Anda di halaman 1dari 6

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 1

Nama Mahasiswa : Julian Andrianto Putra

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 043750057

Kode/Nama Mata Kuliah : MKDU4111/Pendidikan Kewarganegaraan

Kode/Nama UPBJJ : 20/UPBJJ-UT Bandar Lampung

Masa Ujian : 2020/21.2 (2022.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
1. Analisislah apa yang menjadi tujuan di perlakukanya otonomi daerah
di negara indonesia serta faktor-faktor yang berpengaruh dalam
menunjang keberhasilan otonomi daerah tersebut?

A. Analisislah apa yang menjadi tujuan di perlakukanya otonomi daerah


di negara indonesia.

Otonomi daearah bertujuan untuk membangun dan pembangunan untuk


kesejahteraan masyarakat di daerah. Sistem pemerintahan di indonesia mengenal istilah
otonomi daerah, desentralisai, dan dekonsestralisasi merupakan pemberian keleluasan
kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Di indinesia, otonomi daearah
diselenggarakan untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat. Pemerintah daerah jugasa
melakukan pengembangan yang disesuaikan wilayah masing-masing.

B. faktor-faktor yang berpengaruh dalam menunjang keberhasilan


otonomi daerah.

Menurut Rondinelli dan Chema, ada empat faktor yang di pandang dapat
mempengaruhi implementasi kebijakan desentralisai dan otonomi bebas, yaitu:
Environmental Conditions, Interofrganization Relationship, Available Resources, and
Characteristic Of Implementing Agencies. Signifikasi hubungan pengaruh antara
variable yang satu dengan yang lain dalam mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah
sangat bervariasi dalam situasi yang satu sama dengan yang lain.

1. Faktor Environmental Conditions/ Kondisi Lingkungan.


Mencakup faktor seperti struktur politik nasional, proses perumusan
kebijakan, infra struktur politik. Dan berbagai organisasi kepentingan, serta
tersedianya sarana dan prasarana fisik. Suatu kebijakan itu sendiri, melainkan
juga pula hubungan antara organisai dan karakteristik badan-badan
pelaksana di lapangan, serta potensi sumber daya, baik jumblak maupun
macamnya. Struktur politik nasional, ideologi, dan proses kebijakan ikut
mempengaruhi tingkat dan arah pelaksanaan otonomi daerah. Di samping itu
karakteristik dtruktur lokal,kelompok-kelompok sosial budaya yang terlibat
dalam kebijakan perumusan,dan kondisi insfa-struktur. Juga memainkan
peran pentingnya dalam pelaksanaan otonomi daerah.

2. Faktor Inter-organization Relationship/Antar Organisasi


Rondinelli memandang bahwa keberhasilan pelaksanaan otonomi
daerah memerlukan interaksi dari dan koordinasi dengan sejumlah
oirganisasi pada setiap tingkatan pemerintahan, kalangan kelompok-
kelompok yang berkepentingan.
3. Faktor Available Resources/Sumber Daya Untuk implementasi Program
Di jelaskan bahwa kondisi lingkungan yang kondusif dalam arti dpat
memberikan diskresi lebih luas kepada pemerintahan daerah, dan hubungan
antar organisasi yang efektif sangat di perlukan bagi terlaksanakanya
otonomi daerah. Sampai sejauh mana pemerintah lokal memiliki uang,
mengalokasikan anggaran untuk membiayai urusan rumah tangga sendiri,
tetapkan waktu dalam mengalokasikan pembiayaan kepada badan atau dinas
pelaksana.di samping itu, dukungan adminitratif dan teknis yang di perlukan
dari pemerintah pusat. Kelemahan yang selama ini di jumpai di negara-
negara sedang berkembang adalah keterbatasan sumber daya dan
kewenangan pemerintah daerah untuk memungut sumber-sumber
pendapatan yang memadai guna melaksanakan tugas-tugas yang di serahklan
oleh pemerintah pusat.

4. Faktor Characteristic Of Implementing Agencies/ Lembaga


kemampuan para pelaksana di bidang keterampilan teknis, manajerial
dan politik, kemampuan untuk merencanakan, mengkoordinasikan,
mengendalikan dan mengintegrasikan setiap keputusan, baik yang berasal
dari sub-sub unit organisasi, maupun dukungan yang datang dari lembaga
politik nasional dan pejabat pemerintah pusat lainnya. Hakikat dan kualitas
komunikasi internal, hubungan antara dinas pelaksana dengan masyarakat,
dan keterkaitan secara efektif dengan swasta dan lembaga swadaya
masyarakat memegang peranan penting dalam pelaksanaan otonomi daerah.
Hal yang sama pentingnya adalah kepemimpnan yang berkualitas, dan
komitmen staf terhadap tujuan kebijakan.

2. A. Setelah anda memahami ilustrasi di atas, Analisalah hambatan-


hambatan yang di temukan dalam implementasi otonomi daerah di
indonesia!

1. PERBEDAAN KONSEP DAN PARADIGMA OTONOMI DAERAH


1. Perbedaan Konsep
Dalam perbincangan otonomi daerah ini, terdapat perbedaan persepsi di
kalangan cendekiawan, dan para pejabat birokrasi. Di antara mereka ada yang
mempersepsikan otonomi daerah sebagai prinsip penghormatan, terhadap
kehidupan masyarakat sesuai riwayat adat-istiadat dan sifat-sifatnya dalam konteks
negara kesatuan (lihat Prof. Soepomo dalam Abdullah 2000: 11). Ada juga yang
mempersepsikan otonomi daerah sebagai upaya berperspektif Ekonomi-Politik, di
mana daerah diberikan peluang untuk berdemokrasi dan untuk berprakarsa
memenuhi kepentingannya sehingga mereka dapat menghargai dan menghormati
kebersamaan dan persatuan dan kesatuan dalam konteks NKRI.
Setelah diberlakukan UU No. 22 Tahun 1999, aksi dari berbagai pihak sangat
beragam, sebagai akibat dari perbedaan interpretasi istilah otonomi. Terdapat
kelompok yang menafsirkan otonomi sebagai kemerdekaan atau kebebasan dalam
segala urusan yang sekaligus menjadi hak daerah. Mereka yang mempunyai persepsi
ini biasanya mencurigai intervensi pemerintah pusat, otonomi daerah dianggap
sebagai kemerdekaan daerah dari belenggu Pemerintah Pusat
2. Perbedaan Paradigma
Variasi makna tersebut berkaitan pula dengan paradigma utama dalam
kaitannya dengan otonomi, yaitu paradigma politik dan paradigma organisasi yang
bernuansa pertentangan.
Menurut paradigma politik, otonomi birokrasi publik tidak mungkin ada dan tidak
akan berkembang karena adanya kepentingan politik dari rezim yang
berkuasa. Rezim ini tentunya membatasi kebebasan birokrat level bawah dalam
membuat keputusan sendiri. Pemerintah daerah (kabupaten, kota) merupakan
subordinasi pemerintah pusat, dan secara teoretis subordinasi dan otonomi
bertentangan. Karena itu menurut paradigma politik, otonomi tidak dapat berjalan
selama posisi suatu lembaga merupakan subordinasi dari lembaga yang lebih tinggi.
Berbeda dengan paradigma politik, paradigma organisasi justru mewujudkan betapa
pentingnya “otonomi tersebut untuk menjamin kualitas birokrasi yang diinginkan”.
Untuk menjamin kualitas birokrasi maka inisiatif, terobosan, inovasi, dan kreativitas
harus dikembangkan dalam hal ini akan dapat diperoleh apabila institusi birokrasi itu
memiliki otonomi. Dengan kata lain, paradigma “organisasi” melihat bahwa harus
ada otonomi agar suatu birokrasi dapat tumbuh dan berkembang menjaga
kualitasnya sehingga dapat memberikan yang terbaik bagi masyarakat.
Kedua paradigma di atas benar adanya. Otonomi diperlukan bagi suatu organisasi
untuk dapat tumbuh dan berkembang mempertahankan eksistensi dan
integritasnya, akan tetapi “otonomi” juga sulit dilaksanakan karena birokrasi daerah
merupakan subordinasi birokrasi pusat (negara). Oleh karena itu kompromi harus
ditemukan agar otonomi tersebut dapat berjalan. Respons terhadap kedua
paradigma tersebut dikemukakan oleh Terry (1995, 52) yang menyarankan agar
otonomi harus dilihat dalam paradigma “kontekstual”, yaitu mengaitkan otonomi
dengan sistem politik yang berlaku dan sekaligus kebutuhan masyarakat daerah.
Oleh karena dalam konteks otonomi di Indonesia harus dilihat juga sebagai upaya
menjaga kesatuan dan persatuan di satu sisi dan di sisi lainnya sebagai upaya
birokrasi Indonesia untuk merespons kebhinnekaan Indonesia agar mampu
memberikan layanan terbaik bagi masyarakat.

B. KUATNYA PARADIGMA BIROKRASI


Sampai sekarang aparat pemerintah daerah belum berani melakukan
terobosan yang dibutuhkan. Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan untuk
memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat karena masih kuatnya
pengaruh paradigma birokrasi.
Paradigma ini ditandai dengan ciri organisasi yang berstruktur sangat hierarkis
dengan tingkat diferensiasi yang tinggi, dispersi otoritas yang sentrali dan formalisasi
yang tinggi (standarisasi, prosedur, dan aturan yang ketat).

C. LEMAHNYA KONTROL WAKIL RAKYAT DAN MASYARAKAT 


Selama orde baru tidak kurang dari 32 tahun peranan wakil rakyat dalam
mengontrol eksekutif sangat tidak efektif karena terkooptasi oleh elit eksekutif.
Birokrasi di daerah cenderung melayani kepentingan pemerintah pusat, dari pada
melayani kepentingan masyarakat lokal. Kontrol terhadap aparat birokrasi oleh
lembaga legislatif dan masyarakat tampak artifisial dan fesudo demokratik.
Kelemahan ini kita sadari bersama, perubahan telah dilakukan segera setelah
pergantian rezim “orde baru” orde reformasi. UU. Politik dan otonomi daerah
diberlakukan, semangat dan proses demokrasi menjanjikan, dan kontrol terhadap
birokrasi dimulai walaupun terkadang kebablasan.
D. KESALAHAN STRATEGI
UU No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah diberlakukan pada suatu
pemerintah daerah sedang lemah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk
melakukan sendiri apa yang mereka butuhkan, tetapi dengan kemampuan yang
sangat marjinal. Hal ini akibat dominasi pemerintah pusat di daerah yang terlalu
berlebihan, dan kurang memberikan peranan dan kesempatan belajar bagi daerah.
Model pembangunan yang dilakukan selama ini sangat sentralistik birokratis yang
berakibat penumpulan kreativitas pemerintah daerah dan aparatnya.

2. Jelaskan faktor yang menjadi penyebab munculnya berbagai macam


hambatan di dalam pelaksanaan otonomi daerah tersebeut!

Faktor Penghambat Otonomi Daerah

Faktor-faktor yang dapat menghambat jalannya otonomi daerah tersebut adalah:

 Komitmen Politik: Penyelenggaraan otonomi daerah yang dilakukan oleh


pemerintah pusat selama ini cenderung tidak dianggap sebagai amanat
konstitusi.
 Masih Terpaku pada Sentralisai: Daerah masih memiliki ketergantungan
tinggi terhadap pusat, sehingga mematikan kreativitas masyarakat dan
perangkat pemerintahan di daerah.
 Kesenjangan Antardaerah: Kesenjangan kuantitas dan kualitas sumber daya
manusia, serta intra struktur ekonomi.
 Ketimpangan Sumber Daya Alam: Daerah yang tidak memiliki kekayaan
sumber daya alam tetapi populasi penduduknya tinggi akan terengah-engah
dalam melaksanakan otonomi.
 Benturan Kepentingan: Adanya perbedaan kepentingan yang sangat melekat
pada berbagai pihak yang menghambat proses otonomi daerah, seperti
benturan keinginan pimpinan daerah dengan kepentingan partai politik.
 Keinginan Politik atau Political Will: Keinginan politik yang tidak seragam
dari pemerintah daerah untuk menata kembali hubungan kekuasaan pusat
dan daerah.
 Perubahan perilaku elit lokal: elit lokal mengalami perubahan perilaku dalam
penyelenggaraan pemerintah daerah karena pengaruh kekuasaan yang
dimilikinya.

3. Berdasarkan permasalahan di atas, kemukakan hasil analisa anda


tentang solusi nyata dalam menangani masalah tersebut di daerah!
1. Membuat masterplan pembangunan nasional untuk membuat sinergi
Pembangunan di daerah. Agar menjadi landasan pembangunan di daerah dan
membuat pemerataan pembangunan antar daerah.
2. Memperkuat peranan daerah untuk meningkatkan rasa nasionalisme dengan
mengadakan kegiatan menanaman nasionalisme seperti kewajiban
mengibarkan bendera merah putih.
3. Melakukan pengawasan Perda agar sinergi dan tidak menyimpang dengan
peraturan diatasnya yang lebih tinggi.
4. Berdasarkan ilustrasi tersebut, Analisislah bagaimana implementasi
prinsip-prinsip Good Governance dalam praktek penyelenggaraan
pemerintah daerah?

1. Masyarakat dilibatkan untuk menilai dan mengevaluasi kualitas pelayanan


publik. Dengan penyediaan saluran komunikasi masyarakat seperti kotak
kritik dan saran, website resmi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
Kota Samarinda, Indeks Kepuasan Masyarakat, serta penyediaan saluran
komunikasi masyarakat agar dapar mengutarakan pendapatnya.

2. Aturan hukum telah ditegakkan secara utuh dalam berbagai aspek dan
didukung oleh peraturan-peraturan hukum dan perundang-undangan yang
mengikat aparat pemerintahan tanpa terkecuali. Dengan diberikannya sanksi
yang sesuai terhadap masyarakat maupun oknum yang melanggar aturan
perizinan tersebut. Adanya koordinasi terkait meliputi lembaga hukum dan
peradilan serta unsur masyarakat lainnya dan adanya peraturan hukum serta
sanksi yang diterapkan secara tegas dan tidak memihak

3. Penerapan prinsip transparansi dalam pelayanan publik di Badan Pelayanan


Perizinan Terpadu Satu Pintu dengan baik. Keterbukaan informasi mengenai
waktu, biaya, syarat dan prosedur pelayanan dapat dengan mudah diakses
oleh masyarakat. Masyarakat cukup bertanya kepada petugas untuk
mengetahui secara jelas informasi mengenai pelayanan publik. Disamping itu
juga disediakan bagan alur mengenai prosedur pelayanan serta rincian biaya
untuk pengurusan izin agar lebih memudahkan masyarakat.

4. Penerapan prinsip akuntabilitas dalam pelayanan publik di Badan Pelayanan


Perizinan mengenai pertanggungjawaban atas waktu dan biaya dalam
pelayanan publik telah berjalan dengan baik. Standar Operasional Prosedur
yang ada telah dilaksanakan sebagaimana mestinya. Bentuk pertanggung
jawaban untuk menjamin kecepatan layanan pada masyarakat untuk
mengurus perizinan hingga selesai telah diwujudkan dengan baik.

5. Penerapan prinsip efektivitas dan efisiensi dalam pelayanan publik dapat


diketahui dari kecepatan waktu dan kesederhanaan prosedur dalam
pengurusan dokumendokumen. Masyarakat dapat lebih menghemat waktu,
biaya dan tenaga dalam proses pengurusan dokumen. Dengan begitu kualitas
pelayanan yang diharapkan masyarakat dapat diwujudkan.

6. Penerapan prinsip responsivitas dalam pelayanan publik untuk tetap


melayani dengan hati bagaimanapun kondisinya. Juga dapat diketahui dari
cepat tanggapnya pelayanan dalam hal memberikan dan menjawab
pertanyaan masyarakat dalam hal pengurusan izin sebagai bukti telah
berjalannya penerapan good governance dalam prinsip responsive atau daya
tanggap.

Anda mungkin juga menyukai