Anda di halaman 1dari 9

PERTANGGUNGJAWABAN MENURUT PANDANGAN FILSAFAT

HUKUM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok (PAPER) Mata Kuliah Pengantar


Filsafat Hukum Kelas D

Dosen Pengampu : Dr. Sukarmi, S.H.,M.Hum

DISUSUN OLEH :

Putri Rahmanita Briliani (175010100111070)

Irma Nur Rhamadani (175010101111024)

Citra Puspawardhani (175010101111036)

Gavrila Rohani (175010101111063)

Della Novia Hermawan (175010107111062)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
1. Pengertian Pertanggungjawaban / Tanggung Jawab
Tanggung jawab merupakan salah satu nilai karakter yang perlu
ditanamkan di dalam pribadi setiap manusia, supaya menjadi manusia yang
memiliki kepribadian baik. Mustari (2011: 21) berpendapat bahwa tanggung
jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajiban yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan.
Sependapat dengan Mustari, Daryanto (2013: 142) menyatakan bahwa
tangung jawab adalah sikap dan perilaku untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, sosial, dan budaya), Negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Tanggung jawab adalah keadaan dimana wajib menanggung segala
sesuatu, sehingga berkewajiban menanggung, memikul jawab, menanggung
segala sesuatunya atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya.1
Tanggung jawab merupakan kesediaan dasariah untuk melaksanakan apa
yang menjadi tanggung kewajibannya. Kebebasan memberikan pilihan bagi
manusia untuk bersikap dan berperilaku. Oleh karena itu, manusia wajib
bertanggung jawab atas pilihan yang telah dibuatnya. Pertimbangan moral,
bau akan mempunyai arti apabila manusia tersebut mampu dan mau
bertanggung jawab atas pilihan yang dibuatnya. Dengan bahasa yang lebih
sederhana dapat dikatakan, bahwa pertimbangan – pertimbangan moral hanya
mungkin ditujukan bagi orang yang dapaat dan mau bertanggung jawab. Itulah
sebabnya kita tidak pernah meminta pertanggung jawaban atas sikap dan
perilaku orang gila atau anak dibawah umur, sekalipun kita mengetahui
menurut moralitas kita yang wajar, sikap dan perilaku orang itu tidak dapat
diterima.
K. Bertens telah membedakan tanggung jawab itu atas tanggung jawab
langsung, tanggung jawab tidak langsung, tanggung jawab retrospektif, dan
tanggung jawab prosfektif. Tanggung jawab bersifat langsung, bila si pelaku
sendiri bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Sementara yang tidak
langsung berarti seseorang yang bertanggung jawab atas perbuatan yang

1
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tanggung Jawab
dilakukan oleh subjek yang menjadi tanggung jawabnya. Kemudian terhadap
tanggung jawab retrospektif, pada dasarnya tanggung jawab atas perbuatan
yang telah berlangsung dan segala konsekuensinya. Sedangkan tanggung
jawab prospektif merupakan tanggung jawab atas perbuatan yang akan datang.
2. Konsep Tanggung Jawab
Konsep tanggung jawab hukum berkaitan erat dengan konsep hak dan
kewajiban. Konsep hak merupakan suatu konsep yang menekankan pada
pengertian hak yang berpasangan dengan pengertian kewajiban. 2 Pendapat
yang umum mengatakan bahwa hak pada seseorang senantiasa berkorelasi
dengan kewajiban pada orang lain.3
Sebuah konsep yang berkaitan dengan konsep kewajiban hukum adalah
konsep tanggung jawab (pertanggung jawaban) hukum. Bahwa seseorang
bertanggung jawab secara hukum atas perbuatan tertentu atau bahwa dia
memikul tanggung jawab hukum, artinya dia bertanggung jawab atas suatu
sanksi bila perbuatannya bertentangan dengan peraturan yang berlaku.4
Menurut Hans Kelsen dalam teorinya tentang tanggung jawab hukum
menyatakan bahwa: “seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu
perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, subyek
berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan
5
yang bertentangan. Hans Kelsen selanjutnya membagi mengenai
tanggungjawab terdiri dari:6
1. Pertanggungjawaban individu yaitu seorang individu bertanggung
jawab terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri;
2. Pertanggungjawaban kolektif berarti bahwa seorang individu
bertanggung jawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh orang
lain;
3. Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa
2
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung: 2000, hlm 55
3
Ibid, hlm 57
4
Hans Kalsen, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, PT. Raja Grafindo Persada
Bandung: 2006 hlm 95
5
Hans Kelsen (a) , sebagaimana diterjemahkan oleh Somardi, General Theory Of law and
State , Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu
Hukum Deskriptif Empirik,BEE Media Indonesia, Jakarta,2007, hlm. 81
6
Hans Kelsen (b), sebagaimana diterjemahkan oleh Raisul Mutaqien, Teori Hukum
Murni Nuansa & Nusa Media, Bandung, 2006, hlm. 140.
seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang
dilakukannya karena sengaja dan diperkirakan dengan tujuan
menimbulkan kerugian;
4. Pertanggungjawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu
bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak
sengaja dan tidak diperkirakan.
Tanggung jawab dalam kamus hukum dapat diistilahkan sebagai
liability dan responsibility, istilah liability menunjuk pada
pertanggungjawaban hukum yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang
dilakukan oleh subjek hukum, sedangkan istilah responsibility menunjuk
pada pertanggungjawaban politik. Teori tanggung jawab lebih
menekankan pada makna tanggung jawab yang lahir dari ketentuan
Peraturan Perundang-Undangan sehingga teori tanggungjawab dimaknai
dalam arti liabilty,sebagai suatu konsep yang terkait dengan kewajiban
hukum seseorang yang bertanggung jawab secara hukum atas perbuatan
tertentu bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus perbuatannya
bertentangan dengan hukum.
3. Makna Tanggung Jawab dalam Hukum
Secara umum, prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai
berikut :7
1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan (Liability based on
fault)
Prinsip ini adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum
perdata khususnya Pasal 1365, 1366, dan 1367 KUHPerdata. Secara
umum, asas tanggung jawab ini dapat diterima karena adil bagi orang yang
berbuat salah untuk mengganti kerugian bagi pihak korban. Dengan kata
lain, tidak adil jika orang yang tidak bersalah harus mengganti kerugian
yang diderita orang lain.8 Perkara yang perlu dijelaskan dalam prinsip ini
adalah defenisi tentang subjek pelaku kesalahan yang dalam doktrin
hukum dikenal asas vicarious liability dan corporate liability.

7
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan konsumen, PT. Sinar Grafika,
Jakarta: 2008 hlm 92
8
Ibid, hlm 93
a. Vicarious liability mengandung pengertian, majikan bertanggung
jawab atas kerugian pihak lain yang ditimbulkan oleh orang atau
karyawan yang dibawah pengawasannya.
b. Corporate liability memiliki pengertian yang sama dengan vicarious
liability. Menurut doktrin ini, lembaga yang menaungi suatu
kelompok pekerja mempunyai tanggung jawab terhadap tenaga yang
diperkerjakannya.9
Persoalan semacam ini tidaklah sederhana, karena dalam praktek
belum tentu setiap pengangkut bersedia akan mengakui kesalahannya. Jika
demikian, maka pihak penumpang, pengirim atau penerima barang atau
pihak ketiga tidak boleh bertindak sepihak dan harus dapat membuktikan
bahwa kerugian terjadi karena kesalahan pengangkut. Pembuktiann
tersebut dilakukan di Pengadilan untuk diputus oleh hakim.
2. Prinsip Praduga untuk Selalu Bertanggung Jawab (presumtion of liability)
Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab
sampai ia dapat membuktikan ia tidak bersalah. Jadi, beban pembuktian
ada pada si tergugat. Apabila pihak tergugat tidak dapat membuktikan
kesalahan pengangkut, maka ganti rugi tidak akan diberikan.10 Berkaitan
dengan prinsip tanggung jawab ini, dalam doktrin hukum pengangkutan
dikenal empat variasi:
a. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab kalau ia
dapat membuktikan, kerugian ditimbulkan oleh hal-hal di luar
kekuasaannya.
b. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab jika ia dapat
membuktikan, ia mengambil suatu tindakan yang diperlukan untuk
menghindari timbulnya kerugian
c. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab jika ia dapat
membuktikan, kerugian yang timbul bukan karena kesalahannya
d. Pengangkut tidak bertanggung jawab jika kerugian itu ditimbulkan
oleh kesalahan penumpang atau kualitas barang yang tidak baik.

9
Ibid, hlm 94
10
E Suherman, Aneka Masalah Hukum Kedirgantaraan (Himpunan Makalah 1961-
1995), Mandar Maju, Bandung: 2000, hlm 37.
3. Prinsip Praduga untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab (presumtion
nonliability principle)
Prinsip ini merupakan kebalikan dari prinsip praduga untuk selalu
bertanggung jawab. Prinsip ini hanya dikenal dalam lingkup transaksi
konsumen yang sangat terbatas.11 Prinsip ini lebih diterapkan pada kasus-
kasus seperti kasus yang dimana apabila terjadi suatu kecelakaan lalu
lintas yang mempunyai peran aktif dalam melakukan pembuktian adalah
pihak penggugat.
Berdasarkan penjelasan tersebut dalam Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009, penerapan prinsip ini dapat dilihat dari Pasal 194 ayat (1)
yang menyatakan bahwa perusahaan angkutan umum tidak bertanggung
jawab atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga, kecuali jika pihak
ketiga dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh
kesalahan Perusahaan Angkutan Umum sehingga ia dapat menuntut ganti
kerugian yang ia derita.
4. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (strict liability)
Prinsip tanggung jawab mutlak sering diidentikkan dengan prinsip
tanggung jawab absolut. Ada yang mengatakan tanggung jawab mutlak
adalah prinsip yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang
menentukan. Sebaliknya tanggung jawab absolut adalah tanggung jawab
tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiannya. 12 Asas tanggung jawab
mutlak merupakan salah satu jenis pertanggungjawaban Perdata (Civil
Liability).13 Tanggung jawab perdata merupakan suatu instrumen hukum
perdata dalam konteks penegakan hukum untuk mendapatkan ganti
kerugian pada kasus tersebut.
4. Masalah dalam Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban adalah kewajiban untuk memikul segala akibat dari
sikap dan perilaku subjek hukum, yang dilakukan secara sadar, bebas, dan
nalar.

11
Ibid, hlm 95
12
Ibid, hlm 96
13
Salim H.S, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), PT. Sinar Grafika, Jakarta:
2008, hlm 45
Subjek hukum dapat dibebaskan dari tanggungjawab apabila:
a) Belum cukup umur
b) Sedang terganggu jiwa/ingatannya
c) Sedang dalam pengaruh hipnotis/sihir
d) Subjek hukum tidak dapat menentukan kehendaknya secara bebas dan
sadar.
Tanggungjawab dalam hukum berkaitan erat dengan konsep hak dan
kewajiban. Konsep hak merupakan suatu konsep yang menekankan pada
pengertian hak yang berpasangan dengan pengertian kewajiban. 14 Teori
tradisional dibedakan dua jenis pertanggungjawaban, yaitu tanggungjawab
mutlak dan tanggungjawab yang didasarkan atas unsur kesalahan.15
5. Tanggungjawab Sebagai Manusia
Menurut Sartre, manusia yang sadar adalah manusia yang bertanggung
jawab dan memikirkan masa depan, inilah inti ajaran utama dari filsafat
eksistensialisme. Bila manusia bertanggung jawab atas dirinya sendiri, bukan
berarti ia hanya bertanggung jawab pada dirinya sendiri, tetapi juga pada
seluruh manusia. Pendapat Sartre tentang eksistensi manusia bukan sekedar
hendak menjelaskan situasi keberadaan manusia di tengah manusia dan bukan
manusia, lebih dari itu Sartre hendak menjelaskan tanggung jawab yang
seharusnya dipikul oleh semua manusia sebagai manusia. Sebab eksistensi
manusia menunjukkan kesadaran manusia, terutama pada dirinya sendiri
bahwa ia berhadapan dengan dunia, yang semakin hari semakin
menampakkan eksistensi modern. Dari konsep ini muncullah ciri hakikat
keberadaan manusia. Sartre menyatakan, bila manusia menyadari dirinya
berhadapan dengan sesuatu, menyadari bahwa telah memilih untuk berada,
pada waktu itu juga ia telah bertanggung jawab untuk memutuskan bagi
dirinya dan bagi keseluruhan manusia.16
Pandangan tentang pentingnya arti manusia sebagai pribadi inilah kiranya
yang menjadi inti sari filsafat yang kelak dikembangkan oleh Sartre yang

14
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung: 2000, hlm.55
15
Ibid, hal.95
16
Driyarkara, Percikan Filsafat (Djakarta: Pembangunan, 1966), hlm. 57.
kemudian mendapat sambutan hangat hampir ke seluruh dunia. Sartre
menempatkan wujud manusia sebagai tema sentral pembahasannya, cara itu
hanya khusus ada pada manusia.
Manusia dalam kesehariannya hidup dalam suatu konstruksi buatannya
sendiri, manusia membuat aturan, hukuman, konvensi, dan lain-lain. Dengan
ini sesuatu diberi nama, diberi tujuan. Dalam keadaan seperti itu semestinya
manusia dapat menjalankan eksis-tensinya serta bertanggung jawab atas
dirinya dan realitas disekitar-nya.17

17
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra, Bandung:
Rosdakarya, 2000, hlm. 230.
DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku
Driyarkara, Percikan Filsafat, Jakarta: Pembangunan, 1966
H, Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), PT. Sinar Grafika, Jakarta:
2008
Kelsen,Hans, Teori Hukum Murni Nuansa & Nusa Media, diterjemahkan oleh
Raisul Mutaqien , Bandung, 2006
Kelsen,Hans, Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum
Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif Empirik, diterjemahkan oleh
Somardi, General Theory Of law and State, BEE Media Indonesia, Jakarta,
2007
Kelsen,Hans, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, PT. Raja Grafindo
Persada Bandung: 2006
Kristiyanti, Celina, Hukum Perlindungan konsumen, PT. Sinar Grafika, Jakarta:
2008
Rahardjo,Sacipto, Ilmu Hukum, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung: 2000
Suherman,E, Aneka Masalah Hukum Kedirgantaraan , Himpunan Makalah
1961-1995, Mandar Maju, Bandung: 2000
Tafsir,Ahmad, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra,
Bandung: Rosdakarya, 2000
KAMUS
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

Anda mungkin juga menyukai