Menurut kamus besar Bahasa Indonesia Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan
kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam UU No. 23 tahun 2014 pasal 1 ayat 6,
pengertian Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sejarah otonomi daerah dimulai dari lahirnya UU Nomor 1 tahun 1945, dalam undang-
undang ini ditetapkan tiga jenis daerah otonom, yaitu karesidenan, kabupaten, dan kota.
Periode berlakunya undang-undang ini sangat terbatas, berumur lebih kurang tiga tahun
karena diganti dengan Undang-undang Nomor 22 tahun 1948.
Otonomi daerah adalah penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri. Penerapan otonomi
daerah menjadi salah satu wujud demokratisasi yang memberikan ruang terhadap partisipasi
masyarakat sipil dalam merespon permasalahan daerah.
Sejak tahun 2000 pelaksanaan otonomi daerah mulai terealisasi secara bertahap. Setelah
dilaksanakannya otonomi daerah maka perimbangan keuangan sesuai UU no 25 tahun 1999
memberikan peluang kepada daerah untuk mendapatkan 70% dari hasil pengelolaan
kekayaan alamnya sendiri untuk dimanfaatkan bagi kemajuan daerahnya sendiri.
Otonomi daerah memiliki beberapa kelebihan yaitu pemerintah provinsi dan kabupaten serta
kota dapat melihat kebutuhan yang mendasar pada daerah kekuasaannya untuk menjadi
prioritas pembangunan. Pada dasarnya kelebihan otonomi daerah biasanya daerah lebih
mampu melihat persoalan yang mendasar pada daerah masing-masing. Jadi otonomi daerah
akan membuat daerah itu lebih maju, berkembang dan bersaing dengan daerah-daerah lain
tanpa takut dianaktirikan oleh pemerintah pusat.
b. Perbedaan Paradigma
Variasi makna tersebut berkaitan pula dengan paradigma utama dalam kaitannya dengan
otonomi, yaitu paradigma politik dan paradigma organisasi yang bernuansa pertentangan.
Menurut paradigma politik, otonomi birokrasi publik tidak mungkin ada dan tidak akan
berkembang karena adanya kepentingan politik dari rezim yang berkuasa. Rezim ini
tentunya membatasi kebebasan birokrat level bawah dalam membuat keputusan sendiri.
Pemerintah daerah (kabupaten, kota) merupakan subordinasi pemerintah pusat, dan
secara teoretis subordinasi dan otonomi bertentangan. Karena itu menurut paradigma
politik, otonomi tidak dapat berjalan selama posisi suatu lembaga merupakan subordinasi
dari lembaga yang lebih tinggi.
Berbeda dengan paradigma politik, paradigma organisasi justru mewujudkan betapa
pentingnya “otonomi tersebut untuk menjamin kualitas birokrasi yang diinginkan”. Untuk
menjamin kualitas birokrasi maka inisiatif, terobosan, inovasi, dan kreativitas harus
dikembangkan dalam hal ini akan dapat diperoleh apabila institusi birokrasi itu memiliki
otonomi.
Paradigma ekonomi harus dilihat dari perspektif pemerataan pembangunan ekonomi
untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, pembangunan daerah adalah
bagian integral dari pembangunan nasional dan pembangunan nasional adalah
pembangunan daerah. Jadi, sangatlah picik bagi para elit lokal pada daerah yang kaya
sumber daya dengan menyandera masalah ekonomi ini untuk mencapai keinginan
politiknya lepas dari negara kesatuan RI. Hal ini sudah sangat melenceng dari hakikat
otonomi itu sendiri.
4. KESALAHAN STRATEGI
UU No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah diberlakukan pada suatu pemerintah
daerah sedang lemah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk melakukan sendiri
apa yang mereka butuhkan, tetapi dengan kemampuan yang sangat marjinal. Hal ini
akibat dominasi pemerintah pusat di daerah yang terlalu berlebihan, dan kurang
memberikan peranan dan kesempatan belajar bagi daerah. Model pembangunan yang
dilakukan selama ini sangat sentralistik birokratis yang berakibat penumpulan kreativitas
pemerintah daerah dan aparatnya.
Lebih dari itu, ketidaksiapan dan ketidakmampuan daerah yang dahulu dipakai sebagai
alasan menunda otonomi kurang diperhatikan. Padahal untuk mewujudkan otonomi
daerah merupakan masalah yang kompleksitasnya tinggi dan dapat menimbulkan
berbagai masalah baru, seperti munculnya konflik antara masyarakat lokal dengan
pemerintah dan hal ini dapat berdampak sangat buruk pada integritas lembaga
pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Sekurang-kurangnya ada enam yang perlu
diperhatikan dalam konteks pelaksanaan otonomi daerah ini, yakni persiapan yang
matang tidak artifisial, memberi kepercayaan, kejelasan visi, kesiapan sumber daya, dan
berbagai parameter tuntutan terhadap kinerja.
Dengan pemberian kewenangan yang luas kepada daerah dalam rangka penyelenggaraan
otonomi daerah, dibarengi dengan perimbangan keuangan yang memadai sampai saat ini,
sesungguhnya daerah sudah cukup mampu untuk berbuat sesuatu bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat setempat. Masalahnya sekarang adalah kurangnya SDM
aparatur pemerintahan daerah yang mampu menemukan talenta, potensi dan keunggulan
daerahnya masing-masing.
Selain itu, pengertian otonomi ini sering dicampuradukkan (interchangeble) antara
“otonomi sebagai alat” (means) untuk mencapai tujuan dengan “tujuan otonomi” itu
sendiri.
http://bahanajar.ut.ac.id/app/webroot/epub/original_files/extract/1175/EPUB/xhtml/raw/
sylggb.xhtml
3. Solusi nyata kita sebagai masyarakat untuk menanggulangi hambatan pelaksanaan otonomi
daerah
Otonomi daerah saat ini belum merujuk pada otonomisasi masyarakat daerah. Salah satu ciri
otonomi daerah ialah peningkatan keterlibatan masyarakat daerah untuk ikut menentukan
nasibnya sendiri, namun kenyataannya masyarakat belum mempunyai andil besar dalam
pelaksanaan otonomi daerah. Ada kecenderungan partisipasi masyarakat di era desentralisasi
dimanfaatkan para masyarakat elit yang lebih mengetahui akses untuk mempengaruhi
kebijakan pada tingkat daerah serta kehadiran mereka mengatasnamakan wakil rakyat yang
menyuarakan keinginan dari rakyat. Rakyat hanya dipakai untuk tunggangan politik ketika
pemilu untuk memenangkan tujuan seseorang ataupun kelompok tertentu. Dengan kata lain,
partisipasi dari masyarakat masih rendah.
Pemimpin mempunyai peran besar dalam mencapai suatu tujuan organisasi dan juga
mengembangkan organisasinya supaya bisa bertahan menghadapi perubahan lingkungan.
Begitu pula dengan pemerintahan daerah sebagai organisasi yang bergantung pada puncuk
pimpinan yakni kepala daerah. Untuk memasuki babak otonomi daerah, mau tidak mau
daerah harus terus berusaha menggali potensi yang ada serta mendorong para penyelenggara
pemerintahan daerah untuk berinovasi dan juga lebih kreatif lagi.
Tetapi justru saat ini, pemerintah kurang berinovasi serta kreatif dalam memanfaatkan
potensi yang ada. Seperti dalam mengelola sumber daya. Banyak daerah yang dari tahun ke
tahun hanya melakukan program seperti program sebelumnya. Belum ada program dengan
inovasi baru yang lebih diperlukan oleh masyarakat.
Berikut beberapa solusi dalam menyelesaikan masalah yang terjadi pada otonomi daerah:
Karena itu diperlukan pembinaan kader-kader politik dengan cara membekali pendidikan
dan pengetahuan yang luas tentang kearifan lokal serta pentingnya daya saing daerah.
Selama ini sebagian besar kepala daerah berasal dari parpol, dengan demikian pembinaan
kader politik bisa dilakukan oleh partai yang bersangkutan dan juga memberikan mereka
tanggungjawab untuk melahirkan kader-kader politik yang berkualitas.
Selain dari segi kepemimpinan yang harus diperbaiki, peningkatan keterlibatan masyarakat
di berbagai kalangan, bukan hanya pada golongan masyarakat elit saja. Peningkatan
keterlibatan bisa dilakukan melalui pemberian akses seluas-luasnya pada seluruh masyarakat
tanpa menimbulkan diskriminiasi bagi beberapa pihak serta dengan memberikan tata cara
partisipasi mereka secara jelas dan juga tersosialisasi.
Selain itu, banyak terjadi kasus KKN di daerah ketika perkrutan PNS. Tidak sedikit dari
mereka membayar uang ratusan juta pada calo supaya bisa diterima sebagai PNS. Jadi,
dampak buruknya dirasakan oleh masyarakat yang tidak mendapatkan pelayanan dengan
baik.
https://duniapendidikan.co.id/solusi-otonomi/
https://www.kompasiana.com/lianakhusnulsaputri/62a085782154ae661843da62/peran-penting-
mahasiswa-dalam-mewujudkan-good-governance-di-lingkungan-masyarakat
https://deepublishstore.com/peran-mahasiswa-dalam-upaya-mewujudkan-praktik-good-governance/