Anda di halaman 1dari 12

Nama : Gentha Anugerah Ramadhani

NIM : 043126608

Tugas 3 Pendidikan Kewarganegaraan 638

Indonesia merupakan negara yang besar baik dari segi wilayahnya maupun
dari segi penduduknya. Indonesia merupakan negara kepualaian dengan jumlah lebih
dari 17.000 yang sudah cukup dapat dikatakan bahwa Indonesia merupakan negara
kepulauan terbesar di dunia. Oleh karena itu, Indonesia mempunyai gagasan tentang
otonomi daerah. Bersamaan dengan bergulirnya era reformasi di Tahun 1998 yang
memunculkan tuntutan dari masyarakat tentang perlunya managemen pemerintahan
yang baru. Hal tersebut disebabkan bahwa pemerintahan yang sentralistik pada
kenyataannya masih banyak kekurangan. Tuntutan tersebut kemudian ditindak lanjuti
dengan disahkannya UU No. 22 tahun 1999 Tentang Pemerintah daerah.

SOAL

1. Dari uraian di atas lakukanlah analisis faktor-faktor yang dapat


memperngaruhi keberhasilan otonomi daerah di Indonesia!

Jawab : Otonomi daerah merupakan bagian sistem pemerintahan Indonesia. Otonomi


daerah bertujuan untuk pengembangan dan pembangunan untuk kesejahteraan
masyarakat di daerah. Otonomi daerah adalah kewajiban yang diberikan kepada
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai undang-undang. Otonomi daerah menurut
aspirasi masyarakat bisa meningkatkan daya guna dan hasil penyelenggaraan
pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan
pembangunan sesuai dengan peraturan perundang- undangan.

Dengan melihat definisi diatas dapat diketahui bahwa sejatinya otonomi


daerah itu merupakan suatu kebijakan yang telah disepakati dalam perundang-
undangan yang berlaku dan harus dilaksanakan. Hal itu sejalan dengan pernyataan
Ryaas Rasyid bahwa “otonomi daerah di Indonesia merupakan sebuah kebijakan
strategis, maka dengan itu pelaksanaan otonomi daerah tidak bisa ditunda-tunda lagi
jika memang bangsa Indonesia ingin menjadi sebuah bangsa yang lebih besar dan
mencapai tujuan-tujuan nasionalnya. Otonomi daerah telah memberikan peluang yang
begitu besar terhadap daerah untuk dapat membangun daerah sesuai dengan
karakteristik daerahnya masingmasing. Urusan pemerintahan konkuren yang
diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah saat ini.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18 ayat


(2) dan ayat (5) menyatakan, bahwa Pemerintahan Daerah berwenang untuk mengatur
dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan menurut Asas Otonomi dan Tugas
Pembantuan serta diberikannya otonomi yang seluas-luasnya.2 Konsekuensi logis
dari ketentuan tersebut adalah dengan ditetapkan dan diberlakukannya Undang-
Undang Pemerintahan Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, klasifikasi urusan pemerintahan terdiri atas urusan
pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan
umum. Dari ketiga urusan pemerintahan tersebut, urusan pemerintahan konkurenlah
yang diserahkan ke daerah dan menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah. Urusan
pemerintahan konkuren sebagaimana yang menjadi kewenangan daerah salah satunya
terdiri atas urusan pemerintahan wajib ,seperti pelayanan dasar pada bidang
kesehatan. pada dasarnya bersifat objektif. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat, upaya pemerintah untuk memenuhinya bersifat mutlak
sekaligus juga secara otomatis menjadi tanggung jawab pemerintah.

Pada dasarnya, adanya permasalahan tak luput dari faktor-faktor yang


mempengaruhi terhadap suatu permasalahan tersebut. Menurut Josef Riwu Kaho
faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan Otonomi Daerah untuk dapat
melaksanakan tugas otonomi sebaik-baiknya diantaranya :
Pertama, faktor manusia pelaksananya. Berhasil tidaknya pelaksanaan
otonomi Daerah sebagian besar tergantung pada Pemerintah Daerah itu sendiri. Maka
yang dimaksudkan Dengan Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. Selain itu para peran aparatur atau alat-alat perlengkapan
Daerah seperti Pegawai Daerah dan Partisipasi masyarakat Daerah sangat penting
disamping sebagai subyek juga merupakan objek dari pembangunan itu sendiri.

Kedua, faktor keuangan daerah yang merupakan salah satu kriteria penting
untuk mengetahui secara nyata kemampuan Daerah dalam mengatur dan mengurus
rumah tangganya adalah kemampuan self-supporting dalam bidang keuangan.

Ketiga, faktor peralatan sebagai penyelenggaraan aktifitas pemerintahan


Daerah. Peralatan yang dimaksudkan hanya menyangkut perangkat keras (hardware),
seperti gedung/ruang, peralatan perkantoran, alat komunikasi dan alat transportasi,
dan sebagainya.

Keempat, faktor organisasi dan manajemen. Faktor organisasi dan


manajemen diperlukan agar daerah dapat/mampu mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri-sendiri.

Namun demikian, di era otonomi daerah ini proyek pengembangan sumber daya
aparatur bukanlah merupakan perkara yang mudah. Banyak proyek dan program telah
diselenggarakan untuk memperbaiki kualitas sumber daya aparatur pemerintah daerah,
namun demikian kenyataannya hingga saat ini perbaikan sumber daya aparatur tersebut
belum menampakkan hasil yang nyata. Hal ini diperparah oleh sistem penerimaan aparatur
pemerintah daerah yang masih sarat dengan kolusi, suap dan nepotisme (KSK)\

Daftar Pustaka

1. BMP MKDU4111
2. Rivani Radiansyah Rifi. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan
Otonomi Daerah Pada Sektor Bidang Kesehatan Di Kabupaten Bandung Barat.
Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Bale Bandung.2019
3. Budi Sulistio Eko. Faktor-Faktor Penghambat Pengembangan Sumberdaya
Aparatur Pemerintah Daerah. S o s i a l i t a V o l . I / 2 0 1 0

2. Dari uraian di atas lakukanlah analisis faktor apa saja hambatan dalam
melaksanakan otonomi daerah di Indonesia!

Jawab : faktor yang dapat hambatan dalam melaksanakan otonomi daerah di


Indonesia, yaitu :

A. Perbedaan Konsep

Dalam perbincangan otonomi daerah ini, terdapat perbedaan persepsi di kalangan


cendekiawan, dan para pejabat birokrasi. Di antara mereka ada yang mempersepsikan
otonomi daerah sebagai prinsip penghormatan, terhadap kehidupan masyarakat sesuai
riwayat adat-istiadat dan sifat-sifatnya dalam konteks negara kesatuan (lihat Prof.
Soepomo dalam Abdullah 2000: 11). Ada juga yang mempersepsikan otonomi daerah
sebagai upaya berperspektif Ekonomi-Politik, di mana daerah diberikan peluang
untuk berdemokrasi dan untuk berprakarsa memenuhi kepentingannya sehingga
mereka dapat menghargai dan menghormati kebersamaan dan persatuan dan kesatuan
dalam konteks NKRI.
Setelah diberlakukan UU No. 22 Tahun 1999, aksi dari berbagai pihak sangat
beragam, sebagai akibat dari perbedaan interpretasi istilah otonomi. Terdapat
kelompok yang menafsirkan otonomi sebagai kemerdekaan atau kebebasan dalam
segala urusan yang sekaligus menjadi hak daerah. Mereka yang mempunyai persepsi
ini biasanya mencurigai intervensi pemerintah pusat, otonomi daerah dianggap
sebagai kemerdekaan daerah dari belenggu Pemerintah Pusat.
Ada kelompok lain yang menginterpretasikan sebagai pemberian “otoritas
kewenangan” dalam mengambil keputusan sesuai dengan kepentingan dan aspirasi
masyarakat lokal. Di sini otonomi diartikan atau dipersepsikan pembagian otoritas
semata (lihat UU No. 22/1999); memaknai otonomi sebagai kewenangan, daerah
Otonomi (Kabupaten/Kota) untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
lokal, menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Wujudnya adalah
pembagian kewenangan kepada daerah dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali
dalam bidang pertahanan dan keamanan peradilan, moneter dan fiskal, agama dan
politik luar negeri serta kewenangan bidang lain, yakni perencanaan nasional
pengendalian pembangunan nasional; perubahan keuangan, sistem administrasi
negara dan lembaga; perekonomian negara, pembinaan, dan pemberdayaan sumber
daya manusia; pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi tinggi strategis, serta
konservasi dan standarisasi nasional.

B. Perbedaan Paradigma

Variasi makna tersebut berkaitan pula dengan paradigma utama dalam kaitannya
dengan otonomi, yaitu paradigma politik dan paradigma organisasi yang bernuansa
pertentangan.
Menurut paradigma politik, otonomi birokrasi publik tidak mungkin ada dan tidak
akan berkembang karena adanya kepentingan politik dari rezim yang
berkuasa. Rezim ini tentunya membatasi kebebasan birokrat level bawah dalam
membuat keputusan sendiri. Pemerintah daerah (kabupaten, kota) merupakan
subordinasi pemerintah pusat, dan secara teoretis subordinasi dan otonomi
bertentangan. Karena itu menurut paradigma politik, otonomi tidak dapat berjalan
selama posisi suatu lembaga merupakan subordinasi dari lembaga yang lebih tinggi.
Berbeda dengan paradigma politik, paradigma organisasi justru mewujudkan
betapa pentingnya “otonomi tersebut untuk menjamin kualitas birokrasi yang
diinginkan”. Untuk menjamin kualitas birokrasi maka inisiatif, terobosan, inovasi,
dan kreativitas harus dikembangkan dalam hal ini akan dapat diperoleh apabila
institusi birokrasi itu memiliki otonomi. Dengan kata lain, paradigma “organisasi”
melihat bahwa harus ada otonomi agar suatu birokrasi dapat tumbuh dan berkembang
menjaga kualitasnya sehingga dapat memberikan yang terbaik bagi masyarakat.
Kedua paradigma di atas benar adanya. Otonomi diperlukan bagi suatu organisasi
untuk dapat tumbuh dan berkembang mempertahankan eksistensi dan integritasnya,
akan tetapi “otonomi” juga sulit dilaksanakan karena birokrasi daerah merupakan
subordinasi birokrasi pusat (negara). Oleh karena itu kompromi harus ditemukan agar
otonomi tersebut dapat berjalan. Respons terhadap kedua paradigma tersebut
dikemukakan oleh Terry (1995, 52) yang menyarankan agar otonomi harus dilihat
dalam paradigma “kontekstual”, yaitu mengaitkan otonomi dengan sistem politik
yang berlaku dan sekaligus kebutuhan masyarakat daerah. Oleh karena dalam konteks
otonomi di Indonesia harus dilihat juga sebagai upaya menjaga kesatuan dan
persatuan di satu sisi dan di sisi lainnya sebagai upaya birokrasi Indonesia untuk
merespons kebhinnekaan Indonesia agar mampu memberikan layanan terbaik bagi
masyarakat.

C. KESALAHAN STRATEGI

UU No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah diberlakukan pada suatu


pemerintah daerah sedang lemah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk
melakukan sendiri apa yang mereka butuhkan, tetapi dengan kemampuan yang sangat
marjinal. Hal ini akibat dominasi pemerintah pusat di daerah yang terlalu berlebihan,
dan kurang memberikan peranan dan kesempatan belajar bagi daerah. Model
pembangunan yang dilakukan selama ini sangat sentralistik birokratis yang berakibat
penumpulan kreativitas pemerintah daerah dan aparatnya.
Lebih dari itu, ketidaksiapan dan ketidakmampuan daerah yang dahulu dipakai
sebagai alasan menunda otonomi kurang diperhatikan. Padahal untuk mewujudkan
otonomi daerah merupakan masalah yang kompleksitasnya tinggi dan dapat
menimbulkan berbagai masalah baru, seperti munculnya konflik antara masyarakat
lokal dengan pemerintah dan hal ini dapat berdampak sangat buruk pada integritas
lembaga pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Sekurang-kurangnya ada
enam yang perlu diperhatikan dalam konteks pelaksanaan otonomi daerah ini, yakni
persiapan yang matang tidak artifisial, memberi kepercayaan, kejelasan visi, kesiapan
sumber daya, dan berbagai parameter tuntutan terhadap kinerja.

Daftar Pustaka

1. BMP MKDU4111
2. Budi Sulistio Eko. Faktor-Faktor Penghambat Pengembangan Sumberdaya
Aparatur Pemerintah Daerah. S o s i a l i t a V o l . I / 2 0 1 0
3. Ilmu Komunikasi: Hambatan-hambatan dalam Pelaksanaan Otonomi
Daerah (yustinusmf.blogspot.com)

3. Pada kurun waktu lebih dari satu dasawarsa berjalannya otonomi daerah sejak
disahkan UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah sudah banyak
yang dicapai, namun amsih banyak hal yang belum bisa ditangani terkait
dengan upaya dalam mengatasi implementasi kebijakan otonomi daerah.
Contoh keberhasilan dari otonomi daerah dalah semakin luasnya kewenangan
dari DPRD selaku Lembaga legeslatif serta kewenangan kepala daerah selaku
eksekutif dan semakin terbukanya informasi serta partisipasi dari masyarakan
dalam hal pengambilan keputusan dan penagwasan terhadap jalannya
pemerintahan di tingkat daerah. Namun, keberhasilan tersebut juga diiringi
dengan hambatan seperti munculnya istilah raja-raja kecil di daerah dan
banyak kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah sehingga menyebabkan
anggaran yang seharusnya untuk membangun daerahnya dikorupsi dan
pembangunan menjadi terhambat.
Soal
Dari uraian di atas lakukanlah telaah terkait dengan solusi nyata kita
sebagai masyarakat untuk menanggulangi hambatan pelaksanaan
otonomi daerah

Jawab : Solusi untuk menanggulangi hambatan pelaksaan otonomi daerah,


yaitu

- Adanya sosialiasai bagi masyarakat daerah mengenai pelaksanaan otonomi


daerah yang dilakukan pemerintah pusat maupun pemerintahan daerah  
- Peningkatakan kualitas SDM daerah  
- Mengurangi sistem desentaralisasi pemerintah pusat  
- Pemerataan kebijakan dan pengelolan potensi SDA maupunSDM keseluruh
dasrah di Indonesia  
- Mengulangi pemfokusan ekonomi pada pusat pemerintahan  
- Meningkatkan pelayanan masyarakat baik dilakukan oleh pemerintah daerah
maupun pemerintah pusat  
- Pemerataan ekonomi dan pelayanan bagi seluruh daerah di Indonesia
- Memberikan kebijakan sebebasnya oleh pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah dalam mengelola dan melaksanakan otonomi daerah.  
- Mengurangi ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat  

Pada intinya, masalah-masalah tersebut seterusnya akan menjadi persoalan


tersendiri, terlepas dari keberhasilan implementasi otonomi daerah. Pilihan kebijakan
yang tidak populer melalui intensifikasi pajak dan perilaku koruptif pejabat daerah
sebenarnya sudah ada sejak lama dan akan terus berlangsung. Jika kini keduanya baru
muncul dipermukaan sekarang, tidak lain karena momentum otonomi daerah memang
memungkinkan untuk itu. Untuk menyiasati beratnya beban anggaran, pemerintah
daerah semestinya bisa menempuh jalan alternatif, selain intensifikasi pungutan yang
cenderung membebani rakyat dan menjadi disinsentif bagi perekonomian daerah,
yaitu (1) efisiensi anggaran, dan (2) revitalisasi perusahaan daerah. Saya sepenuhnya
yakin bahwa banyak pemerintah daerah mengetahui alternatif ini. Akan tetapi, jika
keduanya bukan menjadi prioritas pilihan kebijakan maka pemerintah pasti punya
alasan lain. Dugaan saya adalah bahwa pemerintah daerah itu malas! Pemerintah
tidak mempunyai keinginan kuat (strong will) untuk melakukan efisiensi anggaran
karena upaya ini tidak gampang. Di samping itu, ada keengganan (inertia) untuk
berubah dari perilaku boros menjadi hemat.

Tuntutan reformasi dari masyarakat Indonesia pada masa jatuhnya presiden kedua
yaitu bapak soeharto salah satunya dengan adanya otonomi daerah yang dilaksanakan
dengan tujuan agar mewujudkan Indonesia baru, Indonesia yang lebih demokratis,
lebih adil, dan lebih sejahtera yang dikeluarkan dengan UU. N0.22 tahun
1999 . Selama ini hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, sangat bersifat
sentralistis. Dengan diberlakukanya UU. N0.22 tahun 1999 ini,  hubungan antara
pemerintah pusat dan daerah menjadi lebih bersifat desentralistis, dalam arti sebagian
besar wewenang di bidang pemerintahan diserahkan kepada daerah. Wewenang yang
tetap dimiliki oleh Pemerintah Pusat hanyalah wewenang di bidang politik luar
negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal serta
agama. kesejahteraan merata ke seluruh daerah di Indonesia dan tidak selalu berada di
pusat. Maka tuntutan otonomi daerah dikabulkan dengan dikeluarkannya UU 22
tahun 1999 yang dirubah dengan UU 20 tahun 2004.

Dan dalam UU No.20 tahun 2004 adanya pemekaran daerah pada pasal terlihat
bahwa Untuk mendorong peningkatan  dan pemerataan kesejahteraan masyarakat,
undang-undang ini memberi peluang kepada daerah-daerah, yang memenuhi syarat
dan memiliki potensi, untuk dijadikan daerah otonom, melalui pemekaran daerah.
Dengan diberlakukannya pemekaran daerah mendorong daerah-daerah kecil yang
menyatu dengan daerah inti membuat daerah-daerah kecil membuat daerah sendiri
yang bila dikabulkan akan menjadi daerah sendiri dan di danai oleh pemerintah pusat
untuk mengembangkan daerahnya salah satu contoh adalah banten yang semula
berada dalam provinsi Jawa Barat dengan memekarkan diri menjadi Provinsi Banten.

Daftar Pustaka
1. BMP MKDU4111
2. http://hukumpemerintahan.wordpress.com/2012/02/18 “Menata Masa
Depan Otonomi Daerah” diakses pada tangga 17 May 2014 pukul
19:47

4. Pada praktek good governance menyaratkan harus terdapat transparasi dalam


proses penyelenggaraan pemerintah secara keseluruhan. Transparasi
merupakan konsep yang penting yang mengringi kuatnyakeinginan untuk
praktek good governance. Masyarakat diberikan kesempatan yang luas untuk
mengetahui informasi mengenai penyelenggaraan pemerintahan, sehingga
masyarakat dapat memberikan penilaian keberpihakan pemerintah terhadap
kepentingan public. Oleh karena itu, masyarakat dapat dengan mudah
menetukan apakah akan memerikan dukungan kepada pemerintah atau malah
sebaliknya.

Soal
Dari uaraian di atas lakukanlah telaah terkait peran mahasiswa dalam
upaya mewujudkan praktek good governance!

Jawab : Good Governance adalah suatu kondisi penyelegaraan manajemen


pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip
demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan
pencegahan korupsi baik secara politik maupun secara administratif menjalankan
disiplin anggaran serta penciptaan legal dan political framework bagi tumbuhnya
aktifitas. Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu kepada
proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat dipertanggungjawabkan
secara bersama. Sebagai suatu konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga
negara, dan sektor swasta bagi penyelenggaraan pemerintahaan dalam suatu negara
good Governance bukan sekedar menjadi tanggungjawab pemerintah (goverment)
tetapi juga melibatkan komponen lain, yaitu pemerintah, korporasi, dan masyarakat
sipil. Ketiga unsur harus saling menjaga, saling mendukung, dan saling berpartisipasi
aktif dalam penyelenggaraan pemerintahan yang sedang dilakukan. Konsep good
Governance pada prinsipnya merupakan kepemimpinan yang mengembangkan dan
menerapkan prinsip-prinsip profesionnalitas, akuntabilitas, transparan, demokratis,
efisien, efektif, menegakkan supremasi hukum, memberikan layanan prima, dan
diterima masyarakat. Konseptualisasi good governance lebih menekankan pada
terwujudnya demokrasi, karena itu penyelenggaraan negara yang demokratis menjadi
syarat mutlak bagi terwujudnya good govemance, yang berdasarkan pada adanya
tanggungjawab, transparansi, dan partisipasi masyarakat. Idealnya, ketiga hal itu akan
ada pada diri setiap aktor institusional dimaksud dengan memperhatikan nilai-nilai
kemanusiaan dan nilai moral yang menjiwai setiap langkah governance.

Good governance menunjuk pada pengertian bahwa kekuasaan tidak lagi


sematamata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah, tetapi menekankan pada
pelaksanaan fungsi pemerintahan secara bersama-sama oleh pemerintah, masyarakat
madani, dan pihak swasta. Good governance juga berarti implementasi kebijakan
sosial-politik untuk kemaslahatan rakyat banyak, bukan hanya untuk kemakmuran
orang-per-orang atau kelompok tertentu.

Hukum merupakan faktor penting dalam penegakan good governance.


Kekurangan atau kelemahan sistem hukum akan berpengaruh besar terhadap kinerja
pemerintahan secara keseluruhan. Dapat dipastikan, good governance tidak akan
berjalan mulus di atas sistim hukum yang lemah. Oleh karena itu penguatan sistim
hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good
governance.

Eksistensi pemerintahan yang baik atau yang sering disebut good governance
yang selama di elukan-elukan faktanya saat ini masih menjadi mimpi dan hanyalah
sebatas jargon belaka. Indonesia harus segera terbangun dari tidur panjangnya.
Revolusi disetiap bidang harus dilakukan karena setiap produk yang dihasilkan hanya
mewadahi kepentingan partai politik, fraksi dan sekelompok orang. Padahal
seharusnya penyelenggaraan negara yang baik harus menjadi perhatian serius.
Transparansi memang bisa menjadi salah satu solusi tetapi apakah cukup hanya itu
untuk mencapai good governance.

peran mahasiswa dalam upaya mewujudkan praktek good governance!

- Memberikan aspirasi dan juga kritisi atas kebijakan dan juga tindakan yang
dilaksanakan oleh pemerintah yang didasari oleh penelitian atau kajian
- Mahasiswa mampu memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia
dikarenakan, keadaan Indonesia saat ini masih terbilang krisis karena masih
banyaknya pihak yang belum sejahtera dengan ekonomi ekonomi rakyat. Hal
ini dikarenakan krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang
bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh

Daftar Pustaka

1. BMP MKDU4111
2. Agus Dwiyanto. Mewujudkan Good Geovernance Melalui Pelayanan
Public. hal. 78. UGM Press. Yogyakarta. 2006

Anda mungkin juga menyukai