NIM : 041669236
1. Kurangnya pemahaman mengenai UU No.25 tahun 2009 tentang pelayanan publik dan
Permenpan No.36 tahun 2012 tentang petunjuk teknis penyusunan, penetapan dan penerapan
standar pelayanan.
2. Komitmen pimpinan
3. Standar Pelayanan Publik belum ada
4. Sumber daya Manusia
5. Kemauan dan itikad pelaksana
6. Koordinasi internal
7. Sarana dan prasarana
Memang solusi permasalahan ini tidak semudah dalam teori dan tidak semudah membalikan
telapak tangan akan. Tak dapat dipungkiri selama ini sudah banyak waktu, tenaga, pikiran
dan upaya yang dilakukan oleh penyedia layanan. Kenyataannya masih tetap diperlukan
upaya keras dan gerakan yang masif untuk mengatasi tantangan-tantangan diatas.
Gencarnya diseminasi informasi di kalangan penyelenggara pelayanan publik menjadi
harapan untuk dapat mengatasi kendala kurangnya pemahaman dan koordinasi internal
penyelenggara layanan.
Untuk tantangan komitmen pimpinan, kapasitas SDM (rotasi, promosi, pemecatan), kemauan
dan itikad pelaksana dapat diupayakan melalui rekrutmen awal, lingkungan kerja yang penuh
nilai-nilai moral dan kekuatan komitmen serta teladan dari pimpinan tertinggi
Guna dari standar pelayanan publik harus dijadikan tolok ukur pedoman penyelenggaraan
pelayanan dan acuan penilaian pelayanan publik, karena pelayanan yang mudah, terjangkau,
cepat dan terukur adalah yang diperlukan. Mengenai tantangan tentang belum adanya standar
pelayanan public, perlu dibuat standar pelayanan publik yang mencakup, sistem, mekanisme
dan prosedur, dalam UU sudah diatur tentang itu. Yang cukup penting, penyusunan standar
amanatnya harus melibatkan masyarakat.
Peran lembaga pengawasan yang telah dibentuk juga harus dimaksimalkan dengan segenap
kekuatan. Sarana dan prasarana merupakan kendala yang paling mudah diatasi di antara
semua tantangan. Kuncinya hanya menyediakan kebutuhan pendukung berupa sarana dan
prasarana yang berfungsi, layak dan terawat.
Akhirnya peran masyarakat baik dunia usaha, media, DPR dan DPRD harus terus bersuara
keras. Kita semua harus tegas , tidak boleh berhenti atau menghilang ditelan waktu demi
untuk mengatasi tantangan-tantangan dan mendorong perbaikan peningkatan pelayanan
publik.
Kompetensi Yang Harus Dimiliki Pimpinan Sebagai Manejr Pelayananpublik
Kompetensi berasal dari bahasa Inggris ³competence yang berarti
kecakapan,k e m a m p u a n . C o m p e t e n c y b e r a r t i c a k a p , m a m p u ( E c h o l s d a n
S h a d i l y , 1 9 9 3 : 1 3 2 ) . Kompetensi memanage berarti kemampuan pimpinan
dalam mengelola, mengatur darimerencanakan, mengkoordinasi,
meaktualisasikan dan mengawasi organisasi publik. K o m p e t e n s i b a g i p i m p i n a n
publik ini dimaksudkan supaya organisasi publik d a p a t memecahkan
masalah seperti pemborosan anggaran, arogansi, minta dilayani, senang mengatur,
tidak rasional, mental dapur, dan otoriter. Adapun kompetensi yang harus dimiliki
pimpinan publik adalah minimal tujuh kompetensi, yaitu:
Kedua,
terus belajar. Belajar dari pengalaman-pengalaman sendiri, pengalaman-pengalaman
orang lain maupun perkembangan ilmu pengetahuan dantehnologi yang terkait dengan tujuan
dan strategi organisasi publik yang dipimpinnya. Mengenai kemampuan belajar dan
pengalaman, baik pengalaman sendiri maupun pengalaman dari orang lain, memiliki
dua makna yang sangat penting.
a.Dengan berusaha mengenali faktor-faktor penyebab keberhasilan,
termasuk cara-cara dalam pemecahan masalah, menghilangkan ancaman
dan gangguan serta .Pimpinan publik yang memiliki kompetensi diri
sendiri adalah pimpinan y a n g memiliki pengetahuan luas, inkuisitif,
kemampuan analisis yang mendalam, daya k o g n i t i f d a n p e n a l a r a n d i a t a s
r a t a - r a t a . S e b u a h a k s i o m a y a n g d i t e r i m a s e c a r a umum oleh teoritisi dan
praktisi adalah semakin tinggi kedudukan dalam hirarchi organisasi, ia dituntut untuk
mampu berfikir. Kemampuan berfikir ini tidaklah dapatdimiliki pimpinan tanpa adanya
pengetahuan yang luas terutama terkait dengan disiplin pengetahuan tentang
pencapaian tujuan organisasi. (Saraswati & Sholikin,n.d.) menghilangkan rintangan dan
tetap memperhatian dalam situasi dan kondisi yang bagaimana cara-cara yang efektif.
b.mengenali secara tepat faktor-faktor yang menghambat yang mengakibatkankeberhasilan
bahkan kegagalan di masa lalu. Ini dimaksudkan faktor penghalang dapat
dieliminasi atau paling tidak diminimalisasi.
Ketiga,
mengedepankan cara berfikir yang integralistik, strategik dan berorientasi pada pemecahan
masalah. Dalam hal ini pimpinan publik harus menumbuhkan danmemperlakukan dinas
yang dipimpinnya sebagai satuan bulat meskipun di dalamnyaterdapat satuan
kerja yang menyelenggarakan berbagai kegiatan dengan aneka ragam spesialisasi.
Untuk itu pendekatakan holistik adalah jalan keluar untuk memungkinkaninteraksi dan
interralasi antara satuan kerja yang dapat ditumbuhkan dan dipelihara sehingga
menghasilkan hubungan yang sifatnya simbiosis mutualis. (Solikhin, 2017)Cara berfikir
strategik adalah pimpinan publik harus mampu menganalisis mana prioritas
program yang utama, mendesak, penting, mana program yang harus dikerjakans e n d i r i ,
mana yang harus dikerjakan orang lain dan menganalisis dampak-
d a m p a k alasannya secara mendalam.
Cara berfikir yang berorientasi pada pemecahan masalah jelas menuntut
publik m e m i l i k i k e m a m p u a n a n a l i t i k , m u l a i d a r i i d e n t i f i k a s i m a s a l a h ,
p e n g u m p u l a n d a n penelaahan informasi yang diperlukan, alternatif pemecahan masalah
yang mungkind i t e m p u h , penentuan pilihan pemecahan sehingga
i m p l e m e n t a s i n y a b e n a r - b e n a r membawa kepada pemecahan yang tuntas dan
akuntabel.
Keempat,
pimpinan publik h a r u s s e p e n u h n y a m e m u s a t k a n k e p a d a o r g a n i s a s i p u b l i k
y a n g d i p i m p i n n y a . I n i dimaksudkan disamping optimalisasi kerja pimpinan,
apabila pimpinan publik tidak terfokus pada dinas yang dipimpinnya, akan berakibat
pada daya kognitif dan penalaranyang lemah. Dari banyak literatur yang ada, terutama
pimpinan publik, tidaklah harus seorang yang jenius tetapi yang penting ada daya
intelektualnya. Salah satu daya intelektual iniadalah daya ingat yang kuat. Daya ingat bisa
kuat apabila pimpinan hanya terpaku padasatu pusat perhatian.
pertama,
hakekat komunikasi adalah mengalihkan suatu pesan dari satu ke pihak lain. Agar pesan
yang disampaikan pimpinan publik tidak mengalami distorsi makadiperlukan
kodenisasi (SHOLIKIN & Abdul Gaffar Karim, 2015) Kodenisasi
berartim e n e r j e m a h k a n p e s a n y a n g h e n d a k d i s a m p a i k a n d a l a m b e n t u k
t e r t e n t u . U n t u k i t u pimpinan publik harus memiliki ketrampilan dan menyusun pesan
sehingga jelas bagiaparatur pemerintah dan memudahkan kegiatan pemerintahan. Mc Gregor
menyebutkankomunikasi juga dapat diimplementasikan melalui reward atas tugas
tertentu karenateori X mengharuskan pemimpin menciptakan kontrol atas
bawahan yang dianggaplalai mengerjakan tugas yang dibebankan.
Kedua,
pimpinan publik harus memiliki sikap yang tepat dalam penyampaian pesan dan
pengetahuan yang mendalam tentang latar belakang, tingkat pendidikan dankedudukan
aparatur pemerintah baik dalam organisasi publik maupun di luar.
Ketiga,
pimpinan publik harus menggunakan dan mengembangkan
sistemk o m u n i k a s i terbuka. Artinya secara obyektif
p e m i m p i n p u b l i k d i s a m p i n g menyampaikan informasi kepada pegawai,
pimpinan publik harus siap mendengarkaninformasi (tuntutan dan keluhan)
maupun kritik dari pegawai bawahannya. Ini berarti disamping pemimpin publik
sebagai sender juga siap sebagai pendengar yang baik.
Keempat,
pimpinan publik harus mengatur media informasi yang dibutuhkan pegawai dan
kelima, mendorong timbulnya feed back.
Pertama,
pimpinan publik harus mampu sebagai koordinator dan intregator dari berbagai
komponen organisasi, sehingga dapat bergerak sebagai sebuah totalitas.(Solikhin, 2016)
Oleh karena itu, pendekatan yang harus dipakai adalah pendekatan holistik
dani n t e g r a l i s t i k k a r e n a p i m p i n a n p u b l i k m a u t i d a k m a u h a r u s m e n y u s u n
organisasisedemikian rupa sehingga menggambarkan secara jelas aneka
r a g a m t u g a s d a n kegiatan yang harus dilaksanakan demi tercapainya tujuan organisasi.
Kedua,
tidak membiarkan cara berfikir dan bertindak yang terkotak-
k o t a k . Kemajemukan harus dipahami sebagai perbedaan dalam menjalankan
tugas, bukan perbedaan cara berfikir dan bertindak. Dengan bahasa lain kemajemukan
merupakankenyataan hidup. Tetapi kebersamaan harus dijamin.
Pertama,
pimpinan publik harus mengembangkan sistem yang
t e r b u k a (transparan). (Sholikin, 2018a) Keterbukaan merupakan kata
y a n g m u d a h u n t u k diucapkan, tetapi sampai saat ini hampir semua pimpinan
publik masih enggan bahwaisi dapurnya diobok-obok oleh pegawainya, apalagi
rakyat. Tetapi apabila pimpinan publik tidak transparan, yang terjadi justru tingkat
kepercayaan rakyat akan menurundan itu merugikan pemerintah.
Kedua,
pimpinan publik harus mengedapankan pelayanan sebagai fokus utama d a l a m
sektor publik. Harus dipahami bahwa sektor publik tidaklah
sematamatamengejar keuntungan seperti sektor privat, tetapi lebih
m e n g e d e p a n k a n n i l a i n i l a i kemanusiaan. Maka dari itu sikap yang seringkali cenderung
mengatur dan memerintahhendaknya segera dieliminasi. Selain itu yang harus
dipahami pimpinan organisasi publik sekarang ini masyarakat sudah mulai sadar dan
mengerti bahwa merekamengehendaki sikap egalitarianisme, rasional dan demokrasi
(Setiyono, 2004: 170).
Ketiga,
pimpinan publik harus akuntabel. Akuntabilitas pimpinan publik tidak boleh
hanya pada atasan (accountability up wards), juga pada staf (accountability staff)lebih
diarahkan pada accountability down wards yaitu akuntabilitas yang
diarahkandengan proses konsultatif dan kerjasama antara wakil rakyat dengan
masyarakat ditingkat lokal (Kumorotomo, 2005: 4-5). Terkait dengan ini
pimpinan harus mampum e m p e r l u a s a l t e r n a t i f p e n y e d i a p e l a y a n a n p u b l i k
serta menunjang informasi ataumenetapkan standar yang dapat
m e n j a m i n a d a n y a a k u n t a b i l i t a s y a n g b a i k d a l a m pelayanan publik. Juga konsep
self accountability yang merupakan proses akuntabilitasinternal yang sangat tergantung pada
penghayatan mengenai nilai-nilai moral atau etika pimpinan publik dalam melaksanakan
tugas pelayanan publik. Menurut Denhard (1998:18) akuntabilitas ini harus lebih
diarahkan pada pentingnya kualitas subyektif, rasa tanggung jawab dan pentingnya
kontrol struktural.
Keempat,
pemimpin publik harus lebih responsif. Untuk itu menurut Haylan d a l a m
Kumorotomo (2005: 8) pemimpin publik harus membuka lebar
p a r t i s i p a s i masyarakat dan konsultasi publik, debat publik, mentolerir dan memfasilitasi
lembaga - lembaga advokasi, sering mengadakan pertemuan-pertemuan yang
bersifat publik danmempelopori kebebasan berpendapat.
Kelima,
tegas. Apabila ada pejabat yang melanggar aturan dan kode etik yang telah
ditetapkan, sikap ewuh pekewuh sungkanisme, hendaknya dieliminasi. Pemimpinharus
tegas dalam merumuskan sesuatu dan mengambil tindakan yang bersifat
punitif jika setelah dipahami secara seksama membahayakan kehidupan masyarakat
sebagai pemilik kedaulatan.
pertama,
pemimpin publik harus mempunyaisikap adaptabilitas yang tinggi, sikap adaptif mungkin
bisa diwujudkan dalam beberapacontoh
1)Seorang pemimpin publik tidak akan mudah melakukan generalisasi,
melainkanmelihat setiap perkembangan situasi sebagai suatu yang khas.
2)Dalam memecahkan masalah, ia tidak akan terperangkap oleh cara
pemecahantertentu hanya karena cara tersebut pernah dipergunakan di masa lalu
dan dinilaimembuahkan pemecahan yang diharapkan.
3)Dalam berkomunikasi dengan orang lain gaya, teknik dan bahasa yang
digunakandisesuaikan dengan tingkat pengetahuan, kedewasaan, dan kondisi pihak
dengansiapa pimpinan publik berkomunikasi.
4)M e n g g u n a k a n dan memakai sarana organisasi dengan tehnologi
t e r n i k i , d e m i menunjang efektifitas, efisiensi dan kualitas pelayanan. (Saraswati
& Sholikin,n.d.)
Kedua,
pimpinan publik harus fleksibel. Sikap fleksibel berarti mampu melakukan perubahan dalam
cara berfikir, cara bertindak, sikap dan perilaku agar sesuai dengantuntutan dan situasi
serta kondisi tertentu yang dihadapi tanpa mengorbankan prinsip yang dianut oleh
organisasi publik. Karena itu, fleksibilitas hendaknya tidak diidentikandengan tidak ada
pendirian, sifat bunglon dan sifat yang sejenis yang sering kali dinilainegatif. Agar pemimpin
publik terhindar dari sikap yang kaku, maka hendaknya organisasi publik sebagaimana
gagasan Osborne dan Gaebler (1996:21-27) harus digerakkan olehm i s i bukan
peraturan. Lanjutnya menurut Osborne dan Gaebler dalam
S a l a m (2002:185) pemerintahan yang digerakkan oleh misi jauh lebih
memperhatikank e p e n t i n g a n p e l a k s a n a a n m i s i y a n g d i e m b a n y a d a r i
pada pemerintahan yangdigerakkan oleh peraturan yang kaku dan
mengikat (transforming r u l e - d r i v e n organization). Organisasi publik yang
digerakkan oleh misi, aturan dilaksanakan secaraluwes dan memberikan otonomi kepada
birokrat secara proporsional,
sehingga aparatur pemerintah memanfaatkan sumber daya dan lingkungan dengan seefektif
dan seefisienmungkin tanpa melanggar aturan yang baku organisasi (Tankilisan, 2005: 105).
Seperti yang ditulis oleh Osborne dan Gaebler dalam Tankilisan (2005:
1 0 5 ) organisasi yang dijalankan berdasarkan peraturan akan tidak efektif dan kurang
efisienkarena kinerjanya lamban dan terkesan bertele-tele. Hal ini karena
mendudukan misio r g a n i s a s i sebagai tujuan menjadikan
organisasi publik yang b e r s a n g k u t a n mengembangkan sistem
anggaran dan peraturan sendiri yang memberi keleluasaan kepada anggota organisasi
untuk mencapai misi tersebut. Adanya peraturan memang suatu kenyataan yang memiliki
tujuan yang baik, tetapidalam praktiknya organisasi berjalan lamban dan kurang
mampu merespon tuntutanlingkungan yang berubah dengan cepat. Alasannya adalah
pemimpin publik tidak akan
mampu melakukan apa yang menurut pandangannya baik, karena takut terkena
sanksi jika ternyata perbuatan maupun keputusannya dianggap melanggar peraturan.
Kondisii n i j i k a b e r l a r u t - l a r u t a k a n m e n i m b u l k a n s i k a p d a n t i n d a k a n
aparatur p e m e r i n t a h menjadi apatis dan kehilangan inovasi dalam memberikan
pelayanan publik. Konsekuensi organisasi publik yang digerakkan oleh peraturan
(meski peraturanm u n g k i n bisa menekan penyimpangan dan
k o r u p s i ) t e t a p i a k i b a t n y a t e r j a d i pemborosan. Sedang menurut Osborne
dan Gaebler (1996: 133-134) organisasi publik y a n g d i g e r a k k a n o l e h m i s i m e m i l i k i
keunggulan nyata yaitu :
lebih efisien, lebihefektif, lebih inovatif, lebih fleksibel dan lebih
m e m p u n y a i s e m a n g a t l e b i h t i n g g i ketimbang digerakkan oleh peraturan.
Untuk itu, maka syarat yang harus disediakan oleh pimpinan publik adalah:
1)Menciptakan pernyataan misi yang jelas, konkrit dan terukur
2)Memecah organisasi besar menjadi kelompok-kelompok kecil
d a n m e n y a t u k a n beberapa tim dan organisasi baru
3)Menciptakan suatu budaya organisasi dalam misi. Akhirnya, tawaran
s e d e r h a n a i n i t e t a p p e r l u d i d i s k u s i k a n l e b i h l a n j u t d e m i menciptakan
pelayanan publik yang lebih berkualitas.
Terimakasih !!!