PENDAHULUAN
1
kolusi dan nepotisme (KKN) yang sulit diberantas, masalah
penegakan hukum yang sulit berjalan, monopoli dalam kegiatan
ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat yang
memburuk. Sehubungan dengan itu, sebuah konsep baru yang
semula diperkenalkan lembaga-lembaga donor internasional, yaitu
konsep tata kepemerintahan yang baik (good governance), sekarang
menjadi salah satu kata kunci dalam wacana untuk membenahi
sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Konsep ini
pertama diusulkan oleh Bank Dunia (World Bank), United Nations
Development Program (UNDP), Asian Development Bank (ADB), dan
kemudian banyak pakar di negaranegara berkembang bekerja keras
untuk mewujudkan gagasan-gagasan baik menyangkut tata-
pemerintahan tersebut berdasarkan kondisi lokal dengan
mengutamakan unsur-unsur kearifan lokal.
2
pemerintah, tetapi menekankan pada pelaksanaan fungsi
pemerintahan secara bersama-sama oleh pemerintah, masyarakat
madani, dan pihak swasta. Good governance juga berarti
implementasi kebijakan sosial-politik untuk kemaslahatan rakyat
banyak, bukan hanya untuk kemakmuran orang-per-orang atau
kelompok tertentu.
3
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan dan
pemerintahan semakin nyata. Secara sosial, desentralisasi akan
mendorong masyarakat ke arah swakelola dengan memfungsikan
pranata sosial yang merupakan modal sosial dalam menyelesaikan
permasalahan masyarakat. Secara ekonomi, desentralisasi diyakini
dapat mencegah eksploitasi Pemerintah Pusat terhadap daerah, serta
dapat menumbuhkan inovasi masyarakat dan mendorong motivasi
masyarakat untuk lebih produktif. Secara administrasi, desentralisasi
akan mampu meningkatkan kemampuan daerah dalam melakukan
perencanaan, pengorganisasian, meningkatkan akuntabilitas atau
pertanggung jawaban publik. Dalam upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat melalui program pembangunan nasional,
berdasarkan Nota Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (BUMD). Anggaran belanja modal dan belanja barang
tersebut akan direalisasikan melalui kegiatan pengadaan barang dan
jasa pemerintah.
4
Pertama, program otonomi daerah hanya terfokus pada
pelimpahan wewenang dalam pembuatan kebijakan, keuangan dan
administrasi dari pemerintah pusat ke daerah, tanpa disertai
pembagian kekuasaan kepada masyarakat. Kedua, tidak ada institusi
negara yang mampu mengontrol secara efektif penyimpangan
wewenang di daerah. Ketiga, legislative gagal dalam menjalankan
fungsinya sebagai lembaga control, justru sebaliknya terjadi kolusi
yang erat antara pihak eksekutif dan legislative di daerah, sementara
kontrol dari kalangan civil society masih lemah. Upaya mewujudkan
good local governance bukanlah suatu hal yang mudah seperti
membalik telapak tangan, dan tentunya untuk mewujudkan itu
dibutuhkan
5
BAB II
MASALAH
2.1. Masalah
6
f. Kurangnya kemampuan sebagian besar staf operasional, anggota
panitia lelang dan pihak-pihak berwenang yang memberi
persetujuan;
g. Kelemahan dalam sistim sertifikasi bagi para kontraktor dan
konsultan;
h. Pengaruh yang tidak sehat dari berbagai asosiasi bisnis dalam
pengadaan;
i. Praktek-praktek korupsi dan kolusi, serta pengaruh lainnya;
j. Pemaketan kontrak yang tidak ekonomis akibat upaya mencapai
tujuan lain, pengaruh berbagai kelompok untuk kepentingan yang
lain dan praktek kolusi;
k. Iklan tidak memadai khususnya atas kontrak-kontrak dengan
biaya kecil;
l. Kurangnya tindak lanjut terhadap berbagai protes dalam proses
pengadaan dan tidak adanya pemantauan yang sistematik
terhadap kepatuhan atas peraturan dan prosedur pengadaan;
m. kurangnya pengkaderan pemimpin proyek dan professional di
bidang pengadaan maupun jenjang karier pada sistim pegawai
negeri.
7
BAB III
PEMECAHAN MASALAH
8
c. Transparansi, Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi
yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan
informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang
berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar
dapat dimengerti dan dipantau. Peduli pada Stakeholder,
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus
berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.
d. Berorientasi pada Konsensus, Tata pemerintahan yang baik
menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi
terbangunnya suatu consensus menyeluruh dan yang terbaik bagi
kelompok masyarakat, dan terutama dalam kebijakan dan
prosedur.
e. Kesetaraan, Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan
memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
f. Efektifitas dan Efisiensi, Proses-proses pemerintahan dan
lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga
masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang
ada seoptimal mungkin.
g. Akuntabilitas, Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor
swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab
baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang
berkepentingan. Bentuk pertanggung jawaban tersebut tergantung
dari jenis organisasi yang bersangkutan.
h. Visi Strategis, Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif
yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik
dan pembangunan manusia, serta kepekaan untuk
mewujudkannya, harus memiliki pemahaman atas kompleksitas
kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi
perspektif tersebut.
9
Langkah kebijakan pemerintah untuk melaksanakan
pemerintahan yang baik secara teknis antara lain :
a. Membentuk lembaga yang secara khusus menangani
pengembangan kebijakan, pembinaan dan pengendalian
pengadaan barang dan jasa pada pemerintah.
b. Meningkatkan Kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia
belum memenuhi kapasitas yang memadai untuk dapat
melaksanakan pengadaan barang dan jasa dengan baik.
Persentase PNS Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur yang telah
lulus ujian sertifikasi barang dan jasa tingkat ahli
c. Pengadaan Sarana dan Prasarana Informasi dan Teknologi pada
Pemerintah Provinsi dapat menunjang untuk pengadaan barang
dan jasa melalui layanan Internet, sehingga aplikasi E-
Procurement yang disediakan oleh Pemerintah dapat dilakukan,
hal ini menjadi penyebaran informasi pengadaan barang dan jasa
pemerintah pada Provinsi
d. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur membentuk Tim Pembina
khususnya pelaksanaan pengadaan barang dan jasa.
e. Menerapkan anggaran berbasis kinerja. Penerapan indicator
kinerja diharapkan dapat mendongkrak akuntabilitas pengadaan
barang dan jasa pemerintah.
f. Untuk menghindari penggelembungan (Mark-Up) biaya dalam
tahap penganggaran dan penyusunan Harga Perkiraan Sendiri
(HPS) pengadaan barang dan jasa, maka Pemerintah Provinsi
menerbitkan Peraturan Gubernur tentang Standar Biaya dan
Harga Satuan Belanja Daerah Provinsi Pemerintah Provinsi
melakukan monitoring dan evaluasi terhadap semua kegiatan
pengadaan barang dan jasa) Pemerintah Provinsi Kalimantan
Timur
10
BAB IV
KESIMPULAN
4.1. Kesimpulan
Penulis
Kaspul Anwar
11