Anda di halaman 1dari 5

Assalamualaikum wr.wb.

1. Asal usul pembentukan masyarakat

Manusia pada dasarnya, dilahirkan seorang diri, namun dalam proses kehidupan, manusia
membutuhkan manusia lain di sekelilingnya. Ini menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk sosial,
yaitu makhluk yang hidup bersama. keinginan manusia untuk bersama dengan orang lain atau
membutuhkan orang lain merupakan fitrah. Untuk mewujudkan keinginan manusia tersebut harus
melakukan interaksi sosial dengan sesamanya. Dengan ada pergaulan dan interaksi tersebut maka
tercipta suatu pergaulan hidup. Hubungan sosial tersebut menumbuhkan kesadaran di antara individu-
individu akan pentingnya keberadaan yang lain. Namun demikian, karena individu-individu di sosial itu
memiliki karakter-masing dan karenanya dimungkinkan adanya dan konflik, maka untuk menjaga
hubungan dan konflik keajekan,

Atas dasar uraian di atas, maka asal usul masyarakat bermula dari fitrah manusia untuk bersama dengan
orang, lalu terbentuklah hubungan sosial yang melahirkan aturan atau norma. Ada 3 unsur pokok
pembentukan masyarakat: individu-individu yang membangun kelompok hubungan sosial dan aturan.

2. - Keadilan : keadilan keadilan merupakan kemestian yang bersifat fitrah yang harus ditegakkan oleh
setiap individu sebagai pengejawantahan dari perjanjian primordial di mana manusia mengakui Allah
sebagai Tuhannya. Keadilan merupakan sunnatullah di mana Allah menciptakan alam semesta ini
dengan prinsip keadilan dan keseimbangan. Dalam Al-Qur'an keadilan itu disebut sebagai hukum
keseimbangan yang menjadi hukum jagat raya. Keadilan juga merupakan sikap yang paling dekat dengan
takwa. Karena setiap praktik keadilan merupakan suatu bentuk penyelewengan dari hakikat
kemanusiaan yang dikutuk keras oleh Al-Qur'an.

- Supremasi : keadilan harus dipraktikkan dalam semua aspek kehidupan. Di mulai dari hukum.
Menegakkan hukum yang adil merupakan amanah yang diperintahkan untuk dilaksanakan kepada yang
berhak. Dalam surat An-Nisaa' ayat 58 ditegaskan :
‫اس اَ ْن ا ْال َع ْد ِل اِ َّن هّٰللا َ ا اِ َّن هّٰللا َ انَ ۢا ا‬ ۙ ٓ ‫ا َّن هّٰللا اَ ْن ا ااْل َمٰ ٰن‬
ِ َّ‫ت اِ ٰلى اَ ْهلِهَا اِ َذا الن‬
ِ َ ِ

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menunaikan amanah kepada yang berhaknya dan
apabila kamu menghukum di antara manusia, maka hendaklah kamu hukum dengan adil, sesungguhnya
Allah sebaik-baik mengajar. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha melihat”. (QS. An-
Nisaa':58).

Dalam usaha mewujudkan supremasi hukum itu maka kita harus menetapkan hukum kepada siapa pun
tanpa bulu, bahkan kepada orang yang berlaku sekalipun, kita tetap harus adil. Dalam Surat Al-Maai'dah
ayat 8 ditegaskan :

‫اَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا ا ا ِم ْينَ هّٰلِل ِ ۤا َء ْالقِ ْس ِۖط اَل ٰانُ ٰلٓى اَاَّل لُوْ ا اِ ْع ِدلُوْ ۗا اَ ْق َربُ لِلتَّ ْق ٰو ۖى اتَّقُوا هّٰللا َ اِ َّن الل‬

Artinya: “Hai orang-orang yang percaya, hendaklah kamu berdiri karena Allah, menjadi saksi dengan
keadilan. Janganlah kamu tertarik karena kebencianmu kepada satu kaum, sehingga kamu tidak berlaku
adil. Berlaku adillah, karena keadilan itu lebih dekat dengan takwa dan takutlah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Maai'dah:8).

- Egalitarianisme (Persamaan) : tidak mengenal sistem dinasti geneologis. Artinya adalah bahwa
masyarakat madani tidak melihat keutamaan atas dasar keturunan, ras, etnis, dll. di atas prestasi.
Karena semua manusia dan warga masyarakat dihargai bukan atas dasar geneologis di atas melainkan di
atas dasar prestasi yang dalam bahasa Al-Qur'an adalah takwa.

‫ارفُوْ ا اِ َّن اَ ْك َر َم ُك ْم هّٰللا ِ اَ ْت ٰقى ُك ْم اِ َّن هّٰللا َ لِ ْي ٌم‬


َ ‫اَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا لَ ْق ٰن ُك ْم اُ ْن ٰثى ْل ٰن ُك ْم ا ۤا ٕىِ َل لِتَ َع‬

Artinya: “Wahai manusia sejati aku telah menciptakan dari kalian laki-laki dan perempuan kami adalah
kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar saling kenal, sesungguhnya semulia-mulianya kalian di
sisi Allah adalah yang paling bertakwa di antara. (QS. Al-Hujuraat:13).
Karena prinsip egalitarianisme inilah, maka akan terwujud di mana seluruh anggota masyarakat
berpartisipasi untuk menentukan pemimpinnya dan dalam menentukan kebijakan-kebijakan publik.

- Pluralisme : sikap di mana kemajemukan merupakan sesuatu yang harus diterima sebagai bagian dari
realitas objektif. Pluralisme yang dimaksud tidak terbatas mengakui bahwa itu plural melainkan juga
harus disertai dengan sikap yang tulus bahwa keragaman merupakan bagian dari karunia Allah dan
rahmat-Nya karena akan budaya melalui interaksi dinamis dengan pertukaran budaya yang beraneka
ragam itu. Kesadaran pluralisme itu kemudian diwujudkan untuk melihat toleransi dan saling
menghormati antara sesama anggota yang berbeda baik dalam hal etnis, suku bangsa, maupun agama.
Sikap toleransi dan saling menghormati itu dinyatakan dalam Al-Qur'an, antara lain:

َ َّ‫ض لُّهُ ْم ۗا اَفَا َ ْنتَ الن‬ ۤ


‫اس ا‬ ِ ْ‫لَوْ ا َء اَل ٰ َمنَ ااْل َر‬

Artinya: “Dan apabila Tuhanmu menginginkan semua manusia akan percaya kepada Allah, apakah
engkau akan memaksa manusia sehingga bereka percaya”. (QS. Yunus:99).

َ ِ‫اَل ا الَّ ِذ ْينَ هّٰللا ِ ا هّٰللا َ ۢا ْل ۗ ٍم ل‬


َ‫ك ا لِ ُك ِّل اُ َّم ٍة لَهُ ۖ ْم اِ ٰلى ا انُوْ ا لُوْ ن‬

Artinya: “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah”. (QS. Al-
An'aam:108).

- Pengawas Sosial : yang disebut dengan amal saleh pada dasarnya adalah suatu kegiatan demi bersama.
Prinsip-prinsip di atas sebagai dasar pembentukan masyarakat madani merupakan suatu usaha dan
landasan bagi terwujudnya kerjasama bersama. Kegiatan manusia apa pun merupakan suatu
konsekuensi dari logistik yang ada di mana setiap memiliki kebebasan untuk melakukan tindakan.
Keterbukaan itu sebagai konsekuensi logis dari pandangan positif dan optimis terhadap manusia, bahwa
manusia pada dasarnya adalah baik:

ُ ‫اِ ْذ اَ َخ َذ ا اَ ْشهَ َدهُ ْم ٰلٓى اَ ْنفُ ِس ِه ۚ ْم اَلَس‬


َ‫ْت الُوْ ا ٰل ۛى ا اَ ْن لُوْ ا ْالقِ ٰي َم ِة اِنَّا ا ا لِ ْي ۙن‬
Artinya: “Ketika Tuhanmu menjadikan keturunan anak Adam daripada tulang punggung mereka, Dia
mempersaksikan dengan diri mereka sendiri. Allah berfirman: Aku Tuhanmu? Sahutnya: Ya, kami
menjadi saksi, supaya kamu jangan mengatakan pada hari ini: sesungguhnya kami lengah terhadap hal
ini”. (QS. Al-A'raaf: 172).

َ ِ‫ق هّٰللا ِ ل‬
ِ َّ‫ك ال ِّديْنُ ْالقَيِّ ۙ ُم ٰل ِك َّن اَ ْكثَ َر الن‬
َ‫اس اَل لَ ُموْ ۙن‬ ۗ َ َّ‫اَقِ ْم لِل ِّدي ِْن ۗا هّٰللا ِ الَّتِ ْي الن‬
ِ ‫اس لَ ْيهَا اَل َل لِخَ ْل‬

Artinya: “Maka luruskanlah (hadapkanlah) mukamu ke arah agama, serta condong kepadanya. Itulah
fitrah Allah yang dijadikan-Nya manusia sesuai dengan dia. Tiadalah bertukar perbuatan Allah. Itulah
agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya”. (QS. Ar-Ruum:30).

Karena manusia secara fitrah baik dan suci, maka kejahatan yang dilakukan bukan karena inheren dalam
dirinya tetapi lebih disebabkan oleh faktor-faktor luar yang mempengaruhinya. Karena agar manusia
dan warga tetap berada dalam kebaikan sebagaimana fitrahnya diperlukan adanya pengawasan sosial.
Dalam Al-Qur'an ditegaskan:

‫ْال َعصْ ۙ ِر‬

‫اِ َّن ااْل ِ ْنسَانَ لَفِ ْي‬

َّ ‫اصوْ ا ال‬
‫صب ِْر‬ َ ‫ق‬ِّ ‫صوْ ا ْال َح‬
َ ‫تا‬ ّ ٰ ‫اِاَّل الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا لُوا ال‬
ِ ‫صلِ ٰح‬

Artinya: “Demi masa. Sesungguhnya, manusia itu ada dalam kerugian. televisi orang-orang yang beriman
dan beramal shaleh serta saling berwasiat dengan kebenaran dan saling berwasiat dengan kesabaran”.
(QS. Al-Ashr:1-3).

3. Peran yang dapat dilakukan oleh umat beragama dalam mewujudkan masyarakat madani adalah:
- Pertama, menumbuhkan saling pengertian antara sesama umat beragama. Peran ini bisa dilakukan
melalui dialog intensif. Dialog tersebut dilakukan, sebagaimana dikemukakan oleh Mukti Ali, dengan
cara:

Memperpanjang antara orang-orang atau kelompok dari agama atau ideologi yang berbeda untuk
memahami bersama tentang berbagai isu tertentu, untuk setuju dan tidak setuju dengan sikap yang
penuh apresiasi dan karena itu, untuk bekerja sama, menentukan rahasia makna kehidupan ini.

Dialog adalah sebuah proses di mana para individu dan berupaya untuk menghilangkan rasa takut dan
rasa tidak percaya satu sama lain dan mengembangkan hubungan baru berdasarkan rasa saling percaya.
Dengan dialog tersebut maka perdamaian antara umat beragama akan tercapai. Perdamaian adalah
salah satu prasyarat untuk membangun cita-cita menuju masyarakat madani.

- Kedua, melakukan studi-studi agama dengan tujuan:

Menghayati ajaran agama masing-masing

Membangun suasana iman yang dialogis

Menumbuhkan etika pergaulan antara umat beragama

Kesadaran untuk menghilangkan bias-bias dari satu umat beragama terhadap umat beragama umat
beragama lain

Menghancurkan rintangan-rintangan budaya yang ada pada masing-masing umat umat beragama
seperti eksklusivisme

Menubuhkan kesadaran pluralisme

Menumbuhkan kesadaran akan perlunya solidaritas dan kerja sama untuk menyelesaikan masalah-
masalah kemiskinan, keterbelakangan, ketidakadilan, dan lain-lain

Anda mungkin juga menyukai

  • Pian 8
    Pian 8
    Dokumen1 halaman
    Pian 8
    wahyuni dwi mulyaningati
    Belum ada peringkat
  • Diskusi 2 PIAN
    Diskusi 2 PIAN
    Dokumen1 halaman
    Diskusi 2 PIAN
    wahyuni dwi mulyaningati
    Belum ada peringkat
  • Diskusi 7
    Diskusi 7
    Dokumen2 halaman
    Diskusi 7
    wahyuni dwi mulyaningati
    Belum ada peringkat
  • Pian 8
    Pian 8
    Dokumen1 halaman
    Pian 8
    wahyuni dwi mulyaningati
    Belum ada peringkat
  • Pian Definisi
    Pian Definisi
    Dokumen2 halaman
    Pian Definisi
    wahyuni dwi mulyaningati
    Belum ada peringkat
  • Diskusi 3 Pian
    Diskusi 3 Pian
    Dokumen2 halaman
    Diskusi 3 Pian
    wahyuni dwi mulyaningati
    Belum ada peringkat
  • Pian 4 Diskusi
    Pian 4 Diskusi
    Dokumen3 halaman
    Pian 4 Diskusi
    wahyuni dwi mulyaningati
    Belum ada peringkat
  • Jawaban PKN 3
    Jawaban PKN 3
    Dokumen11 halaman
    Jawaban PKN 3
    wahyuni dwi mulyaningati
    Belum ada peringkat
  • Jawaban Bahasa Indonesia 3
    Jawaban Bahasa Indonesia 3
    Dokumen3 halaman
    Jawaban Bahasa Indonesia 3
    wahyuni dwi mulyaningati
    Belum ada peringkat