perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, subyek
berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal peristiwa yang
(negligence); dan kekhilafan biasanya dipandang sebagai satu jenis lain dari
mengantisipasi dan menghendaki, dengan atau tanpa maksud jahat, akibat yang
membahayakan”.2
1
Hans Kelsen, General Theory Of Law and State, Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-
Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deduktif Empirik, terjemahan Somardi
(selanjutnya ditulis Hans Kelsen II), (Jakarta: BEE Media Indonesia, 2007), hal. 81.
2
Ibid, hal. 83.
3
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010),
hal. 503.
29
2. Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan karena
(concept of fault) yang berkaitan dengan moral dan hukum yang sudah
perbuatannya.
yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena
setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan
perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang
undangan yang berlaku. Artinya, setiap orang atau pelaku usaha melanggar
4
Ibid., hal. 140.
30
PMH. Di dalam Pasal 1365 KUHPerdata menyatakan bahwa PMH ialah setiap
perbuatan yang mengakibatkan kerugian kepada orang lain, dan orang yang
kerugian tersebut.5
Dalam ilmu hukum dikenal 3 (tiga) kategori dari PMH, yaitu sebagai
berikut:6
Berdasarkan isi dari Pasal 1365 KUHPerdata yang merupakan pasal tentang
1. Adanya PMH
ditafsirkan secara sempit, yaitu hanya sebagai hukum tertulis saja, yaitu
2. Adanya kesalahan
Dalam unsur adanya kesalahan terbagi menjadi dua yaitu: bisa karena
5
Jur M. Udin Silalahi, Badan Hukum Organisasi Perusahaan, (Jakarta: Badan Penerbit Iblam,
2005), hal. 8.
6
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer, (Bandung: PT. Citra
Adiyta Bakti, 2010), hal. 3.
31
kesadaran yang oleh orang normal pasti tahu konsekuensi dari perbuatannya
itu akan merugikan orang lain. Sedangkan, kealpaan berarti ada perbuatan
terjadi disebabkan perbuatan atau kesalahan si pelaku atau dengan kata lain,
kerugian tidak akan terjadi jika pelaku tidak melakukan perbuatan melawan
hukum tersebut.
7
Ibid., hal.73.
32
b. Kerugian secara immateril yaitu kerugian atas manfaat yang
bentuk uang.
seseorang melakukan suatu PMH maka dia berkewajiban membayar ganti rugi
akan perbuatannya tersebut, hal yang berbeda dengan tuntutan kerugian dalam
Wanprestasi, dalam tuntutan PMH tidak ada pengaturan yang jelas mengenai
ganti kerugian tersebut namun sebagaimana diatur dalam Pasal 1371 ayat (2)
kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak,
PMH tercantum dalam Pasal 1372 ayat (2) KUHPerdata yang berbunyi:
“Dalam menilai suatu dan lain, Hakim harus memperhatikan berat ringannya
berikut:8
KUHPerdata).
8
Munir Fuady, Op.Cit., hal. 137.
33
2. Ganti rugi untuk perbuatan yang dilakukan oleh orang lain (Pasal 1367
4. Ganti rugi untuk pemilik gedung yang ambruk (Pasal 1369 KUHPerdata).
5. Ganti rugi untuk keluarga yang ditinggalkan oleh orang yang dibunuh
6. Ganti rugi karena telah luka atau cacat anggota badan (Pasal 1371
KUHPerdata).
KUHPerdata tidak mengatur soal ganti kerugian yang harus dibayar karena
kerugian karena PMH. Sehingga, Pasal 1365 KUHPerdata dan Pasal 1366
Objek utama dari PMH adalah agar pihak yang menderita kerugian
34
telah menimbulkan kerugian itu. Dalam hal ini tidak ada alasan bagi perseroan
atau korporasi apa pun untuk tidak bertanggung jawab atas kerugian yang
ditimbulkannya bilamana dalam kasus yang sama seorang pribadi kodrati harus
tidak terperkirakan atau tidak disengaja. Karena itu tanggung jawab mutlak
3. Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) dalam arti yang sangat terbatas
9
Chatamarrasjid Ais, Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-Soal Aktual Hukum
Perusahaan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004), hal. 182.
10
Munir Fuady, Op.Cit., hal. 3.
35
1. Teori fautes de personalles, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian
itu telah menimbulkan kerugian. Dalam teori ini beban tanggung jawab
tanggung jawab Direksi Perseroan yang berdasarkan tugas dan wewenang yang
kerugian bagi perseroan itu sendiri, yang harus dipertanggung jawabkan oleh
perugian atau yang merugikan (injury), baik oleh orang yang pertama itu
11
Roscoe Pound, Pengantar Filsafat Hukum (an Introduction to the Philosophy of Law),
terjemahan Mohammad Radjab, Jakarta, 1996, hal. 80.
36
Dalam ranah hukum perdata Roscoe Pound menyatakan hukum melihat
mencapai maksud dan tujuannya dan dengan berdasar atas itikad baik serta
menurut Pasal 1 angka 5 UUPT adalah: “Organ Perseroan yang berwenang dan
anggaran dasar”.
tujuan serta kegiatan usaha tersebut juga wajib dimuat dalam AD dari
12
Ridwan H. R., Hukum Administrrasi Negara, Op.Cit., hal. 365.
37
Definisi dari ultra vires dapat ditemukan dalam Black’s Law Dictionary
9th Edition sebagai berikut: “Unauthorized; beyond the scope of power allowed
luar ruang lingkup kekuasaan yang diizinkan atau diberikan oleh yang diatur
sebuah doktrin yang menyatakan bahwa tindakan Direksi yang tidak sesuai
dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan yang ditentukan
yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha adalah
yang dilakukan direksi dengan pihak ketiga. Pada dasarnya kontrak atau
direksi di luar maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan yang
ditentukan dalam AD. Direksi melakukan tindakan atau perbuatan hukum atas
13
M. Yahya Harahap, Op.Cit., hal. 65-66.
14
Ibid., hal. 67.
38
perseroan untuk bertindak untuk dan nama perusahaan. Direksi selaku manajer
suatu perusahaan harus memperhatikan dua hal, yaitu: selaku organ perusahaan
discretion).
Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab harus menjalankan
tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Direksi dapat digugat secara
15
Cornelius Simanjuntak dan Natalie Mulia, Organ Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2009), hal. 39.
16
M. Yahya Harahap, Op.Cit., hal. 457.
17
Ridwan Khairandy, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: FH UII Press, 2014), hal. 209.
39
disebabkan oleh kesalahan dan kelalaiannya. Begitu juga dalam hal kepailitan
yang terjadi karena kesalahan atau kelalaian direksi dan kekayaan perseroan
tidak cukup untuk menutupi kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap
care).
b. Wajib melaksanakan pengurusan untuk tujuan yang wajar atau layak (duty
obidience).
18
Frans Satrio Wicaksono, Op.Cit., hal. 119.
19
M. Yahya Harahap, Op.Cit., hal. 383.
40
informasi perseroan, dan tidak melakukan persaingan dengan perseroan
care).
dimilikinya.
Hal ini merupakan ruang lingkup dan aspek-aspek itikad baik (good faith)
dan tanggung jawab penuh yang wajib dilaksanakan anggota direksi mengurus
melanggar apa yang dilarang atas pengurusan itu, dan kelalaian atau
perseroan.
Dalam hal anggota direksi terdiri atas 2 (dua) orang lebih, Pasal 97
20
Ibid., hal. 384.
41
dilihat dari waktu timbulnya terbagi menjadi: pertanggungjawaban pribadi
standart of conduct. Duty of loyalty dan duty of care ini yang disebut
membawa konsekuensi yang berat bagi direksi, seperti dilihat antara lain
pribadi atau dengan perkataan lain berlaku piercing the corporate veil.
maksud dan tujuan perseroan dengan itikad baik dan penuh tanggung
undang kepada direksi agar direksi dapat melakukan tindakan hukum yang
21
I.G. Rai Widjaya, Op.Cit., hal. 222.
42
Duty of care (tugas memperdulikan) yang diharapkan direksi adalah
melawan hukum, dalam arti direksi diharapkan untuk berbuat secara hati-
hati sehingga terhindar dari perbuatan kelalaian yang merugikan pihak lain.
kewajiban, yaitu:
dalam:
dan wewenang untuk bertindak untuk dan atas nama perseroan. Ini
43
pada direksi perseroan. Artinya tugas pengurusan perseroan adalah
perseroan.
direksi perseroan, dan oleh karena itu maka direksi tidak dapat
44
Direksi adalah perseroan, melalui RUPS telah diberikan
kepentingan perseroan.
45
Lebih jauh lagi kewajiban ini sebenarnya melarang dengan
46
kepentingan dari para pemegang saham perseroan, kreditur perseroan
dalam arti luas, yang meliputi pemasok, rekanan kerja, juga tidak boleh
dalam bidang tertentu sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal
47
perseroan, pemegang saham, maupun pihak-pihak yang
Maka dapat dikatakan bahwa dalam Pasal 97 ayat (1) dan ayat (2)
UUPT meliputi duty of loyalty dan duty of care. Jadi terdapat hubungan
dengan penuh kehati-hatian, atau itikad baik, atau loyalitas saja (tidak
of care and skill), atau itikad baik, loyalitas (duty of loyalty) tersebut
prinsip yang penting, yaitu prinsip yang lahir karena tugas dan
tindakan direksi (duty of skill and care), kedua prinsip ini menuntut
22
Munir Fuady, Op.Cit., hal. 52.
48
direksi untuk bertindak secara hati-hati dan disertai dengan itikad baik,
23
Detlev F. Vagts., Basic Corporation Law Material-Cases Text, (New York: The Foundation
Press Inc, 1989), hal. 21.
49
Tanggung jawab hukumnya, hanya dipikulkan kepada anggota
dalam:24
24
Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2003), hal. 70.
50
melakukan gugatan, untuk dan atas nama perseroan, terhadap
prinsip hukum dalam sistem common law yang juga diakomodasi dalam hukum
yaitu:
Black pengertiannya yaitu: suatu tindakan untuk dan atas nama orang lain,
care and skill, itikad baik (good faith), kejujuran, dan loyalitas kepada
perusahaan.25
25
Tri Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas (Bank dan Persero) Keberadaan, Tugas,
Wewenang dan Tanggung Jawab, Berdasarkan Doktrin Hukum dan UUPT, (Jakarta: Ghalia, 2005),
hal. 88.
51
Anggota Direksi wajib melaksanakan kepengurusan perseroan harus
kwader trouw, bad faith). Tindakan Direksi yang tidak di dasarkan dengan
bagi PT, maka menjadi tanggung jawab penuh Direksi secara pribadi atas
kerugian perseroan.
Wajib patuh dan taat (obsedience) terhadap hukum dalam arti luas,
kewajiban bagi Direksi sebagai salah satu perwujudan itikad baik Direksi
terhadap perseroan. Hal ini mengandung arti jika anggota Direksi tahu
26
Agus M. Toar, “Tanggung Jawab Produk Sejarah dan Perkembangan”, Kerjasama Belanda-
Indonesia, Proyek Hukum Perdata, Denpasar, 3-14 Januari, 1990, hal. 1.
52
biasa juga dikualifikasikan perbuatan melampaui batas kewenangan (ultra
perbuatannya tersebut.27
Dalam hal ini dengan adanya prinsip-prinsip seperti: fiduciary duty, duty
o act for a proper purpose, duty of loyalty and good faith dan duty of due care
27
M. Yahya Harahap, Op.Cit., hal. 375.
28
Ibid., hal. 376.
29
Ibid., hal. 378.
53
dapat memahami kekurangan serta kelebihan karakteristik dari tanggung
dengan baik. Serta dapat sepenuhnya memenuhi tujuan dari perseroan, agar di
jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik.
sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya
kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.30
30
Zainal Asikin, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2012), hal. 25.
54
3. Philosophical doctrine, nilai filosofis, artinya aturan hukum mengikat
karena sesuai dengan cita hukum, keadilan sebagai nilai positif yang
tertinggi. 31
suatu proses yang panjang, tidak hanya peraturan-peraturan hukum saja yang
harus ditata kelola dengan baik, namun dibutuhkan sebuah kelembagaan yang
independen, bebas dari intimidasi atau campur tangan eksekutif dan legeslatif,
yang dilaksanakan oleh sumber daya manusia yang bermoral baik dan bermoral
teruji sehingga tidak mudah terjatuh diluar skema yang diperuntukkan baginya
hukum, yakni hukum tertulis, selain itu ada pula hukum tidak tertulis the living
law) yang gagal memberikan kepastian hukum bagi masyarakat, pada akhirnya
baik itu harus menghindari terjadinya delapan hal yang fatal, yaitu:
31
Gustav Radhbruch, Op.Cit., hal. 186.
32
Satjipto Raharjo, Op.Cit., hal. 17.
33
Gunawan Widjaja, Pembuatan Undang-Undang dan Penafsiran Hukum, Law Review,
Volume VI Nomor I, Juli 2006, hal. 20.
55
2. Failure to make rule public to those required to observe them (tidak
5. Making rules which contradict each other (bertentangan satu sama lain).
8. Discontinuity between content and pratice (tidak ada konsistensi antara isi
dalam poin 4 diatas. Rumusan pengaturan yang lengkap (dan jelas) dalam suatu
34
H. M. Coubrey dan N. D. White, Textbook on Jurisprudence, (London: Blackstone Press
Limited, 1996), hal. 89.
56
Teori ini dapat dipergunakan untuk memberi justifikasi dalam menjawab
direksi atas pelanggaran prinsip GCG yang berdampak pada kinerja perusahaan
baik pada para pemangku kepentingan ada diluar maupun didalam perusahaan
kekosongan tersebut.
57