Anda di halaman 1dari 4

Pembagian Kekuasaan di Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah Serta

Penerapannya.

Konsep pembagian kekuasaaan telah ditetapkan oleh banyak negara yang menganut
prinsip demokrasi konstitusional dalam penyelengaaraan pemerintahannya. Pada awalnya
konsep ini muncul untuk mengkritik kesewenang-wenangan kekuasaan para raja di Spanyol,
Prancis dan Inggris. Pertama kali pada tahun 1748, konsep ini dicetuskan oleh Montesquieu
dan John Locke dimana untuk tidak mengulangi kesewenang-wenangan kekuasaan dalam
penyelenggaraan pemerintahan, kekuasaan negara perlu dipisahkan menjadi tiga fungsi,
yaitu: Fungsi legislatif, Fungsi Eksekutif, dan Fungsi Yudikatif. Cikal bakal terminologi
pemisahan kekuasaan ini lah yang menjadi landasan sistem politik Indonesia.
Pelaksanaan pembagian kekuasan di Indonesia dapat ditinjau dari dua sisi, yaitu
pembagian kekuasan menurut fungsi yang berfokus pada pembagian kekuasaan di antara
Lembaga-lembaga negara yaitu eksekutif, legislative dan yudikatif. Yang kedua adalah
pembagian kekuasaan menurut tingkat yang menjelaskan hubungan antara pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah. Dalam pelaksanaannya, pembagian kekuasaan tersebut
mengalami pasang surut sesuai perkembangan di masing-masing era.
Saat ini Indonesia tengah berada di Era Desentralisasi. Desentralisasi adalah
penyerahan Kekuasaan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom
berdasarkan Asas Otonomi. pengertian ini sesuai dengan Undang-undang nomor 23 tahun
2014. Dengan adanya desentralisasi maka muncul otonomi bagi suatu pemerintahan daerah.
Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di
definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan
Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini sering kali dikaitkan dengan sistem pemerintahan
karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma
pemerintahan di Indonesia. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa desentralisasi
berhubungan dengan otonomi daerah. Sebab, otonomi daerah merupakan kewenangan suatu
daerah untuk menyusun, mengatur, dan mengurus daerahnya sendiri tanpa ada campur tangan
serta bantuan dari pemerintah pusat. Adanya desentralisasi akan berdampak positif pada
pembangunan daerah-daerah tertinggal dalam suatu negara hingga daerah otonom tersebut
dapat mandiri dan secara otomatis dapat memajukan pembangunan nasional.
Dalam buku Desentralisasi dan Otonomi Daerah (2007) karya Syamsuddin Haris,
otonomi daerah memiliki beberapa nilai dasar yaitu:
- Kebebasan. Kebebasan masyarakat dan pemerintah daerah dalam mengambil tindakan dan
kebijakan untuk memecahkan masalah bersama.
- Partisipasi. Masyarakat berperan aktif dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan kebijakan publik di daerahnya.
- Efektivitas dan Efisiensi. Melalui kebebasan dan partisipasi masyarakat, jalannya
pemerintahan akan lebih tepat sasaran (efektif) dan tidak mengahamburkan anggaran atau
juga tidak terjadinya suatu pemborosan
Pemberian otonomi daerah juga memiliki beberapa tujuan, diantaranya:
 Distribusi regional yang merata dan adil
 Peningkatan terhadap pelayanan masyarakat yang semakin baik
 Adanya sebuah keadilan secara nasional
 Adanya pengembangan dalam kehidupan demokratis
 Menjaga hubungan yang harmonis antara pusat, daerah, dan antardaerah terhadap
integritas Republik Indonesia.
 Mendorong pemberdayaan masyarakat
 Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat dan
mengembangkan peran dan fungsi DPRD. 
Menurut UU No 32 Tahun 2004 Pasal 21, dalam menyelenggarakan otonomi, daerah
memiliki hak sebagai berikut:
 Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya
 Memilih pimpinan daerah Mengelola aparatur daerah
 Mengelola kekayaan daerah Memungut pajak daerah dan retribusi daerah
 Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
yang berada di daerah
 Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah
 Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Dan Menurut UU No 32 Tahun 2004 Pasal 22, terdapat kewajiban yang dimiliki daerah,
yaitu:
 Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan, dan kerukunan nasional, serta
keutuhan NKRI.
 Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat
 Mengembangkan kehidupan demokrasi dengan Mewujudkan keadilan dan
pemerataan
 Meningkatkan pelayanan dasar Pendidikan
 Menyediakan fasilitas kesehatan Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum
yang layak juga Mengembangkan sistem jaminan sosial
 Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah dan Melestarikan lingkungan hidup
 Mengolah administrasi kependudukan melestarikan nilai sosial budaya Urusan wajib
lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, pertanyaan pokok dan mendasar yang perlu diajukan adalah sukseskah
implementasi kebijakan desentralisasi di Indonesia? Banyak pihak yang meragukan
keberhasilan desentralisasi ini. Tentunya kita bisa menilai lewat dampak positif dan negatif
yang ditimbulkan. Disamping meningkatkan transparansi informasi, kebijakan desentralisasi
dan otonomi daerah telah memunculkan peluang dominasi kontrol oleh elit lokal, yang pada
akhirnya menghasilkan informasi yang tidak utuh.
Lemahnya pengawasan dan penegakan kelembagaan menjadi hal yang krusial dalam
hubungan pelaku desentralisasi dan otonomi daerah. Pengawasan yang lemah, juga
menyebabkan mudahnya korupsi, kolusi, dan nepotisme di kalangan pejabat pemerintah
daerah. Penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi dan merugikan negara secara
pribadi dapat terjadi. Korupsi dana pembangunan daerah yang paling banyak dilakukan.
Selain itu, penyalahgunaan dalam bentuk kolusi dan nepotisme, di mana tidak adanya
profesionalisme dalam pekerjaan juga marak. Setiap proyek pembangunan diserahkan kepada
perusahaan milik pribadi atau keluarga tanpa melalui proses seharusnya banyak dilakukan.
Berbagai modus korupsi di daerahpun semakin berkembang misalnya penggelembungan dana
(markup) dari anggaran pengadaan barang, pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji,
kenaikan pangkat,dll, pemotongan uang bantuan social dan subsidi, manipulasi proyek-
proyek fiksi, dan masih banyak lagi.
Dampak negatif selanjutnya adalah kesenjangan antar daerah. Karena tidak semua
wilayah mempunyai sumber daya yang banyak. Atau mungkin sumber daya yang banyak
tetapi tidak dikelola dengan baik. Akibatnya, terjadi kesenjangan antar daerah. Wilayah yang
satu lebih sejahtera dibandingkan wilayah lain. Keseimbangan kepentingan sulit tercapai
karena setiap daerah mempunyai aturan yang berbeda. Untuk menyatukannya menjadi hal
sulit. Apalagi menyeimbangkan kepentingan daerah yang satu dengan daerah lain. Perlu
kebijakan kepala daerah dan ketegasan pemerintah pusat untuk mencapai keseimbangan.
Ternyata cukup banyak jika diuraikan dampak kekurangan dari penerapan otonomi
daerah yang dilaksanakan di Indonesia dari pada tercapainya tujuan yang diharapkan. Dengan
kesadaran seluruh Bangsa Indonesia, dan tetap memandang Pancasila sebagai pandangan
hidup Bangsa Indonesia, harapannya otonomi akan lebih banyak dirasakan kelebihannya
dibandingkan kekurangan. Dan hal tersebut memerlukan kearifan dan kebijakan semua pihak
yang terlibat dalam pembangunan. Kearifan yang dimulai dari pejabat pemerintah pusat,
pejabat pemerintah daerah, dan masyarakat daerah, serta seluruh rakyat Indonesia. Sesuai
apa yang tercantum dalam UUD 1945 adalah untuk terciptanya masyarakat adil sejahtera.
Semua pelaksanaan pembangunan nasional apapun bentuknya harus kita dukung, sebagai
rakyat Indonesia.

Sumber:
BMP isip4212/ edisi 1/ Miiriam Budiharjo,dkk/ Universitas Terbuka
https://journal.unsika.ac.id/index.php/positum/article/download/501/pdf_3
https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/06/160000769/otonomi-daerah--definisi-asas-
tujuan-hak-dan-kewajibannya?page=all
https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/27/120000669/
https://guruppkn.com/kelebihan-dan-kekurangan-otonomi-daerah

Anda mungkin juga menyukai