Anda di halaman 1dari 18

TUGAS INDIVIDU

PELAYANAN PUBLIK SEBAGAI STRATEGI PRAKTEK GOOD

GOVERNANCE

DISUSUN OLEH:

NUR MIFTAH

C1G120063

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2023
PELAYANAN PUBLIK SEBAGAI STRATEGI PRAKTEK GOOD

GOVERNANCE

Abstrak

Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan upaya negara untuk


memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak sipil setiap warga negara atas barang,
jasa, dan pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan
publik. Di Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan kepada negara
agar memenuhi kebutuhan dasar setiap warganya demi kesejahteraannya,
sehingga efektivitas suatu sistem pemerintahan sangat ditentukan oleh baik
buruknya penyelenggaraan pelayanan publik. Penyelenggara pelayanan publik di
Indonesia adalah semua organ negara seperti Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah (Provinsi, Kabupaten, Kota). Dalam hal ini, Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 pun pada aliena ke-4 secara tegas menyatakan bahwa salah satu tujuan
didirikan Negara Republik Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan
publik dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Faktor yang mempengaruhi tidak
berjalannya pelayanan publik dengan baik yaitu: Masalah struktural birokrasi
yang menyangkut penganggaran untuk pelayanan publik. Yang mempengaruhi
kualitas pelayanan publik adalah adanya kendala kultural di dalam birokrasi.
Selain itu ada pula faktor dari perilaku aparat yang tidak mencerminkan perilaku
melayani, dan sebaliknya cenderung menunjukkan perilaku ingin dilayani.
Kondisi birokrasi Indonesia saat ini sudah tidak sesuai dengan tuntutan
organisasional yang baru. Di Indonesia, birokrasi di departemen atau
pemerintahan paling rendah, yang diutamakan adalah masukan dan proses, bukan
hasil. Karenanya, yang selalu diperhatikan oleh para pelaku birokrasi adalah
jangan sampai ada sisa pada akhir tahun buku.
BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Good Governance (tata pemerintahan yang baik)sudah lama menjadi


mimpi banyak orang di Indonesia.Kendati pemahaman mereka mengenai good
governance berbeda-beda,Sebagian dari mereka membayangkan bahwa dengan
good governance mereka akan dapat memiliki kualitas pemerintahan yang lebih
baik.Banyak diantara mereka membayangkan bahwa dengan memiliki praktik
good governance yang lebih baik maka kualitas pelayanan public menjadi
semakin baik,angka korupsi menjadi semakin rendah,dan pemerintah menjadi
semakin peduli dengan kepentingan warga.

Konsep good governance muncul karena adanya ketidakpuasan pada


kinerja pemerintahan yang selama ini dipercaya sebagai penyelenggara urusan
publik. Menerapkan praktik good governance dapat dilakukan secara bertahap
sesuai dengan kapasitas pemerintah, masyarakat sipil, dan mekanisme pasar.
Salah satu pilihan strategis untuk menerapkan good governance di Indonesia
adalah melalui penyelenggaraan pelayanan publik. Pelayanan publik menjadi
tolok ukur keberhasilan pelaksanaan tugas dan pengukuran kinerja
pemerintah melalui birokrasi. Pelayanan publik sebagai penggerak utama juga
dianggap penting oleh semua aktor dari unsur good governance. Para pejabat
publik, unsur-unsur dalam masyarakat sipil dan dunia usaha sama-sama
memiliki kepentingan terhadap perbaikan kinerja pelayanan publik. Ada tiga
alasan penting yang melatarbelakangi bahwa pembaharuan pelayanan publik
dapat mendorong praktik good governance di Indonesia. Pertama, perbaikan
kinerja pelayanan publik dinilai penting oleh stakeholders, yaitu pemerintah,
warga, dan sektor usaha. Kedua. Pelayanan publik adalah ranah dari ketiga
unsur governance melakukan interaksi yang sangat intensif. Ketiga, nilai-nilai
yang selama ini mencirikan praktik good governance diterjemahkan secara
lebih mudah dan nyata melalui pelayanan publik.
Fenomena pelayanan publik oleh birokrasi pemerintah sarat dengan
permasalahan, misalnya prosedur pelayanan yang bertele- tele, ketidakpastian
waktu dan harga yang menyebabkan pelayanan menjadi sulit dijangkau
secara wajar oleh masyarakat. Hal ini menyebabkan terjadi ketidakpercayaan
kepada pemberi pelayanan dalam hal ini birokrasi sehingga masyarakat mencari
jalan alternatif untuk mendapatkan pelayanan melalui cara tertentu yaitu
dengan memberikan biaya tambahan.

Permasalahan yang dialami oleh bangsa Indonesia sekarang ini


semakin kompleks. Eksistensi pemerintahan yang baik (good governance)
yang selama ini dielu-elukan, faktanya masih menjadi mimpi dan hanyalah
sebatas jargon belaka. Revolusi di setiap bidang harus dilakukan.
Transparansi memang bisa menjadi salah satu solusi, tetapi hal itu tidaklah
cukup untuk mencapai good governance.

Di samping permasalahan di atas, juga tentang cara pelayanan yang


diterima oleh masyarakat yang sering dilecehkan martabatnya sebagai warga
negara. Masyarakat ditempatkan sebagai klien yang membutuhkan bantuan
pejabat birokrasi, sehingga harus tunduk pada ketentuan birokrasi dan
kemauan dari para pejabatnya. Hal ini terjadi karena budaya yang berkembang
dalam birokrasi selama ini bukan budaya pelayanan, tetapi lebih mengarah
kepada budaya kekuasaan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Good governance

Penerapan prinsip-prinsip good governance sangat penting dalam


pelaksanaan pelayanan publik untuk meningkatkan kinerja aparatur negara. Hal
ini karena pemerintah merancang konsep prinsip-prinsip good governance untuk
meningkatkan potensi perubahan dalam birokrasi agar mewujudkan pelayanan
publik yang lebih baik, di samping itu masyarakat masih menganggap pelayanan
publik yang dilaksanakan oleh birokrasi pasti cenderung lamban, tidak
profesional, dan biayanya mahal. Menurut Sadjijono (2007:203) good governance
mengandung arti: “Kegiatan suatu lembaga pemerintah yang dijalankan
berdasarkan kepentingan rakyat dan norma yang berlaku untuk mewujudkan cita-
cita negara”. Sedangkan menurut IAN & BPKP (2005:5) yang dimaksud dengan
good governance adalah: “Bagaimana pemerintah berinteraksi dengan masyarakat
dan mengelola sumber-sumber daya dalam pembangunan”. Peraturan Pemerintah
Nomor 101 Tahun 2000, merumuskan arti good governance sebagai berikut:
“Kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip
profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi,
efektivias, supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat”.

2.2 Konsep Dasar Good governance

Konsep good governance sebenarnya telah lama dilaksanakan oleh semua


pihak yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. Namun demikian, masih banyak
yang rancu memahami konsep governance. Secara sederhana, banyak pihak
menerjemahkan governance sebagai tata pemerintahan. Tata pemerintahan di sini
bukan hanya dalam pengertian struktur dan manajemen lembaga yang disebut
eksekutif, karena pemerintah (government) hanyalah salah satu dari tiga aktor
besar yang membentuk lembaga yang disebut governance. Dua aktor lain adalah
private sector (sektor swasta) dan civil society (masyarakat madani). Karenanya,
memahami governance adalah memahami bagaimana integrasi peran antara
pemerintah (birokrasi), sektor swasta dan civil society dalam suatu aturan main
yang disepakati bersama.

2.3 Pelaksanaan Good Governance di Indonesia

Penerapan good governance di Indonesia dilatarbelakangi oleh dua hal


yang sangat mendasar: a. Tuntutan eksternal: Pengaruh globalisasi telah memaksa
kita untk menerapkan good governance. Istilah good governance mulai
mengemuka di Indonesia pada akhir tahun 1990-an, seiring dengan interaksi
antara pemerintah Indonesia dengan negara-negara luar dan lembaga-lembaga
donor yang menyoroti kondisi objektif situasi perkembangan ekonomi dan politik
dalam negeri Indonesia.

b. Tuntutan internal: Masyarakat melihat dan merasakan bahwa salah satu


penyebab terjadinya krisis multidimensional saat ini adalah terjadinya juse of
power yang terwujud dalam bentuk KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), dan
sudah sedemikan rupa mewabah dalam segala aspek kehidupan. Masyarakat
menilai praktik KKN yang paling mencolok kualitas dan kuantitasnya adalah
justru yang dilakukan oleh cabang-cabang pemerintahan, eksekutif, legislatif, dan
yudikatif.

2.4 Pengertian Pelayanan Publik

Salah satu tugas pokok terpenting pemerintah adalah memberikan


pelayanan publik kepada masyarakat. Pelayanan publik merupakan pemberian
jasa oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah, ataupun pihak swasta
kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan
atau kepentingan masyarakat. Ada tiga alasan mengapa pelayanan publik menjadi
titik strategis untuk memulai mengembangkan dan menerapkan good governance
di Indonesia, yaitu:

a. Pelayanan publik selama ini menjadi ranah dimana negara diwakili


pemerintah berinteraksi dengan lembaga non pemerintah. Keberhasilan
dalam pelayanan publik akan mendorong tingginya dukungan masyarakat
terhadap kerja birokrasi.

b. Pelayanan publik adalah ranah di mana berbagai aspek clean dan good
governance dapat diartikulasikan secara mudah.

c. Pelayanan publik melibatkan kepentingan semua unsur governance,


yaitu pemerintah, masyarakat, dan mekanisme pasar

Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik


mendefinikan pelayanan publik sebagai berikut: “Pelayanan publik adalah
kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan
penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik”.

2.5 Kaitan Prinsip-Prinsip Good Governance dalam Pelayanan Publik

Menerapkan praktik good governance dapat dilakukan secara bertahap


sesuaiu dengan kapasitas pemerintah, masyarakat sipil dan mekanisme pasar.
Upaya untuk menghubungkan tata pemerintahan yang baik dengan pelayanan
publik bukanlah merupakan hal baru. Namun keterkaitan antara konsep good
governance dengan konsep public service sudah cukup jelas. Argumentasi lain
yang yang membuktikan betapa pentingnya pelayanan publik ialah keterkaitannya
dengan tingkat kesejahteraan rakyat. Inilah yang tampaknya harus dilihat secara
jernih karena di negara-negara berkembang kesadaran para birokrat untuk
memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat masih sangat rendah.

Dengan metode tersebut penerapan prinsip good governance dalam


pelayanan publik akan berjalan sesuai dengan prinsipprinisp good governance
yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000.

2.6 Konsep Good Governance melalui Pelayanan Publik


Good governance(tata pemerintahan yang baik) sudah lama menjadi
mimpi banyak orang di Indonesia, namun pemahaman tentang konsep good
governanceberbeda-beda, dan membayangkan bahwa dengan konsep good
governanceakan memiliki kualitas pemerintahan yang lebih baik, sehingga
praktik korupsi menjadi berkurang dan pemerintah semakin peduli dengan
kepentingan dan kebutuhan wagranya. Perbaikan kinerja pelayanan public dimilai
penting oleh semuah stakeholders, yaitu pemerintah, warga pengguna, dan para
pelaku pasar. Pelayanan public adalah ranah darim ketiga unsur governance
melakukan interaksi yang sangat intensif, jika pemerintah dapat memperbaiki
kualita pelayanan publik, maka manfaatnya dapat dirasakan secara langsung oleh
masyarakat dan para pelaku pasar. Adanya kepercayaan (trust) antara pemerintah
dan unsure-unsur non pemerintah merupakan prasyarat yang sangat penting
untuk menggalang dukungan yang luas bagi pengembangan praktik good
governance di Indonesia. Good governancesering diterjemahkan sebagai tata
pemerintahan yang baik atau disebut juga dengan istilah civil society. Good
governancebisa juga didefinisikan sebagai suatu penyelenggaraan manajemen
pembangunan, pemberdayaan, dan pelayanan yang sejalan dengan demokrasi
(pemerintahan dari, oleh, dan untukrakyat).

Tuntutan untuk mewujudkan good governance sudah menjadi salah


satu isu penting di Indonesia sejak terjadinya krisis finansial yang terjadi pada
tahun 1997 s.d. 1998. Krisis tersebut kemudian meluas menjadi krisis
multidimensi dan telah mendorong arus balik yang menuntut reformasi
dalam penyelenggaraan negara termasuk pemerintahannya. Salah satu
penyebab terjadinya krisis multidimensi tersebut adalah karena buruknya/
salahnya manajemen dalam penyelenggaraan tata pemerintahan (poor
governance) yang diindikasikan oleh beberapa masalah, diantaranya adalah
sebagai berikut: (1) Dimensi kekuasaan oleh satu pihak terhadap pihak lainnya,
sehingga pengawasan menjadi sulit dilakukan; (2) Terjadinya tindakan KKN; dan
(3) Rendahnya kinerja aparatur termasuk dalam pelayanan kepada publik atau
masyarakat di berbagai bidang.
Dengan banyaknya perspektif yang berbeda dalam menjelaskan konsep
good governance, maka dari itu terdapat banyak pehaman yang berbeda-beda
mengenai good governance. Namun secara umum ada beberapa karakteristik
dan nilai-nalai yang melekat dalam praktik good governance, yaitu antara lain:
1) Praktik good governance yang harus memberi ruang kepada actor lembaga non
pemerintah untuk berperan serta secara optimal dalam kegiatan
pemerintahan, sehingga memungkinkan adanya sinergi diantara actor dan
lembaga pemerintah dengan non pemerintah, seperti masyarakat sipil dan
mekanisme pasar; 2) Dalam praktik good governance terkandung nilai-nilai,
seperti efisiensi, keadilan, dan daya tanggap yang membuat pemerintah dapat
lebih efektif bekerja untuk mewujudkan kesejahteraan bersama; 3) Praktik good
governance adalah penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas dari
praktik KKN dan berorientasi pada kepentingan public. Oleh karena itu
penyelenggaraan pemerintahan dinilai baik jika mampu mewujudkan transparansi,
penegakan hokum dan akuntabiltas publik.

2.7 Pelayanan Publikdan Kebutuhan Pelayanan Sesuai Peraturan


Perundang-Undangan

Pelayanan publik adalah kegiatan ataurangkaian kegiatan dalam rangka


memenuhi kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan / atau pelayanan
administratif yang disediakan oleh penyelenggra pelayanan publik. Penyelenggara
pelayananpublik adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi,
lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan
pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk
kegiatan pelayanan publik. Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap
penyelenggara pelayanan publik akan berakibat rusaknya tatanan hukum dan
aturan yang menjadi prasyarat bagi suatu kedaulatan negara. Peraturan dan
keteraturan (rule and order) menjadi modal dasar bagi terbangunnya
demokrasi dan keadilan dalam masyarakat.
Mahmudi (2010) mengemukakan bahwa pelayanan publik adalah
segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan
publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan publik dan pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, yang dimaksud penyelenggara
pelayanan publik adalah instansi pemerintah yang meliputi: a) Satuan kerja/
satuan organisasi kementrian; b) Departemen; c) Lembaga pemerintahan non
Departemen; d) Kesekretariatan lembaga tertinggi dan tinggi negara,
misalnya: sekretariat dewan (satwan), sekretariat negara (setneg), dan
sebagainya; e) Badan Usaha Milik Negara (BUMN); f) Badan Hukum Milik
Negara (BHMN); g) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD); dan h)Instansi
pemerintah lainnya, baik pusat maupun daerah termasuk dinas-dinas dan
badam.Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, aparatur pemerintah
bertanggungjawab untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat
dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat berhak
untuk mendapatkan pelayanan yang terbaik dari pemerintah karena
masyarakat telah memberikan dananya dalam bentuk pembayaran pajak,
retribusi, dan berbagai pungutan lainnya.
Namun demikian, meskipun kewajiban pemberian pelayanan
publik terletak pada pemerintah, pelayanan publik juga dapat diberikan oleh
pihak swasta dan pihak ketiga, yaitu organisasi nonprofit, relawan, dan
lembaga swadaya masyarakat (LSM). Jika penyelenggaraan publik tertentu
diserahkan kepada swasta atau pihak ketiga, maka yang terpenting dilakukan oleh
pemerintah adalah memberikan regulasi, jaminan, keamanan, kepastian
hukum, dan lingkungan yang kondusif.Dalam memberikan pelayanan publik,
instansi penyedia pelayanan publik harus memperhatikan asas pelayanan
publik (Dewi & Tobing, 2021) yaitu: a) Transparansi, yaitu pemberian
pelayanan publik harus bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh
semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta
mudah dimengerti; b) Akuntabilitas, yaitu pelayanan publik harus dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; c) Kondisional, yaitu pemberiayan pelayan publik harus sesuai
dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap
berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas; d) Partisipatif, yaitu
mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan
publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat; e)
Tidak diskriminatif (kesamaan hak), yaitu pemberian pelayanan publik tidak
boleh bersifat diskriminatif, dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama,
golongan, gender, status sosial dan ekonomi; dan f) Keseimbangan hak dan
kewajiban, yaitu pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak
dan kewajiban masing-masing pihak.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 36 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan,
Penetapan, dan Penerapan Standar Pelayanan, Bab II Point A berbunyi bahwa
“standar pelayananadalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai
kewajiban dan janji Penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka
pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur”.

2.8 Penerapan Prinsip Good Governance dalam Pelayanan Publik

Penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik


menurut paradigma good governance, dalam prosesnya tidak hanya dilakukan
oleh pemerintah daerah berdasarkan pendekatan rule government (legalitas), atau
hanya untuk kepentingan pemerintahan daerah. Paradigma good governance,
mengedepankan proses dan prosedur, di mana dalam proses persiapan,
perencanaan, perumusan dan penyusunan suatu kebijakan senantiasa
mengedepankan kebersamaan dan dilakukan dengan melibatkan seluruh
pemangku kepentingan.

Penyelenggaraan pemerintahan yang baik, pada dasarnya menuntut


keterlibatan seluruh komponen pemangku kepentingan, baik di lingkungan
birokrasi maupun di lingkungan masyarakat. Penyelenggaraan pemerintahan yang
baik adalah pemerintah yang dekat dengan masyarakat dan dalam memberikan
pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Esensi kepemerintahan
yang baik (good governance) dicirikan dengan terselenggaranya pelayanan publik
yang baik, hal ini sejalan dengan esensi kebijakan desentralisasi dan otonomi
daerah yang ditujukan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah untuk
mengatur dan mengurus masyarakat setempat, dan meningkatkan pelayanan
publik.

Kinerja manajemen pemerintahan yang buruk dapat disebabkan berbagai


faktor antara lain: ketidakpedulian dan rendahnya komitmen top pimpoinan,
pimpinan manajerial atas, menengah, dan bawah, serta aparatur penyelenggara
pemerintahan lainnya untuk bersama-sama mewujudkan tujuan otonomi daerah.
Selain itu, kurangnya komitmen untuk menetapkan dan melaksanakan strategi dan
kebijakan meningkatnkan kualitas manajemen kinerja dan kualitas pelayanan
publik.

Pelayanan publik yang baik akan berpengaruh utuk menurutnkan atau


mempersempit terjadinya KKN dan pungli yang dewasa ini telah merebak di
semua lini ranah pelayanan publik, serta dapat menghilangkan diskriminasi dalam
pemberian pelayanan. Paradigma good governance menjadi relevan dan menjiwai
kebijakan pelayanan publik di era otonomi daerah yang diarahkan untuk
meningkatkan kinerja manajemen pemerintahan, mengubah sikap ental, perilaku
aparat penyelenggara pelayanan serta membangun kepedulian dan komitmen
pimpinan daerah dan aparatnya untuk memperbaiki dan meningkatkan pelayanan
publik yang berkualitas.

Mengutip pendapat Dwiyanto (2005) ada beberapa pertimbangan mengapa


pelayanan publik menjadi titik strategis untuk memulai pengembangan good
governance di Indonesia, antara lain :

1. Dengan pelayanan publik nilai-nilai yang mencirikan good governance


dapat dilakukan secara lebih mudah dan nyata oleh birokrasi
pemerintah. Nilai-nilai yang mencirikan praktik good governance
seperti efisiensi, transparansi, akuntabilitas dan partisipasi dapat
diterjemahkan secara relatif mudah dalam penyelenggaraan pelayanan
publik daripada melembagakan nilai-nilai tersebut dalam keseluruhan
aspek kegiatan pemerintahan.
2. Pelayanan publik melibatkan kepentingan semua unsur governance.
Pemerintah, masyarakat sipil, dan mekanisme pasar memiliki
kepentingan dan keterlibatan yang tinggi dalam ranah ini. Pelayanan
publik memiliki high stake dan menjadi pertaruhan yang penting bagi
ketiga unsur governance tersebut karena baik dan buruknya praktik
pelayanan publik sangat berpengaruh kepada ketiganya. Nasib sebuah
pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah, akan sangat
dipengaruhi oleh keberhasilan mereka dalam mewujudkan pelayanan
publik yang baik. Keberhasilan sebuah rezim dan penguasa dalam
membangun legitimasi kekuasaan sering dipengaruhi oleh kemampuan
mereka dalam menyelenggarakan pelayanan publik yang baik dan
memuaskan warga.Demikian pula dengan membaiknya pelayanan
publik juga akan memperkecil biaya birokrasi, yang pada gilirannya
dapat memperbaiki kesejahteraan warga pengguna dan efisiensi
mekanisme pasar. Dengan demikian, reformasi pelayanan publik akan
memperoleh dukungan yang luas.
3. Pelayanan publik mampu membangkitkan dukungan dan kepercayaan
masyarakat. Pelayanan publik selama ini menjadi ranah dimana Negara
yang diwakili oleh pemerintah berintegrasi dengan lembagalembaga
non pemerintah. Dalam ranah ini terjadi pergumulan yang sangat
intensif antara pemerintah dengan warganya. Buruknya praktik
governance dalam penyelenggaraan pelayanan publik sangat dirasakan
oleh warga dan masyarakat luas. Ini berarti jika terjadi perubahan yang
signifikan pada ranah pelayanan publik dengan sendirinya dapat
dirasakan manfaatnya secara langsung oleh warga dan masyarakat
luas. Keberhasilan dalam mewujudkan praktik good governance dalam
ranah pelayanan publik mampu membangkitkan dukungan dan
kepercayaan dari masyarakat luas bahwa membangun good
governance bukan hanya sebuah mitos tetapi dapat menjadi suatu
kenyataan.
4. Dengan memperbaiki pelayanan publik toleransi terhadap praktik bad
governance diharapkan dapat dihentikan. Hasil Governance and
Decentralization Survey 2002 (GDS 2002) menunjukkan bahwa
sebagian besar warga menganggap wajar terhadap praktik pungutan
liar (pungli) dan justru merasa lega karena proses pelayanan dapat
segera selesai, menjadi indikator bahwa warga bangsa menjadi
semakin toleran terhadap praktik bad governance. Hal ini tentu tidak
saja dapat mendorong warga untuk mengembangkan mekanisme
survival dengan adanya praktik bad governance, tetapi juga
menghindari upaya untuk membangun good governance. Kalau hal
seperti ini terus terjadi dan semakin meluas tentu sangat berbahaya
bagi kelangsungan kehidupan bangsa. Dengan menjadikan praktik
pelayanan publik sebagai pintu masuk dalam membangun good
governance, maka diharapkan toleransi terhadap bad governance yang
semakin meluas dapat dihentikan.
5. Dengan memperbaiki pelayanan publik diharapkan adanya keterlibatan
dari aktor-aktor di luar Negara dalam merespon masalah-masalah
publik. Governance lebih luas dari government karena dalam praktik
governance melibatkan unsur-unsur masyarakat sipil dan mekanisme
pasar. Dalam pelayanan publik, keterlibatan unsur-unsur masyarakat
sipil dan mekanisme pasar selama ini sudah banyak terjadi, sehingga
praktik governance dalam ranah pelayanan publik sebenarnya bukan
suatu hal yang baru lagi. Hal ini merupakan suatu keuntungan untuk
memulai perubahan karena keterlibatan dan mekanisme pasar
sebelumnya telah ada. Selanjutnya yang diperlukan adalah melakukan
reposisi terhadap ketiga unsur tersebut dan redestribusi peran yang
proporsional dan saling melengkapi di antara pemerintah, masyarakat
sipil, dan mekanisme pasar sehingga sinergi dapat dikembangkan.
6. Tolok ukur dan indikator praktik pelayanan publik dapat dengan
mudah dilakukan. Pelayanan publik yang berwawasan good
governance seperti efisien, nondiskriminatif, berdaya tanggap tinggi,
dan memiliki akuntabilitas yang tinggi dapat dinilai dan diukur secara
mudah. Tolok ukur dan indikator yang sederhana dan yang dapat
digunakan oleh penyelenggara, warga pengguna, serta stakeholders
lainnya dapat dirumuskan dengan mudah. Lebih dari itu, kemajuan
dari proses pengembangan pelayanan publik yang berwawasan good
governance juga dapat dinilai dengan mudah oleh semua stakeholders.
Dengan berhasilnya pemerintah memperbaiki penyelenggaraan publik
sehingga menjadi efisien, responsive, partisipatif, dan akuntabel maka
pemerintah bukan hanya dapat memperbaiki kinerja birokrasi tetapi
juga membangun good governance.
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good governance), pada


dasarnya menuntut keterlibatan seluruh komponen pemangku kepentingan, baik di
lingkungan birokrasi maupun di lingkungan masyarakat, dekat dengan masyarakat
dan dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Esensi kepemerintahan yang baik dicirikan dengan terselenggaranya pelayanan
publik yang baik, hal ini sejalan dengan esensi kebijakan desentralisasi dan
otonomi daerah yang ditujukan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah
untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat dan meningkatkan pelayanan
publik. Terselenggaranya pelayanan publik yang baik, memberikan indikasi
membaiknya kinerja manajemen pemerintahan, di sisi lain menunjukkan adanya
perubahan pola pikir yang berpengaruh terhadap perubahan yang lebih baik
terhadap sikap mental dan perilaku aparat pemerintahan yang berorientasi pada
pelayanan publik.
DAFTAR PUSTAKA

Dwiyanto, Agus, dkk,. 2006. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia.


Yogyakarta: UGM Press.
Sadjijono. 2007. Fungsi Kepolisian dalam Pelaksanaan Good Governance,
LAKSBANG.
http://repository.unikom.ac.id/51314/1/1.neneng-siti-maryam-mewujudkan-
good-governance-edited.pdf
Thoha, Miftah. 2010. Birokrasi & Politik di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Ali, K., & Saputra, A. (2020).Tata Kelola Pemerintahan Desa terhadap
Peningkatan Pelayanan Publik di Desa Pematang Johar.Warta
Dharmawangsa,14(4), 602-614.
https://jurnal.abdimas.id/index.php/peradaban/article/view/11/11

Anda mungkin juga menyukai