Anda di halaman 1dari 5

LEGAL OPINION

DIKLAT KEMAHIRAN HUKUM

KASUS PIDANA

Oleh : Kelompok (P-1)

A. Kasus Posisi (Uraian Fakta)


1. Bahwa Fulan adalah salah satu pegawai disalah satu perusahaan BUMN
di Kota Semarang.
2. Bahwa Fulan adalah orang yang gemar menggunakan media sosial
untuk mencurahkan isi hatinya, termasuk ketika mengungkapkan
kesalahan mengenai pekerjaanya.
3. Bahwa Pada sekitar bulan Februari 2015, Fulan menulis status pada
laman facebook-nya dengan nama akun “Á-Rek” dengan kata-kata
“Lek dadi pemimpin ojok koyok bajool, seng senengane mangan
sembarang kalir”
4. Bahwa Sekitar Mei 2015, Fulan menerima panggilan dari direktur
ditempat dia bekerjauntuk menjelaskan maksud postingan pada akun
facebook “A-Rek” tersebut,
5. Bahwa Fulan telah menerangkan kepada direkturnya terkait kasus
tersebut, dan keteranganya, Fulan hanya membuat status saja tanpa
bermaksud untuk menyinggung atau menunjukan kepada pihak-pihak
tertentu,
6. Bahwa Namun demikian direktur yang dimaksud tidak terima terkait
dengan status tersebut dan ingin melaporkan kepada Kepolisian.

B. Isu Hukum
1. Apakah unggahan Fulan di akun Facebook “A-Rek” tersebut
merupakan suatu tindak pidana?
2. Bagaimana penyelesaian kasus ini?

1
3. Pengadilan mana yang memiliki Yuridiksi terkait penyelesaian kasus
ini?

C. Bahan Hukum
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Jo. Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2016 Tentang ITE
3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik
Negara (BUMN)
4. Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-
04/MBU/2012 Tenatang Kode Etik Aparatur Kementerian Badan
Usaha Milik Negara.
5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP)

D. Analisis
1. Perbuatan hukum yang dilakukan oleh Fulan adalah tulisan dihalaman
facebook bernama “A-Rek” yang kontenya “Lek dadi pemimpin ojok
koyok bajool, seng senengane mangan sembarang kalir”, unggahan si
Fulan ini memang ditunjukan kepada seseorang namun tidak jelas siapa
yang dimaksud oleh si Fulan ini, secara subtansi isi konten tersebut
memang dibuat dengan nada menghina atau mencemarkan nama baik
seseorang. Pengertian mencemarkan nama baik seseorang diatur dalam
penjelasan pasal 310 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
adalah menyerang kehormatan dan nama baik seseorang, yang diserang
itu biasanya merasa malu.
Sedangkat UU Nomor 11 Tahun 2008 Jo. UU Nomor 19 Tahun 2016
tidak memberikan definisi yang konkrit tentang pencemaran nama baik
yang dilakukan menggunakan ITE, karena dalam penjelasan pasal 27
ayat (3) menyebutkan bahwasanya ketentuan pencemaran nama baik

2
mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, karena sifatnya
yang lex specialis maka ketentuan yang tidak diatur dalam UU ITE ini
mengacu kembali kepada KUHP dalam hal ini sebagai lex generalis.
Dalam sebuah tindak pidana pencemaran nama baik harus jelas
subjek yang dituju, dan nama baik yang mana yang telah dicemarkan,
meskipun aturan kita tidak mewajibkan seseorang harus membuktikan
kerugian yang disebabkan karena pencemaran nama baik itu sebagai
salah satu pra syarat untuk melakukan aduan ke pihak kepolisian.
Namun tidak serta merta juga pula sebuah tindak pidana didasarkan
pada prasangkaan dam asusmi belaka. Memang dalam kasus ini ada
unggahan yang menyinggung seseorang tetapi tidak jelas siapa yang
dimaksudkan dalam unggahan tersebut. sehingga secara formilnya
perbuatan itu belum memenuhi unsur-unsur pencemaran nama baik,
kecuali Pihak terkait dalam hal ini direktur, BUMN tersebut bisa
membuktikanya. Maka si Fulan dapat diancam dengan pasal 27 UU
Nomor 11 Tahun 2008 dengan hukuman Penjara selama-lamanya enam
tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1000.000.000
2. Dalam penyelesaian kasus ini dapat ditempuh dengan beberapa cara
1) Non ligitasi : artinya penyelesaian perkara diluar pengadilan, karena
siFulan yang masih tercatat sebagai pegawai BUMN Kota Semarang
yang sekaligus menjadi bawahan dari direktur tersebut yang secara
struktural segala tindakan yang dilakukan oleh si Fulan yang
berhubungan dengan pekerjaan maupun instansi BUMN merupakan
tanggung jawab dari direkrut. Yang secara ke organisasian teriat oleh
sebuah kode etik untuk menjaga nama baik lembaga BUMN,
alangkah lebih baik untuk diselesaikan dengan cara damai.
2) Ligitasi ; setiap orang memiliki hak yang sama di depat hukum
(equality before the law), ketika direksi ingin mengadukan perbuatan
yang dilakukan oleh si Fulan silahkan, karena itu memang hak yang
diberikan oleh undang-undang kita dengan catatan harus bisa
membuktikan kerugian (berupa rasa malu) yang disebabkan karena

3
tulisan Fulan di akun Facebook “A-Rek” tersebut, tentunya dengan
minimal dua alat bukti sebagaimana diatur dalam pasal 185 UU
Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP, dan alat bukti lain berupa
Informasi Elektronik dan atau dokumen elektronik sebagaimana
diatur dalam pasal 44 UU ITE.
3. Kalau kita melihat jabatan fulan sebagai pegawai disalah satu perusahaan
BUMN dikota Semarang, dan tempat tinggal atau kediamanya pasti tidak
jauh dari tempat kerjanya, yang dibuat untuk melakukan tindak pidana
berupa pencemaran nama baik lewat media sosial yakni facebook, maka
secara otomatis Locus Delikti nya ada dikota semarang dan/atau setidak
tidaknya tempat kediaman/kerja saksi (korban) berada di Kota Semarang
maka hak ini menjadi yuridiksi Pengadilan Negeri Semarang.

E. Kesimpulan Dan Rekomendasi


1. Bahwa perbuatan yang dilakukan oleh si Fulan berupa tulisan status di
facebook atas nama “A-Rek” Secara formil belum memenuhi unsur-
unsur tindak pidana pencemaran nama baik.
2. Bahwa penyelesaian kasus ini dapat diselesaikan dengan cara non ligitasi
maupun ligitasi,
3. Bahwa kasus ini jika diselesaikan dengan cara ligitasi maka merupakan
yuridiksi dari pengadilan negeri Semarang.

Catatan tambahan/Rekomendasi terkait penggunaan ITE


1. Undang-undang tentang ITE dibuat untuk menjamin dan melindungi
hak-hak warga negara dalam menggunakan ITE, dan disisi lain
ketidak sempurnaan UU ini yang menimbulkan banyaknya pro dan
kotra dari para ahli hukum karena isi norma nya yang tidak jelas yang
menimbulkan multi tafsir, sehingga akan mudah sekali untuk menjerat
seseorang sesuai dengan kemauan dan selera pihak terkait.
2. UU ITE ini didahulukan penggunaanya dibandingkan KUHP yang
berdasarkan asas lex spesialis derogat lex generalis artinya hukum

4
yang khusus mengesampingkan hukum yang umum, ketika ketentuan
nya tidak diatur dalam UU ITE maka mengacu kembali kepada
KUHP.

Anda mungkin juga menyukai