A. PENDAHULUAN
1. Umum
Pelaporan tentang indikasi pelanggaran merupakan salah satu bentuk peran serta
masyarakat dalam pengawasan, sehingga perlu mendapatkan tanggapan cepat, tepat dan
dapat dipertanggungjawabkan.
Whistle Blowing System merupakan sebuah mekanisme penyampaian pengaduan
dugaan tindak pidana yang telah terjadi atau akan terjadi yang melibatkan pegawai dan
orang lain yang berkaitan dengan dugaan tindak pidana yang dilakukan di dalam organisasi
tempatnya bekerja. Masyarakat dengan budaya yang individualistik lebih efektif
dibandingkan dengan budaya kolektif dalam penerapan Whistle Blowing System.
Whistle blowing system juga menjadi salah satu langkah Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) yang tengah digalakkan, tidak hanya di lingkup Kementerian/Lembaga
Pemerintah tapi juga di tiap organisasi swasta.Whistle blowing system ini memberi
kesempatan luas bagi seluruh elemen bangsa untuk berperan serta dalam upaya-upaya
pemberantasan korupsi. Melalui sistem ini, siapapun berhak melaporkan kepada pihak
dalam organisasi yang ditunjuk dan diberikan mandat kewenangan dalam menerima pesan
atau laporan dan bertanggung jawab serta meneruskannya untuk proses lebih lanjut. Dalam
hal ini sebaiknya kewenangan dapat dipegang oleh pimpinan tertinggi dan selanjutnya dapat
diproses secara hukum.
Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) juga memasukkan Whistle
Blowing System sebagai bagian dari 20 (dua puluh) indikator yang akan dinilai apabila suatu
unit/satker diajukan sebagai unit yang ber-WBK.
Penanganan pelaporan pelanggaran (Whistle Blowing System) di lingkungan Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan merupakan bagian dari sistem penanganan
pengaduan masyarakat terpadu yang memfokuskan pada laporan yang berindikasi tindak
pidana, yang dapat disampaikan melalui saluran khusus pada Lembaga Pembinaan Khusus
Anak Kelas II Banda Aceh.
2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari pelaksanaan kegiatan internalisasi Whistle Blowing System (WBS) bagi
pegawai di lingkungan Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Banda Aceh untuk
mewujudkan kesadaran bagi setiap pegawai di lingkungan Lembaga Pembinaan Khusus
Anak Kelas II Banda Aceh akan pentingnya penyampaian informasi mengenai laporan
penyalahgunaan wewenang baik.
Adapun tujuan dari kegiatan internalisasi Whistle Blowing System (WBS) yaitu agar
pegawai di lingkungan Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Banda Aceh benar-benar
melkasanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan tupoksi dan sop shingga terhindarb dari
penyalahgunaan wewenang sehingga tidak adanya pelaporan pelanggaran dalam bentuk
apapun yang akan dilakukan oleh pihak lain sehingga mampu mewujudkan LPKA Kelas II
Banda Aceh sebagai Zona lntegritas dan Wilayah Bebas dari Korupsi serta Wilayah
Birokrasi Bersih Melayani baik secara individu maupun organisasi.
3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan internalisasi Whistle Blowing System (WBS mencakup pada
seluruh satuan kerja Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Banda Aceh.
4. Dasar
a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3851)
b. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih
Pungutan Liar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 202);
c. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 29 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia;
d. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 57
Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi
Manusia Nomor 25 Tahun 2012 Tentang Penanganan Laporan Pengaduan Di
Lingkungan Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia;
e. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi;
f. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi;
g. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);
h. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(Permen PAN dan RB) Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona
lntegritas menuju WBK dan WBBM di lingkungan lnstansi Pemerintah;
D. REKOMENDASI
Kegiatan sosialisasi/public campaign tentang pengendalian gratifikasi di
Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Banda Aceh harus selalu ditingkatkan secara
berkelanjutan dan jika dipertukan juga diciptakan inovasi-inovasi baru untuk
mensosialisasikan tentang pencegahan gratifikasi agar pegawai dan masyarakat terbangun
kesadaran untuk menghindari tindakan gratifikasi sehingga tercipta pelayanan publik yang
transparan akuntabel dan anti korupsi.
E. PENUTUP
Menyadari praktik korupsi merupakan penghambat umum tercapainya tujuan
pembangunan nasional sebagai upaya strategi percepatan melalui Program Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi secara nasional yang dibangun secara berkesinambungan maka
Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Banda Aceh bekerja sama dengan UPG Pusat
di lnspektorat Jendral Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia terus membangun dan
berusaha mewujudkan aparatur yang berintegritas dan berbudaya anti korupsi, diharapkaan
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 58 tahun 2016 tentang Pengendalian Gratifikasi
di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM dapat diimplementasikan secara baik sehingga
dapat membangun komitmen dan integritas pada setiap pegawai serta dapat terwujud
Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Banda Aceh berpredikat Zona lntegritas dan
Wilayah Bebas Korupsi.
Demikian laporan ini dbuat sebagai bahan informasi dan evaluasi kegiatan Public
Campaign tentang Program Pengendalian Gratifikasi Lembaga Pembinaan Khusus Anak
Kelas II Banda Aceh.
Moch Muhidin
Nip. 196511041986031001