id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
a. Teori Tanggung Jawab Hukum
peristiwa-peristiwa itu”.
b. Strict liability (tanggung jawab mutlak) yakni unsur kesalahan tidak perlu
dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti kerugian.
(Koesnadi Hardjasoemantri, 1988:334-335) Fungsi teori pada penelitian
tesis ini adalah memberikan arah atau petunjuk serta menjelaskan gejala
yang diamati, oleh karena itu, penelitiandiarahkan kepada ilmu hukum positif
yang berlaku, yaitu tentang tanggung jawab notaris terhadap akta yang
dibuatnya dalam hal tidak dipenuhi ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf m,
undang-undang jabatan notaris.
Asas tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan merupakan asas umum yang
berlaku baik dalam hukum perdata maupun pidana. Asas ini dianut secara tegas dalam
KUH Perdata, khususnya dalam pasal 1366, 1367, dan 1365. Menurut asas ini, seseorang
tidak dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum kecuali ia telah melakukan suatu
kesalahan. Pasal 1365 KUHP yang juga dikenal sebagai “pasal tentang perbuatan melawan
hukum” mengatur bahwa empat syarat utama harus dipenuhi, yaitu: 1) Adanya perbuatan;
2) Adanya unsur kesalahan; 3) Adanya kerugian yang diterima; 4) Adanya hubungan
kausalitas antara kesalahan dan kerugian. b. Prinsip Praduga untuk Selalu Bertanggung
Jawab (presumption of liability) Menurut asas ini, tergugat akan selalu dimintai
pertanggungjawaban sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Oleh karena
itu, tergugat menanggung beban pembuktian. Berdasarkan asas ini, beban pembuktian ada
pada tergugat. c. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (strict liability) Prinsip tanggung jawab
mutlak sering diidentikan dengan prinsip tanggung jawab absolut (absolute liability).
Profesi Notaris/PPAT tentunya memiliki bentuk tanggung jawab yang lahir karena
ada hubungan sebab akibat atas tindakan profesi jabatan yang dilakukannya berdasarkan
kewajiban dan kewenangannya. Tanggung jwab tersebut dapat berupa tanggung jawab
hukum maupun tanggung jawab moral. Tanggungjawab hukum dalam pembuatan akta
menuntut bertindak sesuai ketentuan normatif yang berlaku agar dalam menjalankan
profesinya selalu terkontrol dengan formalitas yang telah digariskan dengan tetap
merujuk pada bentuk dari akta yang dihasilkan bukan substansi atau materi dari akta
sebab materi akta dan tanggungjawab atas isinya berbeda di pundak para pohak
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ditafsirkan secara berlain-lainan. Selain itu disebutkan, bahwa kepastian mempunyai arti
bahwa dalam hal kongkrit kedua pihak berselisih dapat menentukan kedudukan mereka.
Kepastian hukum juga sebagai suatu ketentuan atau ketetapan hukum suatu negara
yang mampu menjamin hak dan kewajiaban setiap warga negara. Kepastian hukum secara
normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena
mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keraguan dan logis
tidak menimbulkan benturan dan kekaburan norma dalam sistem norma satu dengan yang
lainnya. Kekaburan norma yang ditimbulkan dari ketidakpastian aturan hukum, dapat
terjadi multitafsir terhadap sesuatu dalam suatu aturan. Kepastian hukum merupakan
kesesuaian yang bersifat normatif baik ketentuan maupun keputusan hakim. Kepastian
hukum merujuk pada pelaksana tata kehidupan yang dalam pelaksanaannya jelas, teratur,
konsisten, dan konsekuen serta tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang
sifatnya subjektif dalam kehidupan masyarakat. Kepastian hukum merupakan pertanyaan
yang hanya bias dijawab secara normatif, bukan sosiologi. (Dominikus Rato, 2010:59)
Tokoh Gustav Radbruch mengemukakan terdapat 4 (empat) hal mendasar yang
berhubungan dengan makna kepastian hukum, yaitu: (Nur Agus Susanto, 2014:219)
a. Bahwa hukum itu positif, artinya bahwa hukum positif itu adalah perundang-
undangan;
b. Bahwa hukum itu didasarkan pada fakta, artinya didasarkan pada kenyataan;
c. Bahwa fakta harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga menghindari
kekeliruan dalam pemaknaan, disamping mudah dilaksanakan;
d. Hukum positif tidak boleh mudah diubah.
Kepastian dalam pemahaman umum memiliki arti suatu ketentuan, atau ketetapan,
sedangkan jika kata kepastian itu digabung dengan kata hukum menjadi kepastian hukum,
yang memiliki arti sebagai suatu ketentuan atau ketetapan hukum suatu negara yang
mampu menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara. (Teddy Evert Donald, M
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Khoidin, Ivida Dewi Amrih Suci, 2022:25) Asas dalam negara hukum dalam perundangan
tersebut yaitu kepastian hukum dapat dipahami dari dua pengertian, yaitu: Pertama,
kepastian hukum dari penyelenggaraan negara, berdasarkan asas legalitas, kepatutan, dan
keadilan. (Teddy Evert Donald, M Khoidin, Ivida Dewi Amrih Suci, 2022:25-26) Kedua,
kepastian hukum dalam suatu aturan (kepastian norma) agar tidak menimbulkan kekaburan
norma ataupun konflik norma. (Teddy Evert Donald, M Khoidin, Ivida Dewi Amrih Suci,
2022:26) Kepastian hukum merupakan wujud asas legalitas yang dimaknai oleh Sudargo
Gautama dari dua sisi, yaitu: (Teddy Evert Donald, M Khoidin, Ivida Dewi Amrih Suci,
2022: 26)
a. Dari sisi warga negara, sebagai kelanjutan dari prinsip pembatasan kekuasaan negara
terhadap perseorangan adalah pelanggaran terhadap hak-hak individual itu hanya
dapat dilakukan apabila diperbolehkan dan berdasarkan peraturan-peraturan hukum;
b. Dari sisi negara, yaitu tiap tindakan negara harus berdasarkan hukum. Peraturan
perundang-undangan yang diadakan terlebih dahulu merupakan batas kekuasaan
bertindak negara.
Kepastian mempunyai arti bahwa dalam hal kongkrit kedua pihak berselisih dapat
menentukan kedudukan mereka. (Teddy Evert Donald, M Khoidin, Ivida Dewi Amrih
Suci, 2022:27) Pengertian tersebut bermakna keamanan hukum berupa perlindungan untuk
kedua belah pihak yang berselisih. Sedangkan kepastian oleh karena hukum dimaksudkan
bahwa hukum menjamin kepastian pada pihak yang satu dengan pihak yang lain. (Teddy
Evert Donald, M Khoidin, Ivida Dewi Amrih Suci, 2022: 27) Tugas hukum menjamin
kepastian hukum dalam hubungan-hubungan yang kedapatan dalam pergaulan
kemasyarakatan. (Teddy Evert Donald, M Khoidin, Ivida Dewi Amrih Suci, 2022:27)
Pendapat dari Indroharto, bahwa kepastian hukum mengharuskan hukum objektif
yang berlaku untuk setiap orang tersebut harus jelas dan ditaati. (Teddy Evert Donald, M
Khoidin, Ivida Dewi Amrih Suci, 2022: 28) Hal tersebut lebih menekan pada kepastian
norma hukum. Kepastian norma hukum ini harus diciptakan oleh pembentuk peraturan
perundang-undangan dengan berdasarkan asas legalitas, kepatutan, dan keadilan. (Teddy
Evert Donald, M Khoidin, Ivida Dewi Amrih Suci, 2022:28) Kepastian hukum dalam
perundang-undangan mengandung pengertian dalam hal substansi hukum dan dalam
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
norma hukum agar perundang-undangan yang dibuat berkeadilan dan bermanfaat. (Teddy
Evert Donald, M Khoidin, Ivida Dewi Amrih Suci, 2022: 28)
Val Apeldorn mengemukakan dua pengertian mengenai kepastian hukum sebagai
berikut (Teddy Evert Donald, M Khoidin, Ivida Dewi Amrih Suci, 2022:28):
a. Kepastian hukum berarti dapat ditentukan hukum apa yang berlaku untuk masalah-
masalah konkrit. Dengan dapat ditentukan masalah-masalah konkrit, pihak-pihak
yang berperkara sudah dapat mengetahui sejak awal ketentuan-ketentuan apakah
yang akan dipergunakan dalam sengketa tersebut;
b. Kepastian hukum berarti perlindungan hukum, dalam hal ini pihak yang bersengketa
dapat dihindari dari kesewenang-wenangan penghakiman.
B. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Tentang Notaris
Pasal 1 Ayat (1) dan Pasal 15 Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris menyatakan bahwa Notaris yang dikenal sekarang ini merupakan
pejabat umum yang berwenang untuk memuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan perundang-undangan
dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam suatu
akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,
memberikan grosse salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu
tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang
ditetapkan oleh undang-undang. Setelah mengetahui pengertian Jabatan Notaris, juga
perlu diketahui mengenai perkembangan notariat sampai dengan masuknya lembaga
notariat ke Indonesia.
Sejarah dari lembaga notariat yang dikenal sekarang ini dimulai pada abad ke-
11 atau ke-12 di daerah pusat perdagangan yang sangat berkuasa pada zaman itu di
Italia Utara. Daerah inilah yang merupakan tempat asal dari notariat yang dinamakan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
“Latijnse Notariaat” dan yang tanda-tandanya tercermin dalam diri Notaris yang
diangkat oleh penguasa umum untuk kepentingan masyarakat umum dan menerima
uang jasanya (honorarium) dari masyarakat umum pula. Namun untuk mengetahui asal
dari lembaga notariat, para sarjana Italia telah mencoba mengadakan penelitian
sumbernya secara mendalam, namun mereka belum juga mencapai kesatuan pendapat
mengenai hal itu. (G.H.S.Lumban Tobing, 1983:3-4)
Notariat di Italia sebagai pengabdian kepada masyarakat umum. Namun
notariat berasal dari nama pengabdinya yaitu “Notarius” yang merupakan golongan
orang-orang yang melakukan suatu bentuk pekerjaan tulis menulis tertentu. Sebelum
penggunaan nama notarius, ada beberapa nama yang pernah digunakan, yaitu:
(G.H.S.Lumban Tobing, 1983:3-4)
a. Notariil
Pada abad ke-2 dan ke-3 sesudah masehi sebelum nama notarius, dikenal
dengan nama “Notarii” yaitu orang-orang yang mempunyai keahlian untuk
mempergunakan tulisan cepat atau sekarang ini dikenal sebagai “Stenografen”.
Nama Notarii awalnya diberikan kepada orang-orang yang mencatat atau
menuliskan pidato yang dahulu diucapkan oleh Cato dalam senaat Romawi
dengan menggunakan tanda-tanda kependekan, yang lalu berkembang menjadi
menuliskan segala sesuatu yang dibicarakan dalam konsorsium kaisar pada rapat
yang membahas tentang kenegaraan.
b. Tabeliones
Selain nama Notarii, pada permulaan abad ke-3, juga dikenal dengan nama
“Tabeliones”, yang dalam pekerjaannya mempunyai beberapa persamaan yaitu untuk
membuat akta-akta dan lain-lain surat untuk kepentingan masyarakat umum, walaupun
jabatan atau kedudukan mereka tidak mempunyai sifat kepegawaian dan juga tidak
ditunjuk atau diangkat oleh kekuasaan umum untuk melakukan suatu formalitas yang
ditentukan oleh undang- undang. Akta-akta dan surat-surat yang dibuat oleh tabeliones
tidak mempunyai kekuatan sebagai akta otentik sehingga hanya mempunyai kekuatan
sebagai akta di bawah tangan.
c. Tabulari
Nama “Tabulari”, juga dikenal sebagai pegawai negeri yang mengadakan
dan memelihara pembukuan keuangan kota-kota dan pengawasan terhadap arsip-
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
arsip dari mengisrat kota-kota di bawah ressort mana mereka berada, hal ini
menimbulkan persaingan dengan tabeliones. Para tabeliones yang diangkat
menjadi Notarii mempunyai kedudukan yang lebih terhormat di mata rakyat
sehingga banyak tabeliones yang menjadi Notarii walaupun tanpa pengangkatan,
maka nama “Tabelio” menjadi “Notarius”.
Lembaga Notariat yang berada di Italia Utara, dibawa ke Perancis dan pada
abad ke-13 mencapai puncak perkembangannya. Raja Lodewijk De Heilige banyak
berjasa dalam pembuatan peraturan perundang-undangan di bidang Notariat, hal
tersebut dapat dilihat dengan diundangkannya undang-undang di bidang Notariat pada
tanggal 16 Oktober 1791 yang kemudian dirubah dengan Undang-Undang 25 Ventosa
an XI (16 Maret 1803). Sejak diundangkannya undang-undang tersebut, Notaris
menjadi “ambtenaar” dan berada di bawah pengawasan “Chamber Des Notaires”.
Pelembagaan Notariat yang pertama ini, dimaksudkan untuk memberi jaminan
yang lebih baik bagi kepentingan masyarakat, oleh karena tidak boleh dilupakan,
bahwa Notariat mempunyai fungsi yang harus diabaikan bagi masyarakat umum dan
tidaklah dimaksudkan oleh undang- undang untuk memberikan suatu kedudukan yang
kuat bagi notariat itu sendiri, akan tetapi untuk kepentingan umum. Peraturan
kelembagaan Notariat di Perancis kemudian dibawa ke Belanda dan berlaku di
Belanda berdasarkan dua dekrit kaisar, dimana pada saat itu Belanda berada dalam
kekuasaan Perancis sehingga peraturan perundang-undangan mengenai Notariat juga
berlaku di Belanda.
Setelah lepas dari kekuasaan Perancis pada Tahun 1813 peraturan tersebut tetap
ada. Adanya desakan dari rakyat Belanda maka dibentuklah suatu peraturan
perundang-undangan nasional tentang Notariat yang sesuai dengan masyarakat
Belanda maka dikeluarkanlah Undang-Undang tanggal 9 Juli 1842 (Ned.Stb. No. 20)
tentang Jabatan Notaris namun isinya merupakan perubahan-perubahan dari peraturan-
peraturan “Ventosewet”.
Lembaga Notariat masuk ke Indonesia pada permulaan abad ke 17 dari
Belanda. Pada tanggal 27 Agustus 1620 diangkatlah Notaris pertama di Indonesia yaitu
“Melchior Kerchem” oleh Gubernur Belanda saat itu yaitu Jan Pieterz Coen, setelah
pengangkatan Notaris pertama di Indonesia pada tahun 1620, lambat laun jumlah
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan masyarakat modern ini, dimana
akta sebagai dokumen tertulis yang dapat memberikan bukti akan peristiwa hukum
yang menjadi dasar dari hak atau perikatan.
a. Definisi Akta
Menurut S. J. Fachema Andreae, kata akta berasal dari bahasa latin “acta”
yang berarti “geschrift” atau surat. (Suharjono, 1995:128) Menurut R. Subekti dan
R. Tjitro Sudibio, kata akta berasal dari kata “acta” yang merupakan bentuk jamak
dari kata “actum”, yang berasal dari bahasa latin yang berarti perbuatan-
perbuatan. (Suharjono, 1995:128) Menurut A. Pitlo, seorang ahli hukum,
mengemukakan bahwa akta adalah suatu surat yang ditandatangani, diperbuat
untuk dipakai sebagai bukti, dan untuk dipergunakan oleh orang lain, untuk
keperluan siapa surat itu dibuat. Perbuatan hukum yang dimuat dalam Akta Notaris
bisa mengandung cacat yuridis, yang dapat mengakibatkan kebatalan Akta tersebut
dan tanggung jawab Notaris baik yang bersumber dari Undang-Undang Jabatan
Notaris, Hukum Perdata, dan Hukum Pidana. (Milena Trgovcevic, 2011:138)
Menurut Sudikno Mertokusumo, akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang
memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak atau
perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. (Sudikno
Mertokusumo, 1981:110) Dari beberapa pengertian mengenai akta oleh para ahli
hukum, maka untuk dapat dikatakan sebagai akta, suatu surat harus memenuhi
syarat-syarat: (Suharjono, 1995:129-130)
a. Surat tersebut harus ditandatangani, hal ini untuk membedakan akta yang satu
dengan akta yang lain atau dari akta yang dibuat oleh orang lain. Tanda tangan
berfungsi untuk memberikan ciri atau mengindividualisir sebuah akta;
b. Surat harus memuat peristiwa yang menjadi dasar sesuatu hak atau peristiwa,
yaitu pada akta harus berisi suatu keterangan yang dapat menjadi bukti yang
diperlukan;
c. Surat tersebut sengaja dibuat sebagai alat bukti, maksudnya dimana di dalam
surat tersebut dimaksudkan untuk pembuktian suatu peristiwa hukum yang
dapat menimbulkan hak atau perikatan.
b. Macam-macam Akta
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Ada dua macam akta yaitu akta otentik dan akta di bawah tangan, yang
menjadi dasar hukumnya adalah Pasal 1867 KUHPerdata yaitu pembuktian
dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-
tulisan di bawah tangan. Arti akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang
sempurna dapat pula ditentukan bahwa siapapun terikat dengan akta tersebut,
sepanjang tidak bisa dibuktikan bukti sebaliknya berdasarkan putusan pengadilan
yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Bahwa akta otentik merupakan sebutan
yang diberikan kepada pejabat tertentu dikualifikasikan sebagai pejabat umum,
seperti akta otentik tidak saja dibuat oleh notaris, misalnya juga oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT), pejabat lelang, dan pegawai kantor catatan sipil.
(Habib Adjie, 2013)
Kewenangan utama dari Notaris adalah untuk membuat akta otentik, untuk
dapat suatu akta memiliki otentisitasnya sebagai akta otentik maka harus memenuhi
ketentuan sebagai akta otentik yang diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdata, yaitu
:
a. Akta itu harus dibuat oleh (door) atau di hadapan (tenberstaan) seorang
pejabat umum, yang berarti akta-akta Notaris yang isinya mengenai
perbuatan, perjanjian dan ketetapan harus menjadikan Notaris sebagai
pejabat umum;
b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang,
maka dalam hal suatu akta dibuat tetapi tidak memenuhi syarat ini maka akta
tersebut kehilangan otentisitasnya dan hanya mempunyai kekuatan sebagai
akta di bawah tangan apabila akta tersebut ditanda-tangani oleh para
penghadap (comparanten);
c. Pejabat umum oleh atau di hadapan siapa akta tersebut dibuat, harus
mempunyai wewenang untuk membuat akta tersebut, sebab seorang Notaris
hanya dapat melakukan atau menjalankan jabatannya didalam daerah hukum
yang telah ditentukan baginya. Jika Notaris membuat akta yang berada di
luar daerah hukum jabatannya maka akta yang dibuatnya menjadi tidak sah.
Notaris mempunyai 4 (empat) kewenangan sehubungan dengan pembuatan
akta, yaitu: (Suharjono, 1995:40)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
berwenang untuk membuat Akta Autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam UndangUndang ini atau berdasarkan Undang-Undang lainnya”.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang UUJN
Akta Notaris atau Akta Autentik adalah Akta yang dibuat dihadapan Notaris dengan tata
cara atau bentuk berdasarkan Undang-Undang. Akta Autentik sendiri sudah atur juga di
dalam Burgelijk Wetboek yang selanjutnya akan disebut BW pada Pasal 1868 “Akta
Autentik ialah suatu Akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang,
dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk di tempat
dimana Akta dibuatnya. Akta Autentik sendiri dibuat untuk menciptakan adanya kepastian
hukum maupun perlindungan hukum bagi para pihak. Adapun Unsur-unsur yang terdapat
didalam Pasal 1868BW:
a. Bahwa Akta itu dibuat dan diresmikan dalam bentuk menurut Hukum;
b. Bahwa Akta itu dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum; dan
c. Bahwa Akta itu dibuat dihadapan yang berwenang untuk membuatnya di tempat
dimana dibuat.
Akta sendiri memilik 2 (dua) bentuk, bentuk pertama adalah Akta yang Autentik
yang kedua Akta dibawah tangan. Akta Autentik berisikan kebenaran yang sesuai dengan
apa yang diinginkan oleh para pihak kepada notaris. Notaris wajib membuat Akta
Autentik yang sesuai dengan keinginan para pihak. Ghansan Anand dan Agus Yudha
Hernoko, 2017: 16).
Akta Autentik sendiri memiliki sifat pembuktian yang kuat secara formill, lahiriah,
maupun materiil. Yang dimaksud dengan kekuatan hukum formil adalah Tanggal dan
tempat Akta dibuat serta keaslian tanda tangan dalam Akta adalah benar dan berlaku bagi
setiap orang sepanjang tidak terbukti sebaliknya. Kekuatan materill maksudnya adalah isi
dari Akta tersebut adalah benar dan berlaku bagi setiap orang. Kekuatan secara lahiriah
maksudnya adalah Keterangan dalam Akta Autentik tersebut adalah benar dan berlaku
bagi setiap orang sepanjang tidak terbukti sebaliknya. Dalam Menjalankan tugasnya
membuat Akta Autentik, seorang notaris wajib menjalankan ketentuan dalam Undang
Undang Jabatan Notaris. Notaris diwajibkan untuk bertindak jujur, seksama, mandiri,
tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak terkait dalam perbuatan hukum sesuai
dengan pasal 16 ayat (1) UUJN. Oleh karena itu notaris dalam membuat Akta notaris
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
tersebut harus bertindak hati-hati dan menjalakan sesuai prosedur yang ada dan juga harus
sesuai syarat yang ada.(Tan Khong Kie, 2007: 44).
Prosedur yang dimaksud dalam pembuatan Akta notaris adalah meminta dokumen-
dokumen atau surat-menyurat yang diperlukan untuk dituangkan dalam Akta. Akta
autentik sendiri memiliki 2 (dua) syarat yaitu syarat formil maupun syarat materiil, syarat
formil sebuah akta sendiri sudah diatur didalam Pasal 38 UUJN, sedangan syarat
materiilnya harus sesuai dengan syarat sah sebuah perjanjian yaitu di Pasal 1320 BW. Jika
ada salah satu syarat formil tidak dipenuhi, maka berdasarkan Pasal 41 UUJN, Akta
tersebut hanya memiliki kekuatan pembuktian dibawah tangan. Jika syarat materilnya
tidak terpenuhi maka akta tersebut dapat dibatalkan maupun batal demi hukum Mengenai
akibat hukum Akta Notaris apabila terjadi cacat pada Akta tersebut, maka terdapat
beberapa akibat yang dapat terjadi pada Akta tersebut, yaitu Akta tersebut dapat
dibatalkan, batal demi hukum, Akta terdegradasi, atau bisa saja menganganti ganti rugi.
(Pitlo, 1986: 55)
Adapun syarat formil pembuatan akta otentik adalah sebagai berikut (Endang
Purwaningsih, 2015: 16-17) :
(1) dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang
(2) dihadiri oleh para pihak
(3) kedua belah pihak dikenal atau dikenalkan kepada pejabat
(4) dihadiri oleh 2 orang saksi
(5) menyebut identitas notaris, penghadap dan para saksi
(6) menyebut tempat, dan waktu pembuatan akta
(7) notaris membacakan akta di hadapan penghadap dan saksi-saksi
(8) ditandatangani semua pihak
(9) penegasan pembacaan, penerjemahan, dan penandatanganan pada bagan penutup
akta
(10) kedudukan Notaris didaerah kabupaten atau kota; dan adapun syarat materil
pembuatan akta otentik adalah sebagai berikut:
a. berisi keterangan kesepakatan para pihak
b. isi keterangan mengenai perbuatan hukum
c. pembuatan akta sengaja dibuat untuk pembuktian.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
b. Kesalahan bentuk akta Notaris, dalam hal ini dimana seharusnya dibuat berita
acara rapat tapi oleh Notaris dibuat sebagai pernyataan keputusan rapat;
c. Kesalahan isi akta Notaris, dalam hal ini mengenai keterangan dari para pihak yang
menghadap Notaris, di mana saat pembuatan akta dianggap benar tapi ternyata
kemudian tidak benar.
Kesalahan-kesalahan yang terjadi pada akta-akta yang dibuat oleh Notaris akan
dikoreksi oleh hakim pada saat akta Notaris tersebut diajukan ke pengadilan sebagai
alat bukti. Kewenangan dari hakim untuk menyatakan suatu akta Notaris tersebut batal
demi hukum, dapat dibatalkan atau akta Notaris tersebut dinyatakan tidak mempunyai
kekuatan hukum.
Suatu Akta Notaris dibatalkan oleh putusan hakim di pengadilan, maka jika
menimbulkan kerugian bagi para pihak yang berkepentingan, Notaris dapat dituntut
untuk memberikan ganti rugi, sepanjang hal tersebut terjadi disebabkan oleh karena
kesalahan Notaris namun dalam hal pembatalan Akta Notaris oleh pengadilan tidak
merugikan para pihak yang berkepentingan maka Notaris tidak dapat dituntut untuk
memberikan ganti rugi walaupun kehilangan nama baik. Seorang Notaris baru dapat
dikatakan bebas dari pertanggungjawaban hukum apabila akta otentik yang dibuatnya
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Kehormatan Daerah yaitu pada tingkat kota atau kabupaten yang bertugas untuk:
1. Melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota
dalam menjunjung Kode Etik;
2. Memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan
Kode Etik dan/atau disiplin organisasi, yang bersifat internal atau yang tidak
mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung, pada
tingkat pertama;
3. Memberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas Daerah atas
dugaan pelanggaran Kode Etik dan Jabatan Notaris.
b. Pada tingkat banding oleh Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia dan Dewan
Kehormatan Wilayahyaitu pada tingkat propinsi, dengan tugas :
1. Melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota
dalam menjunjung Kode Etik;
2. Memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan
Kode Etik dan/atau disiplin organisasi, yang bersifat internal atau yang tidak
mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung, pada
tingkat banding dan dalam keadaan tertentu pada tingkat pertama;
3. Memberikan saran atau pendapat kepada Majelis Pengawas Wilayah dan/atau
Majelis Pengawas Daerah atas dugaan pelanggaran Kode Etik.
c. Pada tingkat akhir oleh Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia dan Dewan
Kehormatan Pusat, yaitu pada tingkat nasional, yang bertugas:
1. Melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota
dalam menjunjung Kode Etik;
2. Memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan
Kode Etik dan/atau disiplin organisasi, yang bersifat internal atau yang tidak
mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung, pada
tingkat akhir dan bersifat final.
3. Memberikan saran atau pendapat kepada Majelis Pengawas serta dugaan
pelanggaran Kode Etik.
Jika terjadi pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris maka akan dijatuhkan
sanksi yang disesuaikan dengan kuantitas dan kualitas pelanggaran yang dilakukan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
oleh anggota. Pasal 1 ayat (8) Kode Etik Notaris INI menegaskan bahwa bila
notaris melakukan pelanggaran kode etik maka akan ditindak lanjuti oleh penegak
Kode Etik Notaris INI yaitu Dewan Kehormatan Notaris. (Latifah, 2021:146)
Sanksi yang dikenakan dapat berupa: (F.Sukemi, 1988:11)
a. Teguran;
b. Peringatan;
c. Schorsing (pemecatan sementara) dari anggota perkumpulan;
d. Onzetting (pemecatan) dari anggota perkumpulan.
Adanya Kode Etik Notaris diharapkan Notaris dalam menjalankan jabatannya
mempunyai perilaku yang baik dan tidak tercela, tidak mengabaikan keluhuran martabat
serta melakukan kesalahan-kesalahan lain baik di dalam maupun diluar tugas menjalankan.
C. Kerangka Berpikir
Pasal 28 D Ayat 1
UUD 1945
Pihak
Pihak Pihak Notaris.
Penjual 1
Penjual 2 Pembeli
Undang-Undang
Perubahan Jabatan
Notaris
Apa aspek formal yang dilanggar Apa akibat hukum Akta Notaris
dalam pembuatan akta Notaris yang tidak memenuhi aspek formal
dalam Studi Putusan perdata pembuatan akta
no.28/pdt.G/2022/PN.Krg ?
Teori Tanggung
Teori Kepastian Hukum
Jawab Hukum
AKIBAT
HUKUM