OPINION
Untuk memenuhi Ujian Akhir Semester Mata Kuliah ”Kapita Selekta HTN”
Dosen Pengampu :
Riyanto, SH. M.H
Disusun oleh :
Darmawan (C94217075)
A. Pendahuluan
Semakin meningkatnya korban Pandemi Covid-19 di Indonesia
memaksa Pemerintah harus mengambil tindakan-tindakan secara cepat
untuk mengatasi Pandemi covid-19, banyak kebijakan yang sudah
dikeluarkan oleh Pemerintah untuk merespon keadaan ini terutama
berkaitan dengan kesehatan, ekonomi, dan sosial. Dekalarasi Presiden
Tentang Keadaan daarurat kesehatan masyarakat dan darurat bencana
Nasional, memberikan keleluasaan bagi pemerintah untuk mengambil
tindakan secara cepat.
Dari Permenhub No. 25 Tahun 2020, PP No. 21 Tahun 2020,
hingga Perppu No. 1 Tahun 2020, hingga peraturan-peratutan menteri
terkait lainya. Adalah sederet kebijakan yang diambil pemerintah dari segi
hukumnya. Namun aturan-aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah ini
masih menimbulkan beberapa problem, dari dasar hukum yang tidak
sesuai, muatan norma yang sangat minim, hingga tidak selarasnya aturan
yang diambil.
Dari berbagai permasalahan-permasalahan hukum diatas saya ingin
memberikan opini terkaat beberapa hal yakni PERMENHUB No. 25
Tahun 2020 tentang larangan Mudik, dan PP No. 21 Tahun 2020 Tentang
Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam upaya percepatan pemutusan
rantai penyebaran Covid-19 di Indonesia.
B. Pembahasan
1. Pembatasan Sosial Skala Besar Berdasakan Peraturan
Pemerintah No. 21 Tahun 2020
Yang dimaksud dengan Pembatasan Sosial berskala besar adalah
pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang
diduga terinfeksi Covid-19 sedemikian rupa untuk mencegah
kemungkinan penyebaran Covid-19. Yang secara hukum peraturan ini
didasrkan pada pasal 59 Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 Tentang
Karangtina Kesehatan. Yang meliputi:
1
a. Peliburan sekolah dan tempat kerja,
b. Pembatasan kegiatan keagamaan,
c. Pembatasan kegiatan ditempat atau fasilitas umum.
2
kebijakan untuk membantu meringankan beban perekonomian
masyarakat yang terdampak yang meliputi:
3
didasarkan pada peraturan dibawah Undang-Undang. Larangan Mudik
yang didasarkan pada Perturan Menteri Perhubungan mendapatkan
legitimasi karena didasarkan pada Undang-Undang No. 6 Tahun 2016
Tentang Kekarangtinaan Kesehatan melalui deklarasi oleh Presiden
tentang Darurat Kesehatan Masyarakat, dan Darurat Bencana
Nasional. Yang memberikan wewenang kepada Pemerintah untuk
mengambil tindakan-tindakan pembatasan dalam kondisi tertentu.
Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 mengatur tentang
pembatasan yang dapat dilakukan ketika terjadi darurat kesehatan
Masyarakat, yang meliputi:
a. Karangtina Wilayah,
b. Karangtina Rumah Sakit,
c. Karangtina Rumah, dan
d. Pembatasan Sosial Berskala Besar.
C. Kesimpulan
Kebijakan yang diambil oleh Pemerintah dalam memutus mata rantai
penyebaran covid-19 masih terkesan tidak serius, kebijakan yang diambil
justru banyak menimbulkan pro dan kotra bahkan cenderung menimbulkan
4
masalah baru, UU No. 6 Thun 2018 Tentang Karngtina Kesehatan tidak
diterapkan dengan semestina, seharusnya pemerintah mengeluarkan dasar
hukum sebagai payung hukum terkait upaya penanggulangan berupa,
Karangtina Wilayah, Rumah Sakit, Rumah dan PSBB, tapi justru hanya
mengeluarkan aturan pelaksan PSBB Saja yakni PP No. 21 Tahun 2020.
Yang secara epidemologi mungkin akan sulit untuk emmbendung
penyebaran covid-19 ini jika hanya mengunakan PSBB, seharusnya
pemerintah lebih berani untuk mengambil tindakan karangtina wilayah
ataupun karangtina rumah yang seperti dilakukan dibeberapa negara di
dunia, yang cenderung lebih efektif untuk menghadapi Pandemi ini.
Sisi lain banyak pihak yang setuju dengan larangan mudik yang
diterapkan oleh pemerintah tapi disisi lain kebijakan ini tidak didasarkan
pada payung hukum yang kuat, PERMENHUB No. 25 Tahun 2020 secara
legitimasi cacat karena seharusnya larangan ini didasarkan pada kebijakan
karangtina Wilayah bukan Pembatasan Sosial Berskala Besar.