Anda di halaman 1dari 7

TUGAS 1 TAP

Disebutkan bahwa Good Governance atau Pemerintahan yang Baik merupakan


pemerintahan yang menerapkan serta mengembangkan prinsip prinsip akuntabilitas,
profesionalitas, pelayanan prima, transparansi, efisiensi dan efektifitas, demokrasi,
supremasi hukum yang kesemuanya bisa diterima oleh seluruh masyarakat. Sebelum
adanya penerapan e-government, wajah birokrasi di Indonesia cenderung dianggap
“buruk”, “bobrok”, dan kurang transparan. Birokrasi gagal menciptakan efisiensi dan
efektifitas kerja, sehingga sering dianggap sebagai penghambat pemerintahan maupun
masyarakat untuk mencapai tujuan. Padahal birokrasi merupakan agen perubahan sosial.
Menyikapi kondisi yang demikian, banyak negara yang sedang berusaha keras
menyiapkan kerangka kebijakan bagi penggunaan teknologi, komunikasi, dan informasi
dalam mengatasi fenomena kesenjangan digital (digital divide). Dalam bidang
pemerintahan, penggunaan TIK melahirkan konsep yang dikenal dengan e-government.
Bank Dunia mendefinisikan e-government sebagai penggunaan teknologi informasi oleh
lembaga pemerintah yang mempunyai kemampuan untuk mentransformasikan hubungan
Pemerintah dengan warganya, pelaku dunia usaha (bisnis), dan lembaga pemerintah
lainnya. Teknologi ini dapat mempunyai tujuan yang beragam, antara lain: pemberian
layanan pemerintahan yang lebih baik kepada warganya, peningkatan interaksi dengan
dunia usaha dan industri, pemberdayaan masyarakat melalui akses informasi, atau
manajemen pemerintahan yang lebih efisien. Hasil yang diharapkan dapat berupa
pengurangan korupsi, peningkatan transparansi, peningkatan kenyamanan, pertambahan
pendapatan dan/atau pengurangan biaya.
Berbicara soal birokrasi modern, kita pasti teringat konsep Max Weber, sosiolog
ternama asal Jerman, yang dikenal melalui ideal type (tipe ideal). Ciri-ciri birokrasi
menurut Weber adalah, pertama,berbagai aktivitas regular yang diperlukan untuk
mencapai tujuan-tujuan organisasi yang didistribusikan dengan suatu cara yang baku
sebagai kewajiban-kewajiban resmi. Kedua, organisasi kantor-kantor mengikuti prinsip
hierarki, yaitu setiap kantor yang lebih rendah berada di bawah kontrol dan pengawasan
kantor yang lebih tinggi. Ketiga, operasi-operasi birokratis diselenggarakan melalui suatu
sistem kaidah-kaidah abstrak yang konsisten dan teridiri atas penerapan kaidah-kaidah ini
terhadap kasus-kasus spesifik. Keempat, pejabat yang ideal menjalankan kantornya
berdasarkan impersonalitas formalistik tanpa kebencian atau kegairahan, dan karenanya
tanpa antusiasme atau afeksi.
Tipe ideal dalam struktur birokrasi berlandaskan prinsip “rasionalitas”, yang
bercirikan: pembagian kerja, pelimpahan wewenang, impersonalitas, kualifikasi teknis
dan efisiensi. Pengertian efisiensi digunakan untuk mengacu pada aspek-aspek
administrasi dan organisasi. Dalam pandangan ini, birokrasi dimaknai sebagai institusi
formal yang memerankan fungsi pengaturan, pelayanan, pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat. Jadi, birokrasi dalam pengertian Weberian berfungsi untuk
menjawab secara rasional terhadap serangkaian tujuan yang ditetapkan pemerintahan
guna menghasilkan efisiensi.
Jika zaman dahulu wajah birokrasi dan pelayanan publik pemerintah Indonesia
cenderung lamban, berbelit-belit, dan tidak efisien. Kini, pemerintah mulai memperbaiki
sistem pelayanan publik yang ada melalui pembentukan good governance. Istilah "good
governance" menjadi sangat penting dan strategis untuk penyelenggaraan pemerintahan
yang mengalami distorsi terhadap efektivitas pelayanan kepada publik. Oleh karena, itu
penerapan good governance diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelayanan publik
dan efisiensi dalam ranah birokrasi.
Salah satu upaya good governance diimplementasikan melalui penggunaan alat-
alat elektronik di kantor-kantor pemerintahan. Penggunaan teknologi informasi ini
dianggap mampu mewujudkan birokrasi yang transparan, demokratis, tidak diskriminatif,
tepat waktu, terukur dan mempunyai standar yang jelas. Penyelenggaraan pemerintahan
saat ini dikenal dengan nama e-Government. Secara sederhana Heeks mendefinisikan e-
Government sebagai kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dengan menggunakan
Teknologi Informasi untuk memberikan layanan kepada masyarakat. Berdasarkan
definisi tersebut, kita ketahui tujuan utama e-Government adalah untuk meningkatkan
efisiensi dan kualitas layanan yang menurut Heeks, hampir semua lembaga pemerintahan
di dunia ini mengalami ketidakefisienan, terutama di negara yang sedang berkembang.
Keberadaan e-government secara tidak langsung turut serta menimbulkan perubahan
struktural, kultural, maupun interaksional dalam wajah birokrasi Indonesia.
a. Perubahan struktural
Perubahan dalam dimensi struktural dapat dilihat melalui perubahan secara
revolusioner pada lembaga birokrasi. Perubahan ini tak lain disebabkan oleh
penerapan teknologi birokrasi berbasis e-government. Melalui teknologi tersebut,
wajah struktural birokrasi yang dulu sangat tertutup, monopolistik, dan patrimonial.
Kini perlahan mulai transparan dan mengedepankan efisiensi.
Perubahan dalam struktur organisasi harus direncanakan dengan matang dan
diimplementasikan dengan sistematis. Hal-hal penting yang mempengaruhi
perubahan organisasi adalah seperti berikut: (1) Kepemimpinan yang kuat dengan
komitmen; (2) Perencanaan manajemen TI dan manajemen perubahan; (3) Persiapan
anggaran dan pelaksanaan anggaran; (4) Koordinasi dan kolaborasi; (5) Pemantauan
dan pengukuran kinerja; dan (6) Kemitraan pemerintah, sektor swasta, dan
masyarakat.
b. Perubahan Kultural
Perubahan dalam dimensi kultural pada ranah birokrasi dipengaruhi oleh inovasi
dan difusi. Adanya inovasi dibidang teknologi telah memberikan dampak yang luas
pada ranah birokrasi. Penerapan teknologi informasi e-governance menjadikan sistem
birokrasi lebih efisien dan efektif dalam hal pelayanan publik, proses administrasi dan
komunikasi internal. Masyarakat kini menjadi lebih tertib, disiplin, tanggung jawab,
dan well-informed atas segala hal menyangkut masalah - masalah publik.
Masyarakat yang semula tidak memiliki sarana untuk mengakses informasi dan
melakukan komunikasi dengan pemerintah, dengan adanya e-goverment menjadi
lebih mudah dan cepat. Sehingga tuntutan masyarakat akan akuntabilitas pemerintah
menjadi semakin tinggi pula.
Teknologi ini memungkinkan terciptanya open system (Online Procedures
Enhancement for civil applications) dimana memuat seluruh informasi yang
diperlukan masyarakat yang akan mengurus perijinan. Sehingga masyarakat benar-
benar mengetahui prosedur dan standar pelayanan yang sebenarnya tanpa harus
dikelabuhi oleh pihak-pihak atau bahwa oknum aparat yang tidak bertanggung jawab.
Masyarakat juga dapat ikut memantau proses pelayanan apakah sudah sesuai dengan
standar yang ditentukan apau belum. Masih banyak lagi pengalaman-pengalaman
penerapan e-governance yang membawa perubahan budaya kerja di lingkungan
birokrasi pemerintahan.
Perubahan dimensi budaya akibat penerapan e-government ini tak hanya
dirasakan oleh masyarakat saja, tetapi juga aparatur birokrasi. Jika dahulu mereka
bisa mengelabuhi masyarakat melalui pungutan liar, urusan surat menyurat yang
lambat hingga melakukan tindak pidana korupsi. Saat ini mereka “dipaksa” untuk
memperbaiki mentalistas kinerjanya yang sesui dengan amanat keputusan menteri
Komunikasi dan Informasi Tahun Nomor 41 Tahun 2004, yang mengedepankan
berasas:
1. Akuntabilitas: dapat dipertanggungjawabkan sesuai denga peraturan
perundangan yang berlaku.
2. Transparansi: bersifat terbuka, mudah diakses, disediakan secara memadai dan
mudah dimengerti.
3. Kondisional: sesuai dengan kondisi dan kemampuan pelayanan dengan
berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.
4. Partisipasi: berusaha melibatkan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan
publik sesuai dengan kapasitasnya, dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan
dan harapan masyarakat.
5. Kesamaan hak: tidak bersifat diskriminatif, terutama terkait dengan SARA.
6. Keseimbangan hak dan kewajiban: pemberi dan penerima pelayanan harus
memenuhi masing-masing hak dan kewajibannya.

c. Perubahan Interksional.
Perubahan interaksional pada ranah birokrasi dipengaruhi berkembangnya
teknologi komunikasi dan informasi. Penerapan teknologi berbasis e-governance
telah menyebabkan perubahan hubungan sosial dalam frekuensi berinteraksi, jarak
sosial, perantara interaksi, aturan dan pola-pola interaksi, dan perubahan bentuk
interaksinya
Jika masa dulu, proses pelayanan birokrasi harus dilakukan melalui tatap muka
dengan petugas, kini tak perlu dilakukan lagi. Masyarakat bisa mencari berbagai
informasi melalui website pemerintah melalui billboard. Selain itu, mereka juga bisa
mengakses, memilih, dan mencari informasi meliputi ‘one-stop’ portal pemerintahan
dengan pelayanan online terpadu. Selanjutya mereka juga bisa melakukan perbaruan
otomatis atas kepentingan orang tersebut. Berbagai kemudahan tersebut dimaksudkan
untuk menghindari praktik “per-calo-an” antara petugas dan masyarakat. Sehingga
masyarakat bisa menikmati pelayanan birokrasi secara prima tanpa perlu
mengeluhkan sikap petugas yang terkadang sangat menjengkelkan.
Demikianlah berbagai perubahan sosial yang terjadi pada birokrasi dan pelayanan
publik di Indonesia. Meskipun perkembangan teknologi telah menciptakan berbagai
perubahan sosial, keberadaannya tak dapat dicegah oleh manusia. Manusia hanya
dapat menggunakan sebijak mungkin agak dampak negatifnya bisa ditekan.

Dampak E-Government Terhadap Sistem Birokrasi


Perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi telah memberikan dampak
yang cukup signifikan dalam sistem birokrasi di Indonesia. Dampak tersebut tak lepas
dari keinginan pemerintah untuk mencapai good governance dalam pelayanan publik.
Adapun tiga dampak yang timbul akibat perkembangan teknologi dalam birokrasi:
Pertama, adanya pembaharuan produk hukum. Setiap kebijakan birokrasi
memerlukan produk hukum yang menjadi dasar legal dalam pelaksanaannya. Berbagai
peraturan pemanfaatan teknologi dalam aktivitas pemerintahan cukup membantu
implementasi program E-Government yang digagas pemerintah.
Selain itu, ada beberapa panduan lain yang menjadi acuan dalam pelaksanaan
penerapan kebijakan E-Government di Indonesia seperti : a. Panduan Pembangunan
Infrastruktur Portal Pemerintah, b. Panduan Manajemen Sistem Dokumen
Elektronik Pemerintah, c. Panduan Penyusunan Rencana Pengembangan E-
Government Lembaga, d. Pedoman Penyelenggaraan Diklat ICT dalam Menunjang
E-Government, e. Pedoman tentang Penyelenggaraan Situs Web Pemerintah
Daerah, f. Standar mutu dan jangkauan pelayanan serta pengembangan aplikasi (e-
services), g. Kebijakan tentang kelembagaan, otorisasi, informasi dan keikutsertaan
swasta dalam penyelenggaraan, h. Kebijakan pengembangan kepemerintahan yang
baik dan manajemen perubahan, i. Panduan tentang pelaksanaan proyek dan
penganggaran E-Government Standar kompetensi pengelola E-Government, j. Blue-
print aplikasi E-Government pemerintah pusat dan daerah.
Kedua, perubahan mekanisme birokrasi. Adanya teknologi memudahkan
birokrasi dalam membangun komunikasi dan informasi baik di internal
pemerintahan maupun kepada masyarakat. Disamping itu, teknologi juga
memudahkan mobilitas birokrasi. sifat teknologi informasi yang menembus batas
ruang dan waktu mampu memangkas kerumitan sistem birokrasi konvensional.
Pemangkasan proses birokrasi ini membantu dalam efektifitas dan efisiensi
pemerintahan. Selain itu, pemangkasan birokrasi juga meminimalisir
penyimpangan-penyimpangan dalam sistem birokrasi.
Ketiga, adanya pembaharuan struktur birokrasi. Pemanfaatan teknologi
tentu saja membutuhkan sumberdaya manusia untuk bisa memanfaatkannya.Karena
itu pemerintah perlu mengubah struktur birokrasi dengan adanya penyesuaian
terhadap struktur yang telah ada untuk mendukung kelancaran pelaksanaan konsep
e-government.
Pada konteks manajemen di Pemerintah Daerah (Pemda), struktur yang
mengacu pada pedoman yang dibuat oleh KOMINFO tidak dijelaskan siapa yang
lebih diberikan kewenangan dan tanggung jawab sebagai pengelola situs Pemda
dalam arti sesungguhnya. Interprestasi terbuka pun akhirnya dilakukan oleh
masing-masing pihak Pemda dalam menjabarkannya. Secara ideal, pengelolaan E-
Government bisa dilakukan dengan membentuk divisi tersendiri. Divisi tersebut
dapat dinamakan sebagai divisi teknologi informasi. Deskripsi kerja divisi atau tim
E-Government ini selain tugas pokoknya mengelola situs web secara teknis, service
serta content juga sebagai penghubung (traffic) dengan instansi atau badan terkait
dalam penentuan content serta pelayanan kepada publik. Pada penentuan content
adalah koordinasi berkaitan dengan isi informasi yang hendak ditayangkan atau
disebarluaskan kepada masyarakat. Yang perlu diperhatikan, bahwa layanan situs
web juga menggunakan bahasa asing (English) maka perlu kiranya khusus bagi staf
ahli pelayanan dan umpan balik serta staf ahli content dibekali dengan kemampuan
bahasa asing aktif. Ini digunakan untuk mengantisipasi adanya umpan balik dari
pengguna (user) yang berasal dari manca negara. Bukan tidak mungkin ini akan
terjadi mengingat situs web dapat diakses di seluruh dunia serta perlu diingat bahwa
Indonesia memiliki kekayaan dan tujuan wisata yang diminati oleh warga negara
asing serta perlu dipasarkan secara internasional. Untuk mewujudkan sistm ini
tentunya memerlukan proses yang sangat panjang dan terstruktur. Oleh karena itu,
Kepala Daerah sudah seyogyanya melakukan rintisan program ke arah sana.

Anda mungkin juga menyukai