Sani Safitri
Universitas Sriwijaya
79
80 JURNAL CRIKSETRA, VOLUME 5, NOMOR 9, FEBRUARI 2016
dan Undang-undang nomor 25 tahun 1999 kepada Presiden melalui Menteri Dalam
setelah tuntunan reformasi dikomandangkan. Negeri, dan bukan kepada DPRD sebagai
Kehadiran Undang-undang Nomor 22 representasi dari rakyatdi daerah yang
tahun 1999 tidak terlepas dari perkembangan memilihnya.
situasi yang terjadi pada masa itu, dimana Dengan demikian yang
rezim otoriter orde baru lengser dan semua melatarbelakangi dilaksanankannnya otonomi
pihak berkehendak untuk melakukan daerah secara nyata di Indonesia adalah
reformasi disemua aspek kehidupan berbangsa ketidakpuasan masyarakat yang berada di
dan bernegara. Berdasarkan kehendak daerah yang kaya sumber daya alam namun
reformasi itu, sidang Istimewa MPR tahun kehidupan masyarakatnya tetap berada
1998 yang lalu menetapkan ketetapan MPR dibawah garis kemiskinan.Walaupun secara
Nomor XV/MPR/1998 tentang Undang-Undang sudah sering diterbitkan
penyelenggaraan otonomi daerah; pengaturan, namun dalam kenyataannya pengelolaan
pembagian, dan pemanfaatan sumber daya kekayaan alam dan sumber daya alam daerah
nasional, yang berkeadilan, serta perimbangan masih diatur oleh pusat.Sehingga masyarakat
keuangan pusat dan daerah dalam kerangka daerah yang kaya sumber daya alamnya
Negara Kesatuan Republik Indonesia. merasa sangat dirugikan.Akhirnya,pada masa
Satu hal yang paling menonjol dari reformasi mereka menuntut dilaksanakannya
pergantian Undang-undang Nomor 5 tahun otonomi daerah. Sehingga lahirlah UU no 22
1974 dengan Undang-undang Nomor 22 tahun tahun 1999 dan pelaksanaan otonomi daerah
1999 adalah adanya perubahan mendasar pada mulai terealisasi sejak tahun 2000 secara
format otonomi daerah dan substansi bertahap.
desentralisasi. Perubahan tersebut dapat Setelah dilaksanakannya otonomi
diamati dari kandungan materi yang tertuang daerah maka perimbangan keuangan sesuai
dalam rumusan pasal demi pasal pada undang- UU no 25 tahun 1999 memberikan peluang
undang tersebut. Beberapa butir yang kepada daerah untuk mendapatkan 70% dari
terkandung di dalam kedua undang-undang hasil pengelolaan kekayaan alamnya sendiri
tersebut (UU No. 22 tahun 1999 dan No. 25 untuk dimanfaatkan bagi kemajuan daerahnya
tahun 1999) secara teoritis akan menghasilkan sendiri.
suatu kesimpulan bahwa desentralisasi dalam Pelaksanaan otonomi daerah ini
Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 lebih diperbarui menurut UU no.32 tahun 2004 dan
cenderung pada corak dekonsentrasi. perimbangan keuangan diperbarui juga
Sedangkan desentralisasi dalam Undang- menurut UU no.33 tahun 2004. Sehingga
undang Nomor 22 tahun 1999 lebih cenderung dengan adanya otonomi daerah ini , daerah
pada corak devolusi. Hal ini akan lebih nyata yang memiliki potensi sumber daya alam
jika dikaitkan dengan kedudukan kepala mengalami kemajuan
daerah. Berdasarkan Undang-undang Nomor Dalam pembangunan sedangkan daerah
5 tahun 1974, kepala daerah adalah sekaligus yang tidak memiliki kekayaan alam
kepala wilayah yang merupakan mengalami kesulitan untuk memajukan
kepangjangan tangan dari pemerintah. Dalam wilayahnya.
praktik penyelenggaraan pemerintahan di
daerah, kenyataan menunjukkan peran sebagai PERMASALAHAN
kepala wilayah yang melaksanakan tugas- Setelah pelaksanaan otonomi daerah
tugas dekonsentrasi lebih dominan dibanding berjalan di Indonesia maka muncul beberapa
sebagai kepala daerah. Hal ini dimungkinkan permasalahan. Adapun masalah-
karena kepala daerah bertanggung jawab
82 JURNAL CRIKSETRA, VOLUME 5, NOMOR 9, FEBRUARI 2016
KESIMPULAN
Dengan adanya otonomi daerah, maka
setiap daerah akan diberi kebebasan dalam
menyusun program dan mengajukannya
kepada pemerintahan pusat. Hal ini sangat
akan berdampak positif dan bisa memajukan
daerah tersebut apabila Orang/badan yang
menyusun memiliki kemampuan yang baik
dalam merencanan suatu program serta
memiliki analisis mengenai hal-hal apa saja
yang akan terjadi dikemudia hari. Tetapi
sebaliknya akan berdamapak kurang baik
apabila orang /badan yang menyusun program
tersebut kurang memahami atau kurang
mengetahui mengenai bagaimana cara
menyusun perencanaan yang baik serta
analisis dampak yang akan terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Kaho, Josef Riwu. 2000. Prospek Otonomi
Daerah di Negara Republik
Indonesia. Jakarta: PT Raja Drafindo
Persada.