Anda di halaman 1dari 7

Nama

NPP

Kelas

No. Absen

I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Otonomi daerah adalah kewenangan suatu daerah untuk mengatur dan mengurus
pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya secara mandiri menurut peraturan
dan caranya sendiri dengan tidak melanggar pada peraturan perundang-undangan
pusat yang sudah berlaku. Dalam undang-undang Nomor 32 tahun 2004 pasal 1 ayat
5, pengertian otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sesuai dengan
penjelasan undang-undang No. 32 tahun 2004, bahwa pemberian kewenangan
otonomi daerah kabupaten dan kota didasarkan kepada desentralisasi dalam wujud
otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, yaitu :
a) Kewenangan Otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk
menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua bidang
pemerintahan kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan, moneter dan fiskal agama serta kewenangan
dibidang lainnya ditetapkan dengan peraturan perundang-
undangan. Disamping itu keleluasaan otonomi mencakup pula
kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan mulai
dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan
evaluasi.
b) Otonomi Nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan
kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada
dan diperlukan serta tumbuh hidup dan berkembang di daerah.
c) Otonomi yang Bertanggung Jawab adalah berupa perwujudan
pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan
kewenangan kepada daerah dalam mencapai tujuan pemberian
otonomi berupa peningkatan dan kesejahteraan masyarakat yang
semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan
pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang sehat antara pusat
dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga Keutuhan
Negara Kesatuan republic indonesia

Otonomi Daerah memasuki era baru setelah Pemerintah dan DPR


setuju untuk mengesahkan UU No. 32 Tahun 2004 Pemerintah Daerah
dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Neraca Pendanaan antara
pemerintah pusat dan daerah. Undang-undang Kedua tentang Otonomi
Wilayah merupakan amandemen atas UU No. 22 dan 25 Tahun 1999
Kedua undang-undang tersebut tidak berlaku lagi. Kedua hukum ini
seperti mata uang terintegrasi. Menurut pengenalan UU Otonomi
memberikan kewenangan yang lebih luas kepada pemerintah daerah,
nyata dan bertanggung jawab.
Tugas, fungsi dan peran seimbang Pemerintah pusat dan pemerintah daerah
bertanggung jawab masing-masing daerah harus memiliki pendapatan yang cukup,
daerah harus memiliki sumber dana yang cukup untuk mengambil tanggung jawab
administrasi pemerintah lokal. Saya berharap setiap daerah berhasil dapat lebih
maju, mandiri, sukses dan kompetitif dalam pelaksanaannya administrasi dan
pembangunan daerah.
Ekspektasi dan realita memang tidak selalu sesuai. tujuan atau semoga paksaan dan
kontrol pasti berakhir dengan baik pelaksanaannya juga berjalan dengan baik. Tetapi
harapan yang tidak dapat dicapai ini sudah jelas mulai tercermin dalam otonomi
teritorial yang ada di Indonesia. Masih banyak Isu terkait pelaksanaan otonomi
daerah di Indonesia. Tentu saja, solusi dan solusi untuk masalah ini harus ditemukan
tujuan awal otonomi daerah dapat tercapai.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan sistem pemerintahan sentralistik selama
pemerintahan Orde Baru ternyata rapuh dan menciptakan kesenjangan ekonomi
serta kemiskinan yang besar. Kondisi tersebut diperparah oleh krisis ekonomi yang
menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan seluruh sektor
perekonomian mengalami kontraksi, sehingga mengakibatkan krisis kepercayaan
terhadap pemerintah. Lahirnya Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang direvisi menjadi Nomor 32 Tahun
2004 dan UU Nomor 33 Tahun 2004, mempunyai konsekuensi yang serius dalam
pelayanan publik dan kinerja ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di daerah.
Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang mulai dilaksanakan sejak tahun
anggaran 2001 merupakan peluang bagi pemerintah daerah di Indonesia untuk
melaksanakan serta membiayai sendiri kemajuan pembangunan di daerahnya
masing-masing. Sesuai dengan hasil penelitian serta evaluasi terhadap pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Daerah (APBD), hanya beberapa
daerah yang tergolong kaya yang mampu membiayai sendiri proyek-proyek
pembangunannya

B. Tujuan Tugas Mandiri


Tujuan dari tugas mandiri ini yaitu supaya praja lebih dapat mengetahui tentang
Keterkaitan Kebijakan Desentralisasi Fiskal dan Hutang Daerah Otonom di Propinsi
Jawa Tengah

II. Tinjauan Kebijakan


A. Uraian Kebijakan
UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah merupakan salah satu landasan
hukum perkembangan otonomi daerah di Indonesia. Hukum ini mengatakan
demikian pengembangan otonomi di daerah kabupaten dan kota itu terlibat
memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi. UU No. 32 tahun 2004, otonomi daerah
merupakan hak, kelembagaan, dan tanggung jawab pengaturan daerah otonom dan
mengelola urusan dan pemerintahan mereka sendiri sesuai dengan kepentingan
masyarakat setempat legislasi Otonomi wilayah adalah kemerdekaan atau
kebebasan menetapkan aturan mereka sendiri berdasarkan mereka menurut
undang-undang kebutuhan daerah mungkin dan keterampilan daerah. Pemberian
otonomi daerah melalui desentralisasi Fiskal mencakup tiga fungsi utama yaitu
(Barzelay, 1991):
1. Menciptakan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya daerah.
2. Meningkatkan kualitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.
3. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk
berpartisipasi dalam proses pembangunan.

Pengembangan otonomi daerah kabupaten dan kota berorganisasi


memperhatikan prinsip demokrasi, partisipasi masyarakat, pemerataan dan
keadilan memperhatikan potensi dan keragaman dalam wilayah perkotaan.
Birokrasi juga harus inklusif harus mampu mendorong terciptanya kebaikan
administrasi yang merupakan tujuan dari hukum. Untuk mencapai tujuan yang
harus menjadi reformasi administrasi publik mendapat perhatian serius karena
reformasi di bidang ini tidak lain adalah reformasi melakukan perubahan
kinerja bertanggung jawab (Mardiasmo, 2002).

Desentralisasi Fiskal. Secara harfiah kata desentralisasi adalah lawan dari kata
sentralisasi yang dapat diartikan sebagai suatu pemusatan berkaitan dengan suatu
kewenangan (authority) pemerintahan. Desentralisasi mengenai kewenangan
pemerintahan menyangkut berbagai aspek, misalnya bidang politik, urusan
pemerintahan, sosial dan pembangunan ekonomi dan aspek fiskal. Desentralisasi
merupakan peralihan kewenangan dari lingkungan pemerintah pusat (central
government) ke lingkungan pemerintah daerah (local government) untuk mengatur
dan mengurusi daerahnya berdasarkan kondisi riil yang mengitarinya (Kaloh, 2002).
Dalam melaksanakan desentralisasi fiskal, prinsip money should follow function
merupakan salah satu prinsip yang harus diperhatikan dan dilaksanakan (Bahl,2000).
Artinya, setiap penyerahan atau pelimpahan wewenang pemerintahan membawa
konsekuensi pada anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan kewenangan
tersebut.
Desentralisasi fiskal merupakan salah satu mekanisme transfer dana dari APBN
dalam kaitan dengan kebijakan keuangan negara yaitu untuk mewujudkan
ketahanan fiskal yang berkelanjutan (fiscal sustainability) dan memberikan stimulus
terhadap aktifitas perekonomian masyarakat. Dengan adanya kebijakan
desentralisasi fiskal diharapkan akan menciptakan pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah yang sepadan dengan besarnya kewenangan urusan
pemerintahan yang diserahkan kepada daerah otonom.

B. Alasan Dikeluarkannya Kebijakan


Utang pemerintah daerah. Dalam harmoni UU No. 33 Tahun 2004, Pasal 10, sumber
pendanaan antara lain titik tolaknya adalah pembangunan daerah Diterima dari
dana pemerataan bidang pemerintahan pusat. Keuangan Saldo tersebut berupa
dana bagi hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan dana distribusi Khusus (DAK). Selain
sumber penghasilan wilayah, opsi pembiayaan lainnya di daerah dalam bentuk
pinjaman atau kredit dan surat berharga (obligasi). Sesuai UU No 33 per tahun 2004,
Pemerintah Daerah (Pemda), pinjaman langsung dapat diberikan kepada lembaga
keuangan domestik dan lembaga pinjaman asing. Utang Pemda adalah semua
transaksi yang menyebabkan pemerintah kota menerima dari pihak lain sejumlah
uang atau manfaat dengan nilai moneter sehingga pemerintah daerah yang
bersangkutan akan terbebani kewajiban untuk mengembalikan sejumlah uang
dalam jangka waktu tertentu kepada para pihak pemberi pinjaman Desentralisasi
perpajakan. Secara harfiah kata Desentralisasi adalah kebalikan dari sentralisasi
Yang dapat diartikan sebagai konsentrasi
Terkait dengan institusi pemerintah tentang desentralisasi berbagai kekuasaan
pemerintah. Aspek-aspek seperti politik, isu-isu pemerintahan, pembangunan sosial
dan ekonomi dan pertimbangan pajak. Desentralisasi adalah transisi kekuasaan
pemerintah pusat (pemerintah pusat) lingkungan administrasi daerah (pemerintah
daerah) untuk mengatur dan mengelola wilayahnya berdasarkan kondisi nyata apa
yang mengelilinginya (Kaloh, 2002). Di dalam melaksanakan asas desentralisasi fiskal
Uang harus mengikuti tindakan salah satu prinsip yang harus diperhatikan dan
diimplementasikan (Bahl, 2000). Itu berarti, setiap pengiriman atau transfer lembaga
pemerintah membawa berdampak pada anggaran yang dibutuhkan gunakan
kekuatan ini. Desentralisasi perpajakan adalah salah satunya mekanisme transfer
dana dari APBN dalam kaitannya dengan kebijakan fiskal negara yaitu mencapai
fleksibilitas pajak berkelanjutan (sustainability of public finance) dan memberikan
insentif untuk bertindak ekonomi masyarakat. Apa adanya Anggaran diharapkan
menjadi kebijakan desentralisasi menciptakan pemerataan kesempatan ekonomi
antara daerah yang sebanding kewenangan urusan negara dipindahkan ke daerah
otonom.

C. Pelaksanaan Kebijakan
Kriteria dan Prosedur Hutang Bagi Pemda. Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU
Nomor 33 Tahun 2004, pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mencari
pinjaman baik domestik maupun luar negeri, dari institusi keuangan publik termasuk
institusi keuangan multilateral dan agen pemberi bantuan, serta dari pemerintah
pusat seperti institusi keuangan swasta. Pada prinsipnya, pemanfaatan dana yang
berasal dari hutang harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Dimanfaatkan untuk membiayai investasi pada usaha yang produktif, memberikan
nilai tambah terhadap output yang dihasilkan, dan membuka lapangan pekerjaan
bagi penduduk lokal.
b. Diinvestasikan pada sektor yang bersifat income generating loan, artinya investasi
untuk membangun proyek yang menaikkan pendapatan daerah, misalnya sektor
pariwisata daerah.
c. Untuk membiayai proyek-proyek yang bersifat cost recovery, yaitu sangat
menitikberatkan pada tujuan sosial ekonomisnya. Dalam hal ini, sebaiknya
dikategorikan dalam public investment project agar pembangunannya menggunakan
dana hibah (grant).
d. Secara tradisional pertumbuhan ekonomi harus didukung ketersediaan jumlah
dana investasi yang memadai, dimana sumberdana infestasi tersebut berasal dari
public saving. dalam hal tehadap gap antara kebutuhan dana investasi dan tabungan
masyarakat, maka perlu dicarikan sumber pembiayaan hutang sehingga dapat
menutup kekurangan biaya investasi.
e. Penggunaan harus dirancang berdasarkan peraturan daerah secara hati-hati dan
bertanggung jawab agar pembayaran utang tidak menjadi beban generasi yang akan
datang

Prosedur utang publik. Jadi untuk memastikan efektivitas dan efisiensi utang
mengembangkan mekanisme desain pinjaman daerah sesuai visi dan tujuan tujuan
jangka panjang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Omong-omong itu
dalam proses desain Kawasan tersebut harus memenuhi beberapa persyaratan
untuk persetujuan pemerintah menerima pinjaman luar negeri. Langkah pertama
yang harus diambil dari pemerintah daerah pemerintahan yang bagus Ke komunitas
ini prinsip harus diterapkan transparansi, akuntabilitas dan partisipasi pemaksaan
roda pemerintahan. Tiga prinsip pemerintah harus menerapkannya di semua
departemen administrasi termasuk perencanaan wilayah, alokasi pendanaan serta
penggunaan dana daerah transparansi dalam pelaksanaan setiap program
pemerintah lokal. Nilai-nilai transparansi ini formulir harus disepakati peraturan
daerah yang diterima oleh semua pemangku kepentingan di daerah membutuhkan
mekanisme prosedur pemerintah, DPRD dan pemangku kepentingan dalam
masyarakat. interaksi ini kesepakatan diharapkan kesamaan visi, misi, tujuan daerah,
langkah-langkah yang disepakati bentuk dan prioritas peraturan daerah ditujukan
untuk pembangunan berhasil dalam masyarakat. Setelah penandatanganan kontrak
kota harus melakukan perbaikan baik dalam kebijakan dan sistem administrasi dan
pelayanan publik sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik menciptakan kondisi
lokal yang menguntungkan untuk pengelolaan ekonomi dan investasi daerah hadirin
Sumber uang kemudian daerah yang diperoleh melalui pinjaman luar negeri negara
dapat berjalan secara efektif dan efisien. Melalui mekanisme interaktif Pemda, DPRD
dan pemangku kepentingan, maka pemerintah kota akan melakukannya
menawarkan pinjaman luar negeri untuk pemerintah pusat yang berisi jenis
pinjaman, maksud dan tujuan pinjaman, pembelajaran kelayakan program yang
didanai, serta transparansi pengelolaan keuangan analisis kemampuan keuangan
daerah dalam pengembalian pinjaman. Berdasarkan peraturan pemerintah nomor
107 2002 pemerintah pusat bertanggung jawab untuk mengamankan area interior
membawa pinjaman luar negeri, jika daerah tidak mampu membayar utang Jadi
pemerintah pusat pihak berwenang akan memeriksa jika ada berhasil menyelesaikan
perbaikan. Jika perbaikan masih berlangsung dianggap sebagai daerah yang kurang
dapat dikelola pembiayaan daerah dan investasi sektor publik pemerintah pusat
berhak untuk menawar rekomendasi untuk diterapkan sebagai persyaratan dari satu
pemerintah daerah untuk mendapatkan uang tambahan pinjaman luar negeri.
Pinjaman daerah terdiri dari pinjaman jangka panjang pinjaman jangka pendek dan
jangka panjang. meminjamkan peraturan saat ini menggunakan ephemerality kas
dalam pengelolaan kas daerah. Meskipun pinjaman jangka panjang digunakan
membiayai pembangunan infrastruktur dapat menghasilkan pendapatan daerah dan
mendapatkan keuntungan dari pelayanan publik.

D. Dampak Kebijakan
Jumlah penggunaan pinjaman wilayah. Kemampuan untuk menggunakan pinjaman
daerah adalah rasio pinjaman daerah riil dengan pinjaman jangka pendek
(C=D/Px100)
Dimana
C = kemungkinan untuk menggunakan pinjaman,
D = pinjaman lokal aktual dan
P = pinjaman
Pendeknya Analisis kinerja Pinjaman digunakan untuk perbandingan pinjaman
daerah riil dan pinjaman berjangka pendek Semakin tinggi persentase kekuatannya
penggunaan pinjaman berarti potensi pinjaman maksimal digunakan. Berdasarkan
kinerja APBD atau kota, tidak semua daerah otonom di Jawa Di tengah pinjaman
aktual (pinjaman tahun ini). Hal ini sebagian karena daerah yang lebih otonom
tergantung pada keseimbangan keuangan pusat yang jumlahnya juga cukup banyak
Hasil yang digunakan untuk pengaturan arus kas dalam pengelolaan kas daerah.
Oleh karena itu, ada kecenderungan regional otonom tidak mengambil pinjaman.
Daya berdasarkan data yang tersedia penggunaan pinjaman daerah otonom di
provinsi Jawa Tengah pada tahun 2001 Sebelum tahun 2006, meski ada
kemungkinan, itu sangat rendah pinjaman jangka pendek yang relatif besar. Rasio
pelunasan utang (DSCR). Analisis DSCR digunakan mengukur kemampuan
pemerintah daerah melunasi pinjaman. Menyukai pedoman sehingga pemerintah
daerah dapat pinjaman, maka DSCR harus di atas 2,5 persen atau batas minimum
2,5 persen (Peraturan Nomor 54 a 2005).
Rumus perhitungannya kira-kira
Mengikuti:
(PAD BD DAU) – BW
DSCR = 2.5 (P B BL)
Di mana:
DSCR: Rasio Cakupan Layanan Utang
PAD: pendapatan asli daerah
BD: Divisi Regional PBB,
BPHTB dan penerimaan sumber daya alam
DAU: Dana Penyaluran Umum
BW: Membeli itu perlu, yaitu membeli rutin dan pengembangan
T: Pokok pinjaman
B: Bunga pinjaman
BL : Biaya lain yang lebih rendah yang harus dibayar (biaya administrasi, biaya bank
dan Sehat).
Dari hasil perhitungan yang dilakukan Daerah Otonom Provinsi Jawa Tengah 2001-
2006 di hampir semua wilayah dimiliki pemberi pinjaman DSCR yang memenuhi
persyaratan yang ditentukan PP No. 54 Tahun 2005. Kerajaan atau kota dengan nilai
DSCR memenuhi persyaratan lebih dari 2,5. Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun
2005 menunjukkan bahwa daerah otonom hak untuk mengambil pinjaman jangka
panjang.

III. EVALUASI
A. Kelebihan dan Kelemahan Kebijakan
Kelebihan desentralisasi fiskal adalah:
Efisiensi ekonomis.
Anggaran daerah untuk pelayanan publik bisa lebih mudah disesuaikan dengan
preferensi masyarakat setempat dengan tingkat akuntabilitas dan kemauan bayar
yang tinggi. Peluang meningkatkan penerimaan pajak dari pajak daerah. Pemerintah
daerah bisa menarik pajak dengan basis konsumsi dan aset yang tidak bisa ditarik
oleh pemerintah Pusat.

Sedangkan kelemahannya adalah:


Lemahnya kontrol pemerintah pusat terhadap ekonomi makro. Sulitnya menerapkan
kebijakan stabilitas ekonomi. Sulitnya menerapkan kebijakan pembangunan
ekonomi dengan pemerataan. Besarnya biaya yang harus ditanggung pemerintah
daerah daripada keuntungan yang didapat.

B. Rekomendasi Perbaikan Kebijakan


Berupaya meningkatkan kapasitas fiskal daerah melalui penguatan pajak daerah dan
retribusi daerah. Peningkatan kemampuan keuangan daerah dilakukan melalui
penajaman peran pemda dalam menambah sumber-sumber pendapatan asli
daerah. Perubahan kebijakan dimaksud dilakukan dengan simplifikasi dan
restrukturisasi jenis dan tarif pajak dan retribusi daerah. Optimalisasi penerimaan
daerah sangat penting untuk menambah kemampuan keuangan daerah dalam
membiayai program-program penyediaan layanan dasar publik sesuai dengan
kebutuhan masyarakat lokal.
Melakukan redesign pengelolaan transfer ke daerah untuk mengurangi ketimpangan
antar daerah. Di samping itu, pemerintah melakukan reformulasi dana perimbangan
agar penyaluran TKD dilakukan berbasis kinerja dan outcome kepada masyarakat.
Sebagai contoh, penyaluran DAU akan dilakukan sesuai kinerja daerah dalam
pencapaian layanan public sehingga pemerintah daerah yang berkinerja baik dalam
penyediaan layanan publik akan mendapat insentif fiskal sebagai upaya untuk
mendorong pemerintah daerah untuk berkompetisi dalam peningkatan kualitas
layanan publik di daerah.
Peningkatan kualitas belanja daerah dilakukan melalui simplifikasi dan sinkronisasi
program daerah.

IV. KESIMPULAN
A. Implikasi Kebijakan Terhadap Administrasi Publik
Beberapa studi menyoroti pengalaman negara-negara tertentu dalam
mengimplementasikan desentralisasi fiskal mempunyai dampak positif terhadap
pertumbuhan ekonomi (lihat Bird dan Vaillancourt, 2000). Namun, harus diakui juga
bahwa dasar teoritis yang menjelaskan kedua hubungan tersebut saat ini sedang
dikembangkan dan banyak menjadi perdebatan di antara para ahli dalam berbagai
literatur teoritik dan empirik. Penelitian Oates (1993), Martinez dan McNab (2001)
menghasilkan, desentralisasi fiskal dapat mendorong efisiensi ekonomi dan secara
dinamis akan mendorong pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Mereka berargumen
bahwa pengeluaran untuk infrastruktur dan sektor sosial akan efektif dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi suatu daerah, karena daerah mengetahui
karateristik daerahnya masing-masing. Jadi menurut pandangan ini pemerintah
daerah dipercaya dapat mengalokasikan dana kepada sektor ekonomi secara efisien
daripada dilakukan pemerintah pusat. Efisien daripada dilakukan pemerintah pusat.
Tetapi, tidak akan terjadi jika desentralisasi fiskal tidak berjalan secara efektif
(Martinez dan McNab, 2001).

B. Kontribusi Laporan terhadap matakuliah Pengantar Ilmu Administrasi


Laporan ini sangat membantu untuk lebih memahami matakuliah Pengantar Ilmu
Administrasi dikarenakan laporan ini memuat kebijakan kebijakan yang dapat
diadministrasikan

Anda mungkin juga menyukai