TUGAS 3
2. Peran penting pemerintah pusat dan daerah dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM)
mencakup hal sebagai berikut:
1) Pemimpin daerah dalam mendelegasikan wewenang ke unit-unit organisasi juga bertindak
sebagai penentu dalam keberhasilan daerah dalam melaksanakan SPM.
2) Pemerintah daerah, terutama pemerintah kota/kabupaten bertindak sebagai penyedia
pelayanan publik.
3) Posisi pemerintah propinsi bertindak sebagai pendukung, fasilitator dan koordinator bagi
pelaksanaan kewenangan lintas kabupaten/kota.
4) Posisi pemerintah pusat bertindak sebagai koordiantor kepada pemerintah daerah agar
pelayanan publik bisa dinikmati oleh setiap masyarakat tanpa adanya kesenjangan antar
daerah
Contohnya adalah dalam proses pelayanan pendaftaran E-KTP di masing masing
kota/kabupaten:
Pemerintah pusat membuat peraturan tentang kebijakan E-KTP dan memberikan kewenangan
kepada seluruh pemerintah provinsi dalam melaksanakan sistem dan proses baru dalam
pendaftaran E-KTP, lalu pemerintah provinsi mengkoordinasi dan memberikan arahan setiap
kota/kabupaten di provinsinya masing-masing mengenai sistem dan tata cara proses
pendaftaran E-KTP
3. RKP merupakan penjabaran dari RPJM Nasional, memuat rancangan kerangka ekonomi
makro yang termasuk didalamnya arah kebijakan fiskal dan moneter, prioritas pembangunan,
rencana kerja dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh Pemerintah maupun
yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
RKPD adalah rencana program/kegiatan yang merupakan hasil persandingan usulan dari
masyarakat dengan usulan dari tingkat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang mengacu
kepada RPJMD melalui forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah
(Musrenbang).
Sebagai suatu dokumen resmi Pemerintah Daerah, RKPD mempunyai kedudukan yang
strategis, proses penyusunan RKPD dilakukan secara sistematis, terarah, terpadu dan tanggap
terhadap perubahan yang penyusunannya dilaksanakan untuk mewujudkan sinergitas antara
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan, serta mewujudkan
efisiensi dan alokasi sumberdaya dalam pembangunan daerah.
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) disusun mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah
Pusat dan merupakan Penjabaran dari RPJM Daerah. RKPD memuat rancangan kerangka
ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya, baik yang
dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi
masyarakat. Kritikan dalam penyusunan RKPD dalam hal ini adalah keterlibatan masyarakat.
Penyusunan RPJP dan RPJM Daerah yang berjangka panjang dan menengah saja diatur
supaya melibatkan masyarakat secara aktif. Penyusunan RKPD yang berjangka waktu tahunan
dan produk perencanaan yang paling up to date serta langsung dapat dirasakan masyarakat,
penyusunannya justru tidak diatur harus melibatkan masyarakat. Demikian pula dengan
kekuatan hukum bagi RKPD itu yang dapat ditetapkan hanya dengan Peraturan Kepala
Daerah, padahal dokumen RKPD itu menjadi acuan bagi penyusunan RAPBD dan RAPBD
memiliki kekuatan hukum ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Keterkaitan antar dokumen perencanaan berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004
ini dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut:
4. Materi muatan Peraturan Daerah telah diatur dengan jelas dalam UU No.10/2004 dan UU
No.32/2004. Pasal 12 UU No.10/2004 menyatakan:“Materi muatan Peraturan Daerah
adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi”.
Pasal 5 UU No.10 Tahun 2004 dan Pasal 138 UU No.32 Tahun 2004, menentukan materi
Perda harus memperhatikan asas materi muatan PUU antara lain asas keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan, dan yang terpenting ketentuan Pasal 7 ayat (4) dan ayat (5) UU
No.10 Tahun 2004 dan Pasal 136 ayat (4) UU No.32 Tahun 2004 bahwa materi Perda dilarang
bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan PUU yang lebih tinggi. Dalam
penjelasan Pasal 136 ayat (4) UU No.32 Tahun2004 dijelaskan bahwa ”bertentangan dengan
kepentingan umum” adalah kebijakan yang berakibat terganggunya kerukunan antar warga
masyarakat, terganggunya pelayanan umum, dan terganggunya ketentraman/ketertiban umum
serta kebijakan yang bersifat diskriminatif.
Presiden melimpahkan kewenangan kepada Menteri sebagai koordinator pembinaan dan
pengawasan yang dilakukan oleh kementrian/lembaga pemerintah nonkementrian terhadap
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Kementrian/lembaga pemerintah nonkementerian
melakukan pembinaan dan pengawasan yang bersifat teknis, sedangkan Kementerian
melaksanakan pembinaan dan pengawasan yang bersifat umum. Mekanisme tersebut
diharapkan mampu menciptakan harmonisasi antar kementerian/lembaga pemerintah
nonkementerian dalam melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah secara keseluruhan.
Menurut saya, cara pemerintah pusat mengawasi Perda-perda kota yang berpotensi
menimbulkan perilaku diskriminatif di daerah tersebut diantaranya:
1) Pemerintah Pusat melakukan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi terhadap perda yang
berpotensi menimbulkan diskriminasi
2) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia melakukan pengawasan terhadap daerah
tempat perda tersebut dilaksanakan.
3) Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia melakukan pengawasan terhadap daerah
subjek
4) Pemerintah Pusat menyampaikan perkembangan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi
terhadap daerah subjek kepada DPR RI dan DPD RI
5) Pemerintah Pusat memberikan wewenang kepada pemerintah provinsi untuk tindakan
lebih lanjut
6) Jika diperlukan, pemerintah pusat bisa memberikan wewenang mengenai perda kepada
Mahkamah Konstitusi untuk dianalisa lebih lanjut dan diputuskan apakah perda tersebut
melanggar UU Nomor 32 Tahun 2004 atau tidak.