Anda di halaman 1dari 3

Nama : Nur Hakkim

NIM : A.312.14.1421.008

Kelas : Jumat - Sabtu MH USM

Makul : Politik dan Perbandingan Hukum Pidana

ANALISIS RUU KUHP

Misterius Mau Diundangkan Penjara

Menunggu Penghina Presiden Sampai Pejabat Publik

Sebagai negara hukum yang menganut sistema demokrasi, Indonesia


memiliki beberapa peraturan dalam pembuatan produk hukum atau peraturan
perundang-undangan. Demokrasi menitik beratkan kedaulatan berada di tangan
rakyat. Melaui DPR menjadi lemabaga perwakilan yang mewakili masyarakat
dalam berbagai hal termasuk dalam pembuatan Undang-Undang.

Baru-baru ini publik digegerkan dengan pengesahan RKUHP yang dibuat


oleh DPR. Setelah sekian lamanya KUHP Indonesia memakai KUHP yang dibuat
oleh Belanda akhirnya sudah ada RKUHP buatan Indonesia. KUHP yang dibuat
oleh Belanda dipakai berpuluh-puluh tahun oleh Indonesia ternyata tidak sesuai
budaya masyarakat Indonesia. Maka DPR sebagai lembaga legeslatif membuat
RUU KHUP untuk membuat produk hukum yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat Indonesia.

Rencana pengesahan RUU KUHP banyak menuai pro kontra. Hal ini
disebabkan karna isi dari RUU KUHP yang masih belum sesuai dengan harapan
beberapa pihak termasuk masyarakat. Hal ini menjadi delima ketika peraturan
dibuat tidak berdasarkan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Karena kita tau
bahwa peraturan dibuat untuk menertibkan serta mencapai kesejahteraan
masyarakat.

Nasir Djamil Angggota Panja RKUHP berpendapat bahwa dalam


pembuatan RKUHP tidak ada yang dirahasiakan. Dan sudah sesuai mekanisme
peraturan pembuatan perundang-undangan. Pembahasan sudah selesai semua.
Pengambilan keputusan tingkat pertama komisi 3 DPR RI sudah, menuju ke tingkat
dua yaitu paripurna. Sejak Agustus 2019 RKUHP sudah dirancang dan baru selesai
setelah banyak penundaan.

Sedangkan Natalius Pigai Mantan Komisioner Komnas HAM berpendapat


bahwa UU dibuat berdasarkan kepentingan rakyat itu derivable right, rakyat harus
tahu seberapa proses dari awal hingga selesai pembuatan RKUHP. Sejak 2019
sudah selesai bahannya, yang menjadi pertanyaan adalah mengapa RKUHP tidak
di putuskan sejak 2020. Berati ada permasalahan aspek substansi atau formilnya. 2
tahun adalah jeda untuk melakukan perbaikan dan uji publik.

Berdasarkan dua pendapat tadi terlihat perbedaan arah yakni sisi rakyat dan
sisi pemerintah. Terlepas darii tu pengkritisan terhadap pasal-pasal yang dibuat
lebih penting agar tidak dijadikan alat politik yang menguntungkan beberapa pihak
saja. Pro kontra isi dari pasal RKUHP yang disorot salah satunya dalah terkait pasal
penghinaan presiden.

Penghinaan Presiden yang terdapat dalam RUU KUHP Pasal 218 yang
berbunyi

1. Setiap Orang yang Di Muka Umum menyerang kehormatan atau harkatdan


martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidanapenjara
paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak
kategori IV.
2. Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan
martabatsebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan
untukkepentingan umum atau pembelaan diri.
Berdasarkan Pasal 218 diatas mengatur Penyerangan Kehormatan atau
Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden. Jika ada yang menghina harkat
dan martabat diri Presiden dan wakilnya akan dipidana maksimal tiga tahun enam
bulan penjara. Patokan penghinaan yang belum konkrit menjadikan ini sebagai
pasal karet. Bahkan cenderung membatasi kritik dari masyarakat.
Secara tidak langsung pasal ini menjadikan masyarakat bungkam terhadap
kritik ke Presiden dan Wakilnya karena takut dan khawatir apabila kritiknya
dikategorikan sebagai tindak pidana penghinaan presiden. Maka perlunya
pembenahan bersama (dari elemen Pemerintahan maupun masyarakat umum) agar
RKUHP ini dapat dibenahi dan bisa mencapai kesejahteraan masyarakat Indonesia
terutama dapat mencapai kepastian, kemandaatan dan keadilan bagi masyarakat
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai