Anda di halaman 1dari 7

SEJARAH TEORI HUKUM

Oleh: Dr. Amam Fahrur

Pada pertemuan ini akan dijelaskan hal-hal yang terkait dengan sejarah teori hukum.
Setelah menyelesaikan perkuliahan pada pertemuan ini, mahasiswa diharapkan mampu
memahami secara mendalam tentang pemikiran (teori) hukum dari zaman klasik sampai zaman
sekarang. Setidaknya akan saya bagi ke dalam beberapa zaman sebagai berikut:
A. Teori Hukum Zaman Klasik
Pada zaman klasik berkembang sejak filsuf lonia sampai dengan Epicurus diwarnai
cakrawala religiusitas, baik yang bersumber pada mitis (pra abad ke 6 SM) maupun yang
bersumber pada religious Olympus (abad ke 5-1 SM). Dalam kosmologi era sebelum abad ke-
6 yang illahi adalah alam (kekuatan yang mengancam). Masuk abad ke 6 – 1 SM. Kosmologi
yang mitis beralih ke kosmologi yang religi Olympus, yang illahi adalah logos atau akal yang
telah ada pada manusia. Logos adalah akal dewa-dewa yang mencerahkan dan menuntut
manusia pada pengenalan yang benar, logos akan menciptakan suatu keteraturan (nomois).
Nomos inilah yang menjadi petunjuk hidup di dunia riil, nomos dapat mengambil bentuk
dalam wujud kebiasaan yang bermartabat. Seakan suasana religiusitas dalam periode ini
menjadi dari teori-teori hukum yang muncul pada masa zaman klasik, mulai dari barisan filsuf
lonia, kaum sofis, barisan filsuf Athena sampai Epicususrus. Teori hukum pada masa itu
berbicara tentang kebenaran alam semesta. Para pemikirnya yang tercatat dimulai dengan
Thales (625-545 SM), Anaximander (610-547 SM) dan Anaximenes (585-528 SM).
Pada zaman klasik kaum lonia yang mana aliran ini dipengaruhi oleh kepercayaan yang
berkembang pada masanya, menurut Anaximander hukum itu adalah aturan-aturan yang
berjalan dan merupakan ketetapan alam. Semua alam ini hidup, muncul, lenyap sesuai dengan
keharusan almiah yang sudah begitu adanya. Maka aturan-aturan hidup bersama harus
disesuaikan dengan keharusan alamiah. Kesesuaian inilah yang menimbulkan keadilan.
Pada zaman lonial yaitu zaman paling awal, para filosof memandang hukum ada satu
meliputi semesta alam. Hukum adalah hukum alam itu sendiri. Hukum alam tersebut adalah
hukum yang sah dan merupakan keharusan alamiah yang sudah demikian adanya, baik
semesta alam maupun manusia tinggal dan tunduk di bawah hukum alamiah yang dipandang
sakral tersebut. Hukum alam menjadi hukum positif dan keduanya belum dibedakan. Disini
tidak terlihat sama sekali peran manusia dalam membentuk hukum. Alam dan manusia tunduk
pada suatu kekuatan semacam takdir.1
Sedangkan kaum Sophis percaya bahwa sumber hukum bukan logos melainkan alam
yang dikendalikan oleh kekuatan dan kekuasaan penguasa. Dengan itu berarti hukum tidak
dapat dianggap normatif lagi karena tidak mengikuti norma-norma. Hal ini pada giliranya
membuka jalan bagi anarkhi dan nihilisme. Disini sudah mulai ada tanda-tanda bahwa hukum
alam bisa dikendalikan dan ditransfer ke tangan orang yang berkuasa.2
B. Teori Hukum Zaman Yunani (400 SM)
Sebagaimana kita ketahui Bersama, Yunai terdiri atas banyak negara kota (polis),
seperti Athena, Sparta dan lain-lain. Hal ini juga menandakan bahwa hukum dimasing-masing
kota memiliki perbedaan. Meskipun demikian yang paling maju dan sering menjadi kiblat dari
sistem hukum di berbagai negara kota di Yunani adalah sistem hukum yang terdapat di dalam
kota Athena. Pada masa ini muncul banyak tokoh (filsuf) besar seperti Socrates (469-399
SM), Plato (427 SM), Aristoteles (384-322 SM). Pada zaman Yunani pemikiran tentang
hukum mengalami perkembangan sebagai berikut:
1. Hukum berasal dari raja, dimana raja mendasari hukumnya pada kebiasan, kebijaksanaan,
ataupun atas suruhan atau pengarahan dari Tuhan atau dewa-dewa.
2. Hukum yang bersifat oligarchis, seperti yang terjadi di Athena, merupakan iluastrasi yang
sangat representatif.
3. Hukum ditulis dalam undang-undang, kodifikasi dan konstitusi. Dalam hal ini akibat
kesemena-menaan penegak hukum yang berasal dari kaum bangsawan tersebut.3
Pemikiran Socrates tentang hukum adalah hukum yang dapat memberikan kebahagiaan
pada segenap manusia, baik dan berdasarkan pada prinsip-prinsip yang logis, dari pemikiran
Socrates inilah kemudian muncul aliran hukum utilitarianisme. 4 Hukum bagi Palto adalah
peraturan yang dikeluarkan oleh orang-orang yang mendapat pemahaman akan eidos. Orang-
orang ini adalah satu golongan tertentu dalam masyarakat yang memiliki kebijakan (sophia)
karena mereka dapat memahami eidos-eidos tersebut. mereka adalah filosof. Akan tetapi pada
akhirnya Plato juga mengakui kepentingan hukum yang diundangkan lainya. Sebelumnya
1
Nurasiah Faqih Sutan, Filsafat Hukum Barat dan Aliranya (Medan: Utut Ilma Publishing, 2010), 70.
2
Ibid., 70.
3
Yoyon M. Darusman dan Bambang Wiyono, Teori dan Sejarah Perkembangan Hukum (Tanggerang: UNPAM
Press, 2019), 46.
4
Abdul Ghofur Anshori. Filsafat Hukum (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2006), 198.
beliau sagat meyakini bahwa kebijaksanaan para filosof saja sudah cukup untuk
menyelesaikan dan memutuskan segala masalah, tetapi belakang Plato mengatakan bahwa
harus ada juga peraturan-peraturan yang terhimpun dalam undang-undang yang menjadi
pegangan bagi para filosof.5
Pandangan Aristoteles tentang hukum sungguh menakjubkan, baginya yang paling
tinggi kedaulatan adalah hukum, bukan oenguasa denngan segala kekuasaanya, kearifan dan
ketinggian pengetahuanya. Pandangan tentang hukum ini jelas berbeda dengan pandangan
Plato, yang menempatkan kebijaksanaa, akal dan filsuf raja-raja di atas segalanya. Karena
bagi Aristoteles secerdas apapun manusia ia tetap akan memberi peluang untuk mengubah
penguasa itu menjadi binatang buas. Keinginan dan nafsu yang dimiliki manusia, searif
apapun orangnya, sanggup mengubahnya menjadi makhluk buas yang paling rendah.
C. Teori Hukum Zaman Romawi (146 SM)
Setelah Yunani disatukan oleh orang Romawi pada tahun 146 SM dan kemudian
digabungkan, sehingga menjadi derah bagian belaka dari imperium Romawi. Pada masa
Romawi tidak banyak melahirkan banyak pemikir karena Romawi lebih banyak menikmati
kemakmuran bekas kerajaan Yunani. Dan lebih sibuk dengan menyusun kenegaraan,
organisasi dan peraturan peraturan yang bersifat praktis saja, karena begitu luasnya wilayah
Romawi. Oleh karena orang-orang Romawi tidak banyak meninggalkan tulisan-tulisan
mengenai kenegaraan dan hukum.
Ditinjau dari perkembangan sistem hukumnya, negara Romawi merupakan negara
terhebat dalam sejarah hukum, bahkan lebih hebat dari negara-negara modern saat ini. Bila
berbicara objektif sistem hukum yang dibuat oleh Bangsa Romawi jauh lebih hebat dari pada
sistem hukum yang dibuat oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini. Sistem hukum Romawi (yang
sekuler itu) jauh berbeda dengan sistem hukum yang dibawa oleh agama, meskipun sistem
hukum yang berlandaskan agama berasal dari langit yang diturunkan kepada wakil-wakilnya
(Rasul).
D. Teori Hukum Zaman Pertengahan
Abad pertengahan muncul setelah kekuasaan Romawi jatuh pada abad ke-5 Masehi, ini
ditandai dengan kejayaan agama kriten di Eropa dan mulai berkembangnya agama Islam pada
abad ke-6. Selama abad pertengahan tolak ukur segala pikiran adalah kepercayaan bahwa

5
Theo Huijbers. Filsafat Hukum (Yokyakarta: Kanisius, 1995), 53.
aturan semesta alam telah ditetapkan oleh Allah sang pencipta. Sesuai dengan kepercayaan itu
hukum dipandang sebagai suatu aturan yang berasal dari Tuhan. Manusia sebenarnya hanya
memiliki andil dalam mencocokan kebiasaan mereka dan menerapkan aturan yang ditetapkan.
Sistem pemikiran eropa yang dipengaruhi oleh keagamaan ini diistilahkan dengan pemikiran
atau sistem filsafat Skolastik, yang arti dasarnya adalah guru atau pengabdi ilmu pengetahuan.
Dalam bidang hukum muncul aliran ancilla theologiae yaitu paham yang menetapkan
bahwa hukum yang ditetapkan harus dicicikan dengan aturan yang telah ada, yaitu ketentuan-
ketentuan agama. Tokoh yang terkenal pada abad pertengahan ini adalah Agustinus (354-430
M) dan Thomas Aquinas (1225-1275 M). Augustinus dalam pemikiranya bahwa jalan yang
tepat untuk menganal Tuhan adalah melalui kitab suci dan filsafat dapat digunakan untuk
menerangkan dan meneguhkan kebenaran yang terdapat dalam iman. Tuhan memiliki rencana
tentang berjalanya semesta alam, rencana tentang alam ini dikatakan Augustinus sebagai
hukum abadi (lex aeterna). Hukum abadi itu selain ada dalam budi ilahi juga terdapat dalam
jiwa manusia. Dengan begitu maka hukum abadi yang ada pada Tuhan menjelma ke alam
melalui manusia dan lalu dinamakan sebagai hukum alam (lex naturalis). Hukum alam itu
adalah perasaan dan suara tuntutan-tuntutan akan keadilan.6
Sedangkan Thomas Aquinas mengatakan adanya hukum datang dari wahyu, dan hukum
yang dibuat oleh manusia. Hukum yang didapat dari wahyu dinamakan hukum ilahi positif.
Hukum wahyu ada pada norma-norma moral agama, sedangkan hukum yang datang dari akal
budi manusia ada tigas macam yaitu hukum alam, hukum bangsa-bangsa dan hukum positif
manusiawi. Hukum alam bersifat umum, sehingga perlu disusun hukum yang lebih jelas yang
merupakan undang-undang negara yang mengatur tentang kehidupan manusia dalam
masyarakat yang disebut degan istilah hukum positif. Apabila hukum positif bertentangan
dengan hukum alam, maka hukum alamlah yang berlaku. Lebih lanjut lagi Thomas Aquinas
mengatakan bahwa aturan alam tidak lain dari partisipasi aturan abadi (lex aetarna) yang ada
pada Tuhan sendiri.
E. Teori Hukum Zaman Renaisance (Kebangkitan Kembali)
Renaissance yang berarti masa kembangkita untuk Kembali berfikir bebas dan
mengembangkan ilmu pengetahuan seperti yang dilakukan oleh para pemikir Yunani. Masa
renaissance adalah masa reformasi atas hegemoni gereja katolik Roma. Pada masa ini
6
Lili Rasyidi dan B. Arif Sidharta. Filsafat Hukum.Mazhab dan Refleksinya (Bandung: CV Remaja Karya, 1998).
45.
melahirkan para pemikir sebut saja Niccolo Machiavelli (1469-1527 M), Jean Bodin (1530-
1596 M), ilmu pengetahuan itu harus bebas tanpa campur tangan dari kekuasaan negara.
Pemikiran hukum pada zaman ini menempatkan manusia duniawi yang otonom sebagai titik
tolak teori. Hukum tidak lagi terutama dilihat dalam bayang-bayang alam dan agama, tetapi
melulu sebagai tatanan manusia yang bergumul dengan pengalaman sebagai manusia duniawi.
Meskipun demikian sebagai filsuf para pemikir zaman renaissance masih juga
dipengaruhi kosmologi metafisika. Mereka tetap mengakui hukum alam, tetapi tidak
menjadikannya sebagai perhatian utama. Bagi filsuf seperti Jean Bodin, Hugo Grotius dan
Thomas Hobbes hukum positiflah yang menjadi fokus perhatian. Sehingga pada zaman ini
tekanan tidak terletak atas hukum alam, yang diluar kebijakan manusia, melainkan atas
hukum positif. Filsu-filsuf hukum negara, baik nasional maupun Internasional adalah N.
Macciavelli, Jean Bodin, Hugo Grotius dan Thomas Hobbes.
F. Teori Hukum Zaman Aufklarung (1700-1800 M)
Aufklarung adalah era yang diwarnai kekuasaan akal atau rasio manusia yaitu individu-
individu yang rasional, bebas dan otonom. Mereka mampu menetukan jalan yang dianggap
baik bagi dirinya, termasuk dalam membentuk institusi hidup Bersama. Pemahaman tentang
yang tidak dianggap sebagai lembaga alamiah, tetapi merupakan makhluk buatan manusia
yang bebas dan rasional, berikut tatanan yang ada di dalamnya ditentukan secara rasional dan
objektif. Meskipun hidup dalam negara masing-masing individu memiliki hak untuk
mengembangkan dirinya dalam tuntunan rasio yang dimiliki masing-masing individu. Maka
disinilah muncul teori tentang hukum sebagai tatannan terhadap perlindungaan hak asasi
manusia. Teori tersebut merupakan jawaban strategis mengenai tertib hidup manusia zaman
itu ditengah sistem situasi khas era itu. Pemikir-pemikir utama di era ini adalah John Locke,
Montesquieu, J.J Rousseau dan Imanuel Kant.
Pemikiran hukum pada zaman ini adalah suatu usaha untuk mengerti hukum sebagai
bagian suatu sistem pemikiran lengkap dan bersifat rasional belaka. Dalam usaha tersebut
para pemikir bertolak dari arti hukum sebagai kaidah-kaidah umum hukum yang berlaku
dimana-mana karena berasaskan akal budi tiap-tiap manusia. Ternyata disini hukum positif
sebagai objek pemikiran yang utama. Namun pada umumnya diakui juga adanya suatu hukum
kodrat yang berasal dari akal budi manusia juga dan berfungsi sebagai dasar hukum positif.7

7
Theo Huijbers, Filsafat Hukum (Yogyakarta: Kanisus, 1995), 31.
G. Teori Hukum Zaman Hukum Positif (Abad Ke-19)
Problematika yang muncul antara hukum alam dan hukum positif memperoleh
penegasan pada zaman modern. Zaman modern menempatkan manusia secara lebih mandiri,
dengan rasionya manusia dapat menentukan apa yang terbaik untuk dirinya. Pada zaman ini
melahirkan pemikir seperti William Occam, Rene Descrates, Thomas Hobbes dan John Locke
serta J.J Rosseau. Pemikiran umum dari zaman hukum positif adalah pengetahuan abadi
tentang hukum abadi dari tuhan itu berada diluar jangkauan rasio manusia, hukum positif
tidak perlu harus tergantung pada Tuhan lagi, tetapi dapat sepenuhnya bergantung kepada
rasio manusia itu sendiri, dan gagasan-gagasan rasionalisme membawa pengaruh besar dalam
hukum, termasuk juga tentang hubungan antara negara dan warganya.
Pada abad ke 19 ini ditandai perubahan besar dari segala bidang, terutama akibat
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan tersebut dapat diringkas dalam
istilah revolusi industri. Karena perkembangan masyarakat yang ketat itu, perhatian para
pemikir tidak hanya terarah penyelidikan empiris, melainkan juga kepada gejala
perkembangan itu sendiri. Pada abad ke 19 pengertian hukum merupakan bagian suatu
pandangan baru atas hidup, yakni hidup sebagai perkembangan manusia dan kebudayaan:
1. Hegel (1770-1861 M) menempatkan hukum dalam keseluruhan roh yang objektif dalam
kehidupan manusia.
2. CF. V Savigny (1779-1861 M) menentukan hukum sebagai unsur kebudayaan suatu
bangsa yang berubah dalam lintasan sejarah.
3. Karl Marx (1818-1883 M) memandang hukum sebagai cermin situasi ekonomi
masyarakat.8
H. Teori Hukum Zaman Sekarang (Abad Ke-20 M)
Humanisasi hidup dan keadilan sosial tampak sebagai kekuasan yang dihadapi manusia
pada abad ke-20. Pemikiran umum dari zaman sekarang adalah perkembangan filsafat hukum
pada abad ke 19. Jika pada zaman modern berkembang rasionalisme, zaman sekarang dari
rasionalisme dilengkapi dengan emprisme. Empirisme sebenarnya telah dintis oleh zaman
modern seperti Thomas Hobbes, John Austin. Dalam perkembanganya empirisme faktor
sejarah juga mendapatkan perhatian utama termasuk dalam lapangan hukum. Pada abad ke 20

8
Yoyon M. Darusman dan Bambang Wiyono, Teori dan Sejarah Perkembangan Hukum (Tanggerang: UNPAM
Press, 2019), 65.
dimana kodeks nasional dibentuk, prinsip-prinsip pembentukan kodeks hukum tersebut
diambil dari pemikiran tokoh zaman sebelumnya, yaitu abad ke-19.
Kendati terdap banyak kesamaan antara sistem-sistem pemikiran tentang hukum.
Menurut sejumlah hukum sebaiknya dipandang dalam hubungan pemerintah negara, yaitu
sebagai norma hukum yang secara de facto berlaku. Tolak ukur disini adalah kepentingan
umum, dilihat sebagai bagian kebudayaan dan sejarah suatu bangsa. Prinsip ini diambil dari
aliran sosiologi hukum dan realisme hukum. Menurut pemikir lain hukum dipandang sebagai
bagian kehidupan etis manusia di dunia ini. Maka disini diakui adanya suatu hubungan antara
hukum psoitif dengan pribadi manusia, yang berpegang pada norma-norma keadilan.9

DAFTAR PUSTAKA
Sutan, Nurasiah Faqih. Filsafat Hukum Barat dan Alirannya. Medan: Utut Ilma Publishing, 2010.
Yoyon M. Darusman dan Bambang Wiyono. Teori dan Sejarah Perkembangan Hukum. Tanggerang: UNPAM
Press, 2019.
Anshori, Abdul Ghofur. Filsafat Hukum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2006.
Huijbers, Theo. Filsafat Hukum. Yogjakarta: Kanisius, 1995.
Rasyidi, Lili dan B. Arif Sidharta. Filsafat Hukum.Mazhab dan Refleksinya. Bandung: CV Remaja Karya, 1998.

9
Ibid., 67.

Anda mungkin juga menyukai