ini menitik beratkan pelaksanaan otonomi daerah seluas-luasnya
sesuai Pasal 31 ayat (1) UUDS 1950.
5
4.    Periode Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965
Menurut UU ini, wilayah negara dibagi-bagi dalam tiga tingkatan yakni:
a.    Provinsi (tingkat I)
b.    Kabupaten (tingkat II)
c.    Kecamatan (tingkat III)
Sebagai alat pemerintah pusat, kepala daerah bertugas memegang pimpinan
kebijaksanaan politik polisional di daerahnya, menyelenggarakan koordinasi antarjawatan
pemerintah pusat di daerah, melakukan pengawasasan, dan menjalankan tugas-tugas lain
yang diserahkan kepadanya oleh pemerintah pusat. Sebagai alat pemerintah daerah, kepala
daerah mempunyai tugas memimpin pelaksanaan kekuasaan eksekutif pemerintahan daerah,
menandatangani peraturan dan keputusan yang ditetapkan DPRD, dan mewakili daerahnya di
dalam dan di luar pengadilan.
5.    Periode Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
UU ini menyebutkan bahwa daerah berhak mengatur, dan mengatur rumah tangganya
berdasar asas desentralisasi. Dalam UU ini dikenal dua tingkatan daerah, yaitu daerah tingkat
I dan daerah tingkat II. Daerah negara dibagi-bagi menurut tingkatannya menjadi:
a.    Provinsi/ibu kota negara
b.    Kabupaten/kotamadya
c.    Kecamatan
Titik berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II karena daerah tingkat II
berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga lebih mengerti dan memenuhi aspirasi
masyarakat. Prinsip otonomi dalam UU ini adalah otonomi yang nyata dan bertanggung
jawab.
6.    Periode Undang-undang Nomor 22 dan 25 Tahun 1999
Pada prinsipnya UU ini mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih
mengutamakan desentralisasi. Pokok pikiran dalam penyusunan UU No. 22 tahun  1999
adalah sebagai berikut:
a.                    Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip pembagian kewenangan
berdasarkan asas desentralisasi dalam kerangka NKRI.
b.                   Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah daerah
provinsi sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah
kabupaten dan daerah kota.
c.                    Daerah di luar provinsi dibagi dalam daerah otonomi.
d.                   Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten.

6
Secara umum, UU No. 22 tahun 1999 banyak membawa kemajuan bagi daerah dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tetapi sesuai perkembangan keinginan masyarakat
daerah, ternyata UU ini juga dirasakan belum memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan bagi
masyarakat.
7.    Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
Pada tanggal 15 Oktober disahkan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah Daerah
yang  dalam pasal 239 dengan tegas menyatakan bahwa dengan berlakunya UU ini, UU No.
22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku lagi. UU baru ini
memperjelas dan mempertegas hubungan hierarki antara kabupaten dan provinsi, antara
provinsi dan pemerintah pusat berdasarkan asas kesatuan administrasi dan kesatuan wilayah.
Pemerintah pusat berhak melakukan kordinasi, supervisi, dan evaluasi terhadap pemerintahan
di bawahnya, demikian juga provinsi terhadap kabupaten/kota. Di samping itu, hubungan
kemitraan dan sejajar antara kepala daerah dan DPRD semakin di pertegas dan di perjelas.

D.    PRINSIP-PRINSIP PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH


Otonomi daerah dan daerah otonom, biasa rancu dipahami oleh masyarakat. Padahal
sebagaimana pengertian otonomi daerah di atas, jelas bahwa untuk menerapkan otonomi
daerah harus memiliki wilayah dengan batas administrasi pemerintahan yang jelas.
Daerah otonomi adalah wilayah administrasi pemerintahan dan kependudukan yang
dikenal dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan
demikian jenjang daerah otonom ada dua bagian, walau titik berat pelaksanaan otonomi
daerah dilimpahkan pada pemerintah kabupaten/kota. Adapun daerah provinsi, berotonomi
secara terbatas yakni menyangkut koordinasi antar/lintas kabupaten/kota, serta kewenangan
pusat yang dilimpahkan pada provinsi, dan kewenangan kabupaten/kota yang belum mampu
dilaksanakan maka diambil alih oleh provinsi.
Secara konsepsional, jika dicermati berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,
dengan tidak adanya perubahan struktur daerah otonom, maka memang masih lebih banyak
ingin mengatur pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Disisi lain,
pemerintah kabupaten/kota yang daerah otonomnya terbentuk hanya berdasarkan
kesejahteraan pemerintahan, maka akan sulit untuk berotonomi secara nyata dan
bertanggungjawab di masa mendatang.
Dalam diktum menimbang huruf (b) Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, dikatakan
bahwa dalam penyelenggaraan otonomi daerah, dipandang perlu untuk lebih menekankan

7
pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta
mempertimbangkan potensi dan keanekaragaman daerah.
Otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 adalah otonomi luas yaitu
adanya kewenangan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua
bidang pemerintahan kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan-kewenangan bidang
lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Di samping itu, keleluasaan otonomi
maupun kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi.
Dalam penjelesan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dikatakan bahwa yang
dimaksud dengan otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan
kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta
tumbuh, hidup dan berkembang di daerah. Sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang
bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi
pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus
dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, serta pemeliharaan hubungan
yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Atas dasar pemikiran di atas¸ maka prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah dalam
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 adalah sebagai berikut:6[6]
a.       Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi,
keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah yang terbatas.
b.      Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
c.       Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah Kabupaten dan
daerah kota, sedang otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas.
d.      Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan kontibusi negara sehingga tetap terjalin
hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
e.       Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan
karenanya dalam daerah Kabupaten/daerah kota tidak ada lagi wilayah administrasi.
f.       Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif
daerah, baik fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan
pemerintah daerah.
6

8
g.      Pelaksanaan azas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi dalam kedudukannya
sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan sebagai wakil daerah.
h.      Pelaksanaan azas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah kepada
daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan,
sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan
dan mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskannya.

E.     PEMBAGIAN KEKUASAAN DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH


Pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah dilakukan berdasarkan prinsip negara
kesatuan tetapi dengan semangat fedralisme. Jenis yang ditangani pusat hampir sama dengan
yang ditangai oleh pemerintah dinegara federal, yaitu hubungan luar negeri, pertahanan dan
keamanan, peradilan, moneter dan agama serta berbagai jenis urusan yang memang lebih
efisien ditangani secara sentral oleh pemerintah pusat seperti kebijakan makro ekonomi
standarisasi nasional, administrasi pemerintahan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan
pengembangan sumber daya manusia. Semua jenis kekuasaan yang ditangani pemerintah
pusat disebutkan secara spesifik dalam UU tersebut.
Selain itu otonomi daerah yang diserahkan itu bersifat luas, nyata, dan bertanggung
jawab. Disebut luas karena kewenangan sisa justru berada pada pemerintahan pusat ( seperti,
pada Negara federal); disebut nyata karena kewenangan yang diselenggarakan itu menyakut
yang diperlukan, tumbuh dan hidup, dan berkembang di daerah; dan disebut bertanggunag
jawab karena kewenangan yang diserahkan itu harus diselenggarakan demi pencapaian tujuan
otonomi daerah, yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin
baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan, serta pemeliharaan
hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dan antar daerah. Disamping itu, otonomi
seluas-luasnya ( keleluasaan otonomi) juga mencakup kewenangan yang utuh dan bulat
dalam penyelenggaraannya melalui perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian,
dan evaluasi. Kewenangan yang diserahkan ke pada daerah otonom dalam rangka
desentralisai harus pula disertai penyelenggaraan dan pengalihan pembiayaan. Sarana dan
prasarana, dan sumber daya manusia.
Selain sebagai daerah otonom, provinsi juga merupakan daerah administrative, maka
kewenangan yang ditangani provinsi/gubernur akan mencakup kewenangan dalam angka
desentralisasi dan dekonsentrasi. Kewenangan yang diserahkan kepada daerah otonom
provinsi dalam rangka desentralisasi mencakup:

9
a.       Kewenangan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, seperti kewenangan bidang pekerjaan
umum, perhubungan, kehutanan dan perkebunan.
b.      Kewenangan pemerintahan lainnya, yaitu perencanaan dan pengendalian pembangunan
regional secara makra, pelatihan bidang alokasi sumber daya manusia potensial, penelitian
yang mencakup dalam wilayah provinsi, pengelolaan pelabuhan regioal, pengendalian
lingkungan hidup, promosi dagang dan budaya/pariwisata, penanganan penyakit menular, dan
perencanaan tata ruang provinsi.
c.       Kewenangan kelautan yang tidak meliputi eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan
pengelolaan kekayaan laut, pengaturan kepentingan administratif, pengaturan tata ruang,
penegakan hukum, dan bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara.
d.      Kewenangan yang tidak atau belum dapat ditangani daerah kabupaten dan daerah kota
diserahkan kepada provinsi dengan penyertaan dari daerah otonom kabupaten atau kota
tersebut.
Dalam rangka negara kesatuan, pemerintah pusat masih memiliki kewenangan
melakukakan pengawasan terhadap daerah otonom. Tetapi, pengawasan yang dilakukan
pemerintah pusat terhadap daerah otonom diimbangi dengan kewenangan daerah otonom
yang kebih besar, atau sebaliknya, sehingga terjadi semacam keseimbangan kekuasaan.
Keseimbangan kekuasaan yang dimaksud adalah pengawasan ini tidak lagi dilakukan secara
struktural yaitu bupati/wali kota dan gubernur bertindak sebagai wakil pemerintah pusat
sekaligus kepala daerah otonom, dan tidak lagi secara preventif perundang-undangan, yaitu
setiap peraturan daerah (perda) memerlukan persetujuan pusat untuk dapat berlaku.7[7]
Terkait dengan pembagian kewenangan antara pemerintah dengan pemerintah daerah
terdapat 11 jenis kewenangan wajib yang diserahkan kepada daerah otonom kabupaten dan
daerah otonom kota, yaitu:8[8]
1.      Pertahanan,
2.      Pertanian,
3.      Pendidikan dan kebudayaan,
4.      Tenaga kerja
5.      Kesehatan,
6.      Lingkungan hidup,
7.      Pekerjaan umum,
8.      Perhubungan,
7

10
9.      Perdagangan dan industri,
10.  Penanaman modal, dan
11.  Koperasi.
Penyerahan kesebelas jenis kewenangan ini kepada daerah otonomi kabupaten dan
daerah otonomi kota dilandasi oleh sejumlah pertimbangan sebagai berikut :
1. Makin dekat produsen dan distributor pelayanan publik dengan warga masyarakat yang
dilayani, semakin tepat sasaran, merata, berkualitas dan terjangkau.
2. Penyerahan sebelas jenis kewenangan itu kepada daerah otonom kabupaten dan daerah
otonom kota akan membuka peluang dan kesempatan bagi aktor-aktor politik lokal dan
sumber daya manusia yang berkualitas didaerah untuk mengajukan prakarsa, berkreativitas
dan melakukan inovasi karena kewenangan merencanakan, membahas, memutuskan,
melaksanakan, mengevaluasi sebelas jenis kewenangan.
3. Karena distribusi sumber daya manusia yang berkualitas tidak merata, dan kebanyakan
berada di Jakarta dan kota besar lainnya, maka penyerahan sebelas jenis kewenangan ini juga
dimaksudkan dapat menarik sumber daya manusia yang berkualitas di kota-kota besar untuk
berkiprah di daerah-daerah otonom, yang kabupaten dan kota.
4. Pengangguran dan kemiskinan sudah menjadi masalah nasional yang tidak saja hanya
dipikulkan kepada pemerintah pusat semata

11
MASYARAKAT MADANI

Konsep Masyarakat Madani

Konsep “masyarakat madani” merupakan penerjemahan atau pengislaman konsep


“civil society”. Orang yang pertama kali mengungkapkan istilah ini adalah Anwar Ibrahim
dan dikembangkan di Indonesia oleh Nurcholish Madjid. Pemaknaan civil society sebagai
masyarakat madani merujuk pada konsep dan bentuk masyarakat Madinah yang dibangun
Nabi Muhammad. Masyarakat Madinah dianggap sebagai legitimasi historis
ketidakbersalahan pembentukan civil society dalam masyarakat muslim modern.

Makna Civil Society “Masyarakat sipil” adalah terjemahan dari civil society. Konsep
civil society lahir dan berkembang dari sejarah pergumulan masyarakat. Cicero adalah orang
Barat yang pertama kali menggunakan kata “societies civilis” dalam filsafat politiknya.
Konsep civil society pertama kali dipahami sebagai negara (state). Secara historis, istilah civil
society berakar dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau, John Locke, dan Hubbes. Ketiga orang
ini mulai menata suatu bangunan masyarakat sipil yang mampu mencairkan otoritarian
kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoksi gereja (Larry Diamond, 2003: 278).

Antara Masyarakat Madani dan Civil Society sebagaimana yang telah dikemukakan di
atas, masyarakat madani adalah istilah yang dilahirkan untuk menerjemahkan konsep di luar
menjadi “Islami”. Menilik dari subtansi civil society lalu membandingkannya dengan tatanan
masyarakat Madinah yang dijadikan pembenaran atas pembentukan civil society di
masyarakat Muslim modern akan ditemukan persamaan sekaligus perbedaan di antara
keduanya.

Perbedaan lain antara civil society dan masyarakat madani adalah civil society
merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan Renaisans;
gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga civil society mempunyai
moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan Tuhan. Sedangkan masyarakat madani
lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan. Dari alasan ini Maarif mendefinisikan
masyarakat madani sebagai sebuah masyarakat yang terbuka, egalitar, dan toleran atas
landasan nilai-nilai etik-moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah (A. Syafii
Maarif, 2004: 84).

Masyarakat madani merupakan konsep yang berwayuh wajah: memiliki banyak arti
atau sering diartikan dengan makna yang beda-beda. Bila merujuk kepada Bahasa Inggris, ia

12
berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisi dari masyarakat
militer. Menurut Blakeley dan Suggate (1997), masyarakat madani sering digunakan untuk
menjelaskan “the sphere of voluntary activity which takes place outside of government and
the market.” Merujuk pada Bahmueller (1997).

Pengertian Masyarakat Madani


            Sejarah masyarakat madani atau masyarakat sipil lahir pertama kalinya dalam perjalanan
politik masyarakat sipil di barat. Istilah masyarakat sipil luas dengan istiliah Civil Society.
Yang didefenisikan oleh para ahli bahwasanya karagter dari masyarakat sipil sebagai
komonitas sosial dan politik pada umumnya memiliki peran dan fungsi yang berbeda dengan
lembaga negara.
            Istilah “Masyarakat Madanii” dimunculkan pertama kalinya di kawasan asia tenggara
oleh Cendikiawan Malaysia yang bernama Anwar Ibrahim. Masyarakat madani berbeda
dengan masyarakat civil barat yang beriorientasi penuh pada kebebasan individu, menurut
mantan perdana mentri malaysia itu Masyarakat Madani adalah sistem sosial yang tumbuh
berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dan
mayarakat yang berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintahan yang berdasarkan
undang-undang dan bukan nafsu keinginan individu. Ia juga mngatakan masyarakat madani
memiliki ciri-ciri yang khas yaitu kemajemukan kebudayaan (Multicultural), Hubungan
timbal balik (Reprocity) dan sikap yang saling memahami dan menghargai. Anwar
Menjelaskan watak masyarakat madani yang ia maksud adalah guiding ideas, dalam
melaksanakan ide-ide yang mendasari keberadaanya yaitu prinsip moral, keahlian, kesamaan,
musyawarah dan demokratis.
            Dawam Rahardjo juga mengemukakan defenisi masyaraakat madani adalah proses
penciptaan peradaban yang mengacu pada nilai-nilai kebijakan bersama. Menurutnya
masyarakat madani adalah warga negara bekerja samaa membangun ikatan sosial, jaringan
produktif, solidaritas kemanusiaan yang bersifat non negara. Ia juga mengemukakan dasar
utama masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi nasional yang didasarkan pada
suatu pedoman hidup, menghindarkan diri dari konflik permusuhan yang menyebabkan
perpecahan dan hidup dalam suatu persaudaraan.
            Sejalan dengan iitu, Azyumardi Azra juga mengemukakan bahwa masyarakat madani
lebih dari sekedar gerakan prodemokrasi yang mengacu pada pembentukan masyarakat
bekwalitas dan ber-tamaddun (Civility). Menurut tokoh cendikiawan muslim indonesia

13
Norcholish Madjid istilah masyarakat madani mengandung makna toleransi kesediaan priadi
untuk menerima berbagai macam pandangan politik dan tingkah laku sosial.

Sejarah Singkat Masyarakat Madani


       Sejarah Civil Society  Tidak terlepas dari filsuf yunani Aris Toteles (384-322 SM) yang
mengandung konsep Civil Society sebagai sistem kenegaraan atau identik dengan negara itu
sendiri. Pada masa sekarang konsep Civil Society dikenal dengan Istilah Koinonia Politeke
yaitu sebuah koonitas politik tempat warga negara dapat terlibat lansung dalam peraturan
ekonomi-politik dalam mengambil keputusan. Istilah Koinonia Politeke dikeukakan Aris
Toteles untuk menggambarkan sebuah masyarakat politis dan etis dimana warga negara
didalamnya berkedudukan sama didepan hukum. Yang kemudian mengalami perubahan
dengan pengertain Civil Society yaitu masyarakat sipil diluar dan penyeimbang warga negara.
            Seorang negarawan Romawi bernama Marcus Tullius Cicero (106-43 SM) memiliki
pandangan yang berbeda dengan Aris Toteles. Ia  mengistilahkan Masyarakat Sipil dengan
societies cvilies  yaitu sebuah komonitas yang mendominasi komonitas yang lain dengan
radisi politik kota sebagai komponen utamanya. Istilah ini lebih menekankan pada konsep
negara kota (City-state) yaitu menggambarkan kerajaan, kota, dan bentuk korporasi lainya
yang menjelma menjadi entitas dan teorganisir.
            Kemudian Rumusan Civil Society dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1588-1679 M)
dan Jhon Locke (1632-1704) yang memandang perkembangan civil society sebagai lanjutan
dari evaluasi masyarakat yang berlansung secara alamiah. Menurut Hobbes entitas negara
civil society mempunyai peranan untuk meredam konflik dalam masyarakat sehingga ia harus
memiliki kekuasaan mutlak untuk mengontrol dan mengawasi secara ketat pola-pla interaksi
setiap warga negara.
            Namun Menurut Jhon Locke, Kehadiran civil society untuk melindungi kebebasan dan
hak milik warga negara. Mengingat sifatnya seperti itu civil society tidak absolut dan tidak
membatasi perananya pada wilayah yang tidak dapat dikelola warga negara untuk
memperoleh haknya secara adil dan profesional.
            Pada tahun 1767 Adam ferguson mengkontektualisasikan civil society dengan konteks
sosial dan politik di skotlandia dengan perkembangan kapitalisme yang berdampak pada
krisis sosial. Berbeda dengan pndangan sebelumnya ia lebih menekankan visi etis pada civil
society dalam kehidupan sosial. Menurutnya ketimpangan sosial akibat kapitalisme harus
dihilangkan. Ia yakin bahwa publik secara alamiah memiliki spirit solidaritas sosial dan
sntimen moral yang menghalangi munculnya kembali despotisme. Kekhawatiran ia semakin
14
menguatnya sistem individualistis dan berkurangnya tanggung jawab sosial mayarakat
mewarnai paandangan tenag civil society waktu itu.
            Pada 29 januari 1737- 8 juni 1809 aktivis politik Asal Inggris-Amerika yang bernama
Thomas Paine civil society sebagai suatu yang berlawanan dengan lembaga negara bahkan ia
dianggap sebagai antitetis negara. Berdasarkan paradigma ini peran negara sudah saatnya
untuk dibatasi. menurut paradigma ini negara tidak lain hanyalah keniscayaan buruk belaka.
Konsep negara yang absah menurut pemikiran ini adalah perwujudan dari delegasi kekuasaan
yang diberikan oleh masyarakat demi terciptanya kesejahteraan bersama. Dengan demikian
menurutnya civil society adalah ruang dimana warga negara dapat mengembangkan
kepribadian dan memberi peluang bagi pemuasan kepentinganya secara bebas dan tanpa
paksaan.
            Kemudian pada tahun 1770-1831 G.W.F. Hegel, Karl Max (1818-1883), dan Antonio
Gramsci (1891-1837) mengembangkan Istilah civil society ialah elemen ideologis keelas
dominan. Pemahaman ini merupakan reaksi atas pandangan paine yang memisahkan civil
society dari negara. Berbeda dengan pandangan paine, Hegel Memandang civil society
sebagai kelompok subordinatif terhadap negara. Menurut Ryaas Rasyid seorang pakar politik
indonesia, menurutnya pandangan ini erat kaitanya dengan perkembangan sosial masyarakat
borjuasi eropa  yang ditandai dengan pelepasan diri dari cengkraman dominasi negara.
            Selanjutnya hegel menjelaskan bahwa struktur sosial civil society  terdaat tiga entitas
sosial : keluarga, masyarakat sipil, dan negara. Keluarga merupakan ruang sosialisasi pribadi
anggota masyarakat yang bercirikan keharmonisan. Sedangkan masyarakat sipil merupakan
tempat berlansungya percaturan sebagai kepentingan pribadi dan golongan terutama
kepentingan ekonomi. Menurutnya negara merupaka ide universa yang bertugas melindungi
kepentingan politik warganya dan mempunyai hak penuh untuk intervensi terhadap civil
society.
            Berbeda dengan hegel, karl max memandang civil society sebagai masyarakat borjuis.
Dalam konteks hubungan produksi kapitalis. Keberadaan civil society merupakan kendala
besar bagi upaya pembebasan manusia dari penindasan kelas pemiik modal. Oleh karena itu
civil society harus dilenyapkan demi terwujudnya tatanan masyarakat tanpa kelas.
            Berbeda dengan max. Antonio Gramsci tidak memandang masyarakat sipil dalam konteks
relasi produksi tetapi lebih pada sisi idiologis. Gramsci meletakan masyaraakat madani pada
struktur berdampingan degan negara yang disebut sebagai Political society. Menurutnya civil
society merupakan tempat perebutan posisi hegemoni untuk membentuk konsensus dalam

15
masyarakat. Ia memberiakan pandangan penting kepada kaum cendikiawan sebagai aktor
dalam proses utama perubahan sosial dan politik.
            Selanjutnya wacana civil society sebagai reaksi terhadap mazhab hegelian dikembangkan
oleh Alexis de Tocqueville (1805-1859 M) yang bersumber dari pengalamanya mengamati
budaya demokrasi america. Menurutnya Tocqueville kekuatan politik dalam masyarakat sipil
merupakan kekuatan utama yang menjadikan demokrasi amerika mempunyai daya tahan
yang kuat. Berkaca pada budaya amerika yang berciri Plural, Mandiri, dan kedewasaan
berpolitik warga negara manapun mampu mengimbangi dan mengontrol kekuatan negara.
            Berbeda dengan hegelian, pemikiran Tocqueville lebih menempatkan masyarakat sipil
sebagai suatu yang tidak apriori maupun tersubordinasi lembaga negara. Sebaliknya civil
society bersifat otnom dan memiliki kepastian politik cukip tinggi sehingga mampu
menjadikan kekuatan penyeimbang terhadap kecenderungan intervensi negara atas warga
negara.
            Dari sekian banyak pandangan mengenai civil society,  Mazhab Gramscian dan
Tocquevillian telah menjadi inspirasi gerakan prodemokrasi di eropa timur dan eropa tengah
pada dasawarsa 80-an. Pengalaman kawasan ini hidup dibawah dominasi negara terbukti
telah melumpuhkan kehidupan masyarakat sipil.
Tidak hanya di eropa timur dan eropa tengah , muzhab pemikiran civil society
tocquelville juga dikembangkan oleh cendikiawan muslim indonesia Dawam Rahardjo
dengan konsep masyarakat madaninya, rahardjo mengilustrasikan bahwa peranan pasar
sangat menenukan unsur-unsur dalam masyarakat madani sedangkan menurut Wutnow dalam
hubungan anrata unsur-unsur pokok masyarakat madani faktor Valuntary sangat menentukan
pola interaksi antara negara dan pasar.
Didalam tatanan pemerintahan yang demokratis komponen rakyat disebut masyarakat
madani (Civil Society) yang harus memperoleh peranan utama. Dalam sistem demokrasi
kekuasaan tidak hanya ditangan penguasa melainkan ditangan rakyat. Jadi peran sektor
swasta sangat mendukung terciptanya proses keseimbangan kekuasaan dalam koridor
pemerintahan yang baik, seketika peran swasta bisa berada diatas ini terjadi jika pembuatan
kebijakan publik berkolusi dan tergoda untuk memberikan akses yang longgar pada
konglomerat ataupun usahawan.

16
Gambar hubungan kerja tiga komponen Good Governance (Mifthah Thoha, 2000)

Karakteristik Masyarakat Madani


            Munculnya masyarakat madani disebabkan unsur-unsur sosial dalam tatanan masyarakat.
Unsur tersebut merupakan kesatuan yang saling mengikat dan menjadikan karagter khas
masyarkat madani. Unsur pokok yang harus dimiliki masyarakat madani yaitu : republik yang
bebas, demokrasi, toleransi, kemajemukan, dan keadilan sosial.
1.      Wilayah Publik Yang Bebas
Merupakan sarana untuk mengemukakan pendapat warga negara, yang mana
didalamnya semua warga negara memiliki posisi dan hak yang sama untuk melakukan
transaksi sosial dan politik tanpa rasatakut dan terancam oleh kekuatan-kekuatan civil
society.
2.      Demokrasi
Demokrasi adalah persyaratan mutlak lainya bagi keberadaan civil society yang murni.
Tanpa demokrasi, masyarakat sipil tidak akan terwujud yang mana demokrasi adalah suatu
tatanan politik sosial yang bersumber dan dilakukan, oleh, dari, dan untuk warga negara

3.      Toleransi
Merupakan sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat. Menurut
Nurcholish Madjid  toleransi adalah persoalan ajaran dan kewajiban melaksanakan ajaran itu.
Jika toleransi menghasilkan tata cara pergaulan yang menyenangkan antara kelompok yang
berbeda-beda maka hasil itu dipahami sebagai hikmah atau manfaat dari ajaran yang benar.
Toleransi bukan hanya tuntutan sosial masyarakat majemuk saja , tapi juga menjadi bagian
terpenting pelaksanaan ajaran moral.
4.      Kemajemukan
Disebut juga pluralisme  yang tidak hanya dipahami seagai sebatas sikap harus
mengakui dan memahami kenyataan sosial yang beragam, tetapi harus disertai dengan sikap
ttulus untuk menerima kenyataan pandangan sebagai suatu yang alamiah dan rahmat tuhan
yang bernilai positif bagi kehidupan masyarakat.

17
5.      Keadilan Sosial
Keadilan sosial adalah adanya keseimbangan dan pembagian yang propersional atas
hak dan kewajiban warga negara yang mencakup segala aspek kehidupan ekonomi, politik,
pengetahuan, dan pelengkapan. Dengan pengertian lain keadilan sosial adalah hilangnya
monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan yang dilakukan oleh kelompok atau
golongan tertentu.

Masyarakat Madani di Indonesia


            Indonesia memiliki tradisi kuat civil society, jauh sebelum bangsa indonesia berdiri,
masyarakat sipil telah berkembang pesat yang diwakili oleh kiprah beragam organisasi sosial
keagamaan dan penggerakan nasional dalam merebut kemerdekaan. Selain berperan sebagai
organisasi peejuang penegak HAM dan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial. Organisasi
berbasis islam seperti syariakat islam (SI), Nahdatul Ulama (NU), dan muhammdadiyah telah
menunjukan kiprahnya sebagai komponen  civil society yang penting dalam perkembangan
masyarakata sipil indonesia.
            Terdapat strategi yang ditawarkan kalangan ahli tentang bagaimana seharusnya
bangunan masyarakat madani yang bisa tterwujud di indonessia :
1.      Pandangan integrasi nasional dan politik. Menyatakan bahwa sistem demokrasi tidak
mungkin berlansung dalam kenyataan hidup sehari-hari dalam masyarakat sebelum memiliki
kesadaran berbangsa dan bernegara yang kuat. Bagi pengikut pandangan ini praktik
demokrasi ala barat hanya akan berakibat konflik antara sesama warga bangsa.
2.      Pandangan Reformasi Sistem Politik Demokrasi merupakan pandangan yang menekankan
bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah terlalu bergantung pada kepentingan
ekonomi. Pembangunan institusi demokratis lebih diutamakan oleh warga negara dibanding
pembangunan ekonomi.
3.      Paradigma pembangunan masyarakat madani sebagai basis utama pembangunan
demokrasi. Ini merupakan alternatif diantara dua pandangan yang pertama yang dianggap
gagal dalam pembangunan  demokrasi. Pandangan ini lebih menekankan proses pendidikan
dan penyadaran poitik warga negara, khusus kalangan kelas menengah. Hal itu mengingatkan
demokrasi membutuhkan topangan kultural sselain mendukung struktural.
Bersandar dari tiga paradigma diatas pengembangan demokrasi masyarakat madani
selayaknya tidak hanya tergantung pada salah satu pandangan tersebut. Sebaliknya untuk
mewujudkan masyarakat madani yang seimbang dengan kekuatan negara dibutuhkan

18
gabungan strategi dan paradigma. Tiga paradigma diatas dapat dijadikan acuan dalam
pengembangan demokrasi dimasa transisi sekarang melalui :
1.      Memperluas golongan menengah melalui pemberian kesempatan bagi kelas menegah untuk
berkembang menjadi kelompok masyaraat madani yang mandiri secara politik dan ekonomi.
2.      Mereformasikan sistem politik demokratis melalui pemberdayaan lembaga-lembaga
demokrasi yang ada berjalan sesuai prinsip-prinsip demokrasi.
3.      Penyelenggaraan pendidikan politik (pendidikan demokrasi) bagi warga negara secara
keseluruhan.
Menurut Rahardjo masyarakat madani indonesia masih merupakan sisitem-siste yang
dihasilkan oleh sister politik represif. Ciri kritisnya lebih menonjol dibandingkan ciri
struktifnya. Menurutnya lebih banyak melakukan protes daripada mengajukan solus, lebih
banyak menuntut daripada memberi sumbangan terhadap pemecahan masalah.
Mahasiswa merupakan salah satu komponen strategis bangsa indonesia dalam
pembanguunan demokrasi dan masyarakat madani. Peran startegis mahasiswa dalam proses
perjuangan  demokrasi menumbangkan rezim otorier seharusnya ditindak lanjuti dengan
keterlibatan mahasiswa dalam proses demokrasi bangsa dan pembangunan masyarakat
demokrasi madani indonesia. Karenaa mahasiswa merupakan bagian dari kelas menengah, ia
memiliki tanggung jawab terhadap nasib masa depan demokrasi dan masyarakat madani
indonesia.
Sikap demokratis diekspressikan melalui peran aktif mahasiswa dalam proses
pendemokrasian masyarakat melalui cara analogis, santun, dan bermartabat. Adapun sikap
kritis mahasiswa dapat dilakukan dengan mengaamati, mengkritik, mengontrol pelaksanaan
kebijakan pemerintah atau lembaga publik terkait, khususnya pada kebijakan yang
menyangkut dengan masa depan bangsa.

Ciri-Ciri Masyarakat Madani dan Kesejahteraan Umat

Masyarakat madani memiliki ciri-ciri dan karakteristik sebagai berikut :


a.       Free public sphere (ruang publik yang bebas)
Ruang publik yang diartikan sebagai wilayah dimana masyarakat sebagai warga negara
memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik, warga negara berhak melakukan
kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul serta
memublikasikan pendapat, berserikat, berkumpul serta memublikasikan informasi kepada
publik.
19
b.      Demokratisasi
            Menurut Neera Candoke, masyarakat sosial berkaitan dengan wacana kritik rasional
masyarakat yang secara ekspisit mensyaratkan tumbuhnya demokrasi., dalam kerangka ini
hanya negara demokratis yang mampu menjamin masyarakat madani.
c.       Toleransi
           Toleransi adalah kesediaan individu untuk menerima pandangan-pandangan politik
dan sikap sosial yang berbeda. Toleransi merupakan sikap yang dikembangkan dalam
masyarakat madani untuk menunjukan sikap saling menghargai dan menghormati pendapat
serta aktivitas yang dilakukan oleh orang atau kelompok masyarakat yang lain yang berbeda.
d.      Pluralisme
           Pluralisme adalah sikap mengakui dan menerima kenyataan disertai sikap tulus bahwa
masyarakat itu majemuk. Kemajemukan itu bernilai positif dan merupakan rahmat tuhan.
e.       Keadilan Sosial (Social justice)
Keadilan yang dimaksud adalah keseimbangan dan pembagian yang proporsional
antara hak dan kewajiban setiap warga dan negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan.
f.       Partisipasi Sosial          
           Partisipasi sosial yang benar-benar bersih dari rekayasa merupakan awal yang baik
bagi terciptanya masyarakat madani. Partisipasi sosial yang bersih dapat terjadi apabila
tersedia iklim yang memunkinkan otonomi individu terjaga.
g.      Supermasi hukum
Penghargaan terhadap supermasi hukum merupakan jaminan terciptanya keadilan,
keadilan harus diposisikan secara netral, artinya tidak ada pengecualian untuk memperoleh
kebenaran di atas hukum.
h.      Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat 
melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
i.        Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam
masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
j.        Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan
program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.
k.      Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena   keanggotaan
organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan terhadap keputusan-
keputusan pemerintah.
l.        Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu  mengakui
keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
20
m.    Adanya pemisahan kekuasaan
n.      Adanya tanggung jawab dari pelaksana kegiatan atau pemerintahan.
Civil Society atau masyarakat Madani tersusun atas berbagai organisasi kemasyarakatan,
yang mempunyai cirri-ciri:
1.      Lahir secara mandiri
2.      Keanggotannya bersifat sukarela,atau atas kesadaran masingmasing anggota
3.      Mencukupi kebutuhannya sendiri (swadaya) sehingga bergantung pada bantuan Negara atau
pemerintah
4.      Bebas atau mandiri dari kekuasaan Negara, sehingga berani mengontrol penggunaan
kekuasaan Negara
5.      Tunduk pada aturan hukum yang berlaku atau seperangkat nilai/norma yang diyakini
bersama

Proses Demokratis Menuju Masyarakt Madani


Hubungan antara masyarakat madani dengan demokrasi (demokratisasi) menurut M.
Dawam Rahadjo, bagaikan dua sisi mata uang. Keduanya bersifat ko-eksistensi atau saling
mendukung. Hanya dalam masyarakat madani yang kuatlah demokrasi dapat ditegakkan
dengan baik dan hanya dalam suasana demokratislah masyarakat madani dapat berkembang
secara wajar. Nurcholish Madjid memberikan penjelasan mengenai keterkaitan antara
masyarakat madani dengan demokratisasi. Menurutnya, masyarakat madani merupakan
tempat tumbuhnya demokrasi. Pemilu merupakan simbol bagi pelaksanaan demokrasi.

Masyarakat madani merupakan elemen yang signifikan dalam membangun demokrasi.


Salah satu syarat penting bagi demokrasi adalah terciptanya partisipasi masyarakat dalam
proses-proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh negara atau pemerintahan.
Masyarakat madani mensyaratkan adanya civic engagement yaitu keterlibatan warga negara
dalam asosiasi-asosiasi sosial. Civic engagement ini memungkinkan tumbuhnya sikap
terbuka, percaya, dan toleran antara satu dengan lainnya. Masyarakat madani dan demokrasi
menurut Ernest Gellner merupakan dua kata kunci yang tidak dapat dipisahkan. Demokrasi
dapat dianggap sebagai hasil dinamika masyarakat yang menghendaki adanya
partisipasi.Proses demokratisasi menuju masyarakat madani merupakan faktor pendrong bgi
negara untuk selalu mengusahakan perbaikn terus menerus dan menjaga agar tidak terjadi
kemeosotan demi kesejahteraan rakyat.

21
Proses menuju masyarakat madani pada dasarnya tidaklah mudah, harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
1.      Kualitas sumber daya manusia yang tinggi yang tercermin antara lain dari kemampuan
tenaga-tenaga profesionalnya untuk memenuhi kebutuhan pembangunan serta penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
2.      Memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan pokok sendiri (mampu mengatasi
ketergantungan) agar tidak menimbulkan kerawanan, terutama bidang ekonomi .
3.      Semakin mantap mengandalkan sumber-sumber pembiayaan dalam negeri (berbasis
kerakyatan) yang berarti ketergantungan kepada sumber pembangunan dari luar negeri
semakin kecil atau tidak ada sama sekali.
4.      Secara umum telah memiliki kemampuan ekonomi, sistem politik, sosial budaya dan
pertahanan keamanan yang dinamis, tangguh serta berwawasan global. 
 Dalam rangka menuju masyarakat madani (civil society), melalui beberapa proses dan
tahapan-tahapan yang konkret dan terencana dengan matang, serta adanya upaya untuk
mewujudkan dengan sungguh-sungguh. Langkah pertama yang perlu diwujudkan adalah
adanya pemerintahan yang baik (good governance). Pemerintahan yang baik dalam rangka
menuju kepada masyarakat madani adalah berorientasi kepada dua hal, sebagai berikut :
1.      Orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional, yaitu mengacu pada
de- mokratisasi dengan elemen: legitimasi, akuntabilitas, otonomi, devolusi (pendelegasian
wewenang) kekuasaan kepada daerah, dan adanya mekanisme kontrol oleh masyarakat.
2.      Pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien melakukan upaya
pencapaian tujuan nasional.  Hal ini tergantung pada sejauh mana pemerintah memiliki
kompetensi, struktur dan mekanisme politik serta administrasi yang berfungsi secara efektif
dan efisien.
Dalam kehidupan demokrasi, agar masyarakat dapat hidup secara madani harus
mempunyai tiga syarat, yaitu sebagai berikut :
1.      Ketertiban dalam pengambilan suatu keputusan yang menyangkut kepentingan bersama.
2.      Adanya kontrol masyarakat dalam jalannya proses pemerintahan.
3.      Adanya kemerdekaan memilih pemimpinnya.
Ketiga hal tersebut merupakan sarana untuk mewujudkan kehidupan yang demokratis, yaitu
kehidupan yang dalam pemerintahannya bersumber dari, oleh, dan untuk rakyat itu sendiri.

1.

22
GLOBALISASI

1. PENGERTIAN GLOBALISASI

Globalisasi adalah suatu proses di mana antarindividu, antarkelompok, dan antarnegara saling
berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas
Negara.

Globalisasi merupakan sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan


keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui
perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain
sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit.

Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan
internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering
menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau
batas-batas negara.

Menurut asal katanya, kata “globalisasi” diambil dari kata global, yang maknanya ialah
universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan
sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh
wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja
(working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang
memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang
akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain,
mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan
batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.

Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-
negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga
terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk
yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan
ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing.

23
Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan
berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte
merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun
1985.Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan
globalisasi:

 Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan


internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan
identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
 Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar
negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
 Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal
material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat
menjadi pengalaman seluruh dunia.
 Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan
semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
 Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan
keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih
mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global
memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.

1. DAMPAK GLOBALISASI

Adanya globalisasi mampu membuat dunia tampak sempit, dahulu apabila kita akan
menonton siaran sepak bola kita harus ke negara yang mengadakan pertandingan. Tapi
sekarang kita tidak perlu kemana-mana, kita cukup melihat di televisi. Ketika akan
menghubungi seseorang kita harus bertemu dengan orang tersebut, tetapi sekarang dengan
adanya pesawat telepon kita tidak perlu bertemu langsung cukup berbicara melalui telepon
saja. Adanya globalisasi membawa manfaat bagi umat manusia tetapi ada juga dampak
buruknya.

1. Dampak Globalisasi di Bidang Sosial dan Budaya

Semakin bertambah globalnya berbagai nilai budaya kaum kapitalis dalam masyarakat dunia.
Merebaknya gaya berpakaian barat di negara-negara berkembang. Menjamurnya produksi

24
film dan musik dalam bentuk kepingan CD/ VCD atau DVD. Dampak positif globalisasi di
bidang sosial adalah para generasi muda mampu mendapatkan sarana-sarana yang
memungkinkan mereka memperoleh informasi dan berhubungan dengan lebih efisien dengan
jangkauan yang lebih luas. Adapun dampak negatifnya adalah bahwa generasi muda yang
tidak siap akan adanya informasi dengan sumber daya yang rendah hanya akan meniru hal-
hal yang tidak baik seperti adanya bentuk-bentuk kekerasan, tawuran, melukis di tembok-
tembok, dan lain-lain. Dengan adanya fasilitas yang canggih membuat seseorang enggan
untuk berhubungan dengan orang lain sehingga rasa kebersamaan banyak berkurang. Manfaat
globalisasi di antaranya adalah informasi yang dapat diperoleh secara mudah, cepat, dan
lengkap dari seluruh dunia sehingga pengetahuan dan wawasan manusia menjadi lebih luas.
Akan tetapi dengan adanya arus globalisasi kadang-kadang tidak disertai penyaringan. Semua
informasi diterima apa adanya. Hal itu berakibat pada perubahan pola hidup, pola pikir, dan
perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma kebudayaan bangsa Indonesia. Segi budaya
merupakan segi yang paling rentan terkena dampak negatifnya. Bentuk informasi dan sarana
yang dapat diterima dengan bebas mampu memengaruhi pola bertindak dan berpikir generasi
muda. Sebagai contoh, menurunnya budaya membaca di kalangan pelajar, mereka lebih suka
melihat televisi yang memperlihatkan tontonan yang mengandung unsur kekerasan yang
kemudian mereka tiru.

1. Dampak Globalisasi di Bidang Ekonomi

Dampak positif globalisasi di bidang ekonomi adalah mampu memacu produktivitas dan
inovasi para pelaku ekonomi agar produk yang dihasilkan mampu bersaing dengan produk-
produk yang lain. Pada era globalisasi ini menuntut manusia yang kreatif dan produktif.
Sedangkan dampak negatifnya adalah mampu menimbulkan sifat konsumerisme di kalangan
generasi muda. Sehingga tidak mampu memenuhi tuntutan zaman karena sudah terbiasa
menerima teknologi dan hanya mampu membeli tanpa membuatnya. Globalisasi dan
liberalisme pasar telah menawarkan alternatif bagi pencapaian standar hidup yang lebih
tinggi. Semakin melebarnya ketimpangan distribusi pendapatan antar negara-negara kaya
dengan negara-negara miskin. Munculnya perusahaan-perusahaan multinasional dan
transnasional. Membuka peluang terjadinya penumpukan kekayaan dan monopoli usaha dan
kekuasaan politik pada segelintir orang. Munculnya lembaga-lembaga ekonomi dunia seperti
Bank Dunia, Dana Moneter Internasional, WTO

1. Dampak Globalisasi di Bidang Budaya dan Politik


25
Negara tidak lagi dianggap sebagai pemegang kunci dalam proses pembangunan. Para
pengambil kebijakan publik di negara sedang berkembang mengambil jalan pembangunan
untuk mengatasi masalah sosial dan ekonomi. Timbulnya gelombang demokratisasi
( dambaan akan kebebasan ).

v  Dampak positif Globalisasi :

1. Mudah memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan


2. Mudah melakukan komunikasi
3. Cepat dalam bepergian ( mobili-tas tinggi )
4. Menumbuhkan sikap kosmopo-litan dan toleran
5. Memacu untuk meningkatkan kualitas diri
6. Mudah memenuhi kebutuhan
7. peranan pelaburan asing (FDI) dalam mewujudkan pekerjaan dan mengurangkan
kemiskinan di sebilangan negara.
8. peningkatan mobiliti sosial pengukuhan kelas menengah.
9. Komunikasi yang jauh lebih mudah dan juga murah.
10. peluang yang lebih luas untuk menzahirkan simpati dan rasa keperimanusiaan mereka
terhadap mangsa-mangsa berbagai jenis bencana alam dan tragedi buatan manusia di
seluruh dunia.
11. penonjolan idea-idea dan amalan pemerintahan yang baik seperti pertanggungjawaban
awam peraturan undang-undang dan hak-hak asasi manusia.
12. peluang yang lebih luas untuk mendapatkan maklumat dan menyebarkan ilmu
pengetahuan melalui teknologi baru komunikasi dan maklumat
13. penonjolan hak-hak asasi wanita.
14. peluang yang lebih luas untuk manusia dari berbegai-bagai kumpulan etnik, budaya
agama berinteraksi.

v  Dampak negatif Globalisasi:

1. Informasi yang tidak tersaring


2. Perilaku konsumtif
3. Membuat sikap menutup diri, berpikir sempit
4. Pemborosan pengeluaran dan meniru perilaku yang buruk
5. Mudah terpengaruh oleh hal yang berbau barat

26
6.  kualitas alam sekitar yang semakin merosot sebagai akibat terlalu mementingkan
faktor keuntungan.
7. Pembangunan yang tidak seimbang dan jurang perbezaan ekonomi yang semakin
melebar antara kawasan-kawasan di sesebuah negara dan antara sektor-sektor
ekonomi.
8. Pengabaian keperluan asas hidup di kalangan rakyat termiskin di banyak negara
terutamanya negara-negara Selatan.
9. Modal jangka pendek yang keluar masuk pasaran seperti kilat sebagai akibat amalan
baru yang menjadikan wang sendiri sebagai komoditi keuntungan.
10. Pengangguran yang semakin memburuk dan jurang perbezaan pendapatan yang
semakin melebar di negara-negara Utara sendiri.
11. Kecenderungan ke arah pembentukan suatu budaya global yang homogen menerusi
peranan yang dimainkan oleh perbadanan transnasional dan media komunikasi global.
12. Penyebaran budaya pop Amerika yang ‘menyegarkan pancaindera dan mematikan
roh’.
13. Kecenderungan pusat-pusat pengajian tinggi untuk memberi keutamaan kepada
kursus-kursus ilmu pengurusan dan teknik dengan mengabaikan kursus-kursus ilmu
kemanusiaan dan kemasyarakatan.
14. Pembanjiran maklumat yang tidak berguna.
15. Pengantarabangsaan jenayah yang menyukarkan jenayah dibendung.
16. PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP NILAI NASIONALISME DI
KALANGAN GENERASI MUDA

Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan muda.
Pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begitu kuat. Pengaruh globalisasi tersebut
telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia.
Hal ini ditunjukkan dengan gejala- gejala yang muncul dalam kehidupan sehari- hari anak
muda sekarang.

Dari cara berpakaian banyak remaja- remaja kita yang berdandan seperti selebritis yang
cenderung ke budaya Barat. Mereka menggunakan pakaian yang minim bahan yang
memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak kelihatan. Pada hal cara berpakaian
tersebut jelas- jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Tak ketinggalan gaya rambut
mereka dicat beraneka warna. Pendek kata orang lebih suka jika menjadi orang lain dengan

27
cara menutupi identitasnya. Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya bangsa
dengan mengenakan pakaian yang sopan sesuai dengan kepribadian bangsa.

Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan dapat
diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda internet sudah menjadi santapan mereka
sehari- hari. Jika digunakan secara semestinya tentu kita memperoleh manfaat yang berguna.
Tetapi jika tidak, kita akan mendapat kerugian. Dan sekarang ini, banyak pelajar dan
mahasiswa yang menggunakan tidak semestinya. Misal untuk membuka situs-situs porno.
Bukan hanya internet saja, ada lagi pegangan wajib mereka yaitu handphone. Rasa sosial
terhadap masyarakat menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih sibuk dengan
menggunakan handphone.

Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak kenal sopan santun dan
cenderung cuek tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi menganut
kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati mereka. Contoh riilnya
adanya geng motor anak muda yang melakukan tindakan kekerasan yang menganggu
ketentraman dan kenyamanan masyarakat. Jika pengaruh-pengaruh di atas dibiarkan, mau apa
jadinya genersi muda tersebut? Moral generasi bangsa menjadi rusak, timbul tindakan anarkis
antara golongan muda. Hubungannya dengan nilai nasionalisme akan berkurang karena tidak
ada rasa cinta terhadap budaya bangsa sendiri dan rasa peduli terhadap masyarakat. Padahal
generasi muda adalah penerus masa depan bangsa. Apa akibatnya jika penerus bangsa tidak
memiliki rasa nasionalisme?

Berdasarkan analisa dan uraian di atas pengaruh negatif globalisasi lebih banyak daripada
pengaruh positifnya. Oleh karena itu diperlukan langkah untuk mengantisipasi pengaruh
negatif globalisasi terhadap nilai nasionalisme.

v  Antisipasi Pengaruh Negatif Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme

Langkah- langkah untuk mengantisipasi dampak negatif globalisasi terhadap nilai- nilai
nasionalisme antara lain yaitu :

1. Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai


produk dalam negeri.
2. Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya.

28
3. Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.
4.  Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti
sebenar- benarnya dan seadil- adilnya.
5. Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi,

sosial budaya bangsa.

Dengan adanya langkah- langkah antisipasi tersebut diharapkan mampu menangkis pengaruh
globalisasi yang dapat mengubah nilai nasionalisme terhadap bangsa. Sehingga kita tidak
akan kehilangan kepribadian bangsa

1. CIRI GLOBALISASI

Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di
dunia.

ü  Hilir mudiknya kapal-kapal pengangkut barang antarnegara menunjukkan keterkaitan


antarmanusia di seluruh dunia

ü  Perubahan dalam Konstantin ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti


telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi
demikian cepatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan
kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda.

ü  Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung
sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh
perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization
(WTO).

ü  Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film,
musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan
mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam
budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.

ü  Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis


multinasional, inflasi regional dan lain-lain.

29
Kennedy dan Cohen menyimpulkan bahwa transformasi ini telah membawa kita pada
globalisme, sebuah kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu. Giddens
menegaskan bahwa kebanyakan dari kita sadar bahwa sebenarnya diri kita turut ambil bagian
dalam sebuah dunia yang harus berubah tanpa terkendali yang ditandai dengan selera dan
rasa ketertarikan akan hal sama, perubahan dan ketidakpastian, serta kenyataan yang
mungkin terjadi. Sejalan dengan itu, Peter Drucker menyebutkan globalisasi sebagai zaman
transformasi sosial.

 GLOBALISASI KEBUDAYAAN

Sub-kebudayaan Punk, adalah contoh sebuah kebudayaan yang berkembang secara


global.Globalisasi memengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk
diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang
dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap
berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek
kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini
menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi
oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil
pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari
kebudayaan.

Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia
(sehingga menjadi budaya dunia atau world culture) telah terlihat semenjak lama. Cikal bakal
dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat
ke berbagai tempat di dunia ini ( Lucian W. Pye, 1966 ).

Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal ke-20
dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan kontak
fisik sebagai sarana utama komunikasi antarbangsa. Perubahan tersebut menjadikan
komunikasi antarbangsa lebih mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya
perkembangan globalisasi kebudayaan.

 Ciri berkembangnya globalisasi kebudayaan

30
–          Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional.

–          Penyebaran prinsip multikebudayaan (multiculturalism), dan kemudahan akses suatu


individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya.

–          Berkembangnya turisme dan pariwisata.

–          Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain.

–          Berkembangnya mode yang berskala global, seperti pakaian, film dan lain lain.

–          Bertambah banyaknya event-event berskala global, seperti Piala Dunia FIFA.

31

Anda mungkin juga menyukai