Anda di halaman 1dari 8

UU ITE BERPOTENSI MEMBEKUKAN KEBEBASAN BERPENDAPAT

PENDAHULUAN
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU UTE) di sahkan pada
tanggal 21 april 2008 pada era presiden SBY, yang dipelopori dari Universitas
Padjajaran dan Universitas Indonesia. 1Terjadi pencetusan soal tindak hukum dalam
bidang teknologi dan informasi dari kedua kampus tersebut ternyata didasari karena
tidak adanya payung hukum yang mengatur soal tindak pidana secara digital
maupun soal bisnis.
UNPAD mengusulkan Undang-Undang Tindak Pidana Teknologi Informasi
sedangkan UI tentang RUU E-Commerce, dari kedua undang-undang tersebut
digabung menjadi satu naskah untuk di bahas di rapat DPR pada tahun 2003.
Dari awal tercetuskan nya undang-undang ini sampai pada hari ini, setidaknya
sudah mengalami judicial review sebanyak 10 kali. Dan mengalami revisi
terbanyak di era presiden Jokowi, beliau sendiri yang mencetuskan apabila UU ITE
ini tidak memberikan keadilan bagi rakyat, beliau akan meminta langsung DPR
untuk merevisi bersama-sama UU ITE. Terdapat banyak sekali pasal karet di UU
ITE ini, terhitung ada 9 pasal yang bermasalah. 2Dimana pasal ini dianggap rancu
dan menjadi boomerang bagi kebebasan berpendapat dan menuai berbagai macam
cuitan ingin merevisi pasal ini di laman sosial media dan pernah menjadi tranding
topic di twwiter. Lantas apakah yang melopori adanya pasal karet ini di UU ITE
pada masa kini padahal tahun 2007/2008 kita masyarakat mengusulkan dengan
penuh semangat untuk di buatnya UU ITE ini, saya sebagai penulis akan mengajak
anda untuk terjun andil dalam pemikiran argumentatif penulis dan meninjau sesuai

1
https://kumparan.com/kumparannews/sejarah-terbentuknya-uu-ite-disahkan-era-sby-sempat-
direvisi-era-jokowi-1vC3v5AMrhJ
2
https://www.kompas.tv/article/147659/ini-9-pasal-karet-uu-ite-yang-dipermasalahkan-
masyarakat
dengan persepektif serta bukti yang ada untuk mengambil kesimpulan tentang UU
ITE ini yang berpotensi membekukan terwujudnya UU pasal 28E ayat 3 yaitu
tentang kebebasan berpendapat
ARGUMEN
Hukum ITE adalah payung Undang-undang yang mengatur kegiatan transaksional
atau E-Commerce di Dunia Maya yang pertama. Namun sejak lahirnya UU No.11
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik itu masalah hukumnya dan artikel
tentang pencemaran nama baik atau fitnah hukum memiliki banyak kekurangan
standar, kebingungan kata-kata dan inkonsistensi hukum kriminal. Sebenarnya
hukum di atas dirancang khusus untuk mengatur perdagangan elektronik di Internet,
tetapi ternyata hukum membantu mengatur hal-hal yang sebenarnya terorganisir
dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), terutama hinaan dan fitnah
bahkan pencemaran nama baik.3 Ini menunjukkan duplikasi tindak pidana yang
sangat rawan dan malah terjadi Ketidakpastian hukum menyebabkan kegelisahan
maupun ketidakadilan dalam masyarakat. Adanya duplikasi ini bisa menjadi
pedang bermata dua untuk rakyat itu sendiri karena mereka tidak tahu tindakan apa
dan yang mana diperbolehkan dan apa yang tidak boleh dilakukan menurut undang-
undang. Ketimpang tindihan fungsi ini terlihat dari banyak nya kasus atas nama
pencemaran nama baik berlindung dengan UU ITE ini.
Penulis juga menelisik bahwasanya terdapat 9 pasal karet yang dianggap harus
direvisi sebab menciptakan ketidakadilan dan membekukan hak kebebasan
berpendapat maupun demokrasi, terkait hal ini presiden Jokowi memberikan
pendapatnya terkait pasal tersebut dengan ingin mengajukan revisi pasal-pasal
tersebut untuk di bahas di ruang rapat DPR

3
Sidik, S. (2013). Dampak undang-undang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE)
terhadap perubahan hukum dan sosial dalam masyarakat. Jurnal Ilmiah Widya, 1(1), 1-7.
Terhitung dari awal disahkan nya UU ITE ini terjadi banyak kasus yang tidak adil
yang dialami oleh masyarakat, seperti yang dialami oleh 3 (tiga) warga wadas yang
terjerat UU ITE sebab memposting video yang terjadi di wadas tentang penolakan
proyek pembangunan Bendungan Bener di kawasan tersebut dan dianggap
menyebarkan berita bohong (hoaks) terjerat pasal 28 UU ITE juncto Pasal 14 UU
1 Tahun 1946,4 ini merupakan pembukaman atas adanya kebebasan berpendapat,
bila melihat kasus ini rasanya demokrasi hanyalah semoboyan semata namun tidak
dijalankan sebagaimana mestinya. Warga wadas hanya berekspresi atas kejadian
yang menimpa di lingkungan nya namun dijerat oleh UU ITE ini.
Bukan hanya warga wadas yang mengalami ketidak adilan, seorang guru
perempuang yang juga di jerat dan yang dipidanakan oleh sebab UU ITE dengan
kasus pencemaran nama baik karena merekam percakapan mesum antara dia dan
kepala sekolah yang berisi adanya tindak pelecahan secara verbal. Baiq nuril di jerat
pasal 27 ayat 1 jo pasal 45 ayat 1 UU no 11/2008 tentang ITE. Dan Baiq divonis 6
bulan penjara dan denda sebesar Rp 500 juta.5 Ironisnya pelaku hanya dipecat dari

4
https://www.jawapos.com/nasional/hukum-kriminal/09/02/2022/tiga-warga-wadas-yang-
ditangkap-disebut-terjerat-uu-ite/
5
https://www.solopos.com/kronologi-kasus-baiq-nuril-korban-pelecehan-yang-divonis-penjara-
952789
jabatan dan dipindah tugaskan, hal ini jelas sangat menjelaskan bahwa hukum dan

UU ITE sangat tidak adil bagi Baiq Nuril.


Bila menelusuri kasus dari Baiq Nuril yang terjadi dari tahun 2012-2019 ini sunggut
diamati sangat memakan waktu banyak sekitaran 6 tahun, penulis merasa ada
kejanggalan sebab jaksa penuntut umum sudah mengajukan banding untuk
mempertimbakan kasus Baiq Nuril ini ke Mahkamah Konstitusi namun ditolak
dengan sangat tegas dan melanjutkan kasus tersebut. Yang dirasakan penulis
adanya keanehan ialah sebab yang meluncurkan video tersebut ke media bukan lah
Baiq Nuril melainkan kawan kerja nya tetapi yang di vonis adalah Baiq Nuril,
selanjutnya isi video tersebut penulis rasa merupakan salah satu pembelaan yang
bahkan bisa menjadi bukti untuk menjerat pelaku, tetapi mengapa Baiq Nuril dijerat
bahkan divonis. Hal tersebut sangat memberikan gambaran bahwasanya tidak
adanya keadilan dan penyalahgunaan pasal dari UU ITE ini,meski Baiq Nuril
mendapatkan amnesti dari presiden Jokowi namun 6 tahun yang dialami dalam
semasa hidupnya sebagai tersangka harus kita perhitungkan juga. Banyak sekali
kasus yang disayangkan menjerat warga biasa maupun aktivis berkedok UU ITE
ini,hal ini tanpa disadari malah menjelaskan adanya pemerintahan yang anti kritik.
Mengapa demikian sebab mari kita lihat kasus dari Novel Baswedan yang dijerat
pasal Pasal 27 ayat (3) Undang-undang ITE (Undang-undang RI Nomor 19 tahun
2016), kemudian Pasal 310 dan 311 KUHP didga melakukan pencemaran nama
baik karena mengkritik kinerja dan integritas dari dirdik KPK dengan mengirimi
email kepada dirdik KPK serta beberapa pegawai KPK. 6Hal ini jelas sungguh
sangat rancu dan menjelaskan pemerintah yang anti kritik, dalam kasus ini NB
melakukan kritik kepada dirdik KPK seharusnya sebagai aparatur pemerintah yang
baik menerima kritik tersebut bukan malah melaporkan. Kalau tidak ingin dikritik
bagus tidak usah menjadi pejabat publik. Merevisi 9 pasal karet yang terdapat di
UU ITE ini sudah seharusnya masuk ketahap urgensi sebab banyak sekali
masyarakat mengalami ketidak adilan atas adanya pelaporan mengenai pelanggaran
UU ITE, dan ironisnya kebanyakan yang melapor merupakan orang-orang yang
memiliki kewenangan tinggi seperti pejabat publik, pengusaha, dan orang-orang
berkepemtingan lainya dan yang di laporkan lebih banyak warga biasa dan seorang
aktivis.

Dari data diatas sudah jelas adanya kejanggalan, menurut penulis UU ITE ini harus
segera direvisi agar tidak ada lagi masalah-masalah yang seharusnya kecil malah di
perbesar dan berlindung padahal sebenarnya anti kritik.
Ada satu kasus lagi tidak kalah mengejutkan yaitu kasus Tara Basro yang
menggunggah foto tanpa busana ke publik di media sosial pribadinya dianggap
kominfo tidak melanggar UU ITE 7oleh sebab makna yang terkandung dari
munculnya foto tersebut yaitu untuk memberikan edukasi dan meningkatkan

6
https://www.beritasatu.com/archive/450281/dilaporkan-dirdik-kpk-novel-terancam-dijerat-uu-
ite
7
https://republika.co.id/berita/q6psnm414/menkominfo-foto-tara-basro-tanpa-busana-tak-
langgar-uu-ite
kepercayaan diri setiap perempuan bahwa semua wanita itu sama, hal tersebut
sungguh sangat disayangkan. Hal tersebut terjadi dan bisa di akses oleh siapa saja
namun tidak terjerat oleh pelanggaran UU ITE.

Tara Basro memang sangat terkenal dan juga seorang aktris, memiliki berbagai
macam talenta namun meski demikian seharusnya bilamana dia melakukan tindak
asusila seperti menunjukan foto pribadi dia tanpa busana ke publik dapat dijerat atas
UU ITE seperti sodara kita yang lainya yang sudah terkena UU ITE ini namun
nyatanya TB dibebaskan dan dicap tidak melanggar UU ITE.

UU ITE ini merupakan payung hukum di media sosial yang timbul karena dorongan
semangat rakyat untuk mendapatkan keamanan dalam dunia maya, bukan untuk
kalangan orang-orang tertentu saja yang memiliki kekuasaan, dan 9 pasal karet ini
harus direvisi dan segara dibawa keruang rapat DPR untuk didiskusikan agar
menghasilkan pasal-pasal baru yang diharapkan menguntungkan rakyat. Jika masih
terus mengandalkan pasal karet tersebut untuk payung hukum di dunia maya makan
akan berpotensi mematikan demokrasi bahkan hak untuk bebas berpendapat sudah
diambang ketiadaan. Apabila seorang rakyat mengkritik pejabat negeri atau publik
figur yang mampu memberikan dampak kepada lingkungan dapat bisa dilaporkan
dengan menggunakan UU ITE lantas akan seperti apa roda pola pemerintahan yang
berjalan, apabila mengkritik dianggap sebuah kejahatan bukankah itu merupakan
kejahatan.
KESIMPULAN
Secara bersama-sama, semua kasus tersebut menunjukkan gambaran yang sangat
jelas tentang bagaimana UU ITE yang seharusnya menjadi regulasi, tidak secara
jelas mengatur dan menjamin kebebasan berekspresi warga negara, tetapi justru
bisa menjadi alat untuk mengkriminalisasi kejahatan.
UU ITE akan selalu dianggap musuh besar bagi masyarakat apabila pasal-pasal
karet tersebut tidak segera direvisi, dan akan menganggu jalan nya demokrasi. Oleh
sebab rakyat tidak berani mengungkapkan pendapatnya di khalayak umum karena
takut terkena UU ITE dan pemerintah atau orang yang memiliki kewenangan
mampu bertindak sesuka hatinya sebab ada UU ITE yang bisa melindungi nya dari
kritik masyarakat. Hal ini tentu merupakn langkah awal yang tidak baik untuk
negeri ini, dan tentu tidak sama sekali mendapatkan esensi dari terbentuk nya UU
ITE ini yang melindungi di dunia maya. UU ITE ini membatasi rakyat untuk bebas
berpendapat padahal kebebasan berpendapat yang tidak absolut sudah diatur di
UUD 1495 pasal 28J ayat 2, terjadi pemborosan dan duplikasi peraturan yang
seharusnya tidak pernah terjadi terkecuali dalam UU ITE ini di jelaskan lebih
mendetail dari maksud pasal 28j ayat 2 UUD 1945 ini.
Secepatnya UU ITE ini harus direvisi agar tidak ada lagi ketidak adilan yang
dialami oleh masyarakat dan seharusnya semua oknum yang terlibat atas wewenang
untuk merivisi pasal karet tersebut melek akan kejadian yang tidak adil tersebut
yang terjadi pada rakyat yang mereka layani selama ini, dan mampu memastikan
dan memberikan ruang aman untuk bebas berpendapat dalam dunia maya dan tidak
takut lagi apabila ingin mengkritik kerja dari aparatur negara, oleh sebab memang
kritik sangat diperlukan untuk menentukan dan meningkatkan kredibilitas maupan
kinerja dari aparatur pemerintah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
https://kumparan.com/kumparannews/sejarah-terbentuknya-uu-ite-disahkan-era-
sby-sempat-direvisi-era-jokowi-1vC3v5AMrhJ

https://republika.co.id/berita/q6psnm414/menkominfo-foto-tara-basro-tanpa-
busana-tak-langgar-uu-ite

https://www.kompas.tv/article/147659/ini-9-pasal-karet-uu-ite-yang-
dipermasalahkan-masyarakat

https://www.jawapos.com/nasional/hukum-kriminal/09/02/2022/tiga-warga-
wadas-yang-ditangkap-disebut
-terjerat-uu-ite/

https://www.solopos.com/kronologi-kasus-baiq-nuril-korban-pelecehan-yang-
divonis-penjara-952789
https://www.beritasatu.com/archive/450281/dilaporkan-dirdik-kpk-novel-
terancam-dijerat-uu-ite

Sidik, S. (2013). Dampak undang-undang informasi dan transaksi elektronik (UU


ITE) terhadap perubahan hukum dan sosial dalam masyarakat. Jurnal Ilmiah
Widya, 1(1), 1-7.

Anda mungkin juga menyukai