OLEH :
NURLELA SADU
ADMINISTRASI PUBLIK
PASCASARJANA
UNIVERSITAS TADULAKO
2022
BAB 6
GOOD GOVERNANCE: PARADIGMA BARU ADMINISTRASI PUBLIK
Terkait dengan peran strategis pelayanan publik adalah mengapa reformasi pelayanan public
menjadi titik strategis untuk membangun praktik good governance. Ada beberapa pertimbangan
mengapa pelayanan public menjadi titik strategis untuk mengawali perkembangan good
governance di Indonesia. Pertama, pelayanan public selama ini menjadi ranah di mana Negara
yang diwakili oleh pemerintah berinteraksi dengan lembaga-lembaga non pemerintah. Dengan
menjadikan praktik pelayanan public sebagai pintu masuk dalam membangun good governance,
diharapkan toleransi terhadap praktik bad governance, yang semakin luas dapat dihentikan.
Kedua, berbagai aspek good governance dapat diartikulasikan secara relatif lebih mudah dalam
ranah pelayanan public. Aspek kelembagaan yang selama ini sering dijadikan rujukan dalam
menilai praktik governance dapat mudah dinilai dalam praktik penyelenggaraan pelayanan
publik. Ketiga, pelayanan public melibatkan kepentingan semua unsur governance. Pemerintah
sebegai representrasi Negara, masyarakat sipil, dan mekanisme pasar memiliki kepentingan dan
keterlibatan yang tinggi dalam ranah ini. Pelayanan public memiliki high stake dan menjadi
pertaruhan yang penting bagi ketiga unsur governance tersebut karena baik dan buruknya praktik
pelayanan publik berpengaruh terhadap ketiganya.
BAB 7
DARI GOOD GOVERNANCE KE SOUND GOVERNANCE
Dalam kemunculan good governance ditangkap oleh dunia internasional sebagai ramuan
mejarab pembangunan internasional dan telah dipercaya lembaga-lembaga donor sejak lebih dari
sepuh tahun terakhir. Kajian administrasi publik, konsepsi good governance sedikit banyak juga
telah melakukan revisi total atas istilah Administrasi Publik yang selama ini telah terlanjur
institusionalistik. Governance sudah bukan lagi secara eksklusif menu yang di suguhkan pada
Negara dan sub-sub organisasinya. Governance adalah sebuah proses berinteraksinya sebagai
elemen (dipersempit dalam tiga actor kunci, yaitu Negara, dunia usaha dan masyarakat)
utamanya dalam mengelola sector-sektor yang menjadi hak publik.
Jika dicermati secara lebih mendalam, latar belakang munculnya paradigma good
governance di beberapa belahan dunia termasuk di Indonesia, antara lain disebabkan telah terjadi
perubahan situasi politik, yakni tumbangnya rezim-rezim pemerintahan yang tidak demokratis
atau otoriter melalui gerakan reformasi yang mengubah menjadi pemerintah yang demokratis.
Hakikat good governance sebagaimana dimaksud, adalah suatu manajemen pembangunan yang
diharapkan mampu sebagai prasyarat penting bagi kokohnya bangunan Negara dan bangsa yang
berorientasi pada tercapainya tujuan dan cita-cita ideal yakni kesejahteraan masyarakat. Good
governance merupakan gabungan dua istilah “good” dan “governance”. Good bermakna sebagai
“nilai-nilai dasar” (universal) yang menjunjung tinggi kehendak rakyat yang mampu mendorong
kemandirian dan keadilan untuk sesama. Sedangkan “governance”, sebagai cara yang digunakan
oleh kekuasaan Negara dalam mengelola sumber daya ekonomi dan social untuk perkembangkan
masyarakat. Dengan demikian , “good governance”, harus dimaknai sebagai “upaya kolektif dan
sinergis diantara negara, sektor swasta dan masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai
universalnya untuk menyelenggarakan pemerintah Negara yang efektif, efisien, solid,
bertanggung jawab dan berkeadilan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya”.
C. Sound Governance
Kritik tajam dan temuan-temuan yang menunjukan kurang berhasilnya good governance,
yang mengilhami Ali farazmand (2004) yang menggagas konsep sound governance yang
sekaligus membuka arah baru bagi pembangunan global. Konsep “soundness” digunakan untuk
menggambarkan governance dengan kualitas unggul dalam fungsi, struktur, proses, nilai,
dimensi, dan elemen yang dibutuhkan dalam governing dan administrasi publik. Konsep “sound
governance” digunakan untuk menggambarkan sistem pemerintahan yang bukan hanya jelas
secera demokratik, tanpa cacat secara ekonomi, financial, politik konstitusional, organisasi,
administratif, manejerial, dan etika, tapi juga jelas secara internasional /global dalam cara yang
independen dan mandiri
Oleh karena itu, secara konseptual seharusnya keberhasilan penerapan good governance
di berbagai Negara harus diikuti dengan pengaruh kuatnya fundamental ekonomi rakyat. Namun
kenyataannya, relasi antara kesejahteraan rakyat dengan good governance tidak sesuai harapan.
Salah satu kegagalan good governance adalah tidak memasukan arus globalisasi dalam pigura
analisisnya. Walaupun dikatakan bahwa paradigm sound governance lebih unggul dibandingkan
dengan good governance, namun dalam hal penerapannya di Indonesia perlu dikaji lebih
mendalam.
BAB 8
ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK
Salah satu aspek penting dan mendasar dalam proses reformasi administrasi public adalah
aspek etika administrasi publik. Selama ini yang dipersoalkan sebagai contoh dalam pelayanan
hanya sekedar kulit luarnya dari pelayanan publik yang meliputi antara lain prosedur,
mekanisme, tata cara pelayanan, model pelayanan, waktu, biaya pelayanan publik, dan sarana
dan prasarana fisik sampai dengan penyiapan peraturan perundangan dan peraturan
pelaksanaannya, namun hasilnya masih jauh dari harapan.
Pelayanan adalah masalah hati nurani, niat baik, keiklasan, dan factor kejiwaan lainnya.
Sehebat apa pun sarana dan prasarana fisik yang disediakan, peraturan perundangan yang
mengatur dan faktor lainnya, belum bias menjawab kebutuhan dan harapan masyarakat (public)
atau pelanggan. Moral sebagaimana telah disepakati para pakar merupakan daya dorong internal
dalam hati nurani manusia untuk mengarah kepada perbuatan-perbuatan yang baik dan
meghindari perbuatan-perbuatan buruk.
A. Definisi Etika
Sebelum membahas tentang etika, perlu diklasifikasikan perbedaan makna antara etika,
moral dan nilai. Etika, berasal dari bahasa Yunani “ethos”, artinya kebiasaan atau watak. Dalam
bahasa yunani kuno “ethikos”, berarti “timbul dari kebiasaan” adalah cabang utama filsafat yang
mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standard dan penilaian moral. Etika
mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
Adapun etika administrasi publik dalam arti luas pada dasarnya penyelenggaraan
administrasi public, yakni berkorban atas nama orang lain dalam mencapai kepentingan public.
Dalam konteks ini, administrasi public seperti policy making, desain organisasi, dan proses
manajem dimanfaatkan untuk mensukseskan pemberian pelayanan publik, di mana pemerintah
merupakan pihak provider yang diberi tanggung jawab.
Etika dalam konteks administrasi publik digambarkan sebagai suatu panduan norma bagi
aparat birokrasi dalam menjalankan tugas pelayanannya kepada masyarakat. Etika birokrasi
harus menempatkan kepentingan public diatas kepentingan pribadi, kelompok, dan
organisasinya.
Apabila dirunut secara historis, sejarah etika administrasi public atau etika pelayanan
public dapat ditelusuri dalam tulisan Denhardt yang berjudul The ethies of Public Service (1998).
Digambarkan bahwa secara historis, etika pelayanan public diawali dari karya Wayne A. R. Leys
tahun 1944, yang disebut sebagai Model I – The 1940’s. Dalam model ini, disarankan kepada
pemerintahan Amerika Serikat bagaimana menghasilkan suatu good public decision. Leys
berpendapat, “bahwa seorang administrator dianggap etis apabila ia menguji dan
mempertanyakan standar-standar yang digunakan dalam pembuatan keputusan, dan tidak
mendasar keputusannya semata-mata pada kebiasaan dan tradisi yang sudah ada”.
Dari ulasan ringkas pergeseran paradigm etika administrasi publik, menurut Keban
(2006), ada tiga hal pokok yang menarik perhatian, yakni (1) proses menguji dan
mempertanyakan standar etika dan asumsi secara independen; (2) isi standar etika yang
seharusnya menrefleksikan nilai-nilai dasar masyarakat dan perubahan standar tersebut baik
sebagai akibat dari penyempurnaan pemahaman terhadap nilai-nilai dasar masyarakat, maupun
sebagai akibat dari munculnya masalah-masaah baru dari waktu ke waktu; (3) konteks organisasi
dimana para administrator bekerja berdasarkan tujuan organisasi dan peranan yang dimainkan
mereka, yang dapat mempengaruhi otonomi mereka dalam bekerja.
Beberapa pandangan yang mendukung arti pentingnya etika dalam etika administrasi
public seperti dikutip dari buku karangan Kartasasmita terbitan tahun 1977 sebagai berikut:
“Birokrasi melenceng dari keadaan yang seharusnya”. Birokrasi selalu dilihat sebagai masalah
teknis dan bukan masalah moral, sehingga timbul berbagai persoalan dalam bekerjanya birokrasi
publik. Sementara pemahaman administrasi public yang disediakan oleh birokrasi merupakan
wujud dari fungsi aparat birokrasi sebagai abdi masyarakat dan abdi Negara. Sehingga maksud
dari administrasi public tersebut demi mensejahterakan masyarakat.
Dalam kondisi masyarakat seperti digambarkan tersebut, aparat birokrasi harus dapat
memberikan layanan public yang lebih professional, efektif, efisien, sederhana, transparan,
terbuka, tepat waktu, responsive, adaptif, dan sekaligus dapat membangun kualitas manusia
dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif mnentukan masa
depannya sendiri.
Faktor utama dalam keterpurukan administrasi public khususnya dalam pelayanan public
di Indonesia adalah lemahnya etika Sumber Daya Manusia (SDM), yaitu birokrat yang bertugas
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Sudah sepantasnya administrasi publik dilakukan secara beretika agar tidak adanya
kekecewaan dalam suatu masyarakat. Etika yang sewajarnya ada kini sudah mulai luntur oleh
tindakan kurang terpuji dari pihak aparatur Negara.
Tindakan-tindakan tidak etis para aktor administrasi publik dalam memberikan pelayanan
tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Aparat belum memberikan informasi yang jelas dan benar kepada pengguna jasa,
terkadang terkesan berbelit-belit dan akhirnya para aparatur berkesempatan untuk
mendapatkan uang lebih dari tawarannya yang menguntungkan, misalkan dapat
menyelesaikan pembuatan KTP dengan cepat, namun dengan sedikit imbalan atas usaha
yang dilakukannya
2. Aparat belum menunjukan sikap ramah, sopan, dan santun pada pengguna jasa
3. Masih ada pegawai yang tidak berada pada tempat kerjanya atau mejanya kosong di saat
pengguna jasa membutuhkan pelayanan.
4. Masih ada pegawai yang mementingkan kepentingan pribadi dan terlalu tunduk dengan
apa yang diperintahkan pimpinan.
5. Aparat belum tanggap terhadap keluhan pengguna jasa pelayanan. Oleh karena itu sudah
seharusnya diterapkan pelayanan publik yang professional, pelayanan publik yang
professional.
Dalam etika administrasi public dapat dikemukakan, bahwa ada seperangkat nilai yang dapat
digunakan sebagai acuan, referensi, dan penuntut bagi birokrasi publik dalam melaksanakan
tugas dan kewenangan, yakni sebagai berikut.
1. Efisiensi
2. Membedakan milik pribadi dengan milik kantor
3. Impersonal
4. Merytal system
5. Responsible
6. Accountable
7. Responsiveness
Dari berbagai hasil kajian, cukup banyak factor-faktor yang menjadi penyebab lemahnya
etika dalam administrasi public. Lemahnya etika administrasi public terhadap masyarakat
disebabkan oleh beberapa hasil kajian (diolah dari kajian LAN, 2008), antara lain gaji yang
rendah (56%); sikap mental aparat pemerintah (46%) kondisi ekonomi buruk pada umumnya
(32%), lemahnya pengawasan (48%) dan factor-faktor lain (13%).
Adapun bentuk Etika Aministrasi Publik menurut American for Public Administration,
meyebutkan prinsip-prinsip etika administrasi public sebagai berikut.
1. Pelayanan terhadap publik harus diutamakan
2. Rakyat adalah berdaulat, dan mereka yang bekerja di dalam pelayanan publik secara
mutlak bertanggung jawab kepadanya
3. Hukum yang mengatur semua kegiatan pelayanan publik
4. Manajemen yang efisien dan efektif merupakan dasar bagi administrator publik.
5. Sistem merit dan kesempatan kerja yang sama harus didukung, diimplementasikan dan
dipromosikan
6. Mengorbankan kepentingan publik demi kepentingan pribadi tidak dibenarkan
7. Keadilan, kejujuran, keberanian, kesamaan, kepandaian, dan empati merupakan nilai-
nilai yang dijunjung tinggi dan secara aktif harus dipromosikan.
8. Keadaan moral memegang peranan penting dalam memilih alternative keputusan
9. Administrator public tidak semata-mata berusaha menghindari kesalahan, tetapi juga
berusaha mengejar atau mencari kebenaran.
Adapun faktor-faktor yang pendukung proses administrasi publik yang seharusnya selalu
mendapatkan perhatian seksama, diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Faktor kesadaran para pejabat serta petugas yang berkecimpung dalam pelayanan
2. Faktor aturan yang menjadi landasan kerja pelayanan
3. Faktor organisasi yang merupakan alat serta sistem yang memungkinkan berjalannnya
mekanisme kegiatan pelayanan
4. Faktor pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum
5. Faktor keterampilan petugas
6. Faktor sarana alam pelaksanaan tugas pelayanan.
BAB 9
INOVASI ADMINISTRASI PUBLIK
A. Hakikat Inovasi
Inovasi merupakan konsep yang relatif baru dalam literatur administrasi publik. Hasil
penelitian David Mars (dalam Lee, 1970) mengungkapkan bahwa sampai tahun 1966 tidak
ditemukan publikasi dari tulisan administrasi publik yang mengulas tentang inovasi. Adapun
literatur klasik yang memuat konsep inovasi dalam konteks reformasi antara lain adalah artikel
“Innovation in Bureaucratic Institutions” tulisan Alfred Diamant yang memuat dalam jurnal
Public Administration Review (PAR) pada tahun 1967. Rumusan inovasi yang dimuat dalam
Ensiklopedia Bisnis bahwa yang dimaksud dengan inovasi adalah “The process by which an idea
or invention is translated into a good or service for which people will pay, or something that
results from this process” (proses penerjemahan ide dalam bentuk sebuah produk atau layanan
yang akan dibeli orang, atau sesuatu yang dihasilkan dari proses tersebut).
Dalam hubungannya dengan pelayanan publik, Hervorsen dan Thomas (dalam Yogi,
2012), mengemukakan enam tipologi inovasi di sector publik, yaitu sebagai berikut.
1. A new or improved service (pelayanan baru atau pelayanan yang telah diperbaiki).
2. Process Innovation (inovasi proses) misalnya perubahan dalam proses penyediaan
pelayanan atau produk
3. Administrative Innovation (inovasi administratif), misalnya penggunaan kebijakan baru
sebagai hail dari perubahan kebijakan.
4. System innovation (inovasi sistem), yakni sistem baru atau perubahan mendasar dari
sebuah sistem yang ada dengan mendirikan organiasi baru atau bentuk kerja sama dan
interaksi.
5. Conceptual innovation (inovasi konseptual), adalah perubahan dalam outlook, misalkan
manajemen terpadu, atau mobility leasing.
6. Radical change (perubahan radikal), yang dimaksud adalah pergeseran pandangan umum
atau perubahan mental dari pegawai instransi pemerintah.
Lebih lanjut, dijelaskan beberapa kategori dari inovasi, yakni sebagai berikut.
1. Incremental innovation-radical innovations. Inovasi ini berhubungan dengan tingkat
keaslian (novelty) dari inovasi itu sendiri.
2. Top down innovation-bottom up innovations. Hal ini menjelaskan siapa yang memimpin
perubahan prilaku.
3. Ned-led innovation and efficiency-led innovation, yakni proses inovasi yang diinisiasi
telah menyelesaikan permasalahan dalam rangka meningkatkan efisiensi pelayanan,
produk, dan prosedur.
Selain itu, juga perlu dicermati dalam inovasi yang telah dilakukan beberapa faktor penghambat
yang perlu diwaspadai. Karena pada kenyataannya, tidak ada inovasi berjalan mulus tanpa
hambatan atau gangguan dan bahkan penolakan. Dari pengalaman dalam praktik, faktor budaya
yang menjadi penghambat dalam menerapkan inovasi. Budaya yang menjadi penghambat adalah
budaya yang tidak menyukai resiko. Selain itu budaya takut kehilangan sesuatu yang telah
mapan juga menjadi budaya yang sudah cukup mengakar di setiap organisasi dan dalam
masyarakat.
Secara lebih khusus Dobni mengemukakan cara mengukur ada tindaknya budaya inovasi,
berdasarkan dimensi pengukuran budaya inovasi yang dibagi dalam empat factor utama sebagai
berikut.
1. Niat untuk berinovasi (Innovation intention)
2. Infrastruktur Inovasi (innovation infrastructure)
3. Pengaruh Inovasi (innovation influence)
4. Implementasi inovasi (innovation implementation)
Dari keempat faktor untama tersebut, oleh Dobni dikembangkan suatu konstruksi alat
ukur inovasi, yang harus dijawab dengan tujuh alternative jawaban, yakni (1) sangat tidak
mungkin, (2) tidak mungkin, (3) agak tidak mungkin, (4) antara mungkin dan tidak mungkin, (5)
agak mungkin, (6) mungkin, dan (7) mungkin sekali. Ketujuh subfaktor tersebut diperoleh
melalui analisis faktor (factor analysis) yang merupakan salah satu tehnik pengukuran dalam
ilmu psikometri.
Sakah satu instrument akademik untuk munculnya inovasi-inovasi baru dibidang
administrasi publik adalah melalui penelitian-penelitian yang dilakukan dengan serius sehingga
mampu menghasilkan hasil penelitian yang mampu memberikan solusi-solusi cerdas dalam
menyelesaikan permasalahan administrasi publik.
BAB 10
PERAN PENELITIAN ADMINISTRASI PUBLIK
Terjadi perubahan besar dalam kebijakan pemerintah pada era pemerintahan Jokowi dan
Jusuf Kala, yakni disatukannya bidang penelitian (riset dan teknologi) dengan Pendidikan tinggi
yang berada dalam satu kementrian. Penyatuan ini bermakna bahwa penelitian khususnya yang
dilakukan oleh perguruan tinggi tidak hanya dituntut penelitian di bidang administrasi,
khususnya administrasi publik merupakan salah satu fungsi yang memegang peranan sangat
penting dalam upaya untuk menyempurnakan pelaksanaan pemerintahan menuju good
governance (kepemerintahan yang baik). Perubahan konstilasi dalam kehidupan pemerintahan
menuntut perwujudan good governance dapat dilaksanakan secepat mungkin.
Hasil penelitian di bidang administrasi publik harus peka atau responsif dengan
perkembangan tuntutan perubahan zaman, sebagai akibat dari antara lain; pesatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan struktur social, perkembangan
aspek kehidupan lainnya, yang meliputi: ekonomi, politik, sosial, budaya, dan sebagainya.
Kondisi ideal yang seharusnya diperhatikan, khususnya oleh insan peneliti administrasi
publik, salah satunya adalah hendaknya berpjak kepada pemikiran utama bahwa setiap penelitian
yang akan dan telah dilakukan, seberapa jauh hasilnya nanti akan dapat diimplementasikan dan
dapat memberi manfaat secara optimal kepada semua pihak yang terkait.