Anda di halaman 1dari 11

Nama : Aisha Devita Zalianti

Nim : 049738443

Prodi : Manajemen

Matpel : Pendidikan Kewarganegaraan

SOAL 1

Semangat reformasi menghasilkan sebuah sistem penyelenggaraan pemerintahan baru yang


disebut otonomi daerah dan merupakan strategi pembangunan serta pemberdayaan daerah sesuai
dengan perkembangan dan kondisi masyarakat Indonesia saat ini yang sedang berjalan dalam
rangka mengembangkan demokrasi di berbagai segi. Strategi ini diterapkan sebagai counter
terhadap terjadinya krisis ekonomi dan kepercayaan yang kemudian berimbas pada pergantian
kekuasaan politik di Indonesia. Otonomi daerah sesungguhnya sudah sejak lama diterapkan yang
semuanya itu berkaitan dengan undang-undang tentang pemerintahan daerah yakni sejak
Undang-undang No.1 Tahun 1945, diawal kita merdeka hingga era reformasi. sebelum reformasi
penyelenggaraan otonomi daerah itu dilakukan dengan setengah hati. Pemerintah Pusat masih
demikian dominan, baru setelah diberlakukannya undang-undang tentang Pemerintahan daerah
pada awal masa reformasi, yakni UU No.22 Tahun 1999 yang disertai UU No.25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah terjadilah perubahan mendasar terkait
penyelenggaraan otonomi daerah. Demi keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah maka
beberapa faktor perlu diperhatikan, yakni :
a) Manusia pelaksana; kepala daerahnya yang visioner, berjiwa enterpreneur, out of the
box, solidarity maker, memahami nilai lokalitas dan sebagai manajer handal. Jajaran aparatur
yang profesional dan jumlahnya sesuai dengan beban kerja. Ketua dan jajaran DPRD terdiri dari
politisi negarawan serta ditopang partisipasi aktif masyarakat daerah.
b) Faktor keuangan Pemerintah daerah dituntut untuk menggali sumber-sumber dana secara
kreatif, dan terbarukan tidak hanya mengandalkan eksploitasi sumberdaya alam.
c) Peralatan yang tersedia di instansi pemerintah haruslah canggih sesuai era digital,
berbasis online dan lengkap dalam memberikan pelayanan secara optimal, efektif dan efisien
demi mewujudkan electronic government (e-gov).
d) Faktor organisasi dan manajemen, untuk mewujudkan suatu organisasi yang baik dan sehat
perlu diterapkan asas-asas yaitu perumusan tujuan dengan jelas, pembagian pekerjaan,
pelimpahan wewenang, koordinasi, rentangan kontrol dan kesatuan komando. Sprit “miskin
struktur kaya fungsi di era digitalisasi” haruslah dikedepankan dalam menjalankan roda
organisasi oleh para penyelenggara pemerintahan daerah.
Otonomi daerah adalah kewenangan suatu daerah untuk mengatur dan mengurus pemerintahan
dan kepentingan masyarakatnya secara mandiri menurut peraturan dan caranya sendiri dengan
tidak melanggar pada peraturan perundangundangan pusat yang sudah berlaku. Dalam undang-
undang Nomor 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi daerah adalah hak, wewenang
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sesuai dengan
penjelasan undang-undang No. 32 tahun 2004, bahwa pemberian kewenangan otonomi daerah
kabupaten dan kota didasarkan kepada desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan
bertanggung jawab, yaitu :

 Kewenangan Otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan


pemerintahan yang mencakup semua bidang pemerintahan kecuali bidang politik luar
negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal agama serta kewenangan
dibidang lainnya ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Disamping itu
keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam
penyelenggaraan mulai dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan
evaluasi.
 Otonomi Nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan
pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh hidup
dan berkembang di daerah.
 Otonomi yang Bertanggung Jawab adalah berupa perwujudan pertanggungjawaban
sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam mencapai
tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan dan kesejahteraan masyarakat yang
semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta
pemeliharaan hubungan yang sehat antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam
rangka menjaga Keutuhan Negara Kesatuan republic indonesia.
Berdasarkan undang-undang No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 7, 8, 9 tentang Pemerintah daerah,
ada 3 dasar sistem hubungan antara pusat dan daerah yaitu :

1. Desentralisasi yaitu penyerahan wewenang Pemerintah kepada daerah otonom untuk


mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam sistem Negara Kesatuan republik
indonesia.
2. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada
gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
3. Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah atau desa dari
pemerintah provinsi kepada kabupaten, kota, atau desa serta dari pemerintah kabupaten
atau kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

Tujuan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik (public service) dan
memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan
otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu :
a. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik kepada masyarakat.
b. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah.
c. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam
proses pembangunan.

SOAL 2

Setelah diberlakukan UU No. 22 Tahun 1999, aksi dari berbagai pihak sangat beragam, sebagai
akibat dari perbedaan interpretasi istilah otonomi. Terdapat kelompok yang menafsirkan otonomi
sebagai kemerdekaan atau kebebasan dalam segala urusan yang sekaligus menjadi hak daerah.
Mereka yang mempunyai persepsi ini biasanya mencurigai intervensi pemerintah pusat, otonomi
daerah dianggap sebagai kemerdekaan daerah dari belenggu Pemerintah Pusat. Ada kelompok
lain yang menginterpretasikan sebagai pemberian “otoritas kewenangan” dalam mengambil
keputusan sesuai dengan kepentingan dan aspirasi masyarakat lokal. Di sini otonomi diartikan
atau dipersepsikan pembagian otoritas semata (lihat UU No. 22/1999); memaknai otonomi
sebagai kewenangan, daerah Otonomi (Kabupaten/Kota) untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat lokal, menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Wujudnya adalah pembagian kewenangan kepada daerah dalam seluruh bidang pemerintahan,
kecuali dalam bidang pertahanan dan keamanan peradilan, moneter dan fiskal, agama dan politik
luar negeri serta kewenangan bidang lain, yakni perencanaan nasional pengendalian
pembangunan nasional; perubahan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga;
perekonomian negara, pembinaan, dan pemberdayaan sumber daya manusia; pendayagunaan
sumber daya alam dan teknologi tinggi strategis, serta konservasi dan standarisasi nasional. Ada
juga kelompok yang menafsirkan otonomi daerah sebagai suatu
mekanisme empowerment (pemberdayaan). Menurut kelompok ini menafsirkan otonomi harus
lebih mengakomodasikan berbagai kepentingan lokal dan lembaga lokal dan untuk itu diperlukan
otoritas. Jadi, diambil kesepakatan khusus dalam pembagian tugas/urusan yang ditangani oleh
Pemerintah Pusat dan ditangani oleh Daerah (lokal). Variasi interpretasi konsep otonomi tersebut
karena adanya perbedaan referensi teoretis. Secara teoretis istilah autonomy memiliki banyak arti
yang kemudian menimbulkan berbagai interpretasi.
Mary Parker Follet pada tahun 1920-an mengidentifikasi otonomi dengan Independence dari
suatu institusi (lihat Limerick Cunnington 1993, P. Selzerick 1957, Terry 1995). Otonomi yang
dimaksudkan adalah kekuasaan yang relatif cukup untuk memungkinkan birokrasi publik bekerja
sesuai dengan identitasnya atau kebebasan yang masih terbatas dan tidak diinterpretasikan
“bebas dan merdeka”. Selanick 1992, melihat otonomi sebagai salah satu strategi untuk menjaga
integritas suatu lembaga di mana nilai-nilai dan potensi dari lembaga tersebut dilindungi. Karena
itu otonomi daerah secara tidak langsung menyandang pengakuan terhadap eksistensi dan
kekuasaan elit-elit lokal. Otonomi diinterpretasikan juga oleh Holdaway, Newberry, Hickson dan
Heron, sebagai jumlah otoritas pengambilan keputusan yang dimiliki oleh suatu organisasi (Price
and Mueller, 1980: 40). Semakin banyak tingkat otoritas yang dimiliki dalam pengambilan
keputusan maka semakin tinggi tingkat otonominya. Otonomi juga diinterpretasikan sebagai The
Degree To Which and Organization Has Power With Respects to Its Environment (Price and
Mueller, 1986: 40). Dalam hal ini, dibedakan antara organisasi pemerintah dan business. Power
di sini diinterpretasikan sebagai “pengaruh” atau “kontrol”. Dalam konteks ini otonomi daerah
diinterpretasikan sebagai sampai berapa jauh suatu pemerintah daerah mengontrol kepada
kegiatan pemenuhan kepentingan masyarakat lokal terlepas dari pengaruh lingkungannya.
Makna lain juga diungkapkan oleh Dworkin 1998 (Terry, 1995: 49) sebagai keadaan di mana
masyarakat membuat dan mengatur perundangannya sendiri. Tentu saja makna ini didasarkan
pada kata “auto” yang berarti diri sendiri dan “nomos” yang berarti aturan perundangan. Dengan
makna ini otonomi daerah dapat diinterpretasikan sebagai kewenangan mengatur diri sendiri atau
kemandirian. Apabila dikaji lebih jauh, UU No. 22 Tahun 1999 tersebut bersifat inkonstitusional
atau bertentangan dengan UUD 1945 yang menjadi landasan kehidupan kita bernegara, di mana
dinyatakan bentuk negara adalah “negara kesatuan” namun di dalam UU No. 22 Tahun 1999
(baca UU Otonomi Daerah), tersebut muncul semangat federalisme yang dicerminkan dari pola
dibatasi kekuasaan/kewenangan pusat, sementara semangat kesatuan dicirikan dari pola dibatasi
kekuasaan/kewenangan daerah. Dalam konteks pola dibatasi ini ditemukan kewenangan yang
mungkin bisa diterjemahkan sesuka hati oleh penguasa. Apabila dirinci kewenangan tersebut, di
pusat terdapat 203 kewenangan, sementara di daerah (provinsi, kabupaten/kota) terdapat 991
kewenangan. Jadi, roh dari Undang-undang otonomi daerah ini membawa nilai ”desentralisasi”
baik dalam isi maupun judul Pemerintahan Daerah. Hal ini sangat berbeda dengan UU No. 5
Tahun 1975 tentang Pemerintahan di Daerah. Kota di dalam UU No. 5 Tahun 1975 tersebut
mencerminkan kekuasaan ”desentralisasi” namun isinya adalah ”sentralisasi”.
Faktor penghambat otonomi daerah merupakan Faktor-faktor yang dapat menghambat jalannya
otonomi daerah di Indonesia adalah:
 Komitmen politik : penyelenggaraan otonomi daerah yang dilakukan oleh pemerintah
pusat selama ini cenderung tidak dianggap sebagai amanat konstitusi.
 Masih terpaku pada sentralisai daerah yang masih memiliki ketergantungan tinggi
terhadap pusat, sehingga mematikan kreativitas masyarakat dan perangkat pemerintahan
di daerah.
 Kesenjangan antar daerah: Kesenjangan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia,
serta intra struktur ekonomi.
 Ketimpangan sumber daya alam: Daerah yang tidak memiliki kekayaan sumber daya
alam tetapi populasi penduduknya tinggi akan terengah-engah dalam melaksanakan
otonomi.
 Benturan Kepentingan: Adanya perbedaan kepentingan yang sangat melekat pada
berbagai pihak yang menghambat proses otonomi daerah, seperti benturan keinginan
pimpinan daerah dengan kepentingan partai politik.
 Keinginan politik atau political will: Keinginan politik yang tidak seragam dari
pemerintah daerah untuk menata kembali hubungan kekuasaan pusat dan daerah.
 Perubahan perilaku elit lokal: elit lokal mengalami perubahan perilaku dalam
penyelenggaraan pemerintah daerah karena pengaruh kekuasaan yang dimilikinya.
SOAL 3
Pilihan kebijakan yang tidak populer melalui intensifikasi pajak dan perilaku koruptif pejabat
daerah sebenarnya sudah ada sejak lama dan akan terus berlangsung. Karena momentum
otonomi daerah memang memungkinkan untuk itu yaitu untuk menyiasati beratnya beban
anggaran, pemerintah daerah semestinya bisa menempuh jalan alternatif, selain intensifikasi
pungutan yang cenderung membebani rakyat dan menjadi disinsentif bagi perekonomian daerah,
yakni efisiensi anggaran dan revitalisasi perusahaan daerah. Pemerintah tidak mempunyai
keinginan kuat (strong will) untuk melakukan efisiensi anggaran karena upaya ini tidak
gampang. Di samping itu, ada keengganan (inertia) untuk berubah dari perilaku boros menjadi
hemat, upaya revitalisasi perusahaan daerah pun kurang mendapatkan porsi yang memadai
karena kurangnya sifat kewirausahaan pemerintah.
Beberapa solusi dalam menyelesaikan masalah yang terjadi pada otonomi daerah sebagai
berikut:
 Memperbaiki Kualitas Pemimpim

Solusi yang dapat diberikan antara lain tentang kualifikasi pimpinan atau kepala daerahnya.
Tidak bisa dipungkiri, peran kepala daerah dalam menentukan arah pembangunan daerah
sangatlah besar. Selain itu, diperlukan kepala daerah yang memang mampu dibidangnya,
tanggap, kritis, mempunyai kreatifitas dan inovasi yang tinggi serta kemauan yang kuat untuk
merubah daerahnya lebih baik, karena itu diperlukan pembinaan kader-kader politik dengan cara
membekali pendidikan dan pengetahuan yang luas tentang kearifan lokal serta pentingnya daya
saing daerah. Selama ini sebagian besar kepala daerah berasal dari parpol, dengan demikian
pembinaan kader politik bisa dilakukan oleh partai yang bersangkutan dan juga memberikan
mereka tanggung jawab untuk melahirkan kader-kader politik yang berkualitas.

 Memperbanyak peranan masyarakat

Selain dari segi kepemimpinan yang harus diperbaiki, peningkatan keterlibatan masyarakat di
berbagai kalangan, bukan hanya pada golongan masyarakat elit saja. Peningkatan keterlibatan
bisa dilakukan melalui pemberian akses seluas-luasnya pada seluruh masyarakat tanpa
menimbulkan diskriminiasi bagi beberapa pihak serta dengan memberikan tata cara partisipasi
mereka secara jelas dan juga tersosialisasi.

Pemberian hak seluas-luasnya pada masyarakat untuk mendapatkan informasi tentang


penyelenggaraan pemerintah daerah juga sebagai kewajiban pemerintah. Menyediakan tempat
dan juga SOP mekanisme pengaduan masyarakat, bukan hanya dengan melalui kotak pengaduan,
via email, call center ataupun surat pos, namun menyediakan wadah/lembaga yang secara khusus
melayani pengaduan masyarakat disertai usaha merealisasikannya.

 Memperketat rekrutmen pegawai pemerintah

Selama ini rekrutmen PNS di daerah, hanya melalui seleksi secara umum saja, belum ada sistem
perekrutan sesuai dengan spesialisasi kerja (disesuaikan formasi dan latar belakang pendidikan),
sehingga ketika mereka ditempatkan di pemerintahan, kinerja yang dimiliki hanya sebatas tugas
yang dibebankan sebagai pegawai tanpa adanya kontribusi dan inovasi yang lebih dalam
menentukan atau pelaksanaan program-program pemerintah. Selain itu, banyak terjadi kasus
KKN di daerah ketika perekrutan PNS tidak sedikit dari mereka membayar uang ratusan juta
pada calo supaya bisa diterima sebagai PNS oleh karena itu dampak buruknya dirasakan oleh
masyarakat yang tidak mendapatkan pelayanan dengan baik.

 Visi otonomi daerah

Di bidang politik, visi otonomi daerah harus dipahami sebagai sebuah proses bagi lahirnya
kader-kader politik untuk menjadi kepala pemerintahan yang dipilih secara demokratis serta
memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintah yang responsif terhadap
kepentingan masyarakat luas. Selain di bidang ekonomi, visi otonomi daerah mengandung
makna bahwa otonomi daerah di satu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan
ekonomi nasional di daerah. Di pihak lain mendorong terbukanya peluang bagi pemerintah
daerah mengembangkan kebijakan lokal kedaerahan untuk mengoptimalkan pendayagunaan
potensi ekonomi di daerahnya. Sedangkan visi otonomi daerah di bidang social dan budaya
mengandung pengertian bahwa otonomi daerah harus diarahkan pada pengelolaan, penciptaan
dan pemeliharaan integrasi dan harmoni social. Pada saat yang sama, visi otonomi daerah
dibidang sosial dan budaya adalah memelihara dan mengembangkan nilai, tradisi, karya seni,
karya cipta, bahasa, dan karya sastra lokal yang dipandang kondusif dalam mendorong
masyarakat untuk merespon positif dinamika kehidupan di sekitarnya dan kehidupan global.

SOAL 4
Istilah good and clean government adalah istilah yang ramai menjadi perbincangan banyak
kalangan seiring dengan bergulirnya reformasi. Hal ini cukup masuk akal mengingat salah satu
spirit reformasi adalah untuk merombak tata kelola pemerintahan yang konon penuh dengan
praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Reformasi sebagai satu semangat yang digelorakan pada
waktu itu benar-benar menjadi gerakan yang ingin membangun Indonesia baru.
Istilah good and clean government menurut bahasa Indonesia bisa dikenal dengan istilah tata
kelola pemerintahan yang baik dan bersih, sebelum bergulirnya reformasi istilah ini tidak banyak
didengar oleh masyarakat. Good and clean government adalah istilah yang relatif baru di dalam
manajemen pemerintahan Indonesia yang menjadi perbincangan banyak kalangan salah satunya
yaitu sebagai implikasi dari berbagai macam treatment yang dilakukan oleh para lembaga
memberi bantuan kepada pemerintah Indonesia bahwa Indonesia sebagai negara penerima
bantuan harus berupaya untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, sebagai
konsekuensi dari bantuan yang telah diterimanya (Lembaga administrasi negara, 2007:21).
Pemerintahan yang baik dan bersih adalah sikap dimana kekuasaan dilakukan oleh masyarakat
yang diatur oleh berbagai level pemerintah negara yang berkaitan dengan 4 sumber-sumber
sosial, budaya, politik serta ekonomi. Wujud pemerintahan yang baik dan bersih adalah efektif,
efisien, jujur, transparan dan bertanggung jawab. Penyelenggaraan pemerintahan dalam good
governance berkaitan dengan isu transparansi, akuntabilitas publik, dan sebagainya. Secara
konseptual dapat dipahami bahwa good governance menunjukkan suatu proses yang
memposisikan rakyat dapat mengatur ekonominya. Institusi serta sumber sosial dan politiknya
tidak hanya sekedar dipergunakan untuk pembangunan, tetapi juga untuk menciptakan integrasi
bagi kesejahteraan rakyat. Good governance juga dipahami sebagai suatu penyelenggaraan
manajemen pemerintahan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip
demokrasi dan pasar, pemerintahan yang efisien, serta pemerintahan yang bebas dan bersih dari
kegiatan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Menurut United Nation Development Programme (UNDP), ada beberapa karakteristik dari good
governance sebagai berikut :
1. Partisipasi
Partisipasi: setiap warga negara memiliki suara dalam pembuatan keputusan, baik secara
langsung maupun melalui intermediasi institusi yang mewakili kepentingannya. Bentuk
partisipasi menyeluruh ini dibangun berdasarkan prinsip demokrasi yakni kebebasan berkumpul
dan mengungkapkan pendapat secara konstruktif. Untuk mendorong partisipasi masyarakat
dalam seluruh aspek pembangunan, termasuk dalam sektor-sektor kehidupan sosial lainnya
selain kegiatan politik, maka regulasi birokrasi harus diminimalisir.
2. Berbasis hukum
Berbasis hokum: kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama
hukum untuk hak asasi manusia.
3. Terbuka
Terbuka: transparansi yang dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Hal ini mutlak
dilakukan dalam rangka menghilangkan budaya korupsi di kalangan pelaksana pemerintahan,
baik pusat maupun di bawahnya. Dalam pengelolaan negara terdapat delapan unsur yang harus
dilakukan secara transparan, yaitu;
a). Penetapan posisi, jabatan, dan kedudukan,
b). Kekayaan pejabat publik,
c). Pemberian penghargaan,
d). Penetapan kebijakan yang terkait pencerahan kehidupan, kesehatan,
e). Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan publik,
f). Keamanan dan ketertiban,
g). Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat.
4. Responsif
Responsif: setiap lembaga dan proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan harus
mencoba melayani setiap stakeholders. Sesuai dengan asas responsif, setiap unsur pemerintah
harus memiliki dua etika, yakni etika individual dan sosial kualifikasi etika individual menuntut
pelaksanaan birokrasi pemerintah agar memiliki kriteria kapabilitas dan loyalitas profesional.
Adapun etika sosial menuntut mereka agar memiliki sensitivitas terhadap berbagai kebutuhan
publik.
5. Orientasi consensus
Orientasi consensus: good governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk
memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas. Sekalipun para pejabat pada
tingkatan tertentu dapat mengambil kebijakan secara personal sesuai batas kewenangannya,
tetapi menyangkut kebijakan-kebijakan penting dan bersifat publik harus diputuskan secara
bersama dengan seluruh unsur terkait. Kebijakan individual hanya dapat dilakukan sebatas
menyangkut teknis pelaksanaan kebijakan, sesuai batas kewenangannya. Semakin banyak yang
terlibat dalam proses pengambilan keputusan secara partisipatif, maka akan semakin banyak
aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang terwakili. Selain itu, semakin banyak yang melakukan
pengawasan serta kontrol terhadap kebijakan-kebijakan umum, maka akan semakin tinggi
tingkat kehati-hatian.
6. Kesetaraan
Kesetaraan: semua warga negara mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga
kesejahteraan mereka. Asas kesetaraan adalah kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan publik.
Asas kesetaraan ini mengharuskan agar setiap pelaksanaan pemerintahan dapat bersikap dan
berperilaku adil, khususnya dalam pelayanan publik tanpa mengenal perbedaan keyakinan, suku,
jenis kelamin, dan kelas sosial.
7. Efektif dan efisien
Efektif dan efisien: proses dan lembaga-lembaga menghasilkan produknya sesuai yang telah
digariskan, dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin. Adapun asas
efisiensi umumnya diukur dengan rasionalitas biaya pembangunan untuk memenuhi kebutuhan
semua masyarakat. Semakin kecil biaya yang terpakai untuk kepentingan yang terbesar, maka
pemerintahan tersebut termasuk dalam kategori pemerintahan yang efisien.
8. Akuntabel
Akuntabel: para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat (civil
society), bertanggung jawab kepada publik dan lembaga-lembaga stakeholders. Itu sebabnya
menjadi penting diberlakukan Standard Operating Procedure (SOP) dalam penyelenggaraan
urusan pemerintahan atau dalam penyelenggaraan kewenangan/pelaksanaan kebijakan. Untuk
menunjang akuntabilitas, pengawasan menjadi kunci utama evaluasi dan kontrol dari
pelaksanaan SOP yang sudah ditetapkan.
Adapun upaya mahasiswa dalam mewujudkan good and clean government yaitu :
 Agent of Change

Sebagai mahasiswa harus peka dan mau bergerak untuk mengajak masyarakat atau bahkan
merubah masyarakat menjadi lebih baik apabila ada kesalahan dan perlu diperbaiki. Artinya,
mahasiswa tidak boleh hanya diam saja di kampus untuk mengikuti kelas kemudian
mengabaikan sekitar. Sebagai mahasiswa yang benar, yaitu harus bisa bertindak sebagai katalis
atau bisa disebut sebagai pemicu terjadinya sebuah perubahan dan mengakselerasi perubahan
tersebut. Perubahan ini tidak hanya akan dirasakan oleh mahasiswa saja tetapi juga bisa
menyebar ke seluruh masyarakat yang berdampak.

 Agent of Control

Pemerintah yang baik adalah pemerintah yang anti kritik. Artinya hal ini juga berlaku untuk
organisasi-organisasi yang ada di mahasiswa sendiri yang harus mengedepankan demokrasi.
Selain itu, sebagai mahasiswa, Kalian harus bisa menjadi kontrol sosial dan juga kontrol
pemerintah apabila ada kebijakan yang tidak sesuai dengan lapangan dan menyengsengsarakan
rakyat. Ingat, agen penggerak tidak hanya mengkritik dan menyuarakan saja dengan demo atau
malah duduk-duduk manis bak penguasa. Akan tetapi, juga harus bisa bercengkrama dan terjun
langsung ke masyarakat dan merasakan kondisi langsung di lapangan yang sedang terjadi.

 Iron Stock

Dan yang terakhir, peran mahasiswa dalam upaya mewujudkan praktek good governance adalah
dengan menjadi iron stock untuk masa depan bangsa dan negara. Mahasiswa sangat diharapkan
bisa menjadi generasi yang berani dan kuat serta memiliki jiwa kepemimpinan yang bermoral
baik. Tujuannya adalah supaya bisa menggantikan kepemimpinan generasi yang sebelumnya
sudah pernah memimpin dan memiliki pandangan yang lebih luas dan bisa menumpas hal-hal
yang tidak adil.

Sumber : BMP MKDU 4111, https://deepublishstore.com/blog/peran-mahasiswa-dalam-upaya-


mewujudkan-praktik-good-governance/,
https://nasional.kompas.com/read/2022/02/16/01450011/faktor-keberhasilan-dan-penghambat-
otonomi-daerah, https://ja.ejournal.unri.ac.id/index.php/JA/article/viewFile/3370/3287,

Anda mungkin juga menyukai