Anda di halaman 1dari 17

TUGAS 1

MANAJEMEN PELAYANAN UMUM

NAMA : NURWULANSARI MAELANI

NIM : 041669236

MATA KULIAH : MANAJEMEN PELAYANAN UMUM


Birokrasi di Indonesia ketika persepsi yang muncul adalah suatu system pelayanan dan
administrasi pemerintahan yang terkesan aneh, berbelit-belit dan lamban. Birokrasi
merupakan penyakit menahun di tanah air yang sulit di ubah. Namun setelah reformasi politik
sekitar tahun 1998 terjadei, maka banyak upaya dan program-program pembangunan dan
pengembangan kelembagaan yang juga direformasi menuju system yang lebih demokratis.
Birokrasi, dunia usaha dan masyarakat adalah tiga pilar utama dalam upaya mewujudkan
pelaksanaan pemerintah yang baik dikenal dengan konsep  “good governance”. Birokrasi
sebagai organisasi formal memiliki kedudukan dan cara kerja yang terikat dengan peraturan,
memiliki kompetensi sesuai jabatan atau wewenang, semangat pelayanan public, pemisahan
yang tegas antara milik organisasi dan individu serta sumber daya organisasi yang tidak
bebas dari pengawasan eksternal. Jika kondisi ini bias terpenuhi maka harapan mewujudkan
cita-cita dan tujuan Negara yang demokratis akan membawa kebaikan bagi Negara dan
bangsa ini.
Karena itu birokrasi harus bisa dipahami, melalui peran dan kemampuannya, menunjang
pelaksanaan system pemerintahan, baik dalam merespon berbagai permasalahan maupun
dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat. Inti salah satu kondisi birokrasi yang
professional adalah memberikan pelayanan tewrhadap masyarakat (public service), sehingga
cita-cita, inisiatif dan upaya-upaya birokrasi perlu diarahkan guna memiliki wawasan
pelayanan public. Birokrasi hadir sebagai kreasi dari penguasa untuk memberikan pelayanan
kepada penguasa, dengan tujuan untuk memperluas dan memperbesar serta mempertahankan
kekkuasaan. Dengan reformasi birokrasi yang dilakukan, konseppelayanan pun dilakukan
perubahan, dari orientasi pelayanan penguasa sampai saatnya menuju orientasi pelayanan
public.
Birokrasi dan Pelayanan Publik
Rendahnya kualitas pelayanan public merupakan salah satu sorotan yang diarahkan kepada
birokrasi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Perbaikan pelayanan
public di era-reformasi merupakan harapan seluruh masyarakat, nemun dalam perjalanannya,
ternyata tidak mengalami perubahan yang siknifikan. Berbagai tanggapan masyarakat justru
cenderung menunjukkan bahwa berbagai jenis pelayanan public mengalami kemunduran
yang sebagian di tandai dengan banyaknya penyimpangan dalam layanan public tersebut.
Sistem dan prosedur pelayanan yang  berbelit-belit dan sumber daya manusia yang lamban
dalam memberikana pelayanan juga merupakan aspek layanan public yang banyak disoroti.
Dalam bidang pelayanan public, upaya-upaya telah dilakukan dengan menetapkan standar
pelayanan public untuk mewujudkan pelayanan yang cepat, tepat, murah dan transparan.
Namun upaya tersebut belum banyak dinikmati masyarakat. Hal tersebut terkait dengan
pelaksanaan system dan prosedur pelayanan yang kurang efektif, berbelit-belit, lamban, tidak
merespon kepentingan pelanggan, dan lain-lain adalah sederetan atribut negative yang
ditimpakan kepada biroktasi.
Bahkan untuk meningkatkan pengawasan terhadap pelayanan public, pemerintah telah
menetapkan terbentuknya Komisi Pelayana Publik (KPP) yang independen dan berada di
tingkat pusat dan daerah. Akan tetapi, kenyataannya komisi ini tidak digunakan masyarakat
dan malah terpuruk dengan masalahnya sendiri, terutama para komisionernya yang sibuk
mengurusi tidak turunya gaji mereka.
Pelayanan public seringkali menjadi ukuran paling mudah dipahami sejauh mana kinerja
pemerintah dalam melaksanakan fungsi-fungsinya. Pelayanan public adalah salah satun
fungsi penting pemerintah selain regulasi, proteksi dan distribusi. Pelayanan public
merupakan proses sekaligur output yang menunjukkan bagaimana fungsi pemerintah
dijalankan. Ketidakpuasan terhadap kinerja pelayanan public  dapat dilihat dari keenggana
masyarakat berhubungan dengan birokrasi pemerintah atau dengan kata lain adanya  kesan
keinginan sejauh mungkin untuk menghindari dan bersentuhan dengan birokrasi pemerintah
apabila menghadapi urusan.
Fenomena  “high cost” ketika berhubungan dengan birokrasi pemerintah menjadi suatu
keniscayaan yang terpaksa diterima. Kondisi-kondisi seperti ini sebagian besar ditemui pada
keseluruhan level organisasi public yang memberikan pelayanan. Kondisi ini menandakan
ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah dalam menyelenggarakan pelayanan terhadap
public dinilai masih jauh dari optimal. Pemahaman terhadap fakta lemahnya birokrasi dilihat
sejauhmana kemampuan mengaktualisasikan fungsi-fungsi pemerintah, yang berujung pada
sejauh mana pelayanan public dapat dijalankan. Artinya, sejauhmana pemerintah mampu dan
dapat berprilaku transparan, akuntabel, dan demokratis akan berdampak pada sejauh mana
pelayanan public yang akan dan sudah dilakukan.
Untuk menuju pada terwujudnya birokrasi yang berwawasan atau berorientasi pada
pelayanan public, beberapa criteria harus dipenuhi seperti berikut. (Mohamad, 2003 dalam
bapenas ,2004):
1. Lebih memfokuskan diri pada fungsi pengaturan melalui berbagai kebijakan yang
mengfasilitasi berkembangnya kondisi kondusif bagi kegiatan pelayanan kepada
masyarakat.
2. Lebih memfokuskan diri pada pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat
mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap fasilitas-fasilitas pelayanan yang telah
dibangun bersama.
3. Menerapkan system kompetisi dalam hal penyediaan pelayanan public tertentu
sehingga masyarakat memperoleh pelayanan yang berkualitas.
4. Terfokus pada pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang berorientasi pada hasil
(outcome) sesuai dengan masukan yang digunakan.
5. Lebih mengutamakan apa yang diinginkan oleh masyarakat.
6. Pada hal tertuntu pemerintah juga berperan untuk memperoleh pendapat dari
masyarakat dari pelayanan yang dilaksanakan.
7. Lebih mengutamakan antisipasi terhadap permasalahan pelayanan
8. Lebih mengutamakan desentralisasi dalam pelaksanaan pelayanan.
9. Menerapkan system pasar dalam memberikan pelayanan.
Selain itu, pelayana public juga harus (1) memiliki dasar hokum yang jelas dalam
penyelenggaraannya, (2) memiliki stakeholder yang luas, (3) memiliki tujuan social, (4)
dituntut untuk akuntabel kepada public, dan (5) memiliki indicator performance (Mohamad,
2003 dalam Bapenas, 2004).
Definisi Pelayanan Publik dalam Pasal 1 ayat 1 UU No. 25 tahun 2009 adalah; “Segala upaya
untuk memenuhi kebutuhan warga dalam bentuk barang, jasa dan administratif yang
disediakan oleh penyelenggara layanan”.
Sedangkan menurut Permenpan no.36 tahun 2012 pengertian pelayanan publik sebagai
“kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang,
jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan
publik.”.
Ada 3 Aktor utama dalam UU No.25 tahun 2009;

1. Korporasi/swasta, penyelenggara negara, lembaga independen,


2. Pelaksana adalah orang yang berinteraksi langsung dengan masyarakat
3. Masyarakat sebagai penerima manfaat.

Tiga Syarat: Responsif, transparan dan akuntabel


Ada beberapa jenis pelayanan publik yang ditinjau dari jenis penyedianya:
a) Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi korporasi/swasta. Ini adalah semua
penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta, misalnya rumah sakit
swasta, sekolah dan Perguruan Tinggi Swasta, perusahaan perumahan swasta dll.
b) Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan bersifat primer. Ini
merupakan semua penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah yang
di dalamnya pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara dan masyarakat mau tidak
mau harus memanfaatkannya Misalnya adalah pelayanan di kantor imigrasi, pelayanan
penjara, dan pelayanan perizinan.
c) Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan bersifat sekunder. Ini adalah
segala bentuk penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi
yang di dalamnya pengguna/klien tidak harus menggunakannya karena adanya beberapa
penyelenggara pelayanan, misalnya program asuransi kerja, program pendidikan, dan
pelayanan yang diberikan oleh BUMN.
Prinsip dalam pelayanan publik yang harus terus ditaati adalah responsif terhadap
permohonan, transparan dari segi persyaratan, proses, waktu dan biaya. Dan, akuntabel atas
dana yang dihimpun dalam prosesnya.

Tantangan Pelayanan Publik


Mengapa sampai hari ini masih ada yang menggambarkan pelayanan publik dengan
gambaran yang bertolak belakang dengan sifat responsif, transparan dan akuntabel? Yang
muncul adalah gambaran gelap, berliku, lama dan sulit? Sementara dari pihak penyelenggara
layanan telah ada upaya-upaya perbaikan, dimana gapnya dan apa yang tantangannya?
Ada beberapa tantangan yang ditenggarai mempengaruhi persepsi masyarakat yang miring
tentang pelayanan publik, yaitu:

1. Kurangnya pemahaman mengenai UU No.25 tahun 2009 tentang pelayanan publik dan
Permenpan No.36 tahun 2012 tentang petunjuk teknis penyusunan, penetapan dan penerapan
standar pelayanan.
2. Komitmen pimpinan
3. Standar Pelayanan Publik belum ada
4. Sumber daya Manusia
5. Kemauan dan itikad pelaksana
6. Koordinasi internal
7. Sarana dan prasarana
Memang solusi permasalahan ini tidak semudah dalam teori dan tidak semudah membalikan
telapak tangan akan. Tak dapat dipungkiri selama ini sudah banyak waktu, tenaga, pikiran
dan upaya yang dilakukan oleh penyedia layanan. Kenyataannya masih tetap diperlukan
upaya keras dan gerakan yang masif untuk mengatasi tantangan-tantangan diatas.
Gencarnya diseminasi informasi di kalangan penyelenggara pelayanan publik menjadi
harapan untuk dapat mengatasi kendala kurangnya pemahaman dan koordinasi internal
penyelenggara layanan.
Untuk tantangan komitmen pimpinan, kapasitas SDM (rotasi, promosi, pemecatan), kemauan
dan itikad pelaksana dapat diupayakan melalui rekrutmen awal, lingkungan kerja yang penuh
nilai-nilai moral dan kekuatan komitmen serta teladan dari pimpinan tertinggi
Guna dari standar pelayanan publik harus dijadikan tolok ukur pedoman penyelenggaraan
pelayanan dan acuan penilaian pelayanan publik, karena pelayanan yang mudah, terjangkau,
cepat dan terukur adalah yang diperlukan. Mengenai tantangan tentang belum adanya standar
pelayanan public, perlu dibuat standar pelayanan publik yang mencakup, sistem, mekanisme
dan prosedur, dalam UU sudah diatur tentang itu. Yang cukup penting, penyusunan standar
amanatnya harus melibatkan masyarakat.
Peran lembaga pengawasan yang telah dibentuk juga harus dimaksimalkan dengan segenap
kekuatan. Sarana dan prasarana merupakan kendala yang paling mudah diatasi di antara
semua tantangan. Kuncinya hanya menyediakan kebutuhan pendukung berupa sarana dan
prasarana yang berfungsi, layak dan terawat.
Akhirnya peran masyarakat baik dunia usaha, media, DPR dan DPRD harus terus bersuara
keras. Kita semua harus tegas , tidak boleh berhenti atau menghilang ditelan waktu demi
untuk mengatasi tantangan-tantangan dan mendorong perbaikan peningkatan pelayanan
publik.
Kompetensi Yang Harus Dimiliki Pimpinan Sebagai Manejr Pelayananpublik 
 
Kompetensi berasal dari bahasa Inggris ³competence yang berarti
kecakapan,k e m a m p u a n . C o m p e t e n c y b e r a r t i c a k a p , m a m p u ( E c h o l s d a n
S h a d i l y , 1 9 9 3 : 1 3 2 ) . Kompetensi memanage berarti kemampuan pimpinan
dalam mengelola, mengatur darimerencanakan, mengkoordinasi,
meaktualisasikan dan mengawasi organisasi publik. K o m p e t e n s i b a g i p i m p i n a n
publik ini dimaksudkan supaya organisasi publik d a p a t memecahkan
masalah seperti pemborosan anggaran, arogansi, minta dilayani, senang mengatur,
tidak rasional, mental dapur, dan otoriter. Adapun kompetensi yang harus dimiliki
pimpinan publik adalah minimal tujuh kompetensi, yaitu:

1.Kompetensi memanage diri sendiri


Kepemimpinan berkenaan mengatasi perubahan lebih menekankan pada
visikepemimpinannya. Dengan demikian, pemimpin harus memberikan
i n o v a s i d a r i sekedar melakukan tugas administrasi yang notabene dilakukan oleh seorang
manajer.Pimpinan publik yang memiliki kompetensi diri sendiri adalah pimpinan yang
memiliki pengetahuan luas, inkuisitif, kemampuan analisis yang mendalam, daya kognitif
dan penalaran di atas rata-rata. Sebuah aksioma yang diterima secara umum oleh teoritisidan
praktisi adalah semakin tinggi kedudukan dalam hirarchi organisasi, ia
dituntutuntuk mampu berfikir. Kemampuan berfikir ini tidaklah dapat dimiliki pimpinan
tanpaadanya pengetahuan yang luas terutama terkait dengan disiplin pengetahuan
tentang pencapaian tujuan organisasi. (Saraswati & Sholikin, n.d.) Inkuisitif artinya rasa
ingintahu, yang merupakan sikap yang mencerminkan dua hal yaitu:
 pertama,
tidak merasa puas dengan pengetahuan yang dimiliki, kedua, kemampuan untuk mencari
danmenemukan hal-hal baru. (Solikhin, 2017) Ini merupakan cermin dari
pimpinan yangingin tumbuh dan berkembang kemampuan analisis yang
dimaksudkan disini adalahc a r a d a n k e m a m p u a n b e r f i k i r y a n g i n t e g r a l i s t i k ,
s t r a t e g i k d a n b e r o r i e n t a s i p a d a  pemecahakan masalah. Persoalannya sekarang
adalah bagaimana menerpakan kompetensi memanage dirisendiri dalam organisasi
publik? Minimal ada empat strategi yang harus dilakukan,  pertama, seorang
pimpinan publik harus berfikir dan bertindak generalis. Artinya pimpinan organisasi publik
dituntut memiliki kemampuan untuk melihat danm e m b e r l a k u k a n seluruh
p e g a w a i d a n r a k y a t y a n g p l u r a l d e n g a n p e r s e p s i d a n  pendekatan
holistik, bukan dengan persepsi dan pendekatan inkrementalistik apalagiatomistik. (Saraswati
& Sholikin, n.d.) Untuk memahami mengenai pendekatan holistik ini, pimpinan publik
dituntut untuk mencari pengetahuan yang luas yakni pemahaman  berbagai disiplin
ilmu yang ada sangkut pautnya dengan tujuan, strategi, rencana dankegiatan organisasi publik
yang dipimpinnya. Bukankah latar belakang pendidikan dan
pengalaman seseorang pegawaic e n d e r u n g terspesialisasi?
Siagian (1999: 76-77) dengan tegas m e n g a t a k a n  pengetahuan
yang spesialistik itu hanya akan menjadi penghalang bagi efektifitas pemimpin publik,
apabila pengetahuan tersebut berakibat pada pemberian perhatianyang tidak proporsional.
Dengan kata lain pimpinan publik harus mengenali hutan dimana dia berada,
bukan mengenali pohon yang disukainya yang ada dalam hutan itu.Misalnya
seorang bupati yang berfikiran generalis akan melihat pegawai dan rakyat s e c a r a
keseluruhan, bukan hanya pegawai dan rakyat yang mendukung dia
untuk m e n j a d i b u p a t i .

Kedua,
terus belajar. Belajar dari pengalaman-pengalaman sendiri,  pengalaman-pengalaman
orang lain maupun perkembangan ilmu pengetahuan dantehnologi yang terkait dengan tujuan
dan strategi organisasi publik yang dipimpinnya. Mengenai kemampuan belajar dan
pengalaman, baik pengalaman sendiri maupun  pengalaman dari orang lain, memiliki
dua makna yang sangat penting.
a.Dengan berusaha mengenali faktor-faktor penyebab keberhasilan,
termasuk cara-cara dalam pemecahan masalah, menghilangkan ancaman
dan gangguan serta .Pimpinan publik yang memiliki kompetensi diri
sendiri adalah pimpinan y a n g memiliki pengetahuan luas, inkuisitif,
kemampuan analisis yang mendalam, daya k o g n i t i f d a n p e n a l a r a n d i a t a s
r a t a - r a t a . S e b u a h a k s i o m a y a n g d i t e r i m a s e c a r a umum oleh teoritisi dan
praktisi adalah semakin tinggi kedudukan dalam hirarchi organisasi, ia dituntut untuk
mampu berfikir. Kemampuan berfikir ini tidaklah dapatdimiliki pimpinan tanpa adanya
pengetahuan yang luas terutama terkait dengan disiplin pengetahuan tentang
pencapaian tujuan organisasi. (Saraswati & Sholikin,n.d.) menghilangkan rintangan dan
tetap memperhatian dalam situasi dan kondisi yang bagaimana cara-cara yang efektif.  
b.mengenali secara tepat faktor-faktor yang menghambat yang mengakibatkankeberhasilan
bahkan kegagalan di masa lalu. Ini dimaksudkan faktor penghalang dapat
dieliminasi atau paling tidak diminimalisasi.

Ketiga,
mengedepankan cara berfikir yang integralistik, strategik dan berorientasi pada pemecahan
masalah. Dalam hal ini pimpinan publik harus menumbuhkan danmemperlakukan dinas
yang dipimpinnya sebagai satuan bulat meskipun di dalamnyaterdapat satuan
kerja yang menyelenggarakan berbagai kegiatan dengan aneka ragam spesialisasi.
Untuk itu pendekatakan holistik adalah jalan keluar untuk memungkinkaninteraksi dan
interralasi antara satuan kerja yang dapat ditumbuhkan dan dipelihara sehingga
menghasilkan hubungan yang sifatnya simbiosis mutualis. (Solikhin, 2017)Cara berfikir
strategik adalah pimpinan publik harus mampu menganalisis mana  prioritas
program yang utama, mendesak, penting, mana program yang harus dikerjakans e n d i r i ,
mana yang harus dikerjakan orang lain dan menganalisis dampak-
d a m p a k   alasannya secara mendalam.
Cara berfikir yang berorientasi pada pemecahan masalah jelas menuntut
publik m e m i l i k i k e m a m p u a n a n a l i t i k , m u l a i d a r i i d e n t i f i k a s i m a s a l a h ,
p e n g u m p u l a n d a n  penelaahan informasi yang diperlukan, alternatif pemecahan masalah
yang mungkind i t e m p u h , penentuan pilihan pemecahan sehingga
i m p l e m e n t a s i n y a b e n a r - b e n a r   membawa kepada pemecahan yang tuntas dan
akuntabel.

Keempat,
pimpinan publik h a r u s s e p e n u h n y a m e m u s a t k a n k e p a d a o r g a n i s a s i p u b l i k
y a n g d i p i m p i n n y a . I n i dimaksudkan disamping optimalisasi kerja pimpinan,
apabila pimpinan publik tidak terfokus pada dinas yang dipimpinnya, akan berakibat
pada daya kognitif dan penalaranyang lemah. Dari banyak literatur yang ada, terutama
pimpinan publik, tidaklah harus seorang yang jenius tetapi yang penting ada daya
intelektualnya. Salah satu daya intelektual iniadalah daya ingat yang kuat. Daya ingat bisa
kuat apabila pimpinan hanya terpaku padasatu pusat perhatian.

2.Kompetensi memanage komunikasi


Menurut Sujak (1990: 77) komunikasi diartikan sebagai transfer informasi
beserta pemahamannya dari suatu pihak ke pihak lain, melalui alat-alat berupa simbol
yang penuh arti. Ini berarti suatu komunikasi merupakan media tukar menukar ide,
sikap,n i l a i - n i l a i , opini-opini dan fakta. Kompetensi memanage
komunikasi b e r a r t i kemampuan seorang pimpinan publik dalam
m e n y a m p a i k a n i d e , s i k a p , n i l a i - n i l a i kepada pegawainya. Peran kompetensi
komunikasi tidak boleh dianggap kecil karena  paling tidak memiliki makna :
a.Sebagai motivasi para pegawai untuk bekerja secara tekun dan giat
b.Sebagai ekspresi emosi pimpinan
c.Sebagai penyampaian informasi
d.Sebagai pengendalian perilaku pegawai.  U n t u k itu, perilaku yang harus
d i l a k u k a n p i m p i n a n p u b l i k d a l a m m e m a n a g e komunikasi adalah sebagai berikut:

pertama,
hakekat komunikasi adalah mengalihkan suatu pesan dari satu ke pihak lain. Agar pesan
yang disampaikan pimpinan publik tidak mengalami distorsi makadiperlukan
kodenisasi (SHOLIKIN & Abdul Gaffar Karim, 2015) Kodenisasi
berartim e n e r j e m a h k a n p e s a n y a n g h e n d a k d i s a m p a i k a n d a l a m b e n t u k
t e r t e n t u . U n t u k i t u  pimpinan publik harus memiliki ketrampilan dan menyusun pesan
sehingga jelas bagiaparatur pemerintah dan memudahkan kegiatan pemerintahan. Mc Gregor
menyebutkankomunikasi juga dapat diimplementasikan melalui reward atas tugas
tertentu karenateori X mengharuskan pemimpin menciptakan kontrol atas
bawahan yang dianggaplalai mengerjakan tugas yang dibebankan. 

Kedua,
pimpinan publik harus memiliki sikap yang tepat dalam penyampaian  pesan dan
pengetahuan yang mendalam tentang latar belakang, tingkat pendidikan dankedudukan
aparatur pemerintah baik dalam organisasi publik maupun di luar.

Ketiga,
pimpinan publik harus menggunakan dan mengembangkan
sistemk o m u n i k a s i terbuka. Artinya secara obyektif
p e m i m p i n p u b l i k d i s a m p i n g menyampaikan informasi kepada pegawai,
pimpinan publik harus siap mendengarkaninformasi (tuntutan dan keluhan)
maupun kritik dari pegawai bawahannya. Ini berarti disamping pemimpin publik
sebagai sender juga siap sebagai pendengar yang baik.
 
Keempat,
pimpinan publik harus mengatur media informasi yang dibutuhkan  pegawai dan
kelima, mendorong timbulnya feed back.

3. Kompetensi memanage kemajemukan


Kemajemukan dalam sebuah organisasi publik adalah merupakan hal yang wajar.Yang tidak
wajar adalah mereka tidak diperlakukan sama oleh pimpinan publik. Makad a l a m h a l i n i
strategi yang mungkin bisa diterapkan pimpinan organisasi
p u b l i k   adalah:

Pertama,
pimpinan publik harus mampu sebagai koordinator dan intregator dari  berbagai
komponen organisasi, sehingga dapat bergerak sebagai sebuah totalitas.(Solikhin, 2016)
Oleh karena itu, pendekatan yang harus dipakai adalah pendekatan holistik
dani n t e g r a l i s t i k k a r e n a p i m p i n a n p u b l i k m a u t i d a k m a u h a r u s m e n y u s u n
organisasisedemikian rupa sehingga menggambarkan secara jelas aneka
r a g a m t u g a s d a n kegiatan yang harus dilaksanakan demi tercapainya tujuan organisasi. 

Kedua,
tidak membiarkan cara berfikir dan bertindak yang terkotak-
k o t a k . Kemajemukan harus dipahami sebagai perbedaan dalam menjalankan
tugas, bukan perbedaan cara berfikir dan bertindak. Dengan bahasa lain kemajemukan
merupakankenyataan hidup. Tetapi kebersamaan harus dijamin.

4.Kompetensi memanage etika


Etika secara sederhana dapat dipahami sebagai science of morality atau
sesuatuy a n g m e n d e s k r i p s i k a n b a i k ( S e t i y o n o , 2 0 0 5 ) . D a l a m o r g a n i s a s i
p r i v a t l e b i h - l e b i h organisasi sektor publik mutlak etika diperlukan, karena

a.Setiap profesi membutuhkan etika sebagai standard of conduct


b.Dapat menimbulkan public trust
c.K e t i a d a a n etika dapat menyebabkan weakened support for
g o v e r n m e n t , distruisted public officials, reduced civic engangement
( M C C a r t h y d a l a m Setiyono, 2005).Melihat hal ini, kemampuan seorang pimpinan
publik dalam memanage etikaadalah suatu yang sangat dibutuhkan karena dengan
etika keadilan yang merupakan
salah satu tujuan organisasi mungkin dapat diperlihatkan kepada publik. Untuk itu,
ada beberapa langkah yang harus dimiliki pimpinan di sektor publik dalam memanage
etikaini.

Pertama,
pimpinan publik harus mengembangkan sistem yang
t e r b u k a (transparan). (Sholikin, 2018a) Keterbukaan merupakan kata
y a n g m u d a h u n t u k   diucapkan, tetapi sampai saat ini hampir semua pimpinan
publik masih enggan bahwaisi dapurnya diobok-obok oleh pegawainya, apalagi
rakyat. Tetapi apabila pimpinan  publik tidak transparan, yang terjadi justru tingkat
kepercayaan rakyat akan menurundan itu merugikan pemerintah.
Kedua,
pimpinan publik harus mengedapankan pelayanan sebagai fokus utama d a l a m
sektor publik. Harus dipahami bahwa sektor publik tidaklah
sematamatamengejar keuntungan seperti sektor privat, tetapi lebih
m e n g e d e p a n k a n n i l a i n i l a i kemanusiaan. Maka dari itu sikap yang seringkali cenderung
mengatur dan memerintahhendaknya segera dieliminasi. Selain itu yang harus
dipahami pimpinan organisasi publik sekarang ini masyarakat sudah mulai sadar dan
mengerti bahwa merekamengehendaki sikap egalitarianisme, rasional dan demokrasi
(Setiyono, 2004: 170).

Ketiga,
pimpinan publik harus akuntabel. Akuntabilitas pimpinan publik tidak   boleh
hanya pada atasan (accountability up wards), juga pada staf (accountability staff)lebih
diarahkan pada accountability down wards yaitu akuntabilitas yang
diarahkandengan proses konsultatif dan kerjasama antara wakil rakyat dengan
masyarakat ditingkat lokal (Kumorotomo, 2005: 4-5). Terkait dengan ini
pimpinan harus mampum e m p e r l u a s a l t e r n a t i f p e n y e d i a p e l a y a n a n p u b l i k
serta menunjang informasi ataumenetapkan standar yang dapat
m e n j a m i n a d a n y a a k u n t a b i l i t a s y a n g b a i k d a l a m  pelayanan publik. Juga konsep
self accountability yang merupakan proses akuntabilitasinternal yang sangat tergantung pada
penghayatan mengenai nilai-nilai moral atau etika pimpinan publik dalam melaksanakan
tugas pelayanan publik. Menurut Denhard (1998:18) akuntabilitas ini harus lebih
diarahkan pada pentingnya kualitas subyektif, rasa tanggung jawab dan pentingnya
kontrol struktural.

Keempat,
pemimpin publik harus lebih responsif. Untuk itu menurut Haylan d a l a m
Kumorotomo (2005: 8) pemimpin publik harus membuka lebar
p a r t i s i p a s i masyarakat dan konsultasi publik, debat publik, mentolerir dan memfasilitasi
lembaga - lembaga advokasi, sering mengadakan pertemuan-pertemuan yang
bersifat publik danmempelopori kebebasan berpendapat.

Kelima,
tegas. Apabila ada pejabat yang melanggar aturan dan kode etik yang telah
ditetapkan, sikap ewuh pekewuh sungkanisme, hendaknya dieliminasi. Pemimpinharus
tegas dalam merumuskan sesuatu dan mengambil tindakan yang bersifat
punitif  jika setelah dipahami secara seksama membahayakan kehidupan masyarakat
sebagai pemilik kedaulatan.

d.Kompetensi memanage tim


Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pimpinan publik minimal dua
halyaitu:
1)Menjaga kohesi antara anggota yang satu dengan yang
l a i n . A t a u m u n g k i n menjaga kohesi antara masyarakat yang satu dengan
kelompok masyarakat yangl a i n , ini dimaksudkan untuk menghindari
t e r j a d i n y a k o n f l i k b a i k p a d a p e j a b a t  bawahan juga masyarakat yang sangat
paternalistik.
2)Sebagai mediator. Dalam kehidupan organisasi situasi konflik
a k a n s e l a l u a d a untuk itu pimpinan publik harus mampu sebagai mediator. (Saraswati
& Sholikin,n . d . ) Sebagai mediator pemimpin publik harus memiliki
keyakinan b e r b a g a i kepentingan dalam organisasi meskipun sukar pasti bisa
dipertemukan. Ini mutlak diperlukan demi kekompakan tim, karena kalau dibiarkan
berlarut-larut tujuanorganisasi akan terhambat.

e.Kompetensi memanage keragaman budaya


Sudah menjadi hukum alam, bahwa manusia diciptakan tidak sama.
M a k a  pluralisme (keragaman) budaya dalam sebuah organisasi adalah sebuah
kenyataan.Untuk itu, strategi yang harus dilakukan pemimpin organisasi publik
adalah sebagai berikut:

1) Perbedaan budaya harus dilihat sebagai sebuah kekayaan yang harusdikembangkan


bukan sebagai suatu ancaman. Karena setiap budaya pasti memilikin i l a i - n i l a i
positif. Nilai-nilai positif inilah yang akan dijadikan input
d a l a m memajukan organisasi.
2) Sebagai integrator. Sikap mementingkan kelompok dan satuan kerja sering
kalimudah timbul dalam organisasi. Ini mungkin disebabkan karena dalam
organisasitersebut menuntut adanya spesialisasi yang berlebihan, sistem
alokasi dana dandaya yang kurang atau tidak rasional dan kurangnya pendekatan
pada kesisteman.Keadaan ini seringkali biasanya terkait suasana kompetisi
di kalangan kelompok kerja yang ada yang diupayakan agar satuan kerja
sendiri diperlakukan satuan kerja strategic. Jika pimpinan publik membiarkan
persepsi yang demikian berkembang, dapatdipastikan bahwa satuan anggota kerja
yang bersangkutan akan berjuang supaya satuankerja sendiri memperoleh alokasi
dana, sarana dan prasarana dan tenaga yang lebih  besar dibandingkan dengan
satuan kerja yang lain. Upaya yang demikiankonsekuensinya akan melahirkan cara
berfikir dan bertindak yang terkotakkotak. Oleh karena itu pimpinan publik yang
efektif tentunya tidak akan membiarkan cara berfikir dan bertindak yang demikian
karena organisasi publik yang diterapkan mampum e n i n g k a t k a n kualitas
p e l a y a n a n , h a n y a l a h y a n g b e r g e r a k s e b a g a i s a t u t o t a l i t a s . Meskipun
tidak bisa disangkal suatu organisasi pemerintahan modern disusun
dalamsuatu struktur yang menggambarkan fungsi, tugas dan kegiatan yang
beraneka ragam.Keragaman itu menghilangkan perlunya interaksi,
interrelasi dan interpendensi yangdidasarkan pada prinsip simbiosis mutualis. Ini
artinya tidak ada organisasi publik yangtujuan dan sasarannya bersifat mutually
exclusive. (Sholikin, 2018b)

f.Kompetensi memanage perubahan (Warella, 2005)


Perubahan dalam segala bidang kehidupan, termasuk sektor publik
a d a l a h sebuah keniscayaan. Untuk itu sikap yang harus diaplikasikan oleh
pimpinan publik dalam memanage perubahan ini adalah:

pertama,
pemimpin publik harus mempunyaisikap adaptabilitas yang tinggi, sikap adaptif mungkin
bisa diwujudkan dalam beberapacontoh
1)Seorang pemimpin publik tidak akan mudah melakukan generalisasi,
melainkanmelihat setiap perkembangan situasi sebagai suatu yang khas.
2)Dalam memecahkan masalah, ia tidak akan terperangkap oleh cara
pemecahantertentu hanya karena cara tersebut pernah dipergunakan di masa lalu
dan dinilaimembuahkan pemecahan yang diharapkan.
3)Dalam berkomunikasi dengan orang lain gaya, teknik dan bahasa yang
digunakandisesuaikan dengan tingkat pengetahuan, kedewasaan, dan kondisi pihak
dengansiapa pimpinan publik berkomunikasi.
4)M e n g g u n a k a n dan memakai sarana organisasi dengan tehnologi
t e r n i k i , d e m i menunjang efektifitas, efisiensi dan kualitas pelayanan. (Saraswati
& Sholikin,n.d.)
 
Kedua,
pimpinan publik harus fleksibel. Sikap fleksibel berarti mampu melakukan perubahan dalam
cara berfikir, cara bertindak, sikap dan perilaku agar sesuai dengantuntutan dan situasi
serta kondisi tertentu yang dihadapi tanpa mengorbankan prinsip yang dianut oleh
organisasi publik. Karena itu, fleksibilitas hendaknya tidak diidentikandengan tidak ada
pendirian, sifat bunglon dan sifat yang sejenis yang sering kali dinilainegatif. Agar pemimpin
publik terhindar dari sikap yang kaku, maka hendaknya organisasi publik sebagaimana
gagasan Osborne dan Gaebler (1996:21-27) harus digerakkan olehm i s i bukan
peraturan. Lanjutnya menurut Osborne dan Gaebler dalam
S a l a m (2002:185) pemerintahan yang digerakkan oleh misi jauh lebih
memperhatikank e p e n t i n g a n p e l a k s a n a a n m i s i y a n g d i e m b a n y a d a r i
pada pemerintahan yangdigerakkan oleh peraturan yang kaku dan
mengikat (transforming r u l e - d r i v e n organization). Organisasi publik yang
digerakkan oleh misi, aturan dilaksanakan secaraluwes dan memberikan otonomi kepada
birokrat secara proporsional,
sehingga aparatur  pemerintah memanfaatkan sumber daya dan lingkungan dengan seefektif
dan seefisienmungkin tanpa melanggar aturan yang baku organisasi (Tankilisan, 2005: 105).
Seperti yang ditulis oleh Osborne dan Gaebler dalam Tankilisan (2005:
1 0 5 ) organisasi yang dijalankan berdasarkan peraturan akan tidak efektif dan kurang
efisienkarena kinerjanya lamban dan terkesan bertele-tele. Hal ini karena
mendudukan misio r g a n i s a s i sebagai tujuan menjadikan
organisasi publik yang b e r s a n g k u t a n mengembangkan sistem
anggaran dan peraturan sendiri yang memberi keleluasaan kepada anggota organisasi
untuk mencapai misi tersebut. Adanya peraturan memang suatu kenyataan yang memiliki
tujuan yang baik, tetapidalam praktiknya organisasi berjalan lamban dan kurang
mampu merespon tuntutanlingkungan yang berubah dengan cepat. Alasannya adalah
pemimpin publik tidak akan
 
mampu melakukan apa yang menurut pandangannya baik, karena takut terkena
sanksi jika ternyata perbuatan maupun keputusannya dianggap melanggar peraturan.
Kondisii n i j i k a b e r l a r u t - l a r u t a k a n m e n i m b u l k a n s i k a p d a n t i n d a k a n
aparatur p e m e r i n t a h menjadi apatis dan kehilangan inovasi dalam memberikan
pelayanan publik. Konsekuensi organisasi publik yang digerakkan oleh peraturan
(meski peraturanm u n g k i n bisa menekan penyimpangan dan
k o r u p s i ) t e t a p i a k i b a t n y a t e r j a d i  pemborosan. Sedang menurut Osborne
dan Gaebler (1996: 133-134) organisasi publik y a n g d i g e r a k k a n o l e h m i s i m e m i l i k i
keunggulan nyata yaitu :
lebih efisien, lebihefektif, lebih inovatif, lebih fleksibel dan lebih
m e m p u n y a i s e m a n g a t l e b i h t i n g g i ketimbang digerakkan oleh peraturan.
Untuk itu, maka syarat yang harus disediakan oleh pimpinan publik adalah:
1)Menciptakan pernyataan misi yang jelas, konkrit dan terukur  
2)Memecah organisasi besar menjadi kelompok-kelompok kecil
d a n m e n y a t u k a n  beberapa tim dan organisasi baru
3)Menciptakan suatu budaya organisasi dalam misi. Akhirnya, tawaran
s e d e r h a n a i n i t e t a p p e r l u d i d i s k u s i k a n l e b i h l a n j u t d e m i menciptakan
pelayanan publik yang lebih berkualitas.

Tugas Pimpinan Birokrasi Sebagai Manajer Pelayanan Publik  


Agar kepemimpinan dapat berhasil mencapai tujuan, pelaksanaan kepemimpinanyang baik
dapat dilihat dari cara seorang pemimpin melakukan tugasnya, hal ini dapat dilihat
dari ciri-ciri sebagai berikut;
1.Penglihatan sosial, suatu kemampuan untuk melihat dan mengerti gejala-gejala
yangtimbul dalam masyarakat sehari-hari.
2.Kecakapan berfikir abstrak, dalam artian seorang pemimpin harus mempunyai
otak y a n g cerdas, intelegensi yang tinggi, dalam menganalisa dan
m e m u t u s k a n a d a n y a gejala yang terjadi dalam kelompoknya, sehingga bermanfaat dalam
tujuan organisasi.
3.K e s e i m b a n g a n e m o s i d a l a m m e n g a m b i l t i n d a k a n d a n k e b i j a k a n d a l a m
m e n g a m b i l keputusan.
4.Seorang pemimpin juga harus bisa memberikan motivasi, hal ini dimaksudkan
untuk memberikan dorongan semangat kepada para bawahan dalam pencapaian
target yang diharapkan. Menurut Malthis motivasi merupakan hasrat didalam diri
seseorang yangmenyebabkan orang tersebut melakukan tindakan. Sedangkan Rivai
berpendapat bahwamotivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang
mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan
individu. Motivasi adalah kesediaanmelakukan usaha tingkat tinggi guna
mencapai sasaran organisasi yang dikondisikanoleh kemampuan usaha tersebut
memuaskan kebutuhan sejumlah individu. Motivasi merupakan faktor psikologis yang
menunjukan minat individu terhadap pekerjaan, rasa puas dan ikut bertanggung jawab
terhadap aktivitas atau pekerjaan yangd i l a k u k a n . S e d a n g k a n Hasibuan
b e r p e n d a p a t b a h w a m o t i v a s i a d a l a h h a l y a n g menyebabkan, menyalurkan
dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giatdan antusias mencapai hasil yang
optimal. Motivasi merupakan sesuatu yang membuat bertindak atau berperilaku dalam cara-
cara tertentu.

Sumber : IPEM4429/Modul 1-9/ Manajemen Pelayanan Umum


MADANI Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Vol. 10 No.1 2018 (79-91) ISSN 2085-143X
https://bengkulu.kemenag.go.id/opini/314-birokrasi-dan-upaya-meningkatkan-pelayanan-
publik.

Terimakasih !!!

Anda mungkin juga menyukai