Anda di halaman 1dari 20

FORUM BEM DIY

Divisi Kajian Strategis


Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia

KAJIAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

Ditulis oleh: Divisi Kajian Strategis FBD

I. PENGANTAR

Kitab Undang-Undang atau Legal Code merupakan pernyataan hukum


secara tertulis yang dirumuskan secara sistematis dan komprehensif. Dalam
sejarahnya, kitab undang-undang telah dibentuk oleh masyarakat kuno pada
masa dulu. Salah satu buktinya ialah ditemukannya kitab undang-undang
dari arsip kuno kota Ebla, Suriah, yang terbentuk dari sekitar tahun 2400
Sebelum Masehi. Lalu terdapatnya kitab undang-undang dari Babilonia
yakni Code of Hammurabi. Kemudian, Bangsa Romawi pun memiliki catatan-
catatan hukum seperti Law of the Twelve Tables sekitar tahun 451-450
Sebelum Masehi.1 Di negara-negara yang menganut sistem hukum common
law, kitab undang-undang merupakan suatu pengecualian daripada suatu
hukum, karena sebagian besar hukum di negara common law didasarkan
pada yurisprudensi.2

Kitab undang-undang merupakan suatu sistem hukum positif yang


lengkap, disusun secara ilmiah, dan dinyatakan oleh otoritas legislatif.
Dengan kata lain, kitab undang-undang dapat dikatakan sebagai suatu a
body of law atau himpunan hukum yang dibentuk oleh legislatif dan
ditujukan untuk menetapkan secara umum dan sistematis, asas-asas
hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis, positif ataupun adat, yang
berasal dari enactment (undang-undang) atau precedent (putusan
terdahulu).3

1
The Editors of Encylopedia, “Law Code”, https://www.britannica.com/topic/law, (Diakses pada tanggal 29
Juni 2022).
2
Ibid.
3
https://thelawdictionary.org/code/, (Diakses pada tanggal 29 Juni 2022).

1
FORUM BEM DIY
Divisi Kajian Strategis
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Criminal Code, atau


Wetboek van Strafrecht (WvS) merupakan suatu kumpulan ketentuan
perundang-undangan yang berhubungan dengan tindak pidana dan
merupakan suatu pernyataan dalam peraturan-peraturan serta asas-asas
yang sistematis dan terintegrasi mengenai tindak pidana.4 Dalam sejarahnya,
Belanda yang awalnya datang untuk berdagang beralih membentuk suatu
pemerintahan Hindia Belanda untuk menguasai wilayah-wilayah di
Nusantara dan menerbitkan produk-produk hukum. Salah satunya adalah
Wetboek van Straftrecht yang selanjutnya disebut KUHP. Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku saat ini hampir sama dengan
Wetboek van Strafrecht voor Nederland Indie yang dulunya merupakan KUHP
buatan Hindia Belanda pada tahun 1915 dan berlaku sejak tahun 1918. 5
Dalam KUHP ini terdiri dari atas tiga buku, yakni: (a) Buku Kesatu yang
membahas mengenai ketentuan-ketentuan umum, yang terdiri dari 9 bab; (b)
Buku Kedua membahas mengenai Kejahatan yang terdiri dari 31 bab; dan (c)
Buku Ketiga membahas mengenai Pelanggaran yang terdiri dari 10 bab.

Berdasarkan Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI ’45 menegaskan bahwa, "Setiap
orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat”. Dalam hal ini, mengemukakan pendapat tidak hanya
disampaikan secara lisan seperti pidato namun juga dapat melalui tulisan
dan lain-lain. Mengemukakan suatu pendapat merupakan hak konstitusi
yang melekat kepada setiap warga negara Indonesia. Hal tersebut tertera
dalam Pasal 3 ayat (2) UU No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
yang berbunyi "Setiap orang berhak untuk mempunyai,mengeluarkan dan
menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau
tulisan melalu media cetak maupun media elektronik dengan memperhatikan
nilai nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan
bangsa”. Namun, muatan materi dalam Rancangan Kitab Undang-Undang

4
Topo Santoso, 2020, Hukum Pidana Suatu Pengantar, Depok: Rajawali Pers, hlm. 206.
5
Ibid, hlm 207.

2
FORUM BEM DIY
Divisi Kajian Strategis
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia

Hukum Pidana (RKUHP) dapat mengancam hak-hak yang telah diberikan


konstitusi kepada setiap warganya. Hal itu dikarenakan dalam RKUHP
terdapat pasal-pasal yang membebankan pidana bagi siapa saja yang
menghina pemerintah.

Presiden meruakan Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan


Indonesia. Dalam hal Presiden sebagai kepala negara, maka presiden adalah
simbol resmi Negara Indonesia di dunia. Jika Presiden sebagai kepala
pemerintah, maka presiden memegang kekuasaaan eksekutif untuk
melaksanakan tugas-tugas pemerintah sehari-hari yang dibantu oleh wakil
Presiden dan para Menteri dalam kabinet. Presiden dan wakil Presiden
menjabat selama 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam
jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan. Berdasarkan Pasal 16 UUD
NRI ’45 menjelaskan bahwa salah satu fungsi Presiden sebagai kepala
Negara, yaitu “Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas
memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden, yang selanjutnya
diatur dalam undang-undang”. Di dalam RKUHP jabatan presiden dilindungi
agar tidak dinistakan atau dihina oleh bagi siapa saja. Namun, hal tersebut
menjadi pertentangan di kalangan masyarakat. Hal itu dikarenakan telah
menjadi hal biasa jika orang yang memangku suatu jabatan dalam
pemerintahan mendapatkan suatu kritik dari masyarakat agar menjadi lebih
baik. Namun, kritikan tersebut bisa saja ditafsirkan sebagai suatu
penghinaan atau pencemaran tergantung subjektif dari pemerintah yang
dikritik tersebut. Berdasarkan hal tersebut, parameter dan definisi dari suatu
penghinaan terhadap pemerintah dalam RKUHP masih kurang melindungi
masyarakat untuk mengemukakan suatu pendapat (kritik) sehingga mereka
takut untuk menggunakan hak konstitusinya.

Pemerintah dan DPR berencana untuk mengesahkan Rancangan Kitab


Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dalam waktu dekat ini. Namun
rencana tersebut tentu saja menimbulkan pertentangan dan keresahan
dalam kalangan masyarakat. Hal itu dikarenakan masih banyak pasal-pasal

3
FORUM BEM DIY
Divisi Kajian Strategis
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia

kontroversial yang dapat merugikan masyarakat sehingga pengesahan


RKUHP dinilai terlalu terburu-buru. Hal tersebut selaras seperti yang
dijelaskan oleh Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti, ia mengatakan
bahwa tindakan pemerintah dan DPR melanggar konstitusi bila terburu-buru
mengesahkan RKUHP. Dalam hal ini, RKUHP seharusnya dibahas ulang,
bukannya disegerakan untuk disahkan dalam waktu dekat ini.6

Dalam muatan materi RKUHP, terdapat pasal-pasal yang bertentangan


dengan konstitusi dan dapat merugikan hak-hak konstitusional warga
negara. Namun, pemerintah malah mempersilahkan kepada masyarakat
yang keberatan dengan RKUHP untuk menguggat undang-undang tersebut
ke Mahkamah Konstitusi setelah RKUHP disahkan kemungkinan pada Juli
mendatang.7 Bahkan Draft RKUHP yang terbaru belum dipublikasi sehingga
masyarakat sulit untuk mengakses informasi mengenai revisi-revisi dalam
KUHP. Sikap pemerintah tersebut malah memperlihatkan mereka acuh tak
acuh dan tidak ingin mendengarkan suara rakyat yang merasa dirugikan
atas muatan materi dalam pasal kontroversial tersebut.

II. ALASAN-ALASAN TIDAK DISAHKANNYA RKUHP


A. Kurangnya kepastian hukum dan perlakuan yang sama di
hadapan hukum dalam muatan materi RKUHP bertentangan
dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang
baik.
1. Bahwa Indonesia sebagai negara hukum, menjunjung tinggi
Hak Asasi Manusia, Indonesia telah menyatakan secara tegas
bahwa Hak Asasi dijamin dan dilindungi oleh Negara. Salah

6
Tempo.co, “Pasal-pasal kontroversial dalam RKUHP”, https://nasional.tempo.co/read/1603754/pasal-pasal-
kontroversial-dalam-rkuhp, (Diakses pada tanggal 29 Juni 2022 Pukul 18.30).
7
Bbc News, “RKUHP: Keengganan pemerintah buka draf terbaru dinilai tunjukkan proses legislasi 'ugal ugalan'
dan ‘gejala otoriter’”, https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-61774257, (Diakses pada tanggal 21 Juni
2022 Pukul 19.00).

4
FORUM BEM DIY
Divisi Kajian Strategis
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia

satunya terdapat pada Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945 yang
menyatakan bahwa:
“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum.”

2. Berdasarkan pernyataan pasal di atas, frasa “kepastian hukum


yang adil” terdiri dari 2 (dua) rumusan kata yaitu kepastian
hukum dan adil. Menurut pendapat dari CST. Kansil (Kamus
istilah hukum, 2009:385) ia memberikan definisi terkait
Kepastian hukum secara normatif adalah:
a. Apabila suatu peraturan dibuat dan diundangkan
secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis
sehingga tidak menimbulkan keragu-raguan (multi tafsir)
dan logis. Berdasarkan hal tersebut, kepastian
hukum menjadi suatu sistem norma dengan norma
lain sehingga tidak tumpang-tindih atau
menimbulkan konflik norma. Dalam hal ini,
kepastian hukum menjelaskan kepada pemberlakuan
hukum yang jelas, tetap, konsisten dan konsekuen yang
pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-
keadaan yang sifatnya subjektif. Oleh sebab itu,
kepastian dan keadilan bukanlah sekedar tuntutan
moral, melainkan secara faktual mencirikan hukum.
Suatu hukum yang tidak pasti dan tidak adil bukan
sekedar hukum yang buruk.

3. Bahwa menurut KBBI, adil adalah sama berat, tidak berat


sebelah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar,
berpegang pada kebenaran, sepatutnya, atau tidak sewenang-
wenang. Berdasarkan pendapat dari Fence M. Wantu

5
FORUM BEM DIY
Divisi Kajian Strategis
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia

(Mewujudkan Kepastian Hukum, Keadilan dan Kemanfaatan


Dalam Putusan Hakim di Peradilan Perdata, Jurnal Dinamika
Hukum, 2012:484) ia menjelaskan bahwa adil pada dasarnya
menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan
kepada siapa saja apa yang menjadi haknya, hal tersebutlah
yang mendasari pada suatu asas bahwa semua orang sama
kedudukannya di hadapan hukum (equality before the law).”

4. Bahwa dalam frasa “perlakuan yang sama dihadapan hukum”,


Berdasarkan Pasal 7 Declaration of Human Rights menyatakan
bahwa:
“Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas
perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi.
Semua berhak atas perlindungan yang sama terhadap
setiap bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan
Deklarasi ini, dan terhadap segala hasutan yang
mengarah pada diskriminasi semacam ini.”

5. Bahwa selain pada Pasal 28D UUD NRI 1945, secara eksplisit
Persamaan di hadapan hukum juga dijamin dalam Pasal 27
Ayat (1) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa:
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya.”

6. Pada dasarnya persamaan di hadapan hukum atau perlakuan


yang sama di depan hukum sebagaimana tercantum dalam
UUD NRI 1945 memiliki pengertian bahwa diinginkannya
perlakuan yang sama tanpa ada pengecualian, termasuk bagi

6
FORUM BEM DIY
Divisi Kajian Strategis
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia

kelompok rentan. (Rhona K Smith, hukum Hak Asasi Manusia,


2008:254)

7. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan


bahwasanya kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang
sama di hadapan hukum merupakan suatu peraturan yang
dibuat dan diundangkan dengan jelas, logis, dan
memperhatikan keadilan bagi para pihak serta tidak
bertentangan antar norma yang berlaku serta tidak membeda-
membedakan kedudukan dan kesempatan dalam mengakses
keadilan hukum.

8. Bahwa muatan materi dalam Pasal 218 ayat (1) RKUHP, Pasal
241 RKUHP, Pasal 353 RKUHP, dan Pasal 354 RKUHP tidak
memberikan kepastian hukum dan perlakuan yang sama di
hadapan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan.

9. Bahwa dalam Pasal 218 ayat (1) RKUHP, Pasal 241 RKUHP,
Pasal 353 RKUHP, dan Pasal 354 RKUHP tidak memberikan
parameter dan definisi yang jelas terkait “penghinaan” dan
“menyerang kehormatan atau harkat martabat” terhadap
Presiden, Wakil Presiden, Kekuasaan Umum, dan Lembaga
Negara.

10. Bahwa dengan kurang jelasnya definsi atau parameter suatu


“penghinaan” atau “menyerang kehormatan atau harkat
martabat” merupakan muatan materi dalam Pasal RKUHP yang
dapat ditafsirkan secara bebas, sehingga kritik pun dapat
ditafsirkan sebagai penghinaan atau menyerang kehormatan
bila subjek yang menjadi objek kritik merasa terhina atas
7
FORUM BEM DIY
Divisi Kajian Strategis
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia

kritikan tersebut. Oleh karena itu, muatan materi dalam Pasal


RKUHP tidak memberikan kepastian hukum dikarenakan
kurang lengkap, logis, dan bebas tafsir sehingga bertentangan
dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-
undangan yang baik.

11. Bahwa muatan materi dalam Pasal 218 ayat (1) RKUHP, Pasal
241 RKUHP, Pasal 353 RKUHP, dan Pasal 354 RKUHP tidak
memberikan perlakuan yang sama di hadapan hukum. Hal
tersebut dikarenakan adanya pembedaan hukum antara
Presiden, Kekuasaan Umum, dan Lembaga Negara dengan
warga negara biasa.

12. Bahwa nama baik atau kehormatan merupakan suatu rasa


harga diri atau martabat yang didasarkan pada persepsi atau
penilaian baik oleh masyarakat terhadap seseorang dalam
pergaulannya di masyarakat (Chazawi, 2013). Dalam hal ini,
nama baik haruslah diartikan demikian karena nama baik
bukan hanya semata-mata dimiliki oleh orang yang mempunyai
kedudukan tinggi saja (Presiden, Kekuasaan Umum, dan
Lembaga Negara), namun milik setiap warga negara.

13. Bahwa berdasarkan penjelasan di atas, muatan materi dalam


Pasal 218 ayat (1) RKUHP, Pasal 241 RKUHP, Pasal 353 RKUHP,
dan Pasal 354 RKUHP merupakan pasal yang bersifat
diskriminatif dikarenakan membeda-bedakan kedudukan di
hadapan hukum. Oleh karena itu pasal-pasal yang disebutkan
di atas bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baik mengenai equality before the
law.

8
FORUM BEM DIY
Divisi Kajian Strategis
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia

14. Bahwa Pemenuhan hak asasi manusia menjadi salah satu


barometer dalam menentukan maju atau tidaknya suatu negara
dari aspek kesejahteraan sosial, yang merupakan salah satu
tujuan Negara Republik Indonesia. Negara memiliki kewajiban
untuk memenuhi akses terhadap keadilan dalam rangka
pemenuhan hak untuk diadili secara adil merupakan salah satu
ciri negara hukum. (S. Tanusu Broto, 1983, Dasar-dasar Hukum
Acara Pidana, Bandung: Amicom Bandung, Hal. 78)

15. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945


yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum” tidak terlaksana
sebagaimana mestinya dalam hal perancangan kitab undang-
undang hukum pidana.

16. Bahwa tidak adanya kepastian hukum yang adil serta


perlakuan yang sama di hadapan hukum terbukti bahwa
muatan materi dalam Pasal 218 ayat (1) RKUHP, Pasal 241
RKUHP, Pasal 353 RKUHP, dan Pasal 354 RKUHP tidak
memberikan parameter dan definisi yang jelas terhadap
penghinaan dan menyerang kehormatan sehingga
menimbulkan frasa multi-tafsir yang melunturkan kepastian
hukum dan terdapatnya muatan materi dalam pasal tersebut
yang membeda-beda suatu kedudukan di hadapan hukum
sehingga menimbulkan rasa ketidakadilan serta merugikan
masyarakat.

17. Bahwa dalam Pasal 28D UUD NRI 1945 menyatakan bahwa:
“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,

9
FORUM BEM DIY
Divisi Kajian Strategis
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia

dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di


hadapan hukum.

18. Bahwa dengan tidak dijelaskannya secara lengkap dan logis


mengenai frasa “penghinaan” dan “menyerang kehormatan”
dalam RKUHP tersebut, dalam Pasal 218 ayat (1) RKUHP, Pasal
241 RKUHP, Pasal 353 RKUHP, dan Pasal 354 RKUHP telah
bertentangan dengan Pasal 28D UUD NRI 1945 yang menjamin
adanya pengakuan, jaminan, perlindungan, kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

B. Tidak terbukanya draft RKUHP terhadap masyarakat dinilai


bertentangan dengan prinsip-prinsip pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baik

1. Bahwa dalam proses pembentukan hukum (law making


process) haruslah berparameter pada 6 (enam) hal penting,
yakni: (1) asal-usul rancangan undang-undang (a bill’s origins);
(2) konsep (the concept paper); (3) penentuan prioritas (priority);
(4) penyusunan rancangan undang-undang (drafting the bill); (5)
penelitian (research); dan (6) siapa yang mempunyai akses?
(who has acces and supplies input into the drafting process).
(Anis Ibrahim, Legislasi Dalam Perspektif Demokrasi: Analisis
Interaksi Politik dan Hukum Dalam Proses Pembentukan
Peraturan Daerah di Jawa Timur, 2008: 135)

2. Bahwa asas-asas pembentukan peraturan perundang-


undangan yang meliputi kejelasan tujuan; kelembagaan atau
pejabat pembentuk yang tepat; kesesuaian antara jenis,
hierarki, dan materi muatan; dapat dilaksanakan;
kedayagunaan dan kehasilgunaan; kejelasan rumusan; dan

10
FORUM BEM DIY
Divisi Kajian Strategis
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia

keterbukaan merupakan asas yang menjadikan semakin


kecilnya potensi produk hukum yang dibentuk dapat atau
berpotensi merugikan hak konstitusional warga negara.

3. Bahwa dengan diperolehnya Informasi merupakan pemenuhan


terhadap hak asasi manusia yang secara konstitusional harus
diakui, dilindungi dan dipenuhi dalam Negara Hukum
Indonesia, dimana pertanggungjawaban pemenuhannya ada
pada kekuasaan Pemerintah.

4. Bahwa urgensi dari adanya Asas Keterbukaan dalam


Pembentukan Undang-Undang terdapat 2 (dua) perspektif.
Perspektif yang pertama ialah diatur dan dilaksanakannya
ketentuan mengenai keterbukaan merupakan bagian dari hak
konstitusional bagi setiap warga negara Indonesia, yakni
mengenai pihak yang berpotensi atau dapat terkena dampak
diberlakukannya suatu Undang-Undang. Kemudian, perspektif
yang Kedua ialah dengan adanya Undang-Undang yang tidak
dibentuk berdasarkan Asas Keterbukaan, maka akan
mengakibatkan tidak tercapainya efisiensi dalam
penyelenggaraan pemerintahan secara umum.

5. Bahwa terdapatnya asas keterbukaan dalam Pembentukan


Peraturan Perundang-Undangan membuat potensi
dirugikannya hak konstitusional setiap orang menjadi semakin
kecil. Hal tersebut dikarenakan pembentukan undang-undang
(UU) dari awal sampai akhir proses sekaligus perkembangan
ketentuan Undang-Undang, diketahui secara jelas oleh setiap
orang. Oleh sebab itu, dengan adanya keterbukaan terhadap
draft Rancangan Undang-Undang (RUU) selagi masih memiliki
hubungan hukum yang jelas dapat secara langsung
mempertanyakan dan mengajukan saran-saran perbaikan

11
FORUM BEM DIY
Divisi Kajian Strategis
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia

tertentu sebagai bentuk partisipasi dalam Pembentukan


Undang-Undang.

6. Bahwa draft RKUHP yang terakhir dipublikasikan kepada


masyarakat adalah draft RKUHP tahun 2019. Namun, hingga
saat ini belum ada keterbukaan draft RKUHP yang terbaru,
padahal rencana pengesahan RKUHP tersebut dilaksanakan
sekitar bulan Juli tahun 2022.

7. Bahwa ketentuan mengenai Asas Keterbukaan dalam


Pembentukan Peraturan Perundang-undangan bertujuan
untuk menyediakan wadah bagi seluruh lapisan masyarakat
sekaligus masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-
luasnya untuk memberikan masukan dan berpartisipasi dalam
proses pembentukan RKUHP sebagaimana ditegaskan dalam
Pasal 5 huruf (g) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

8. Bahwa prinsip keterbukaan Pembentukan Peraturan


Perundang-undangan, selain sebagai pembatas agar pihak yang
merancang peraturan perundang-undang tidak sewenang-
wenang dalam menetapkan suatu ketentuan hukum, dalam hal
ini prinsip keterbukaan juga berfungsi sebagai wadah yang
menyediakan referensi ketentuan hukum yang lebih dinamis
mengikuti perkembangan dan kondisi yang sebenarnya terjadi
dalam kehidupan masyarakat.

9. Bahwa Pemerintah dan DPR memiliki kewajiban untuk


menyampaikan Informasi Publik kepada Pemohon Informasi
(masyarakat), kewajiban Pemerintah dan DPR untuk
memberikan pengumuman yang mudah dijangkau oleh
masyarakat atas informasi yang berpotensi mengancam hajat

12
FORUM BEM DIY
Divisi Kajian Strategis
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia

hidup orang banyak dan ketertiban umum seperti halnya


RKUHP.

10. Bahwa Pemerintah dan DPR memiliki kewajiban untuk


menyampaikan Informasi Publik kepada Pemohon Informasi
(masyarakat), kewajiban Pemerintah dan DPR untuk
memberikan pengumuman yang mudah dijangkau oleh
masyarakat atas informasi yang berpotensi mengancam hajat
hidup orang banyak dan ketertiban umum seperti halnya
RKUHP.

11. Bahwa tahapan perancangan UU yang disebarluaskan, yaitu


pada tahap penyusunan Prolegnas, Penyusunan Rancangan
UndangUndang, Pembahasan, dan Pengundangan. Dalam hal
ini dijelaskan juga mengenai pihak yang menyebarluaskan,
dimana terdapatnya hak warga negara untuk memberikan
masukan dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan, dan ketentuan mengenai kewajiban yang
memudahkan warga negara untuk mengakses Rancangan
Peraturan Perundang-undangan.

12. Bahwa berdasarkan Pasal 28F UUD NRI Tahun 1945


menjelaskan bahwa, “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi
dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi
dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala
jenis saluran yang tersedia”. RKUHP sebagaimana dimaksud
tersebut salah satunya adalah Undang-Undang. Dimana
RKUHP sebagai suatu peraturan hukum dalam
pembentukannya juga perlu dipublikasikan agar diketahui oleh
rakyat atau seluruh elemen masyarakat secara umum, karena

13
FORUM BEM DIY
Divisi Kajian Strategis
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia

Informasi tentang Pembentukan Undang-Undang merupakan


salah satu hak konstitusi setiap warga negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28F UndangUndang 1945.

13. Bahwa pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap


informasi pada setiap tahapan pembentukan RKUHP
menjadikan setiap tindakan masyarakat dalam menyampaikan
suatu usulan atau kritikan-kritikan yang terkait dengan proses
perancangan tersebut menjadi lebih berdasar dan memiliki
alasan yang jelas sekaligus dapat dipertanggungjawabkan.

14. Bahwa tidak menutup kemungkinan dengan disahkannya


RKUHP yang dalam proses pembentukannya tidak adanya
keterbukaan informasi dapat menyebabkan RKUHP cacat
secara formil bila diujikan di Mahkamah Konstitusi sehingga
hanya menimbulkan ketidaktertiban di masyarakat.

15. Bahwa sikap pemerintah yang enggan untuk membuka draft


RKUHP terbaru dan langsung mengesahkan RKUHP tanpa
adanya keterbukaan, maka proses dan segala tahapan
pembentukan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana bertentangan dengan prinsip-prinsip pembentukan
peraturan perundang-undangan yang baik.

C. Ketentuan Pasal dalam RKUHP yang multitafsir menghalangi


kebebasan berpendapat di Indonesia yang menganut prinsip
demokrasi, maka Pasal 218 ayat (1) RKUHP, Pasal 241
RKUHP, Pasal 273 RKUHP, Pasal 353 RKUHP, dan Pasal 354
RKUHP telah bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2) Undang-
Undang Dasar NRI 1945 yang memberikan kedaulatan kepada
rakyat.

14
FORUM BEM DIY
Divisi Kajian Strategis
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia

1. Bahwa Indonesia adalah negara yang menganut prinsip


demokrasi, Indonesia sendiri telah menyatakan secara tegas
bahwa Kedaulatan berada di tangan. Salah satunya terdapat
pada Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa,
“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar”.

2. Bahwa secara estimologis, “demokrasi” terdiri dari dua kata


yang berasal dari bahasa Yunani, “demos” yang berarti rakyat
atau penduduk suatu tempat, dan “cratos” yang berarti
kekuasaan dan kedaulatan. Jadi secara bahasa dapat
dikatakan bahwa demokrasi adalah keadaan negara di mana
sistem pemerintahannya berada di tangan rakyat, kekuasaan
tertinggi berada dalam keputusan rakyat, rakyat berkuasa,
pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat. (Dede
Rosyada, Demokrasi, Hak Asasi, dan Masyarakat Madani,
2000:110).

3. Berdasarkan pernyataan pasal di atas, frasa “kedaulatan”


menurut KBBI memiliki arti kekuasaan tertinggi atas
pemerintahan negara, daerah, dan sebagainya. Kemudian frasa
“rakyat” menurut KBBI memiliki arti penduduk suatu negara.
Selanjutnya menurut pandangan Setyo Nugroho (Demokrasi
dan Tata Pemerintahan Dalam Konsep Desa dan Kelurahan,
Jurnal Cita Hukum, 2013:250) mengatakan bahwa kedaulatan
rakyat merupakan kedaulatan yang menjelaskan sistem
kekuasaan dalam suatu negara yang menghendaki kekuasaan
tertinggi dipegang oleh rakyat.

4. Bahwa dengan frasa “Kedaulatan berada di tangan rakyat”


mengartikan bahwa Indonesia menegaskan sebagai negara yang

15
FORUM BEM DIY
Divisi Kajian Strategis
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia

menganut prinsip demokrasi. Demokrasi sebagai gagasan


politik merupakan ide yang bermakna luas sehingga di
dalamnya tercantum unsur-unsur sebagai berikut:
a) Penyelenggaraan kekuasaan berada di tangan rakyat;
b) Setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus
dapat mempertanggungjawabkan kebijaksanaan yang
hendak dan telah ditempuhnya;
c) Dimanifestasikan secara langsung maupun tidak
langsung;
d) Perputaran kekuasaan dari seseorang atau kelompok ke
orang atau kelompok yang lainnya, dalam demokrasi
peluang akan terjadinya perputaran kekuasaan harus
ada, dan dilakukan secara teratur dan damai;
e) Adanya proses pemilu, dalam negara demokratis pemilu
dilakukan secara teratur dalam menjamin hak politik
rakyat untuk memilih dan dipilih; dan
f) Adanya kebebasan HAM, dalam demokrasi setiap
warga masyarakat dapat menikmati hak-hak
dasarnya secara bebas, seperti hak untuk
menyatakan pendapat, berkumpul dan berserikat
dan lain-lain. (Affan Gafar, Politik Indonesia: Transisi
Menuju Demokrasi, 2005:15).

5. Bahwa makna demokrasi sebagai pedoman hidup


bermasyarakat dan bernegara mengandung pengertian
bahwasanya rakyatlah yang memberikan ketentuan dalam
masalah-masalah mengenai kehidupannya, termasuk dalam
menilai kebijakan negara, karena kebijakan tersebut akan
menentukan kehidupan rakyat. Dengan kata lain, negara yang
menganut prinsip demokrasi merupakan negara yang
diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat.

16
FORUM BEM DIY
Divisi Kajian Strategis
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia

(Winarno, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan:


Panduan Kuliah di Perguruan Tinggi, 2014:100).

6. Bahwa Indonesia sebagai negara yang menganut prinsip


demokrasi sebagaimana dituangkan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD
NRI 1945 harus menjamin kebebasan berpendapat sebagai hak-
hak dasar yang dapat dinikmati warga negara Indonesia.
Kemudian, sebuah negara dapat dianggap sebagai negara yang
demokratis bila ia siap memberikan perlindungan substansial
untuk ide-ide pengeluaran pendapat media (John W, Johnson,
“Peran Media Bebas”, 2021).

7. Penjaminan hukum terhadap kebebasan berpendapat dan


berdemokrasi juga dijamin dalam Pasal 28E ayat (3) yang
menyatakan bahwa, “Setiap orang berhak atas kebebasan
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.

8. Pada dasarnya hak kebebasan berpendapat merupakan bagian


dari hak asasi manusia yang sangat fundamental yang
seharusnya tidak dapat diusik oleh pihak manapun
sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor
39 Tahun 1999 tentang HAM yang menyatakan bahwa, “Hak
Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah,
dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia”.

9. Bahwa berdasarkan penjelasan yang disampaikan di atas, maka


disimpulkan bahwasanya kebebasan berpendapat adalah hak-
hak dasar setiap warga negara yang dapat digunakan dan

17
FORUM BEM DIY
Divisi Kajian Strategis
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia

dinikmati sebagai hak asasi manusia yang menjadi bagian dari


prinsip negara demokrasi.

10. Bahwa dalam Pasal 218 ayat (1) RKUHP, Pasal 241 RKUHP,
Pasal 273 RKUHP, Pasal 353 RKUHP, dan Pasal 354 RKUHP
dapat menjadi pintu penghalang dalam kebebasan berpendapat
yang menyebabkan indeks demokrasi di Indonesia menurun.

11. Bahwa sebelumnya melalui Putusan Mahkamah Konstitusi


Nomor 013-022/PUU-IV/2006 yang menguji mengenai
konstitusionalitas delik penghinaan terhadap presiden/wakil
presiden berdasarkan sistem hukum Indonesia yang terdapat di
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 134,
Pasal 136 bis, dan Pasal 137 KUHP yang diuji berada pada Bab
II tentang kejahatan terhadap martabat presiden dan wakil
presiden. Pengujian ini memberikan dampak yang besar dalam
melakukan kritik terhadap presiden/wakil presiden. Karena
Pasal 134, Pasal 136 bis, dan Pasal 137 KUHP dianggap
mengancam kebebasan untuk mengkritik baik lisan maupun
secara tulisan terhadap kinerja presiden/wakil presiden.

12. Bahwa dalam Pasal 218 ayat (1) RKUHP, Pasal 241 RKUHP,
Pasal 273 RKUHP, Pasal 353 RKUHP, dan Pasal 354 RKUHP
mengandung muatan pasal karet dimana frasa “penghinaan”,
“menyerang kehormatan atau harkat martabat”, dan
“mengakibatkan terganggunya kepentingan umum,
menimbulkan keonaran, atau huru-hara” masih memerlukan
penjelasan lebih lanjut guna mencegah pelanggaran terkait hak
kebebasan berpendapat dan tidak menimbulkan makna
multitafsir yang dapat menjerat siapa saja.

18
FORUM BEM DIY
Divisi Kajian Strategis
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia

13. Bahwa dengan direvisinya atau dihapusnya Pasal 218 ayat (1)
RKUHP, Pasal 241 RKUHP, Pasal 273 RKUHP, Pasal 353
RKUHP, dan Pasal 354 RKUHP memberikan penjaminan
kebebasan berpendapat guna menjadi langkah awal untuk
membuka gagasan dan ide baru melalui diskusi, perdebatan,
dan perturakan pikiran yang berkualitas.

14. Bahwa dengan adanya Pasal 218 ayat (1) RKUHP, Pasal 241
RKUHP, Pasal 273 RKUHP, Pasal 353 RKUHP, dan Pasal 354
RKUHP dapat dijadikan alat oleh Penguasa untuk
membungkam pemikiran-pemikiran kritis rakyat yang dapat
menciderai hak kebebasan berpendapat dan prinsip-prinsip
negara demokrasi.

15. Bahwa menurut Prof. Arief Hidayat, Pancasila dan UUD NRI
Tahun 1945 memiliki sifat normatif dan konstitutif. Pancasila
bersifat normatif karena berfungsi sebagai prasyarat yang
mendasari setiap hukum positif dan bersifat konstitutif karena
mengarahkan hukum pada tujuan yang hendak dicapai (Arief
Hidayat, “Negara Hukum Berwatak Pancasila”. Makalah.
Disampaikan dalam kegiatan "Peningkatan Pemahaman Hak
Konstitusional Warga Negara Bagi Guru Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan Berprestasi Tingkat Nasional". 14
November 2019. Jakarta: Hotel Grand Sahid). Oleh karena itu,
dalam pengaturan mengenai perancangan kitab undang-
undang hukum pidana harus memperhatikan prinsip-prinsip,
asas-asas, dan tujuan negara yang telah ditetapkan
berdasarkan norma-norma konstitusi.

III. KESIMPULAN

19
FORUM BEM DIY
Divisi Kajian Strategis
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia

Bahwa berdasarkan penjelasan sebagaimana telah diuraikan di atas,


maka telah secara spesifik menjelaskan hak dan kewajiban yang
dirugikan secara potensial dari warga negara dan potensi kerugian
tersebut menurut penalaran yang wajar dan logis dapat dipastikan akan
terjadi dan/atau telah terjadi dalam kasus-kasus konkret di masyarakat.
Sehingga apabila pembentukan rancangan kitab undang-undang hukum
pidana (RKUHP) diputuskan untuk diperbaiki dan dikaji kembali, maka
dapat dipastikan kerugian yang potensial dialami oleh warga negara tidak
akan terjadi di kemudian hari.

IV. PETITUM
Berdasarkan seluruh dalil-dalil kajian yang telah diuraikan secara
lengkap dalam alasan tidak disahkannya RKUHP, maka kami MAHASISWA
menuntut kepada PEMERINTAH RI & DPR RI untuk mengabulkan berbagai
tuntutan sebagai berikut:
1. Menuntut kepada Presiden RI dan DPR RI untuk membuka Draft
RKUHP terbaru secara transparansi serta melibatkan partisipasi
publik dalam pembentukan RKUHP;
2. Menuntut kepada Presiden RI dan DPR RI untuk menghapus atau
mencabut pasal-pasal yang muatan materinya bermasalah
terutama yang mengancam kebebasan berdemokrasi dan melanggar
hak asasi manusia; dan
3. Menuntut kepada Presiden dan DPR RI untuk membahas kembali
pasal-pasal bermasalah dalam RKUHP, terutama pasal-pasal yang
berpotensi membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi
baik di muka umum maupun media lainnya.

20

Anda mungkin juga menyukai