Anda di halaman 1dari 6

TUGAS 3 PDGK4401

MATERI DAN PEMBELAJARAN PKN DI SD

Oleh:
NAMA MAHASISWA : DELIMAWATI GULO
NIM : 856055145

UNIVERSITAS TERBUKA
2022
1. Demokrasi akan tumbuh subur bila suatu bangsa memiliki tingkat pendidikan yang memadai
dan merata. Syarat ini menjadi penting karena melalui pendidikan yang memadai
masyarakat mampu berperan dalam beberapa hal penting dalam memperkuat demokrasi.
Pertama, pendidikan dapat mengarahkan masyarakat untuk menjadi “pemilih rasional”
(rational voters), yakni pemilih yang menggunakan kalkulasi rasional dalam menentukan
pilihan politik sehingga dapat meredam sentimen-sentimen primordial (etnis, agama, dll.)
yang dapat merusak esensi demokrasi. Pilihan rasional juga dapat menjamin terpilihnya para
pemimpin politik yang kompeten. Kedua, pendidikan yang merata dapat menentukan
terbentuknya masyarakat sipil yang memiliki kesadaran politik (politically vibrant civil
society) yang mampu mengontrol jalannya pemerintah melalui mekanisme di luar parlemen
dengan berbagai tulisan kritis, seminar, demonstrasi, protes, dll. Di banyak negara
demokratis, tingkat kedewasaan demokrasinya seringkali ditentukan oleh ada-tidaknya
masyarakat sipil yang memiliki kesadaran politik untuk melakukan partisipasi politik.
Ketiga, pendidikan yang memadai cenderung membentuk kelompok berketrampilan cukup
yang menjadi pekerja (salary earners) baik di sektor pemerintahan maupun swasta. Mereka
inilah yang menjadi komponen utama kelas menengah (middle class). Kelompok ini oleh
Lipset disinyalir sebagai kelompok yang mempunyai dorongan partisipasi politik tinggi
karena mereka merasa perlu ikut menentukan arah kebijakan politik pemerintah yang
berpengaruh langsung terhadap kepentingan sosial, ekonomi dan politik mereka.
Tampak bahwa korelasi pentingnya pendidikan bagi perkembangan demokrasi dapat dilihat
pada tiga macam kontribusi pendidikan bagi tumbuhnya demokrasi, yang meliputi: (1)
tumbuhnya perilaku rasional yang menafikan primordialisme; (2) tumbuhnya politically
vibrant civil society yang mendorong tingkat partisipasi politik; dan (3) munculnya kelas
menengah yang berpretensi ikut mempengaruhi arah kebijakan pemerintah melalui
partisipasi dalam pemilihan umum dan pemilihan daerah.

2. Manusia adalah makhluk sosial dan sebagai makhluk sosial yang tidak mungkin hidup
sendiri ia akan selalu membutuhkan orang lain. Oleh karenanya manusia harus beradaptasi
dengan lingkungan sekitar.
Adaptasi merupakan penyesuaian diri dan cara atau proses penyesuaian diri pada setiap
individu atau manusia berbeda-beda. Ada yang proses adaptasinya cepat, ada pula yang
relative lama. Tidak menjadi masalah, pada intinya kita hanya harus tetap melakukan
penyesuaian diri. Ketika kita berpindah dari satu lingkungan ke lingkungan yang lain,
berpindah tempat pekerjaan, pindah sekolah, atau misalnya dari sekolah menengah ke
Universitas pastilah akan ada banyak perubahan, banyak hal-hal baru dan berbeda yang akan
ditemui.
Lalu, apa saja sih yang harus dilakukan untuk lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan
baru?
- Jangan langsung berpersepsi bahwa lingkungan baru akan sulit untuk. Semua berawal
dari pikiran. Ketika kita berfikir bahwa suatu hal itu sulit, memulainya pun akan terasa
berat.
- Persiapkan diri dan mental.
- Menghargai setiap perbedaan, termasuk budaya dan kebiasaan ditempat yang baru.
- Jangan ragu untuk bertanya dan meminta bantuan. Jika mendapatkan kesulitan atau
masalah, bertanyalah. Interaksi akan membangun hubungan interpersonal yang baik.
- Jadilah diri sendiri dan apa adanya.
Jangan merubah kepribadian hanya untuk diterima di suatu lingkungan. Jadilah diri sendiri
dan apa adanya. Kehidupan itu dinamis, bergerak, akan ada banyak hal-hal baru dan cerita
baru yang kita temui dan kita bangun dalam setiap perjalanan kehidupan kita. Bersikap
adaptif, optimis dan tetap percaya diri. Jadilah hebat dimanapun berada.

3. Berdasarkan teori hukum pembuktian, hukum pembuktian harus menentukan dengan tegas
ke pundak siapa beban pembuktian (burden of proof, burden of producing evidence) harus
diletakkan. Hal ini karena di pundak siapa beban pembuktian diletakkan oleh hukum, akan
menentukan secara langsung bagaimana akhir dari suatu proses hukum dipengadilan,
misalnya dalam kasus perdata di mana para pihak sama-sama tidak dapat membuktikan
perkaranya. Dengan demikian, jika beban pembuktian diletakkan di pundak penggugat dan
penggugat tidak dapat membuktikan perkaranya, penggugat akan dianggap kalah perkara
meskipun pihak tergugat belum tentu juga dapat membuktikannya. Sebaliknya, jika beban
pembuktian diletakkan di pundak tergugat dan ternyata tergugat tidak dapat
membuktikannya, pihak tergugatlah yang akan kalah perkara meskipun pihak penggugat
belum tentu juga dapat membuktikannya. Oleh karena itu, dalam menentukan ke pundak
siapa beban pembuktian harus diletakkan, hukum haruslah cukup hati-hati dan adil dan
dalam penerapannya. Selain itu, hakim juga harus cukup arif.
Sistem pembuktian negatief wettelijke tersebut dalam KUHAP dikaitkan dengan Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 6 ayat (2) menyatakan
bahwa ”tiada seorang juapun dapat dipidana, kecuali apabila pengadilan, karena alat bukti
yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap
dapat bertanggung jawab telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.
Pasal ini secara eksplisit menghendaki jaminan hak-hak asasi manusia yang mendapat
perlindungan dalam negara berdasarkan Pancasila. Wirjono Prodjodikoro, mengatakan
bahwa dalam praktek, menurut pengalaman saya sendiri sebagai hakim, seringkali kejadian
hakim mulai dengan menentukan keyakinannya tentang terbukti atau tidaknya suatu
kejadian dan baru kalau hakim yakin betul, bahwa terdakwa bersalah, maka diusahakan
supaya ada alat-alat bukti yang mencukupi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-
undang agar dapat menjadi dasar keyakinan hakim itu.
Mengenai pendapat tersebut meskipun Wirjono Prodjodokoro memberikan argumentasi
untuk membenarkan pendapatnya, menurut penulis pandangan tersebut sangat bertentangan
dengan asas presumption of innocence, juga dengan Pasal 158 KUHAP yang menyebutkan
selama masih berlangsung maka hakim dilarang menunjukkan sikap atau mengeluarkan
pernyataan tentang keyakinan mengenai kesalahan atau tidaknya terdakwa.
Karena bagaimanapun harus dibuktikan terlebih dahulu oleh penuntut umum, apakah
memang benar terdakwa benar-benar melakukan perbuatan pidana, serta apakah terdakwa
bertanggung jawab dan dapat dipersalahkan
Jadi jelas secara teoritis ilmiah sukar diterima dengan asumsi bahwa keyakinan hakim tidak
akan ada, tanpa didahului adanya dua alat bukti yang sah. Selanjutnya bahwa dua alat bukti
yang telah menimbulkan keyakinan hakim tersebut, akan dijadikan dasar lahirnya
keputusan.

4. Sebuah konsep yang berkaitan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung
jawab (pertanggung jawaban) hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum
atas perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, artinya dia
bertanggung jawab atas suatu sanksi bila perbuatannya bertentangan dengan peraturan yang
berlaku.
Menurut Hans Kelsen dalam teorinya tentang tanggung jawab hukum menyatakan bahwa
seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia
memikul tanggung jawab hukum, subjek berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu
sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan.
Teori tradisional dibedakan dua jenis tanggung jawab (pertanggung jawaban) yaitu:
tanggung jawab yang didasarkan atas unsur kesalahan, dan tanggung jawab mutlak.
Situasi tertentu, seseorang dapat dibebani tanggung jawab untuk kesalahan perdata yang
dilakukan orang lain, walaupun perbuatan melawan hukum itu bukanlah kesalahannya. Hal
semacam ini dikenal dengan sebagai tanggung jawab atas kesalahan yang dilakukan oleh
orang lain. Teori tanggung jawab berdasarkan perbuatan melawan hukum yang dilakukan
oleh orang lain tersebut dapat dibagi dalam 3 (tiga) ketegori sebagai berikut:
- Tanggung jawab atasan
- Tanggung jawab pengganti yang bukan dari atasan orang-orang dalam tanggungannya
- Tanggung jawab pengganti dari barang-barang yang berada di bawah tanggungannya.
Beberapa contoh kasus yang menjelaskan beberapa pihak yang harus menerima tanggung
jawab dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak lain sebagai berikut:
- Orang tua atau wali yang bertanggung jawab atas tidakan yang dilakukan oleh anak-anak
di bawah tanggungannya atau di bawah perwaliannya.
- Majikan bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan oleh pekerjanya.
- Guru bertanggung jawab atas muridnya.
- Kepala tukang bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan oleh pekerja yang
berada dibawahnya.
- Pemilik binatang bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan oleh binatang
peliharaannya.
- Pemilik gedung bertanggung jawab atas ambruknya gedung kerena kelalaian dalam
pemeliharaan atau karena cacat dalam pembangunan maupun tatanannya.

5. Untuk membina dan menanamkan pola hidup taat terhadap hukum anak sekolah dasar,
berikut adalah contoh dari hasil telaah atau analisa terhadap metode pembelajaran yang bisa
diterapkan:
- Menciptakan suasana sekolah yang kondusif dan juga memberikan pengajaran bahwa
setiap murid harus bisa mengikuti peraturan sekolah.
- Mengajarkan para murid bahwa dengan mengikuti peraturan maka akan tercipta
ketertiban dan juga keteraturan.
- Memberikan hukuman yang setimpal terhadap anak-anak yang melanggar peraturan
yang diberlakukan di sekolah.
- Memberikan ruang bagi para murid untuk menciptakan peraturan yang disetujui
bersama.
Pada dasarnya setiap lembaga pendidikan akan berusaha untuk mengembangkan sikap dan
juga kepribadian dari masing-masing peserta didik yang ada di lembaga pendidikan tersebut.
Adanya pengembangan kepribadian ini harus dilakukan sehingga setiap peserta didik bisa
memiliki perilaku yang sesuai dengan nilai dan juga norma sosial yang berlaku di suatu
negara. Salah satu bentuk kepribadian yang sangat penting untuk bisa diajarkan dan juga
dikembangkan adalah perilaku taat terhadap hukum dan juga undang-undang yang berlaku
di suatu negara. Untuk bisa mewujudkan hal tersebut, setiap lembaga pendidikan harus bisa
menciptakan kebiasaan di mana para murid harus terbiasa mengikuti peraturan sekolah.
Dengan adanya kebiasaan para peserta didik untuk mengikuti peraturan sekolah, mereka
tentu akan bisa mengikuti peraturan hukum dengan jauh lebih mudah karena sudah menjadi
suatu kebiasaan

Anda mungkin juga menyukai