Anda di halaman 1dari 5

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 3

Nama Mahasiswa : MuhammadShiddiqIskandar

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 031253948

Kode/Nama Mata Kuliah : IPEM4425/HubunganPusatDanDaerah

Kode/Nama UPBJJ : 50/Samarinda

Masa Ujian : 2020/21.1 (2020.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
Jawaban:
1. Memahami konsep pelayanan publik secara sederhana dapat digambarkan sebagai
pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan
sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Pelayanan publik merupakan
isu penting dalam reformasi birokrasi yang terus berkembang dan penuh kritik dewasa ini
Tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah untuk memuaskan dan memenuhi
kebutuhan sesuai dengan keinginan masyarakat pada umumnya untuk mencapai hal ini,
diperlukan kualitas pelayanan sesuai harapan dari masyarakat.
Ada 3 pakar yang akan dibahas disini:

1) Lovelock (1992) mengemukakan lima prinsip pelayanan publik, yaitu:


(1) Tangible (terjamah) seperti kemampuan fisik, peralatan, personil dan komunikasi
material
(2) Reliable (handal), kemampuan membentuk pelayanan yang dijanjikan dengan tepat
dan memilik keajegan
(3) Responsiveness (pertanggungjawaban), yakni rasa tanggung jawab terhadap mutu
pelayanan
(4) Assurance (jaminan), pengetahuan, perilaku dan kemampuan pegawai untuk menjamin
agar semua bisa dilakukan secara baik dan professional
(5) Empathy (empati), perhatian perorangan pada pelanggan
2) Kristiadi (1999) mengemukakan lima prinsip pelayanan publik diantaranya:
(1) Pelayanan yang berorientasi pada pasar di mana permintaan masyarakat atau
langganan bersama-sama dengan pelayanan yang dilakukan pihak lain
(2) Pelayananan yang semakin lama semakin meningkat, sedangkan permintaan
masyarakat tidak boleh ditinggalkan.
(3) Pelayanan harus dievaluasi, tidak hanya keberhasilan saja yang dievaluasi, tetapi juga
kegagalan dari pelaksanaan sistem pelayanan yang diterapkan.
(4) Pelayanan harus memperhatikan kedudukan konsumen/masyarakat sebagai pengguna
jasa pelayanan yang seharusnya ditempatkan pada tempat strategis di tengah-tengah
suatu sistem kegiatan pelayanan sehingga pelayanan yang memiliki karakteristik tidak
berhadapan langsung dengan masyarakat agar ditempatkan di tengah-tengah suatu
sistem pelayanan dan bukan justru di barisan paling depan.
(5) Pelayanan harus memberikan hierarki nilai kepuasan masyarakat sehingga nilainya
berbeda. Bagaimanpun kepuasan masyarakat mempunyai hierarki kepuasan tertentu.
3) Menurut Menpan Nomor 81 Tahun 1993, prinsip pelayanan publik adalah sebagai berikut:
(1) Hak dan kewajiban bagi pemberi maupun penerima pelayanan umum harus jelas dan
dikatahui secara pasti oleh masing-masing pihak
(2) Pengaturan setiap bentuk pelayanan umum harus disesuaikan dengan kondisi
kebutuhan dan kemampuan masyarakat.
(3) Mutu proses dan hasil pelayanan umum harus diupayakan agar memberi keamanan,
kenyamanan, kelancaran dan kepastian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(4) Apabila pelayanan umum yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah terpaksa
harus mahal maka instansi pemerintah yang bersangkutan berkewajiban memberi
peluang kepada masyarakat untuk ikut menyelenggarakannya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Kelebihan dan kelemahan dalam masing masing pakar adalah sebagai berikut:
1) Lovelock (1992)
Kelebihannya adalah prinsip prinsip yang diutarakan memfokuskan kepada hal-hal yang
harus ada dalam setiap petugas pelayanan secara pribadi, berarti masing-masing petugas
bisa melakukan pekerjaan secara professional dengan menerapkan prinsip-prinsip tersebut,
kelemahannya adalah tidak terlalu dipaparkan secara jelas mengenai prinsip-prinsip yang
berhubungan dengan hubungan antara satu petugas dengan yang lain atau dengan bagian-
bagian yang lain.
2) Kristiadi (1999)
Kelebihannya adalah prinsip-prinsip yang diutarakan berorientasi kepada masyarakat
sehingga masyarakat dapat lebih puas dalam mendapatkan pelayanan yang diinginkan.
Sedangkan kekurangannya adalah prinsip-prinsip tersebut terkadang tidak memperhatikan
para petugas sehingga terkadang terjadi kekurangan fokus dan kelelahan yang terkadang
membuat kesalahan dalam proses pelayanan.
3) Menteri Pendayaan Aparatur Negara
Kelebihannya adalah prinsip-prinsip yang diutarakan bisa berorientasi kepada pihak
petugas pelayanan dan juga masyarakat sehingga dapat menguntungkan semua pihak
terkait. Kelemahannya adalah partisipasi masyarakat terkadang lemah walaupun instansi
membutuhkan masyarakat dalam membantu penyelenggaraan, sehingga diperlukan
koordinasi agar masyarakat dapat membantu instansi terkait.

2. Peran penting pemerintah pusat dan daerah dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM)
mencakup hal sebagai berikut:
1) Pemimpin daerah dalam mendelegasikan wewenang ke unit-unit organisasi juga bertindak
sebagai penentu dalam keberhasilan daerah dalam melaksanakan SPM.
2) Pemerintah daerah, terutama pemerintah kota/kabupaten bertindak sebagai penyedia
pelayanan publik.
3) Posisi pemerintah propinsi bertindak sebagai pendukung, fasilitator dan koordinator bagi
pelaksanaan kewenangan lintas kabupaten/kota.
4) Posisi pemerintah pusat bertindak sebagai koordiantor kepada pemerintah daerah agar
pelayanan publik bisa dinikmati oleh setiap masyarakat tanpa adanya kesenjangan antar
daerah
Contohnya adalah dalam proses pelayanan pendaftaran E-KTP di masing masing
kota/kabupaten:
Pemerintah pusat membuat peraturan tentang kebijakan E-KTP dan memberikan kewenangan
kepada seluruh pemerintah provinsi dalam melaksanakan sistem dan proses baru dalam
pendaftaran E-KTP, lalu pemerintah provinsi mengkoordinasi dan memberikan arahan setiap
kota/kabupaten di provinsinya masing-masing mengenai sistem dan tata cara proses
pendaftaran E-KTP
3. RKP merupakan penjabaran dari RPJM Nasional, memuat rancangan kerangka ekonomi
makro yang termasuk didalamnya arah kebijakan fiskal dan moneter, prioritas pembangunan,
rencana kerja dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh Pemerintah maupun
yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
RKPD adalah rencana program/kegiatan yang merupakan hasil persandingan usulan dari
masyarakat dengan usulan dari tingkat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang mengacu
kepada RPJMD melalui forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah
(Musrenbang).
Sebagai suatu dokumen resmi Pemerintah Daerah, RKPD mempunyai kedudukan yang
strategis, proses penyusunan RKPD dilakukan secara sistematis, terarah, terpadu dan tanggap
terhadap perubahan yang penyusunannya dilaksanakan untuk mewujudkan sinergitas antara
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan, serta mewujudkan
efisiensi dan alokasi sumberdaya dalam pembangunan daerah.
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) disusun mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah
Pusat dan merupakan Penjabaran dari RPJM Daerah. RKPD memuat rancangan kerangka
ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya, baik yang
dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi
masyarakat. Kritikan dalam penyusunan RKPD dalam hal ini adalah keterlibatan masyarakat.
Penyusunan RPJP dan RPJM Daerah yang berjangka panjang dan menengah saja diatur
supaya melibatkan masyarakat secara aktif. Penyusunan RKPD yang berjangka waktu tahunan
dan produk perencanaan yang paling up to date serta langsung dapat dirasakan masyarakat,
penyusunannya justru tidak diatur harus melibatkan masyarakat. Demikian pula dengan
kekuatan hukum bagi RKPD itu yang dapat ditetapkan hanya dengan Peraturan Kepala
Daerah, padahal dokumen RKPD itu menjadi acuan bagi penyusunan RAPBD dan RAPBD
memiliki kekuatan hukum ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Keterkaitan antar dokumen perencanaan berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004
ini dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut:
4. Materi muatan Peraturan Daerah telah diatur dengan jelas dalam UU No.10/2004 dan UU
No.32/2004. Pasal 12 UU No.10/2004 menyatakan:“Materi muatan Peraturan Daerah
adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi”.
Pasal 5 UU No.10 Tahun 2004 dan Pasal 138 UU No.32 Tahun 2004, menentukan materi
Perda harus memperhatikan asas materi muatan PUU antara lain asas keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan, dan yang terpenting ketentuan Pasal 7 ayat (4) dan ayat (5) UU
No.10 Tahun 2004 dan Pasal 136 ayat (4) UU No.32 Tahun 2004 bahwa materi Perda dilarang
bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan PUU yang lebih tinggi. Dalam
penjelasan Pasal 136 ayat (4) UU No.32 Tahun2004 dijelaskan bahwa ”bertentangan dengan
kepentingan umum” adalah kebijakan yang berakibat terganggunya kerukunan antar warga
masyarakat, terganggunya pelayanan umum, dan terganggunya ketentraman/ketertiban umum
serta kebijakan yang bersifat diskriminatif.
Presiden melimpahkan kewenangan kepada Menteri sebagai koordinator pembinaan dan
pengawasan yang dilakukan oleh kementrian/lembaga pemerintah nonkementrian terhadap
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Kementrian/lembaga pemerintah nonkementerian
melakukan pembinaan dan pengawasan yang bersifat teknis, sedangkan Kementerian
melaksanakan pembinaan dan pengawasan yang bersifat umum. Mekanisme tersebut
diharapkan mampu menciptakan harmonisasi antar kementerian/lembaga pemerintah
nonkementerian dalam melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah secara keseluruhan.
Menurut saya, cara pemerintah pusat mengawasi Perda-perda kota yang berpotensi
menimbulkan perilaku diskriminatif di daerah tersebut diantaranya:
1) Pemerintah Pusat melakukan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi terhadap perda yang
berpotensi menimbulkan diskriminasi
2) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia melakukan pengawasan terhadap daerah
tempat perda tersebut dilaksanakan.
3) Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia melakukan pengawasan terhadap daerah
subjek
4) Pemerintah Pusat menyampaikan perkembangan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi
terhadap daerah subjek kepada DPR RI dan DPD RI
5) Pemerintah Pusat memberikan wewenang kepada pemerintah provinsi untuk tindakan
lebih lanjut
6) Jika diperlukan, pemerintah pusat bisa memberikan wewenang mengenai perda kepada
Mahkamah Konstitusi untuk dianalisa lebih lanjut dan diputuskan apakah perda tersebut
melanggar UU Nomor 32 Tahun 2004 atau tidak.

Anda mungkin juga menyukai