NIM : 043126608
Indonesia merupakan negara yang besar baik dari segi wilayahnya maupun
dari segi penduduknya. Indonesia merupakan negara kepualaian dengan jumlah lebih
dari 17.000 yang sudah cukup dapat dikatakan bahwa Indonesia merupakan negara
kepulauan terbesar di dunia. Oleh karena itu, Indonesia mempunyai gagasan tentang
otonomi daerah. Bersamaan dengan bergulirnya era reformasi di Tahun 1998 yang
memunculkan tuntutan dari masyarakat tentang perlunya managemen pemerintahan
yang baru. Hal tersebut disebabkan bahwa pemerintahan yang sentralistik pada
kenyataannya masih banyak kekurangan. Tuntutan tersebut kemudian ditindak lanjuti
dengan disahkannya UU No. 22 tahun 1999 Tentang Pemerintah daerah.
SOAL
Kedua, faktor keuangan daerah yang merupakan salah satu kriteria penting
untuk mengetahui secara nyata kemampuan Daerah dalam mengatur dan mengurus
rumah tangganya adalah kemampuan self-supporting dalam bidang keuangan.
Namun demikian, di era otonomi daerah ini proyek pengembangan sumber daya
aparatur bukanlah merupakan perkara yang mudah. Banyak proyek dan program telah
diselenggarakan untuk memperbaiki kualitas sumber daya aparatur pemerintah daerah,
namun demikian kenyataannya hingga saat ini perbaikan sumber daya aparatur tersebut
belum menampakkan hasil yang nyata. Hal ini diperparah oleh sistem penerimaan aparatur
pemerintah daerah yang masih sarat dengan kolusi, suap dan nepotisme (KSK)\
Daftar Pustaka
1. BMP MKDU4111
2. Rivani Radiansyah Rifi. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan
Otonomi Daerah Pada Sektor Bidang Kesehatan Di Kabupaten Bandung Barat.
Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Bale Bandung.2019
3. Budi Sulistio Eko. Faktor-Faktor Penghambat Pengembangan Sumberdaya
Aparatur Pemerintah Daerah. S o s i a l i t a V o l . I / 2 0 1 0
2. Dari uraian di atas lakukanlah analisis faktor apa saja hambatan dalam
melaksanakan otonomi daerah di Indonesia!
A. Perbedaan Konsep
B. Perbedaan Paradigma
Variasi makna tersebut berkaitan pula dengan paradigma utama dalam kaitannya
dengan otonomi, yaitu paradigma politik dan paradigma organisasi yang bernuansa
pertentangan.
Menurut paradigma politik, otonomi birokrasi publik tidak mungkin ada dan tidak
akan berkembang karena adanya kepentingan politik dari rezim yang
berkuasa. Rezim ini tentunya membatasi kebebasan birokrat level bawah dalam
membuat keputusan sendiri. Pemerintah daerah (kabupaten, kota) merupakan
subordinasi pemerintah pusat, dan secara teoretis subordinasi dan otonomi
bertentangan. Karena itu menurut paradigma politik, otonomi tidak dapat berjalan
selama posisi suatu lembaga merupakan subordinasi dari lembaga yang lebih tinggi.
Berbeda dengan paradigma politik, paradigma organisasi justru mewujudkan
betapa pentingnya “otonomi tersebut untuk menjamin kualitas birokrasi yang
diinginkan”. Untuk menjamin kualitas birokrasi maka inisiatif, terobosan, inovasi,
dan kreativitas harus dikembangkan dalam hal ini akan dapat diperoleh apabila
institusi birokrasi itu memiliki otonomi. Dengan kata lain, paradigma “organisasi”
melihat bahwa harus ada otonomi agar suatu birokrasi dapat tumbuh dan berkembang
menjaga kualitasnya sehingga dapat memberikan yang terbaik bagi masyarakat.
Kedua paradigma di atas benar adanya. Otonomi diperlukan bagi suatu organisasi
untuk dapat tumbuh dan berkembang mempertahankan eksistensi dan integritasnya,
akan tetapi “otonomi” juga sulit dilaksanakan karena birokrasi daerah merupakan
subordinasi birokrasi pusat (negara). Oleh karena itu kompromi harus ditemukan agar
otonomi tersebut dapat berjalan. Respons terhadap kedua paradigma tersebut
dikemukakan oleh Terry (1995, 52) yang menyarankan agar otonomi harus dilihat
dalam paradigma “kontekstual”, yaitu mengaitkan otonomi dengan sistem politik
yang berlaku dan sekaligus kebutuhan masyarakat daerah. Oleh karena dalam konteks
otonomi di Indonesia harus dilihat juga sebagai upaya menjaga kesatuan dan
persatuan di satu sisi dan di sisi lainnya sebagai upaya birokrasi Indonesia untuk
merespons kebhinnekaan Indonesia agar mampu memberikan layanan terbaik bagi
masyarakat.
C. KESALAHAN STRATEGI
Daftar Pustaka
1. BMP MKDU4111
2. Budi Sulistio Eko. Faktor-Faktor Penghambat Pengembangan Sumberdaya
Aparatur Pemerintah Daerah. S o s i a l i t a V o l . I / 2 0 1 0
3. Ilmu Komunikasi: Hambatan-hambatan dalam Pelaksanaan Otonomi
Daerah (yustinusmf.blogspot.com)
3. Pada kurun waktu lebih dari satu dasawarsa berjalannya otonomi daerah sejak
disahkan UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah sudah banyak
yang dicapai, namun amsih banyak hal yang belum bisa ditangani terkait
dengan upaya dalam mengatasi implementasi kebijakan otonomi daerah.
Contoh keberhasilan dari otonomi daerah dalah semakin luasnya kewenangan
dari DPRD selaku Lembaga legeslatif serta kewenangan kepala daerah selaku
eksekutif dan semakin terbukanya informasi serta partisipasi dari masyarakan
dalam hal pengambilan keputusan dan penagwasan terhadap jalannya
pemerintahan di tingkat daerah. Namun, keberhasilan tersebut juga diiringi
dengan hambatan seperti munculnya istilah raja-raja kecil di daerah dan
banyak kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah sehingga menyebabkan
anggaran yang seharusnya untuk membangun daerahnya dikorupsi dan
pembangunan menjadi terhambat.
Soal
Dari uraian di atas lakukanlah telaah terkait dengan solusi nyata kita
sebagai masyarakat untuk menanggulangi hambatan pelaksanaan
otonomi daerah
Tuntutan reformasi dari masyarakat Indonesia pada masa jatuhnya presiden kedua
yaitu bapak soeharto salah satunya dengan adanya otonomi daerah yang dilaksanakan
dengan tujuan agar mewujudkan Indonesia baru, Indonesia yang lebih demokratis,
lebih adil, dan lebih sejahtera yang dikeluarkan dengan UU. N0.22 tahun
1999 . Selama ini hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, sangat bersifat
sentralistis. Dengan diberlakukanya UU. N0.22 tahun 1999 ini, hubungan antara
pemerintah pusat dan daerah menjadi lebih bersifat desentralistis, dalam arti sebagian
besar wewenang di bidang pemerintahan diserahkan kepada daerah. Wewenang yang
tetap dimiliki oleh Pemerintah Pusat hanyalah wewenang di bidang politik luar
negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal serta
agama. kesejahteraan merata ke seluruh daerah di Indonesia dan tidak selalu berada di
pusat. Maka tuntutan otonomi daerah dikabulkan dengan dikeluarkannya UU 22
tahun 1999 yang dirubah dengan UU 20 tahun 2004.
Dan dalam UU No.20 tahun 2004 adanya pemekaran daerah pada pasal terlihat
bahwa Untuk mendorong peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat,
undang-undang ini memberi peluang kepada daerah-daerah, yang memenuhi syarat
dan memiliki potensi, untuk dijadikan daerah otonom, melalui pemekaran daerah.
Dengan diberlakukannya pemekaran daerah mendorong daerah-daerah kecil yang
menyatu dengan daerah inti membuat daerah-daerah kecil membuat daerah sendiri
yang bila dikabulkan akan menjadi daerah sendiri dan di danai oleh pemerintah pusat
untuk mengembangkan daerahnya salah satu contoh adalah banten yang semula
berada dalam provinsi Jawa Barat dengan memekarkan diri menjadi Provinsi Banten.
Daftar Pustaka
1. BMP MKDU4111
2. http://hukumpemerintahan.wordpress.com/2012/02/18 “Menata Masa
Depan Otonomi Daerah” diakses pada tangga 17 May 2014 pukul
19:47
Soal
Dari uaraian di atas lakukanlah telaah terkait peran mahasiswa dalam
upaya mewujudkan praktek good governance!
Eksistensi pemerintahan yang baik atau yang sering disebut good governance
yang selama di elukan-elukan faktanya saat ini masih menjadi mimpi dan hanyalah
sebatas jargon belaka. Indonesia harus segera terbangun dari tidur panjangnya.
Revolusi disetiap bidang harus dilakukan karena setiap produk yang dihasilkan hanya
mewadahi kepentingan partai politik, fraksi dan sekelompok orang. Padahal
seharusnya penyelenggaraan negara yang baik harus menjadi perhatian serius.
Transparansi memang bisa menjadi salah satu solusi tetapi apakah cukup hanya itu
untuk mencapai good governance.
- Memberikan aspirasi dan juga kritisi atas kebijakan dan juga tindakan yang
dilaksanakan oleh pemerintah yang didasari oleh penelitian atau kajian
- Mahasiswa mampu memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia
dikarenakan, keadaan Indonesia saat ini masih terbilang krisis karena masih
banyaknya pihak yang belum sejahtera dengan ekonomi ekonomi rakyat. Hal
ini dikarenakan krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang
bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh
Daftar Pustaka
1. BMP MKDU4111
2. Agus Dwiyanto. Mewujudkan Good Geovernance Melalui Pelayanan
Public. hal. 78. UGM Press. Yogyakarta. 2006