1. PENGANTAR
Keinginan mewujudkan Good Governance dalam kehidupan pemerintah
telah lama dinyatakan oleh para pejabat Pemerintah, mulai dari pusat sampai
daerah. Beberapa pertanyaan yang sering muncul terkait Good Governance adalah
: bagaimana cara mewujudkan Good Governance di dalam pemerintahan kita?
Apakah Good Governance bukan hanya menjadi mitos yang selalu dinyatakan
oleh para pejabat pemerintah setiap berbicara di berbagai forum? Bagaimana
menjadikan Good Governance sebagai realita? Strategi apa yang sebaiknya
dilakukan untuk mewujudkan Good Governance?
Pertanyaan-pertanyaan di atas kendati mudah disampaikan tetpai tidak
mudah dijawab karena sejauh ini konsep Good Governance memiliki arti yang
luas dan sering dipahami berbeda-beda, tergantung dari konteksnya. Dalam
konteks pemberantasan KKN, Good Governance diartikan sebagai pemerintahan
yang bersih dari praktik KKN. Dalam proses demokratisasi, Good Governance
adalah memberi ruang partisipasi yang luas bagi aktor dan lembaga di luar
pemerintah sehingga ada pembagian peran dan kekuasaan yang seimbang antara
Negara, masyarakat sipil, dan mekanisme pasar. Sedang untuk kepentingan
lembaga donor dan keuangan internasional, Good Governance dianggap sebagai
sebuah gerakan memperkuat institusi yang ada di Negara dunia ketiga dalam
melaksanakan berbagai kegiatan yang dibiayai oleh berbagai lembaga tersebut.
Meskipun banyak perspektif yang menjelaskan konsep Good Governance,
namun secara umum ada beberapa karakteristik dan nilai yang melekat dalam
praktik Good Governance. Pertama, praktik Good Governance harus memberi
ruang kepada aktor lembaga non-pemerintah untuk berperan serta secara optimal
dalam kegiatan pemerintahan sehingga memungkinkan adanya sinergi di antara
aktor dan lembaga pemerintah dengan non-pemerintah seperti masyarakat sipil
dan mekanisme pasar. Kedua, dalam praktik Good Governance terkandung nilai-
nilai yang membuat pemerintah dapat mewujudkan kesejahteraan bersama. Dan
1
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
ketiga, praktik Good Governance adalah pemerintahan yang bersih dan bebas dari
praktik KKN serta berorientasi pada kepentingan publik.
Dalam mengembangkan praktik Good Governance yang cakupannya
cukup luas, pemerintah perlu mengambil dan menggunakan strategi yang jitu.
Salah satu pilihan adalah melalui pengembangan penyelenggaraan pelayanan
publik.
2
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
3
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
4
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
1. PENDAHULUAN
Pada awal berdirinya, rezim Orde Baru mendeklarasikan diri sebagai kritik
atas rezim Orde Lama. Orde Baru mengatasi berbagai sumber masalah dengan
menetapkan Pancasila sebagai idiologi negara dan mengakhiri disharmoni
hubungan sipil-militer, tetapi dalam perjalanannya Orde Baru juga tidak konsisten
sehingga digantikan oleh Era Reformasi. Pada masa reformasi sebagai babak baru
bangsa Indonesia dilakukan perubahan yang sangat penting yaitu penggantian
sistem sentralisasi menjadi desentralisasi. Mulai Januari 2001, Indonesia melalui
UU No. 22 dan 25 Tahun 1999 mengubah dirinya menjadi negara yang
desentralistis, yang memberikan kewenangan besar kepada kabupaten/kota serta
propinsi untuk mengelola kepentingan dan kebutuhan mereka. Dalam perjalannya
kemudian direvisi menjadi UU No. 32 dan 33 Tahun 2004.
Belajar dari sejarah kita, eksperimentasi untuk mewujudkan Indonesia
baru tampaknya tidak dapat lagi diharapkan dalam format pemerintahan yang
sentralistik. Indonesia dalam banyak titik gravitasi yang terpencar dan
beranekaragam akan lebih efektif daripada hanya pada satu titik pusat.
2. OTONOMI DAERAH
Hampir semua bangsa di dunia ini menghendaki adanya otonomi, yang
pada hakekatnya merupakan hak untuk mengelola rumah tangga sendiri tanpa
campur tangan dan intervensi. Bukan hanya negara, pemerintah propinsi dan
kabupaten/kota pada suatu negara juga memerlukan otonomi. Dalam batas
tertentu, mereka menginginkan atau menuntut suatu “souveregneity” dalam
mengelola sumberdaya yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan,
penyelenggaraan kepentingan, dan mengatasi permasalahan publik masyarakat
lokal, dengan intervensi yang kecil dari pemerintah pusat.
5
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
6
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
7
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
8
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
- Museum
- Event olahraga
- Jalan*)
- Lalu-lintas bersama*)
- Perencanaan fisik*)
- Pengembangan bisnis*)
Kewenangan bersama negara - Konservasi Lingkungan
Sumber : Abdul Gafar Karim (Edt.),2003:374
Keterangan : *) Kewenangan ini juga dijalankan bersama pemerintah pusat.
Dari kasus Norwegia yang merupakan salah satu di antara banyak negara
maju dengan sistem pemerintahan daerah yang mapan dapat dipetik beberapa
pelajaran :
a. Di antara hirarkhi pemerintahan yang terdiri dari regjering (pemerintah
pusat), fylke (propinsi), dan kommune (kabupaten/kota), kommune
berperan sebagai agen pemerintah pusat sekaligus representasi entitas
politik lokal.
b. Kommune – dalam bentuknya yang sekarang – merupakan hasil evolusi
dari bentuk kesatuan lokal yang pernah ada sejak lebih dari seribu tahun
silam.
c. Relasi antara pemerintah pusat dan kommune di Norwegia sekarang
merupakan konsistensi atas komitmen dan kerjasama antar keduanya
dalam memegang doktrin welfare state.
d. Keberhasilan Norwegia dalam ber-otonomi didukung oleh faktor tingginya
tingkat kematangan berpolitik dan berdemokrasi masyarakatnya.
9
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
10
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
11
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
12
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
2.3.3. Revisi ata UU No. 22 dan 25/ 1999 menjadi UU No. 32 dan 33/ 2004
a. Kewenangan pemerintah daerah dan relasi kabupaten – propinsi – negara.
Undang-undang baru menegaskan kewenangan propinsi dan kabupaten/kota
dan kembalinya hubungan hierarkhi antara propinsi dan kabupaten/kota.
b. Kekuasaan DPR Kabupaten/Kota. UU No. 32/2004 mencoba mengembalikan
hubungan kerja eksekutif dan legislatif menjadi setara dan bersifat kemitraan,
sehingga terkesan peran DPRD dikebiri.
c. Kepegawaian dan organisasi. Pegawai dikelola secara unified maupun
separated, sementara organisasi, dilakukan pengendalian secara berjenjang.
d. Keuangan. Dengan UU baru pengawasan keuangan secara berjenjang menjadi
lebih preventif.
13
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
3. GOOD GOVERNANCE
3.1. Konsep dan Isu
Menjelang berlangsungnya reformasi politik di Indonesia atau sekitar
tahun 1996, beberapa lembaga internasional seperti UNDP dan World Bank
memperkenalkan terminologi baru yang disebut sebagai good governance. Kata
ini merujuk pada pengertian bahwa kekuasaan tidak lagi semata-mata dimiliki
atau menjadi urusan pemerintah, tetapi secara bersama-sama dengan institusi lain,
yaitu LSM, perusahaan swasta maupun warga.
Meskipun perspektif governance mengimplikasikan terjadinya
pengurangan peran pemerintah tetapi peran pemerintah sebagai institusi tidak bisa
ditinggalkan begitu saja. Ada enam prinsip dalam good governance, yaitu :
a. Dalam kolaborasi yang dibangun, negara tetap bermain sebagai figur kunci
namun tidak mendominasi, serta memiliki kapasitas mengkoordinasi aktor-
aktor pada institusi-institusi semi dan non-pemerintah untuk mencapai tujuan-
tujuan publik.
b. Kekuasaan yang dimiliki negara harus ditransformasikan, dari yang semula
dipahami sebagai “kekuasaan atas” menjadi “kekuasaan untuk”
menyelenggarakan kepentingan, memenuhi kebutuhan, dan menyelesaikan
masalah publik.
c. Negara, NGO, swasta, dan masyarakat lokal merupakan aktor-aktor yang
memiliki posisi dan peran yang saling menyeimbangkan-untuk tidak
menyebut setara.
14
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
d. Negara harus mampu mendesain ulang struktur dan kultur organisasinya agar
siap dan mampu menjadi katalisator bagi institusi lainnya untuk menjalin
sebuah kemitraan yang kokoh, otonom, dan dinamis.
e. Negara harus melibatkan semua pilar masyarakat dalam proses kebijakan
mulai dari formulasi, implementasi, dan evaluasi kebijakan, serta
penyelenggaraan layanan publik.
f. Negara harus mampu meningkatkan kualitas responsivitas, adaptasi, dan
akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan kepentingan, pemenuhan
kebutuhan, dan penyelesaian masalah publik.
15
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
16
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
17
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
2. PATOLOGI BIROKRASI
Dari segi pengertiannya, berbagai fenomena yang terkandung dalam istilah
korupsi memang telah berkembang sedemikian rupa sehingga hampir setiap
negara mengembangkan istilah dan terminologi sendiri sesuai dengan konteks
yang ada. Korupsi berasal dari bahasa Latin com-rumpere, yang artinya
penyimpangan dari kesucian (profanity), tindakan tak bermoral, kebejatan,
kebusukan, kerusakan, ketidakjujuran, atau kecurangan.
Di Indonesia, istilah KKN terdiri dari tiga unsur. Unsur korupsi merujuk
pada tindakan penggelapan sumberdaya negara yang dilakukan oleh pejabat
pemerintah (manipulasi). Unsur kolusi (collusion) merujuk kepada fenomena
kerjasama terselubung antara pejabat pemerintah atau tokoh politik dengan pelaku
bisnis swasta, dengan memanfaatkan sumberdaya publik untuk kepentingan
pribadi atau kelompok. Sedangkan unsur nepotisme adalah usaha-usaha yang
disengaja oleh pejabat dengan memanfaatkan kedudukan dan jabatannya untuk
menguntungkan dirinya, keluarga ataupun kawan dengan cara yang tidak adil atau
melanggar hukum.
Mengutip pendapat dari Robert C. Brooks (1910:46) dan menambahnya
dengan beberapa kategori, Syed Hussein Alatas menunjukkan tujuh kategori
korupsi, yaitu korupsi transaktif, korupsi yang memeras, korupsi investif, korupsi
perkerabatan atau nepotisme, korupsi defensif, korupsi otogenik, dan korupsi
dukungan.
Dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik, ada dua jenis korupsi
yang dilakukan oleh para birokrat, yaitu korupsi manipulasi dan korupsi transaksi
suap.
Beberapa persoalan yang menyebabkan korupsi masih merebak di
Indonesia antara lain, :
a. Model birokrasi yang bersifat patrimonial,
b. Penegakkan hukum yang belum tegas,
c. Masih rendahnya tingkat pendapatan pegawai pemerintah, dan
d. Rendahnya kualitas moral yang dianut oleh masyarakat.
18
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
19
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
20
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
1. PENGANTAR
Proses demokratisasi yang sedang berlangsung di Indonesia memberikan
pelajaran yang berharga bagi birokrasi di satu pihak, dan warga negara (citizen) di
pihak lain. Wajah dan sosok birokrasi sudah sepantasnya mengalami perubahan
dari birokrasi yang otoriter ke arah yang lebih demokratis, responsif, transparan,
dan non-partisan. Tulisan ini bertujuan membahas strategi meningkatkan kualitas
pelayanan publik terutama dari aspek efisiensi, responsifitas, dan non-partisan.
21
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
kepentingan warga
negara
Sumber : Diadopsi dari Denhardt dan Denhardt, 2000 : 28-29
22
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
23
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
24
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
25
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
26
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
27
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
1. PENGANTAR
Tidak dapat dipungkiri, baik di negara maju maupun di negara-negara
yang sedang berkembang, birokrasi pemerintah masih mendominasi hampir
seluruh aspek kehidupan masyarakat. Namun seiring dengan bergulirnya waktu,
dominasi birokrasi pemerintah mulai dipertanyakan. Munculnya buku
“Reinventing Government” karya Osborne dan Gaebler (1992) barangkali dapat
dianggap sebagai momentum terpenting di penghujung abad ke dua puluh yang
mempertanyakan dominasi birokrasi.
Di antara berbagai gagasan yang dimaksudkan untuk meredifinisi peran
pemerintah dalam kehidupan masyarakat tersebut, gagasan tentang perlunya
pergeseran paradigmatis dari government ke governance merupakan gagasan yang
memperoleh sambutan sangat luas dan menjadi wacana menarik untuk
didiskusikan di kalangan para akademisi, praktisi, dan aktivis sosial di berbagai
organisasi NGO. Pergeseran paradigmatis dari government ke governance pada
hakekatnya mengisyaratkan tentang perlunya pemerintah melibatkan berbagai
stakeholders di luar pemerintah dalam proses pembuatan berbagai kebijaka
(policy making) yang menyangkut kepentingan publik. Mengenai hal ini, UNDP
(1997) menyebutkan bahwa “Good Governance adalah suatu kesepakatan
menyangkut pengaturan negara yang diciptakan bersama oleh pemerintah,
masyarakat madani dan sektor swasta”.
Harus diakui bahwa kemunculan gagasan tentang perlunya pergeseran
paradigma tersebut memang seiring dengan gerakan demokratisasi yang melanda
seluruh dunia. Untuk itu, sebagaimana yang terjadi secara global, birokrasi di
Indonesia juga harus mereformasi dirinya agar mampu memenuhi tuntutan
masyarakat yang semakin sadar akan hak dan kewajibanya sebagai warga negara.
Maka dengan demikian pelayanan publik yang diselenggarakan pemerintah
daerah di Indonesia harus mengikuti prinsip-prinsip good governance. Salah satu
prinsip good governance adalah perlunya melibatkan masyarakat (partisipasi
publik) dlam penyelenggaraan pelayanan publik. Meskipun dalam pelaksanaannya
28
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
2. PELAYANAN PUBLIK
Laing (2003), menyebutkan ada beberapa karakteristik untuk
mendefinisikan apa yang dikategorikan pelayanan publik, yaitu :
1) Dalam kegiatan penyediaan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat,
pelayanan publik dicirikan oleh adanya pertimbangan untuk mencapai tujuan
politik yang lebih besar dibanding dengan upaya mewujudkan tujuan
ekonomis.
2) Pelayanan publik juga dicirikan oleh adanya asumsi bahwa pengguna layanan
lebih dilihat posisinya sebagai warga negara daripada hanya dilihat sebagai
pengguna layanan (customer) semata.
3) Pelayanan publik juga dicirikan oleh karakter pengguna layanan (customer)
yang kompleks dan multi dimensional.
Spektrum pelayanan publik mulai dari yang manfaat sosialnya lebih
menonjol sampai dengan yang manfaat ekonomisnya lebih dominan digambarkan
oleh Laing (2003:438) berikut ini :
Gambar 5.1. Spektrum Pelayanan Publik
Manfaat Sosial Dominan Manfaat Individu Dominan
Pertahanan Penganggulan Pelayanan
dan Pelayanan Perumahan
gan kejahatan Pendidikan transportasi
Keamanan dan peradilan kesehatan rakyat
umum
Sumber : Laing (2003:438)
Gambar 5.2. Klasifikasi Pelayanan Publik Berdasarkan Tingkat Kebutuhan
Masyarakat dan Kontribusi yang Dikeluarkan untuk Memperoleh Layanan
Tingkat kebutuhan Tingkat kontribusi (pembayaran) yang harus dikeluarkan
publik terhadap pengguna untuk memperoleh layanan
layanan Rendah Tinggi
Tinggi Penanggulangan kejahatan Perumahan rakyat
Pelayanan untuk hal-hal yang bersifat Transportasi umum
darurat, misalnya pemadam kebakaran dan Telepon
penanganan bencana alam. Listrik
Pelayanan pembuatan KTP, Akte kelahiran
dan sejenisnya.
Rendah Pelayanan yang diberikan oleh pemerintah Pembayaran pajak
pusat. dan retribusi
Sumber : Dimodifikasi dari Van der Hart (1991:36)
29
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
30
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
31
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
32
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
Gambar 5.3.
Peran Bagaimana peran dijalankan Instrumen partisipasi
Masyarakat
Masyarakat/ Masyarakat adalah pengguna Citizen charter
warga negara utama dan klien pelayanan publik LSM charter
sebagai sehingga mereka harus Membentuk forum
customer diperlakukan sebagai customer konsumen
yang berharga oleh pemerintah Hotline service
sebagai penyedia pelayanan Brosur Frequently asked
publik. Question
Menerbitkan newletter
Masyarakat/ Masyarakat adalah pemilik Menyediakan tempat bagi
warga negara negara, melalui pajak yang perwakilan masyarakat
sebagai mereka bayarkan maka mereka untuk menjadi dewan
pemilik atau telah melakukan investasi pengawas lembaga
pemegang terhadap pelayanan publik yang pelayanan masyarakat.
saham. disediakan oleh pemerintah. Membentuk Ombudsman,
Masyarakat adalah pemegang Ombudsneighb our
saham karena mereka
memberikan suara secara
langsung untuk memilih
gubernur/bupati/walikota yang
harus menjalankan pemerintahan.
Masyarakat/ Masyarakat menentukan visi Membentuk dewan
warga negara pemerintah, masa depan yang penasehat pemerintah
sebagai ingin diwujudkan serta strategi daerah.
pembuat isu untuk mencapai tujuan-tujuan Penjaringan aspirasi
kebijakan. tersebut. Masyarakat adalah masyarakat
penasehat pemerintah ketika Public hearing.
mereka akan membuat kebijakan
menyangkut kepentingan publik.
Masyarakat/ Masyarakat dan institusi-institusi Membentuk perkumpulan
warga negara yang dibentuk oleh masyarakat masyarakat untuk
bersama-sama bekerja sama dengan pemerintah menyelenggarakan layanan
dengan menjadi penyedia pelayanan sosial dalam bidang
pemerintah publik, baik yang dibayar maupun pendidikan, kesehatan, dan
sebagai yang dilakukan secara sukarela. lain sebagainya.
produsen Membuat program
pelayanan kemitraan.
publik.
Masyarakat/ Sebagai pengguna utama Melakukan survai
warga negara pelayanan publik yang disediakan konsumen.
sebagai oleh pemerintah, masyarakat Membentuk Watchdog
evaluator memegang posisi yang paling untuk berbagai jenis
kualitas sentral untuk menilai kualitas pelayanan publik.
pelayanan pelayanan publik yang disediakan
publik yang oleh pemerintah.
dilakukan
oleh
pemerintah.
Masyarakat/ Pengukuran kinerja dilakukan Mendorong munculnya
warga negara oleh masyarakat pada level akar relawan untuk mengawasi
sebagai rumput yang lebih bersifat dampak kegiatan pelayanan
pemantau independen dengan berorientasi publik pada masyarakat
pelayanan pada kesejahteraan masyarakat misalnya timbulnya polusi
33
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
34
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
35
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
36
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
37
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
38
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
39
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
1. Pengantar
Dalam sebuah penelitian terdapat beberapa metode yang dapat digunakan
dalam pengumpulan data seperti : kuisioner atau wawancara, dan pengamatan.
Keduanya tidak perlu dipertentangkan karena masing-masing memiliki
keunggulan dan kelemahan masing-masing. Karena itu, keduanya dapat
digunakan secara bersama-sama dan komplementer untuk memetakan masalah
yang terjadi dalam birokrasi pelayanan publik.
Melalui pengamatan, peneliti dapat memperoleh first hand information
yang sangat berguna dalam mengembangkan kerangka pikir induktif. Terkait
pelayanan publik, melalui pengamatan peneliti akan memperoleh informasi yang
lengkap mengenai kondisi faktual yang terjadi pada birokrasi pelayanan, baik
menyangkut perilaku sehari-hari pejabat birokrasi dan petugas pelayanan, sarana
dan prasarana yang ada pada birokrasi pelayanan, maupun penilaian pengguna dan
stakeholders mengenai berbagai hal yang terkait dengan praktik penyelenggaraan
layanan publik.
2. Mengapa Pengamatan?
Terdapat banyak pertimbangan mengapa peneliti dan konsultan perlu
melakukan pengamatan langsung pada birokrasi pelayanan untuk mendiagnosis
kinerja birokrasi pelayanan publik. Pertimbangan-pertimbangan tersebut, antara
lain :
Peneliti dan konsultan ingin memperoleh informasi yang berasal langsung
dari tangan pertama dan faktual mengenai kenyataan yang terjadi pada
birokrasi pelayanan.
Melalui pengamatan langsung, memungkinkan peneliti dan konsultan
mengetahui realitas objektif dari fenomena yang ingin mereka ketahui
termasuk konteks yang melatarinya.
40
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
41
Mewujudkan Good governance melalui pelayanan publik
seberapa jauh peneliti perlu terlibat di dalam kegiatan subjek yang sedang
diamati?
Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas muncul banyak
kontroversi di kalangan peneliti. Terdapat banyak pendapat yang pro dan kontra
mengenai pendekatan yang digunakan. Akan tetapi dalam menghadapi kontroversi
itu, sebaiknya peneliti tidak menanggapi secara dikotomis, tetapi menyesuaikan
dengan konteks yang dihadapi.
Selain menentukan pilihan pendekatan, ada beberapa hal yang perlu
dilakukan oleh seorang peneliti ketika melakukan pengamatan untuk menilai
kinerja birokrasi pelayanan, yaitu :
1) Membangun kepercayaan (trust)
2) Mendeskripsikan, menginterpretasi, dan mengecek ulang hasil pengamatan.
3) Memisahkan secara tegas antara deskripsi, interpretasi dan penilaian hasil
pengamatan.
4) Memberikan umpan balik (feedback).
42