Anda di halaman 1dari 11

1.

Faktor Keberhasilan Otonomi Daerah

Pelaksanaan otonomi daerah memberikan berbagai harapan baik bagi masyarakat, swasta bahkan
pemerintah sendiri. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah Daerah, terutama Kabupaten
dan Kota dalam menjalankan kebijakan otonominya. Disinilah perlunya mengidentifikasi berbagai
dimensi/faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah.

Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, tujuan mempersembahkan otonomi daerah bertujuan
untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, mengembangkan
demokrasi, keadilan dan pemerataan serta memelihara hubungan yang seri antara Pusat dan Daerah
serta antar Daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh
karena itu, pelaksanaan otonomi daerah dikatakan berhasil atau sukses jika mampu mencapai
(mewujudkan) tujuan-tujuan tersebut.

Untuk mengetahui apakah suatu daerah otonom mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri,
Syamsi (1986: 199) menegaskan beberapa ukuran sebagai berikut:

1. Kemampuan struktur organisasi

Struktur organisasi pemerintah daerah harus menampung segala aktivitas dan tugas-tugas yang menjadi
beban dan tanggung jawab, jumlah dan ragam unit yang sesuai dengan kebutuhan, pembagian tugas,
wewenang dan tanggung jawab yang cukup jelas.

2. Kemampuan aparatur pemerintah daerah

Aparat pemerintah daerah harus mampu mengelola dan mengelola rumah tangga daerah. Keahlian,
moral, disiplin dan kejujuran saling mendukung tercapainya tujuan yang diinginkan.

3. Kemampuan yang mendorong partisipasi masyarakat

Pemerintah daerah harus mampu mendorong masyarakat agar memiliki kemauan untuk berperan serta
dalam kegiatan pembangunan.

4. kemampuan keuangan daerah

Pemerintah daerah harus mampu membiayai kegiatan pemerintahan, pembangunan dan


kemasyarakatan secara keseluruhan sebagai wujud pelaksanaan, pengaturan dan pengurusan rumah
tangganya sendiri. Sumber-sumber dana antara lain berasal dari PAD atau sebagian dari subsidi
pemerintah pusat.

Keberhasilan suatu daerah menjadi otonomi daerah dapat dilihat dari beberapa hal yang mempengaruhi
(Kaho, 1998), yaitu faktor manusia, faktor keuangan, faktor peralatan, serta faktor organisasi dan
manajerial. Pertama, manusia adalah faktor yang esensial dalam penyelenggaraan pemerintah daerah
karena merupakan subyek dalam setiap aktivitas pemerintahan, serta sebagai pelaku dan penggerak
proses mekanisme dalam sistem pemerintahan. Kedua, keuangan yang merupakan bahasan pada
pembahasan ini sebagai faktor penting dalam melihat kemandirian suatu daerah otonom untuk
mengukur, mengurus dan membiayai urusan rumah tangganya. Ketiga, peralatan adalah setiap benda
atau alat yang digunakan untuk memperlancar kegiatan pemerintah daerah. Keempat,

Kaho (1998) menegaskan bahwa faktor yang sangat berpengaruh dalam pelaksanaan otonomi daerah
adalah manusia sebagai pelaksana yang baik. Manusia adalah faktor yang paling esensial dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagai pelaku dan penggerak proses mekanisme dalam sistem
pemerintahan. Agar mekanisme pemerintahan dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang
diharapkan, maka manusia atau subyek harus baik pula.

Atau dengan kata lain, mekanisme pemerintahan baik daerah maupun pusat hanya dapat berjalan
dengan baik dan dapat mencapai tujuan seperti yang diinginkan apabila manusia sebagai subyek sudah
baik pula.

Selanjutnya, faktor yang kedua adalah kemampuan keuangan daerah yang dapat mendukung
pembiayaan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Mamesah mengutip pendapat
Manulang (1995: 23) yang menyebutkan bahwa dalam kehidupan suatu negara, masalah keuangan
negara sangat penting. Semakin baik keuangan suatu negara, maka semakin stabil pula kedudukan
pemerintah dalam negara tersebut. Sebaliknya jika kondisi keuangan negara buruk, maka pemerintah
akan menghadapi berbagai kesulitan dan rintangan dalam melaksanakan segala kewajiban yang
diberikan kepadanya.

Faktor ketiga adalah anggaran, sebagai alat utama pada pengendalian keuangan daerah, sehingga
rencana yang diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) harus tepat dalam bentuk dan
susunannya. Anggaran berisi rancangan yang dibuat berdasarkan keahlian dengan pandangan ke muka
yang bijaksana, karena itu untuk menciptakan pemerintah daerah yang baik untuk melaksanakan
otonomi daerah, maka anggaran mutlak diperlukan yang baik pula.

Faktor peralatan yang cukup dan memadai, yaitu setiap alat yang dapat digunakan untuk memperlancar
pekerjaan atau kegiatan pemerintah daerah. Peralatan yang baik akan mempengaruhi kegiatan
pemerintah daerah untuk mencapai tujuan, seperti alat-alat kantor, transportasi, alat komunikasi dan
lain-lain. Namun demikian, peralatan yang mencukupi tersebut tergantung pula pada kondisi keuangan
yang dimiliki daerah, serta ketersediaan dari aparat yang menggunakannya.

Faktor organisasi dan manajemen baik, yaitu organisasi yang tergambar dalam struktur organisasi yang
jelas berupa susunan organisasi beserta pejabat, tugas dan wewenang, serta hubungan satu sama lain
dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

Manajemen merupakan proses manusia yang menggerakkan tindakan dalam usaha kerja sama, sehingga
tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai. Mengenai arti penting dari manajemen terhadap penciptaan
suatu pemerintahan yang baik, mamesah (1995 : 34) mengatakan bahwa baik atau tidaknya manajemen
pemerintah daerah tergantung dari pimpinan daerah yang bersangkutan, khususnya tergantung kepada
Kepala Daerah yang bertindak sebagai manajer daerah.

2. Rondinellli dan Cheema (1983:30) dalam memperkenalkan kebijakan implementasi kebijakan


desentralisasi bidang perencanaan dan administrasi pembangunan. Menurut Rondinelli dan Cheema,
ada dua pendekatan dalam proses implementasi yang sering dikacaukan.

Pertama , pendekatan kepatuhan, yaitu yang menganggap implementasi itu tidak lebih dari teknik, rutin.
Ini adalah suatu proses pelaksanaan yang tidak mengandung unsur-unsur politik yang perencanaannya
sudah ditetapkan sebelumnya oleh para pimpinan politik ( political leaders ). Para administrator
biasanya terdiri dari pegawai biasa yang tunduk pada petunjuk dari para pemimpin politik tersebut.
Kedua , pendekatan politik. Pendekatan yang kedua ini sering disebut sebagai pendekatan politik yang
mengandung “Administrasi merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dari proses penetapan
kebijakan, dimana kebijakan diubah, bahkan menjadi berat dalam proses implementasi.” Jadi, membuat
4 implementasi menjadi kompleks dan tidak bisa diperhitungkan ( tak terduga ). Faktor-faktor Yang
mempengaruhi Implementasi kebijakan Belum mendapat Perhatian Yang serius di negara-gatra Yang
sedang Berkembang (termasuk Indonesia), KARENA kebanyakan para perumus kebijakan Mengenai
Desentralisasi Dan otonomi daerah LEBIH Suka using pendekatan thecompliance mendekati daripada
pendekatan politik.Mereka menyatakan suatu kebijakan sudah ditetapkan dan diumumkan menjadi
suatu kebijakan publik serta-merta akan dapat diimplementasikan oleh para pegawai pelaksana secara
teknik tanpa unsur-unsur atau kendala politik apapun, dan hasil yang diharapkan akan segera tercapai.
Akan tetapi, pengalaman mengenai desentralisasi dan otonomi daerah di negara-negara sedang
berkembang yang juga menyangkut program dan kebijakan lainnya, menunjukkan bahwa implementasi
kebijakan bukan hanya sekedar proses teknis dalam melaksanakan perencanaan yang sudah ditetapkan.
melainkan suatu proses interaksi politik yang dinamis dan tidak dapat diperhitungkan.

Berbagai faktor politik, sosial, ekonomi, perilaku dan kesemuanya sangat mempengaruhi seberapa jauh
kebijakan yang telah ditetapkan dapat diterapkan sesuai dengan yang diharapkan, dan sampai seberapa
jauh implementasi mencapai tujuan kebijakan tersebut.

Menurut Rondinelli dan Cheema, ada empat faktor yang dipandang dapat mempengaruhi implementasi
kebijakan desentralisasi dan otonomi bebas, yaitu: kondisi lingkungan: hubungan antar organisasi;
sumber daya yang tersedia; dan karakteristik lembaga pelaksana. Signifikansi hubungan pengaruh antara
variabel yang satu dengan yang lain dalam mempengaruhi pelaksananaan otonomi daerah sangat
bervariasi dalam situasi yang satu dengan yang lain.

Faktor kondisi lingkungan yang mencakup faktor-faktor seperti struktur politik nasional, proses
kebijakan perumusan, infrastruktur, dan berbagai kepentingan, serta tersedianya sarana dan prasarana
fisik. Suatu kebijakan ada hakekatnya timbul dari suatu kondisi lingkungan sosial-ekonomi dan politik
yang khusus dan kompleks. Hal ini bukan hanya substansi kebijakan itu sendiri, melainkan juga
hubungan antar organisasi dan karekateristik badan-badan pelaksana di lapangan, serta potensi sumber
daya, baik jumlah maupun macamnya.
Struktur politik nasional, ideologi, dan proses kebijakan ikut mempegaruhi tingkat dan arah pelaksanaan
otonomi daerah. Di samping kitu, karakteristik struktur lokal, kelompok-kelompok sosial-budaya yang
terlibat dalam kebijakan perumusan, dasn kondisi infra-struktur. Juga memainkan peranan penting
dalam pelaksanaan otonomi daerah.

Faktor antar organisasi , Rondinelli memandang bahwa keberhasilan pelaksananaan otonomi daerah
memerlukan interaksi dari dan koordinasi dengan berbagai organisasi pada setiap tingkatan, kelompok-
kelompok yang berkepentingan.

Faktor sumber daya untuk implementasi program , dijelaskan bahwa kondisi lingkungan yang kondusif
dalam arti dapat memberikan diskresi lebih luas kepada pemerintah daerah, dan hubungan antar
organisasi yang efektif penting bagi terlaksananya otonomi daerah. Sampai sejauh mana pemerintah
lokal memiliki keleluasaan untuk merencanakan dan menggunakan uang, alokasi anggaran untuk
membiayai urusan rumah tangga snediri, ketetapan waktu dalam mengalokasikan pembiayaan kepada
badan/dinas pelaksana,

kewenangan untuk memungut sumber-sumber keuangan dan kewenangan untuk membelanjakannya


pada tingkat lokal juga mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah seefektif mungkin. Kepadanya juga
perlu dukungan, baik dari pimpinan politik nasional, pejabat-pejabat pusat yang ada di daerah, maupun
golongan terkemuka di daerah. Di samping itu, dukungan administratif dan teknis yang diperlukan dari
pemerintah pusat. Kelamahan yang selama ini dijumpai di negara-negara sedang berkembang adalah
keterbatasan sumber daya dan kewenangan pemerintah daerah untuk memungut sumber-sumber
pendapatan yang memadai guna melaksanakan tugas-tugas yang diserahkan oleh pemerintah pusat.

Fitur lembaga pelaksana, layanan kepada para pelaksana di bidang keterampilan teknis, kemampuan
manajerial dan politik, kemampuan untuk merencanakan, mengendalikan dan mengendalikan, baik yang
berasal dari organisasi maupun sub-unit, dukungan yang berasal dari lembaga politik dan pejabat pusat
lainnya. Hakikat dan kualitas komunikasi internal, hubungan antara dinas pelaksana dengan masyarakat,
dan keterkaitan secara efektif dengan swasta dan lembaga swadaya masyarakat memegang peranan
penting dalam pelaksanaan otonomi daerah. Hal yang sama pentingnya adalah kepemimpnan yang
berkualitas, dan komitmen staf terhadap kebijakan.

Menurut Rondinelli dan Cheema, hasil pelaksanaan kebijakan desentralisasi dalam wujud pelaksanaan
otonomi daerah sangat tergantung pada hubungan dari keempat faktor tersebut, dan dilihat melalui tiga
hal sebagai berikut. Pertama , tercapainya tujuan kebijakan desentralisasi yang terwujud pelaksanaan
otonomi daerah. Kedua , kunjungan kemampuan lembaga pemerintah daerah dalam hal perencanaan,
memobilisasi sumber daya dan pelaksanaan. Ketiga , meningkatkan produktivitas, pendapatan daerah,
pelayanan terhadap masyarakat, dan peran aktif masyarakat melalui penyampaian inspirasi dan aspirasi
rakyat.

3.• Adanya sosialiasai bagi masyarakat

daerah mengenai pelaksanaan otonomi


daerah yang dilakukan pemerintah pusat

maupun pemerintahan daerah

• Peningkatakan kualitas SDM daerah

• Mengurangi sistem desentaralisasi

pemerintah pusat

• Pemerataan kebijakan dan pengelolan

potensi SDA maupun SDM keseluruh

dasrah di Indonesia

• Mengulangi pemfokusan ekonomi pada

pusat pemerintahan

• Meningkatkan pelayanan masyarakat

baik dilakukan oleh pemerintah daerah

maupun pemerintah pusat

• Pemerataan ekonomi dan pelayanan

bagi seluruh daerah di Indonesia

. Memberikan kebijakan sebebasny

oleh pemerintah pusat kepada

pemerintah daerah dalam mengelola dan

melaksanakan otonomi daerah.

• Mengurangi ketergantungan

pemerintah daerah kepada pemerintah

pusat

1. Prinsip-prinsip yang harus dipegang


dalam pemberian otonomi daerah :

A. Penyelenggaraan otonomi daerah

dilaksanakan dengan memperhatikan

aspek demokrasi, keadilan, pemerataan

serta potensi dan keanekaragaman

daerah.

B. Pelaksanaan otonomi daerah

didasarkan pada otonomi luas, nyata dan

bertanggung jawab.

C. Pelaksanaan otonomi daerah yang

luas dan utuh diletakkan pada daerah

kabupaten dan daerah kota sedang pada

daerah propinsi merupakan otonomi

yang terbatas.

D. Pelaksanaan otonomi daerah harus

sesuai dengan konstitusi negara.

E. Pelaksanaan otonomi daerah harus

lebih mengikatkan kemandirian daerah

otonomi.

F. Pelaksanaan otonomi daerah harus

lebih meningkatkan peran dan fungsi

badan legislatif daerah.

G. Pelaksanaan asas dekonsentrasi

diletakkan pada daerah propinsi

dalam kedudukannya sebagai daerah


administrasi.

H. Pelaksanaan asas tugas pembantuan

dari pemerintah dan daerah ke desa

disertai pembiayaan sarana dan

prasarana serta SDM dengan kewajiban

melaporkan dan bertanggung jawab kepada yang menugaskan.

2. Kendala/ketimpangan-ketimpangan

yang sering terjadi dalam penerapan

kebijakan otonomi daerah :

A. High Cost Economic dalam bentuk

pungutan-pungutan yang membabi buta.

Otonomi daerah dapat berubah sifat

menjadi “Anarkisme Financial”.

B. High Cost Economic dalam bentuk

KKN.

C. Orientasi Pemda pada Cash Inflow,

bukan pendapatan.

D. Pemda bisa menjadi "drakula”

bagi anak-anak mereka sendiri yaitu

BUMD-BUMD yang berada dibawah

naungannya. Modusnya bisa jadi bukan

melalui penjualan aset, melainkan melalui

kebijakan penguasa daerah yang sulit

ditolak oleh jajaran pimpinan BUMD.

E. Karena terfokus pada penerimaan


dana Pemda bisa melupakan kriteria

pembuktian berkelanjutan.

F. Munculnya hambatan bagi mobilitas

sumber daya.

G. Potensi konflik antar daerah

menyangkut pembagian hasil pungutan.

H. Bangkitnya egosentrisme.

I. Karena derajat keberhasilan otonomi

lebih dilandaskan pada aspek-aspek

finansial pemerintah daerah bisa

melupakan misi dan visi otonomi sebenarnya.

J. Munculnya bentuk hubungan kolutif

antara eksekutif dan legislatif di daerah.

3. Upaya pejabat daerah untuk

mengatasi ketimpangan yang terjadi.

A. Pejabat harus dapat melakukan

kebijakan tertentu sehingga SDM yang

berada di pusat dapat terdistribusi ke

daerah

B. Pejabat harus melakukan

pemberdayaan politik warga masyarakat

dilakukan melalui pendidikan politik

dan keberadaan organisasi swadaya

masyarakat, media massa dan lainnya.

C. Pejabat daerah harus bisa


bertanggung jawab dan jujur.

D. Adanya kerjasama antara pejabat dan

masyarakat.

E. Dan yang menjadi prioritas adalah

pejabat daerah harus bisa memahami

prinsip-prinsip otonomi daerah.

4. Analisis langkah-langkah yang harus

diambil pemerintah dalam mengontrol

otonomi daerah :

A. Merumuskan kerangka hukum

yang memenuhi aspirasi untuk

otonomi di tingkat propinsi dan sejalan

dengan strategi desentralisasi secara

bertahap.Untuk itu perlu dipersiapkan revisi UU No.22 dan No.25,termasuk

usaha sosialisasi besar-besaran pada

masyarakat dan parlemen di tingkat

pusat maupun daerah.

B. Menyusun sebuah rencana

implementasi desentralisasi dengan

memperhatikan faktor-faktor yang

menyangkut penjaminan kesinambungan

pelayanan pada masyarakat,perlakuan

perimbangan antara daerah-daerah,dan

menjamin kebijakan fiskal yang

berkelanjutan.
C. Untuk mempertahankan momentum

desentralisasi,pemerintah pusat

perlu menjalankan segera langkah

desentralisasi,akan tetapi terbatas pada

sektor-sektor yang jelas merupakan

kewenangan Kabupaten dan kota dan

dapat segera diserahkan.

D. Proses otonomi tidak dapat dilihat

sebagai semata-mata tugas dan

tanggung jawab dari menteri negara

otonomi atau menteri dalam negeri,akan

tetapi menuntut koordinasi dan

kerjasama dari seluruh bidang dalam

kabinet (Ekuin, Kesra & Taskin, dan

Polkam).

4. 1. Transparansi

Transparansi merupakan proses keterbukaan menyampaikan informasi atau aktivitas yang dilakukan.
Harapannya, agar pihak-pihak eksternal yag secara tidak langsung ikut bertanggung jawab dapat ikut
memberikan pengawasan. Memfasilitasi akses informasi menjadi faktor penting terciptanya
transparansi ini.

2. Partisipasi

Partisipasi merujuk pada keterlibatan seluruh pemangku kepentingan dalam merencanakan kebijakan.
Masukan dari berbagai pihak dalam proses pembuatan kebijakan dapat membantu pembuat kebijakan
mempertimbangkan berbagai persoalan, perspektif, dan opsi-opsi alternatif dalam menyelesaikan suatu
persoalan. Proses partisipasi membuka peluang bagi pembuat kebijakan untuk mendapatkan
pengetahuan baru, mengintegrasikan harapan publik kedalam proses pengambilan kebijakan, sekaligus
mengantisipasi terjadinya konflik sosial yang mungkin muncul. Komponen yang menjamin akses
partisipasi mencakup, tersedianya ruang formal melalui forum-forum yang relevan, adanya mekanisme
untuk memastikan partisipasi publik, proses yang inklusif dan terbuka, dan adanya kepastian masukan
dari publik akan diakomodir di dalam penyusunan kebijakan.

3. Akuntabilitas

Akuntabilitas didefinisikan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas peraturan yang telah dibuat.
Proses ini juga sekaligus menguji seberapa kredibel suatu kebijakan tidak berpihak pada golongan
tertentu. Akuntabilitas akan melewati beberapa proses pengujian tertentu. Proses yang terstruktur ini
diharapkan akan mampu membaca celah-celah kekeliruan, seperti penyimpangan anggaran atau
pelimpahan kekuasaan yang kurang tepat. Mekanisme akuntabilitas juga memberikan kesempatan
kepada para pemangku kebijakan untuk untuk meminta penjelasan dan pertanggungjawaban apabila
terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan konsesus dalam pelaksanaan tata kelola di bidang tertentu.

4.Koordinasi

Koordinasi adalah sebuah mekanisme yang memastikan bahwa seluruh pemangku kebijakan yang
memiliki kepentingan bersama telah memiliki kesamaan pandangan. Kesamaan pandangan ini dapat
diwujudkan dengan mengintegrasikan visi dan misi pada masing-masing lembaga. Koordinasi menjadi
faktor yang sangat penting, karena kekacauan koordinasi dapat menyebabkan efisiensi dan efektivitas
kerja menjadi terganggu.

Pada intinya tata kelola pemerintahan yang baik melibatkan berbagai pihak secara terintegrasi. Sistem
pemerintahan tidak akan berjalan optimal apabila lembaga tidak didukung oleh partisipasi aktif oleh
elemen masyarakat. Lalu, untuk mencapainya diperlukan kesadaran serta pengetahuan agar masyarakat
dapat berpikir kritis mengenai kebijakan yang sudah seharusnya dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai