Anda di halaman 1dari 15

HUKUM ADMINISTRASI DAERAH DAN KOTA

ZAENAL ARIFIN, SH.M.Si,

Disusun
Oleh

AUDA R. JANNAH
20211039

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PROF. GAYUS LUMBUUN


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebijakan otonomi daerah lahir ditengah gejolak tuntutan berbagai daerah


terhadap berbagai kewenangan yang selama 20 tahun Pemerintahan Orde Baru
menjalankan mesin sentralistiknya. UU No. 5 tahun 1974 tentang Pemerintahan
Daerah yang kemudian disusul dengan UU No. 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan
Desa menjadi tiang utama tegaknya sentralisasi kekuasaan Orde Baru. Semua mesin
partisipasi dan prakarsa yang sebelumnya tumbuh sebelum Orde Baru berkuasa,
secara perlahan dilumpuhkan dibawah kontrol kekuasaan. Stabilitas politik demi
kelangsungan investasi ekonomi (pertumbuhan) menjadi alasan pertama bagi Orde
Baru untuk mematahkan setiap gerak prakarsa yang tumbuh dari rakyat. Paling tidak
ada dua faktor yang berperan kuat dalam mendorong lahirnya kebijakan otonomi
daerah berupa UU No. 22/1999. Pertama,faktor internal yang didorong oleh berbagai
protes atas kebijakan politik sentralisme di masa lalu. Kedua, adalah faktor eksternal
yang dipengaruhi oleh dorongan internasional terhadap kepentingan investasi
terutama untuk efisiensi dari biaya investasi yang tinggi sebagai akibat korupsi dan
rantai birokrasi yang panjang.

B. Rumusan Masalah.

a. Apa pengertian otonomi daerah.?


b. Bagaimana prinsip dan tujuan otonomi daerah?
c. Bagaimana otonomi daerah di indonesia.?
d. Bagaimana Implikasi Otonomi daerah ?
e. Apa saja permasalahan dari otonomi daerah dan penyelesaianya?

C. Tujuan Pembahasan

a. Apa pengertian otonomi daerah ?


b. Bagaimana prinsip dan tujuan otonomi daerah ?
c. Bagaimana otonomi daerah di Indonesia
d. Bagaimana Implikasi Otonomi daerah di Indonesia
e. Apa saja permasalahan dari otonomi daerah dan penyelesaianya.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Otonomi Daerah

Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan


mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (pasal 1 huruf(h)
UU NOMOR 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah ).
Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (pasal 1 huruf (i)UU
NOMOR 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah).

Dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi


derah adalah hak ,wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan menurut Suparmoko (2002:61)
mengartikan otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat.

Otonomi daerah dengan sistem desentralisasi yaitu penyerahan wewenang


pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam rangka negara
kesatuan. Desentralisasi mengandung segi positif dalam penyelenggaraan
pemerintahan baik dari sudut politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan
keamanan, karena dilihat dari fungsi pemerintahan. Sedangkan otonomi daerah
dengan sistem dekonsentrasi adalah peribangan wewenang dari pemerintahan
kepada daerah otonom sebagai wakil pemerintah dan perangkat pusat di daerah
dalam kerangka negara kesatuan, dan lembaga yang melimpahkan kewenangan
dapat memberikan perintah kepada pejabat yang telah dilimpahi kewenangan itu
mengenai pengambilan atau pembuatan keputusan.
B. Tujuan dan Prinsip Otonomi Daerah

1. Tujuan Otonomi Daerah.

Menurut pengalaman dalam pelaksanaan bidang-bidang tugas tertentu sistem


Sentralistik tidak dapat menjamin kesesuaian tindakan-tindakan Pemerintah Pusat
dengan keadaan di daerah-daerah. Maka untuk mengatasi hal ini, pemerintah kita
menganut sistem Desentralisasi atau Otonomi Daerah. Hal ini disebabkan wilayah kita
terdiri dari berbagai daerah yang masing-masing memiliki sifat-sifat khusus tersendiri
yang dipengaruhi oleh faktor geografis (keadaan alam, iklim, flora-fauna, adat-istiadat,
kehidupan ekonomi dan bahasa), tingkat pendidikan dan lain sebagainya. Dengan
sistem Desentralisasi diberikan kekuasaan kepada daerah untuk melaksanakan
kebijakan pemerintah sesuai dengan keadaan khusus didaerah kekuasaannya
masing-masing, dengan catatan tetap tidak boleh menyimpang dari garis-garis aturan
yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.Jadi pada dasarnya, maksud dan tujuan
diadakannya pemerintahan di daerah adalah untuk mencapai efektivitas
pemerintahan.

Otonomi yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah ini bersifatmandiri dan
bebas. Pemerintah daerah bebas dan mandiri untuk membuat peraturan bagi
wilayahnya. Namun, harus tetap mempertanggung jawabkannya dihadapan Negara
dan pemerintahan pusat.

Selain tujuan diatas, masih terdapat beberapa point sebagai tujuan dari otonomi
daerah. Dibawah ini adalah beberapa tujuan dari otonomi daerah dilihat dari segi
politik, ekonomi, pemerintahan dan sosial budaya, yaitu sebagai berikut. :

a) Dilihat dari segi politik, penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk mencegah


penumpukan kekuasaan dipusat dan membangun masyarakat yang demokratis,
untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatihdiri dalam
menggunakan hak-hak demokrasi.

b) Dilihat dari segi pemerintahan, penyelenggaraan otonomi daerah untuk mencapai


pemerintahan yang efisien

c) Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaran otonomi daerah diperlukan agar
perhatian lebih fokus kepada daerah.
d) Dilihar dari segi ekonomi, otonomi perlu diadakan agar masyarakat dapat turut
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.
Untuk mencapai tujuan otonomi daerah tersebut, sebaiknya dimulai dari diri
sendiri. Para pejabat harus memiliki kesadaran penuh bahwa tugas yang diembannya
merupakan sebuah amanah yang harus dijalankan dan dipertanggungjawabkan.
Selain itu, kita semua juga memiliki kewajiban untuk berpartisipasi dalam rangka
tercapainya tujuan otonomi daerah. Untuk mewujudkan hal tersebut tentunya bukan
hal yang mudah karena tidak mungkin dilakukan secara instan. Butuh proses dan
berbagai upaya serta partisipasi dari banyak pihak. Oleh karena itu, diperlukan
kesungguhan serta kerjasama dari berbagai pihak untuk mencapai tujuan ini.

2. Prinsip Otonomi Daerah

Atas dasar pencapaian tujuan diatas, prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman


dalam pemberian Otonomi Daerah adalah sebagai berikut (PenjelasanUU No. 32
Tahun 2004) :

1. Prinsip Otonomi Daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam


arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan
pemerintah diluar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam
Undang-undang ini. Daerah memliki kewenangan membuat kebijakan daerah
untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan
pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan
rakyat.
2. Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang
nyatadan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip
bahwa untuk menangani urusan pemerintah daerah dilaksanakan berdasarkan
tugas,wewenang dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi
untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan
daerah.

Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama
dengan daerah lainnya, adapun yang dimaksud dengan otonomi yang
bertanggunjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-
benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi.
A. Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia Dengan demikian isi dan jenis otonomi
bagi setiap daerah tidak selalusama dengan daerah lainnya, adapun yang dimaksud
dengan otonomi yang bertanggunjawab adalah otonomi yang dalam
penyelenggaraannya harus benar- benar sejalan dengan tujuan dan maksud
pemberian otonomi.

Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia

Sejak diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,


banyak aspek positif yang diharapkan dalam pemberlakuan Undang-Undang tersebut.
Termasuk diharapkannya penerapan otonomi daerah karena kehidupan berbangsa
dan bernegara selama ini sangat terpusat di jakarta. Sementara itu pembangunan di
beberapa wilayah lain dilalaikan. Disamping itu pembagian kekayaan secara tidak adil
dan merata di setiap daerahnya. Daerah-daerah yang memiliki sumber kekayaan alam
yang melimpah, seperti:Aceh, Riau,Irian Jaya (Papua), Kalimantan dan Sulawesi
ternyata tidak menerima perolehan dana yang patut dari pemerintah pusat serta
kesenjangan sosial antara satu daerah dengan daerah lain sangat mencolok. Otonomi
Daerah memang dapat membawa perubahan positif di daerah dalam hal kewenangan
daerah untuk mengatur diri sendiri.

Kewenangan ini menjadi sebuah impian karena sistem pemerintahan yang sentralistik
cenderung menempatkan daerah sebagai pelaku pembangunan yang tidak begitu
penting atau sebagai pelaku pinggiran. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah
sangat baik,yaitu untuk memberdayakan daerah, termasuk masyarakatnya,
mendorong prakarsa dan peran serta masyarakat dalam proses pemerintahan dan
pembangunan.

Pada masa lalu, pengerukan potensi daerah ke pusat terus dilakukan dengan
dalih pemerataan pembangunan. Alih-alih mendapatkan manfaat dari pembangunan,
daerah justru mengalami proses pemiskinan yang luar biasa. Dengan kewenangan
yang didapat daerah dari pelaksanaan Otonomi Daerah, banyak daerah yang optimis
bakal bisa mengubah keadaan yang tidak menguntungkan tersebut.
Pada tahap awal pelaksanaan Otonomi Daerah, telah banyak mengundang
suara pro dan kontra. Suara pro umumnya datang dari daerah yang kaya akan sumber
daya, daerah-daerah tersebut tidak sabar ingin agar Otonomi Daerah tersebut segera
diberlakukan. Sebaliknya, untuk suara kontra bagi daerah-daerah yang tidak kaya
akan sumber daya, mereka pesimis menghadapi era otonomi daerah tersebut.
Masalahnya, otonomi daerah menuntut kesiapan daerah di segala bidang termasuk
peraturan perundang-undangan dan sumber keuangan daerah.Oleh karena itu, bagi
daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya pada umumnya belum siap ketika
Otonomi Daerah pertama kali diberlakukan.Selain karena kurangnya kesiapan
daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya dengan berlakunya otonomi
daerah, dampak negatif dari otonomi daerah juga dapat timbul karena adanya
berbagai penyelewengan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah tersebut.

D. Implikasi Kebijakan Otonomi Daerah di bidang Politik, Ekonomi dan Pendidikan

1. Bidang Politik

Kebijaksanaan otonomi daerah yang baru membawa implikasi yang luas


diantaranya terhadap pembinaan birokrasi di daerah, sekalipun segala sesuatu yang
menyangkut masalah kepegawaian masih tetap menggunakan peraturan
perundangan yang sudah ada, yaitu Undang-Undang Pokok Kepegawaian. Hal ini
dinyatakan dengan tegas dalam pasal 75 UU no.22 tahun 1999 yang menyatakan
Norma, standar dan prosedur mengenai pengangkatan, pemindahan, pemberhentian,
penetapan pensiun, gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak dan kewajiban, serta
kedudukan hukum pegawai negeri sipil daerah, ditetapkan dengan perundang-
undangan.

Akan tetapi daerah mempunyai wewenang yang luas, khususnya


propinsi,kabupaten, dan kota untuk membuat perencanaan kepegawaian yang sesuai
dengan kebutuhan pada waktu tertentu. Demikian pula daerah mempunyai
kewenangan untuk melakukan pembinaan, pendidikan dan latihan bagi aparat
penyelenggara pemerintah daerah. Hal itu dinyatakan dengan tegas pula dalam pasal
76 UU no.22 tahun 1999, yaitu “daerah mempunyai wewenang untuk melakukan
pengangkatan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji tunjangan, dan
kesejahteraan pegawai serta pendidikan dan pelatihan sesuai dengan peraturan
daerah berdasarkan perundang-undangan.Tentu saja hal ini akan membawa implikasi
yang sangat luas, terutamayang menyangkut pola rekrutmen dan pembinaan. Hanya
saja yang perlu diperhatikan adalah mengingat potensi daerah berbeda satu sama
lainnya maka sudah seharusnya memperhatikan dimensi keadilan dan kesetaraan
antara satu daerah dengan daerah lainnya, jangan sampai menimbulkan diskrepansi
sosialyang membawa akibat gejolak sosial politik di daerah.

2. Bidang Ekonomi

Sektor perekonomian sangat sensitif apabila dihubungkan dengan proses


otonomi daerah. Pembangunan ekonomi suatu daerah seharusnya lebih baik apabila
diselenggarakan dengan konsep desentralisasi. Pembangunan ekonomi adalah suatu
proses dimana suatu masyarakat menciptakan suatu lingkungan yang mempengaruhi
hasil-hasil indikator ekonomi seperti kenaikan kesempatan kerja.Lingkungan yang
dimaksud sebagai sumber daya perencanaan meliputi lingkungan fisik, peraturan dan
perilaku.

Ciri utama suatu daerah yang mampu menjalankan otonomi daerah dapat
dilihat dari kemampuan daerah untuk membiayai pembangunan di daerahnya dengan
tingkat ketergantungan kepada Pemerintah pusat dengan proporsi yang sangat kecil.
Artinya kemandirian keuangan adalah hal yang paling diutamakan dalam terwujudnya
otonomi daerah. Dengan adanya kemandirian tersebut, suatu daerah diharapkan
mampu dalam pengumpulan PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang menjadi bagian
terbesar dalam mobilisasi dana penyelenggaraan Pemerintahan daerah dan sudah
sewajarnya PAD dijadikan tolak ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah.
Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah,
retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah,hasil pengeloalaan kekayaan daerah
yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatanasli daerah yang sah. Pendapatan Asli
Daerah (PAD) merupakan salah satu komponen sumber pendapatan daerah
sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 79 undang-undang nomor 22 tahun 1999
tentang Pemerintahan daerah, berdasarkan pasal 79 UU 22/1999 disimpulkan bahwa
sesuatu yang diperoleh Pemerintah daerah yang dapat diukur dengan uang karena
kewenangan (otoritas) yang diberikan masyarakat dapat berupa hasil pajak daerah
dan retribusi daerah.Sumber pendapatan daerah terdiri Pendapatan asli daerah, yaitu

1. Hasil Pajak Daerah. Menurut Davey ( 1988:118) Pemerintah daerah memiliki


wewenang untuk menjangkau sumber pajak di daerah yakni melalui
pemungutan langsung serta menetapkan tarif di daerah. Pajak- pajak tersebut
antara lain pajak atas jasa, pajak atas produksi, pajak atas kendaraan, dan lain-
lain.
2. Hasil Retribusi Daerah. Pemerintah Daerah juga memiliki wewenang dalam
menetapkan retribusi daerah serta menarik retribusi dalam rangka pemasukan
daerah.

3. Bidang Pendidikan

Pada otonomi daerah banyak Undang-undang yang mengatur khusus


mengenai pendidikan salah satu undang-undang yang diimplementasikan dalam
pendidikan yaitu UU Nomor 2 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional,
privatisasi Perguruan Tinggi Negeri dengan status baru BHMN melalui PP no 60 tahun
2000 sampai UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah dan UU No. 33
tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan
Pemerintah Daerah yang mengatur konsep, sistem dan pola pendidikan juga
kewenangan di sektor pendidikan yang digariskan bagi pusat maupun daerah.
Kebijakan otonomi daerah dalam pendidikan memberikan dampak baik positif
maupun negatif. Daerah yang dapat memanfaatkan kondisi yang ada tentusaja akan
memberikan dampak positif dari otonomi daerah tersebut. Fenomena muncul raja-raja
kecil didaerah diakibatkan ketika kontrol Pemerintah pusat tidak lagi berperan dalam
pengambilan keputusan dan pengawasan hal ini menjadi dampak negatif jika
Pemerintah belum siap dalam desentralisasi. Kebijakan desentralisasi ini
kemungkinan akan menimbulkan jurang pemisah antara daerah yang maju dan tidak.
Pemerataan yang tidak berhasil terlihat jelas dari kualitas pendidikan yang dihasilkan
tiap daerah. Kemungkinan yang terjadi karena tidak meratanya pendistribusian tenaga
guru. Daerah yang kaya akan jauh lebih banyak menyedot tenaga guru yang
berkualitas. Akhirnya daerah-daerah tertentu diIndonesia akan kelebihan guru dan
daerah yang lainnya kekurangan tenaga guru. Desentralisasi pendidikan menentukan
pula hasil belajar siswa. Hal ini disebabkan pembuatan silabus materi pembelajaran
dibuat berdasarkan kebutuhan siswa,keadaan sekolah dan kondisi daerah.
Perbedaan-perbedaan tersebut memberikan kemungkinan terjadinya hasil belajar
siswa.
E. Permasalahan Dan Upaya Mengatasi Masalah Otonomi Daerah

Permasalahan Yang Timbul Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah .


Dalam UU No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi daerah adalah hak,
wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan Pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Setelah berlakunya peraturan tersebut,daerah diberi berbagai
kewenangan untuk mengatur urusan rumah tangganya, halini menimbulkan berbagai
masalah timbul akibat kewenangan tersebut. Permasalahan yang timbul antara lain :

1. Kondisi SDM aparatur pemerintahan yang belum menunjang


sepenuhnya pelaksanaan otonomi daerah.Penyelenggaraan otonomi
daerah yang baik haruslah didukung oleh kondisiSDM aparatur
pemerintah yang memiliki kualitas yang cakap sehingga dapat
menjalankan berbagai kewenangan pemerintah daerah. Namun
sayangnya hal ini cukup sulit untuk diwujudkan. Pentingnya posisi
manusia karena manusia merupakan unsur dinamis dalam organisasi
yang bertindak/berfungsi sebagai subjek penggerak roda organisasi
Pemerintahan. Oleh sebab itu kualitas mentalitas dan kapasitas
manusia yang kurang memadai dengan sendirinya melahirkan impikasi
yang kurang menguntungkan bagi penyelenggaraan otonomidaerah.
Manusia pelaksana Pemerintah daerah dapat di kelompokkan menjadi ;
a) Pemerintah daerah yang terdiri dari kepala daerah dan dewan perwakilan
daerah (DPRD). Dalam kenyataan syarat syarat yang di tentukan bagi seorang
kepala daerah belum cukup menjamin tuntutan kualitas yang ada.
b) Alat-alat perlengkapan daerah yakni aparatur daerah dan pegawai daerah.
c) Rakyat daerah yakni sebagai komponen environmental (lingkungan) yang
merupakan sumber energi terpenting bagi daerah sebagai organisasi yang
bersifat terbuka.
2. Para aparatur Pemerintah daerah pada umumnya memiliki kualitas yang
belum memadai, hal ini juga disebabkan oleh kurangnya kemampuan
daerah dalam merekrut pegawai baru yang berada di luar struktur
Pemerintahan sebelumnya. Menurut Widjaja Daerah mempunyai
kewenangan untuk mengangkat perangkat daerah, namun belum cukup
jelas kewenangannya untuk merekrut perangkat daerah baru yang
berada di luar struktur Pemerintahan sebelumnya, misalnya merekrut
dari kalangan LSM, Perguruan Tinggi, kalangan Swasta Profesional dan
lain-lain. Hal ini menyebabkan daerah sulit untuk mendapatkan calon-
calon pegawai yang cakap.
3. Bergesernya Korupsi Dari Pusat Ke Daerah
Korupsi yang awalnya terjadi pada Pemerintah pusat bergeser ke
daerah karena daerah diberikan wewenang sendiri dalam mengatur
keuangannya. Banyak pejabat daerah yang masih mempunyai
kebiasaan menghambur-hamburkan uang rakyat untuk ke luar Negeri
dengan alasan studi banding. Otonomi daerah memberikan
kewenangan yang sangat penting bagi kepala daerah. Hal ini juga
menyebabkan adanya kedekatan pribadi antara kepala daerah dan
pengusaha yang ingin berinvestasi di daerah. Dengan begitu maka akan
terjadi pemerasan dan penyuapan
4. Eksploitasi Pendapatan Daerah.
Salah satu konsekuensi otonomi adalah kewenangan daerah yang lebih
besar dalam pengelolaan keuangannya, mulai dari proses pengumpulan
pendapatan sampai pada alokasi pemanfaatan pendapatan daerah
tersebut. Dalam kewenangan semacam ini sebenarnya sudah muncul
inherent risk, risiko bawaan, bahwa daerah akan melakukan upaya
maksimalisasi, bukan optimalisasi, perolehan pendapatan daerah.
Upaya ini didorong oleh kenyataan bahwa daerah harus mempunyai
dana yang cukup untuk melakukan kegiatan, baik itu rutin maupun
pembangunan.Daerah harus membayar seluruh gaji seluruh pegawai
daerah, pegawai pusat yang statusnya dialihkan menjadi pegawai
daerah, dan anggota legislatif daerah. Disamping itu daerah juga
dituntut untuk tetap menyelenggarakan jasa-jasa publik dan kegiatan
pembangunan yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dengan
alasan di atas, biasanya Pemerintah daerah kemudian berusaha
mencari pendapatan daerah sebanyak mungkin, seperti melalui
pemungutan pajak, retribusi, hingga eksploitasi daerah yang maksimal:
a) Kurangnya Pemahaman Terhadap Konsep Desentralisasi Dan Otonomi
Daerah.
Pasal 18 UUD 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah Negara
Kesatuan yang terdesentralisasi. Pada kenyataan pemahaman terhadap
desentralisasi dan otonomi daerah masih kurang. Pemerintah pusat dan
Pemerintah daerah masih belum memaksimalkan perannya dalam
Pemerintahan. Mentalitas dari aparat Pemerintah baik pusat maupun daerah
masih belum mengalami perubahan yang mendasar. Hal ini terjadi karena
perubahan sistem tidak dibarengi penguatan kualitas sumber daya manusia
yang menunjang sistem Pemerintahan yang baru.Pelayanan publik yang
diharapkan, yaitu birokrasi yang sepenuhnya mendedikasikan diri untuk untuk
memenuhi kebutuhan rakyat sebagai pengguna jasa adalah pelayanan publik
yang ideal. Untuk merealisasikan bentuk pelayanan publik yang sesuai dengan
asas desentralisasi diperlukan perubahan paradigma secara radikal dari aparat
birokrasi sebagai unsur utama dalam pencapaian tata Pemerintahan lokal.
b) Penyediaan Aturan Pelaksanaan Otonomi Daerah Yang Belum Memadai
Pada awalnya peraturan mengenai pelaksanaan otonomi daerah di
tetapkan dalam Ketetapan MPR-RI Nomor XV/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan
Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Selanjutnya lahirlah UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah
selanjutnya UU No. 25/1999 yang mengatur hubungan keuangan pusat dan
daerah, menggantikan UU No. 5/1974 yang sentralistik. Undang-undang nomor
22 tahun 1999 tentang Pemerintah daerah, ditetapkan berdasarkan kuatnya
tuntutan masyarakat akan perlunya mengatur diri sendiri sebagai dampak
negatif dari sentralisasi yang dirasakanterlalu lama semasa Orde Baru. Oleh
karena tuntutan masyarakat itu terlalu mendesak dan harus direspon dalam
waktu singkat, maka Pemerintah dengan persetujuan DPR-RI mengeluarkan
undang-undang tentang Pemerintah daerah. Namun sesuai dengan prosesnya
yang mendesak, tentu saja materi isi dan substansinya masih banyak
kekurangan dan kelemahan dan perlu diantisipasi oleh daerah.
Ada beberapa hal yang harus dicermati mengenai peraturan
pelaksanaan Pemerintah daerah yang telah di susun, antara lain.
1. Pembagian Daerah
2. Pembentukan dan Susunan Daerah
3. Kewenangan daerah
4. Bentuk dan susunan Pemerintah Daerah

Upaya Mengatasi Masalah Yang Terjadi Dalam Otonomi Daerah Pada Masa
Reformasi
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan
dalam otonomi daerah adalah sebagai berikut :
• Pemerintah pusat harus melaksanakan otonomi daerah dengan
penuhke ikhlasan agar daerah dapat memperoleh hak untuk mengolah
sumber dayadi daerah secara optimal.
• Bahwa tujuan dan semangat yang melandasi otonomi daerah adalah
hasrat untuk menggali sendiri pendapatan daerahnya serta kewenangan
untukmeningkatkan PAD masing-masing daerah menuju peningkatan
kesejahteraan masing-masing daerah menuju peningkatan masyarakat
daerah, oleh karena itu untuk mencegah kondisi disintesif, pemda dalam
rangka otonomi daerah perlu mengembangkan strategi efesiensi
dalamsegala bidang.
• Untuk menopang pelaksanaan otonomi daerah perlu dikembangkan
ekonomi kerakyatan secara sistematis, mensinergikan kegiatan
lembaga/institusiriset pada PTN/PTS di daerah dengan industri kecil
menengah dan tradisional.
• Merekomendasikan kepada pemerintah untuk memperbaiki dasar-dasar
ekonomi yang sudah rapuh, dengan mengembangkan usaha
kecil/menengah dan koperasi menjadi lebih produktif serta berupaya
terus untukmemberantas kemiskinan structural.
• Memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam dengan baik agar
supaya sumber kekayaan yang tersebut dapat dimanfaatkan secara
optimal dansecara lestari.
• Mendorong desentralisasi pembangunan daerah, mendayagunakan
lembagadi daerah khususnya DPRD untuk memiliki wewenang dan
kemandirian dalam membuat produk hukum pembangunan di daerah.
Ketentuan-ketentuan yang menyangkut perizinan, pengelolaan,
pendayagunaan danlain sebagainya yang berkaitan dengan masalah
• pembangunan yang dirumuskan oleh DPRD dan pemerintah daerah.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Otonomi daerah adalah suatu keadaan yang memungkinkan daerah dapat


mengaktualisasikan segala potensi terbaik yang dimilikinya secara optimal.Pemberian
otonomi daerah adalah mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran masyarakat serta peningkatan
daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia, sehingga pada hakikatnya tujuan otonomi daerah adalah untuk
memberdayakan daerah dan mensejahterakan rakyat.Sejalan dengan itu, Pemerintah
Daerah harus dapat mendayagunakan potensi sumber daya daerah secara optimal.
Dengan semakin berkurangnya tingkat ketergantungan Pemerintah Daerah terhadap
Pemerintah Pusat, Daerah dituntut mampu meningkatkan profesionalisme aparatur
Pemerintah Daerah,melaksanakan reformasi akuntansi keuangan daerah dan
manajemen keuangan daerah, melaksanakan perencanaan strategik secara benar,
sehingga akan memacu terwujudnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan
bertanggung jawab.Adapun dampak negatif dari otonomi daerah adalah munculnya
kesempatan bagi oknum-oknum di tingkat daerah untuk melakukan berbagai
pelanggaran, munculnya pertentangan antara pemerintah daerah dengan pusat,serta
timbulnya kesenjangan antara daerah yang pendapatannya tinggi dengan daerah
yang masih berkembang. Bisa dilihat bahwa masih banyak permasalahanyang
mengiringi berjalannya otonomi daerah di Indonesia. Permasalahan- permasalahan
itu tentu harus dicari penyelesaiannya agar tujuan awal dariotonomi daerah dapat
tercapai dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Sugeng Priyanto, 2008. Pendidikan Kewarganegaraan, Semarang:Aneka Ilmu,

Srijanti, dkk, 2009 Pendidikan Kewarganegaraan untuk Mahasiswa , Jakarta:Graha


Ilmu.

Marbun, B. 2005 . Otonomi Daerah 1945‐ 2005 Proses dan Realita Perkembangan
Otda Sejak Zaman Kolonial sampai Saat Ini . Jakarta: Pustaka Sinar
harapan.

Rosyada, D. et al . (2005). Demokrasi, Hak Asasi Manusia &Masyarakat Madani

.Jakarta: Tim Icce Uin Jakarta dan Prenada Media.

Salam, D. 2004. Otonomi Daerah, Dalam Perspektif Lingkungan, Nilai dan Sumber
Daya. Bandung: Djambatan.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara


Pemerintah Pusat dan Daerah

Anda mungkin juga menyukai